Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam  thypoid  merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,

Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan

Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di

seluruh dunia dan diperkirakan  sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya

akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan

terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap tahunnya.

Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun

dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris

disebabkan oleh Salmonella Parathypii A.Di daerah jawa barat penderita penyakit

typoid mencapai 154 kasus per 100.000 penduduk. Dari tahun 2013 sampai

sekarang penderita penyakit typoid mencapai hampir 1120 orang dan angka

kematiannya sekitar 300 orang pertahunnya.

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan

rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian

tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini

banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang

dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A,

B dan C.

1
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak

dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada

minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi

tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak

memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar

dalam penyebaran penyakit typhus.

Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang

penting bagi anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi

penyakit menular. Hal ini disebabkan  faktor hygiene dan sanitasi yang kurang,

masih memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun, maka memerlukan

perawatan yang khusus karena anak ini masih dalam taraf  perkembangan dan

pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk

mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Agar penulis dapat  melakukan Asuhan Keperawatan Dasar pada

dengan“Thypoid” 

2. Tujuan Khusus

Laporan Asuhan Keperawatan Dasar disusun dengan tujuan agar penulis

diharapkan mampu :

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan “Thypoid”.

b. Melakukan Analisa Data pada klien dengan “Thypoid”.

2
c. Merumuskan Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas pada klien

dengan “Thypoid”.

d. Merencanakan Asuhan Keperawatan Dasar pada klien “Thypoid”.

e. Melakukan tindakan Asuhan Keperawatan Dasar pada klien “Thypoid”.

f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan “Thypoid”.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi

Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever)

merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan

disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran (Ngastiyah, 2005).

Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang di sebabkan oleh

kuman Salmonella Thypi dan Salmonella para Thypi A,B,C. Sinonim dari

penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphois abdominalis (Sudoyo, A.W., &

B.Setiyohadi, 2006).

Thypoid  adalah  suatu  penyakit  pada usus yang menimbulkan gejala-

gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Type A,B,C. Penularan

terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

(Mansjoer, A, 2009).

2. Etiologi

Penyebab penyakit typhoid fever secara umum adalah kuman

Salmonellatyphi yang merupakan  kuman gram negatif dan  tidak

menghasilkan spora. Kuman Salmonella typhii ini dapat hidup baik pada

suhu  manusia (36 – 37oC) maupun pada suhu yang lebih rendah dari 36 oC,

4
serta mati pada suhu 70 oC maupun oleh anti septik. Saat ini diketahui bahwa

kuman ini hanya menyerang manusia. Salmonella typhii mempunyai tiga

macam antigen yaitu:

a. Antigen O = Ohne Hauch: somatic antigen (tidak menyebar)

b. Antigen H = Hauch (menyebar) terdapat  pada flagella dan bersifat

termolabil.

c. Antigen V1 = kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh  kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis.

3. Manifestasi Klinis

a. Demam

Gejala timbul selama  masa inkubasi sekitar dua minggu. Pada minggu

pertama  suhu  berangsur naik dan febris bersifat remitten atau panas

hanya pada waktu sore dan malam hari. Gejala panas tidak akan turun

dengan antipiretik, tidak menggigil, berkeringat, kadang-kadang disertai

dengan epistaksis.

b. Tanda dan Gejala pada sistem Gastro Intestinal

1) Bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor dan berselaput putih,

hyperemi.

2) Perut kembung, nyeri tekan

3) Limfa membesar, lunak dan nyeri pada saat penekan

4) Pertama kali pasien mengalami diare, kemudian obstipasi

5) Tanda-tanda dehidrasi

6) Tanda-tanda perdarahan dan tanda-tanda shock

5
7) Klien belum BAB selama 2 hari

c. Leukopeni

d. Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran dari ringan sampai berat, pada

umumnya apatis sampai samnolen bahkan dapat terjadi koma. Penurunan

kesadaran ini disebabkan karena panas tubuh yang tinggi.

e. Bradikardi

f. Peningkatan suhu tidak disertai dengan peningkatan nadi dimana

seharusnya setiap kenaikan suhu 1oC diikuti dengan kenaikan nadi 10 –

15 x/menit, sedangkan pada penderita ini kenaikan nadi lebih rendah dari

kenaikan suhu.

4. Patofisiologi

6
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien

menderita typhoid.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah

leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan

kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau

infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak

berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam

typhoid.

Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

7
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan

yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada

saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu

kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan

bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari

uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

8
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella

thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)

Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai

1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10. 1/80,

1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap

ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar

kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O

1/400.Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan.

6. Kompikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

9
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma

uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan

arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,

polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia

7. Penatalaksanaan

a. Istirahat dan perawatan professional

Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat pertumbuhan. Pasien

harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau

kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai

dengan pulihnay kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga

hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan

yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya

perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi abstipasi dan retensi urin.

b. Mobilisasi

Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi

bila ada komplikasi perdarahan.

10
c. Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari.

5) Vitamin dan mineral

d. Pengobatan

1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari,

maksimum pemberian 2g/hari. Dapat diberikan secara oral atau

intravena, sampai 7 hari bebas panas.

2) Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.

3) Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela

10 hari.

4) Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2

minggu.

5) Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM

atau IV. 1x1, sela 5 -7 hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg

BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.

6) Golongan Fluorokuinolon

a) Norfloksasin        : dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari

b) Siprofloksasin      : dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari

11
c) Ofloksasin           : dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari

d) Pefloksasin          : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari

e) Fleroksasin          : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari

f)  Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan

tertentu seperti: tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik,

karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme

dalam kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S,

2001 ).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register

dan diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke

dalam tubuh.

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

12
e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

f. Pola-pola fungsi kesehatan

g. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah

saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama

sekali.

h. Pola eliminasi

Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.

Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna

urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan

merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

i. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak

terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

j. Pola tidur dan istirahat

k. Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

l. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit

anaknya

13
m. Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan

umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham

pad klien.

n. Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di

rumah sakit dan klien harus bed rest total.

o. Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas

p. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 –

410 C, muka kemerahan.

2) Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

3) Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan

gambaran seperti bronchitis.

4) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin

rendah.

14
5) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak

kusam

6) Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),

mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak

enak, peristaltik usus meningkat.

7) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8) Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi

lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut

kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2. Diagnosa keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus

b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan

peroral yang kurang (mual, muntah)

c. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus

d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah,

anoreksia

15
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan

imobilisasi

3. Intervensi

a. Diagnosa : Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal

Kriteria hasil : Temperatur 36,5 – 37,5 C, tanda-tanda vital dalam batas

normal

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.

Rasinal: Mengetahui keadaan umum pasien

2) Berikan kompres hangat..

Rasional : Mengurangi peningkatan suhu tubuh

3) Atur suhu ruangan yang nyaman.

Rasiopnal : Memberikan suasana yang menyenangkan dan

menghilangkan ketidak nyamanan.

4) Anjurkan untuk banyak minum air putih

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan

sehinggaperlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

5) Kolaborasi pemberian antipiretik, antibiotik

Rasional : Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam.

Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi

dari bakteri

b. Diagnosa : Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu

16
tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil : Tidak mual, Temperatur 36,5 – 37,5 C,tidak

muntah.

Intervensi

1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan

Rasional : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan

dan dapat memenuhi kebutuhan cairan.

2) Monitor dan catat intake dan output cairan

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan

3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic

Rasional : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat

4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah,

kehausan dan turgor kulit

Rasional : Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon

terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan

5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi

cepat dan lemah

Rasional : Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi

syok

6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan

Rasional : Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan

17
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan

cairan secara dekuat

Rasional : Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk

menambah volume cairan tubuh

8) Kolaborasi pemberian cairan intravena

Rasional : Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk

memenuhi kebutuhan cairan yang hilang

c. Diagnosa: Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus

Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari

Criteria hasil : konsistensi normal

Intervensi :

1) Kaji pola eliminasi pasien

Rasional : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang

sesuai

2) Berikan minuman oralit

Rasional : Untuk menyeimbangkan elektrolit

3) Kolaborasi dengan dokter dalam obat

Rasional : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare

4) Auskultasi bising usus

Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,

penumpukan fekalit

5) Selidiki keluhan nyeri abdomen

Rasional : Berhubungan dengan distensi gas

18
6) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses

Rasional : Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan

intervensi

7) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB

Rasional : Mengatasi konstipasi yang terjadi

8) Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi

Rasional : Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan

d. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d

mual, muntah, anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Temperatur 36,5 – 37,5 C, mual berkurang, tidak ada

muntah, porsi makan tidak dihabiskan

Intervensi :

1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan

dalam keadaan hangat

Rasional : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status

nutrisi

2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan

3) Kaji kemampuan makan klien

Rasional : Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai

indikator intervensi selanjutnya

4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

19
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual

dan muntah

5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat

6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan

yang disukai

Rasional : Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi

yang dibutuhkan klien

7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan

yang mengandung gas/asam, peda

Rasional : dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual

dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi

8) Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi

Rasional : Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang

dapat memicu mual/muntah

e. Diagonsa : Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene

b/d kelemahan dan imobilisasi

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan

keperawatan

Kriteria hasil : Pasien mengatakan tidak lemah, tampak rileks

1) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien

20
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas

Rasional : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS DATA

Nama : An.SS

Tempat/tgl Lahir ` : Wonosari /25-05-2010

Usia : 6 Tahun 9 bln

Nama ayah/ibu : Tn S / Ny. M

Pekerjaan ayah : Tani

Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga

II. RIWAYAT PENYAKIT

1. Keluhan utama

Ibu mengatakan An.SS mengalami demam, mual, muntah, nafsu makan

menurun,

2. Riwayat kesehatan sekarang

Ibu mengatakan An. SS mengalami demam sejak 5 hari yang lalu sudah

diberikan obat penurun panas namun suhu badannya masih naik turun,

mual, muntah, nafsu makan menurun

3. Riwayat penyakit yang lalu

Ibu mengatakan An.SS sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit

dengan penyakit yang sama, tidak punya riwayat penyakit menular, dan

tidak punya riwayat alergi.

22
4. Riwayat penyakit keluarga

Semua anggota keluarga An.SS tidak pernah mengalami penyakit yang

sama dengan An.SS

5. Riwayat kehamilan dan kelahiran

a. Prenatal

Selama hamil ibu tidak pernah mengalami penyakit yang berarti

b. Intranatal

persalinan berjalan normal ditolong oleh tenaga kesehatan dengan BB

3100 gr dan panjang 48 cm

c. Postnatal

pada waktu lahir keadaan tubuh normasl dan tidak ada kelainan

III. RIWAYAT MASA LAMPAU

1. Penyakit waktu kecil

Ibu mengatakan sejak kecil An.SS belum pernah mengalami sakit yang

sama seperti yang sekarang ini

2. Pernah dirawat di RS

Ibu mengatakan An.SS belum pernah di rawat di rumah sakit karena

penyakit yang sama maupun karena penyakit yang lainnya

3. Obat-obatan yang digunakan

Ibu mengatakan bila An.SS sakit ibu hanya memberikan obat – obatan dari

tenaga kesehatan

23
4. Tindakan (operasi)

Ibu mengatakan An.SS belum pernah mengalami tindakan operasi

5. Alergi

Ibu mengatakan An. SS tidak pernah mengalami alergi obat- obatan maupun

makanan

6. Kecelakaan

Ibu mengatakan An. SS tidak pernah mengalami kecelakaan

7. Imunisasi

Ibu mengatakan An. SS mendapatkan imunisasi yang lengkap

IV. RIWAYAT KELUARGA

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan

: Perempuan pasien

------ : Tinggal serumah

24
V. RIWAYAT SOSIAL

1. Yang mengasuh

Sejak masih bayi An. SS hanya di asuh oleh keluarga

2. Hubungan dengan anggota keluarga

Hubungan interaksi di antara keluarga dan teman temannya terlihat baik

3. Hubungan dengan teman sebaya

Pada usia ini An .SS berinteraksi dengan keluarga dan teman teman sebayanya

4. Pembawaan secara umum

An. SS terlihat baik namun sedikit rewel jika bertemu dengan orang asing

5. Lingkungan rumah

Menurut ibu lingkungan keluarga mereka baik dan banyak anak - anak

seusia An. SS di sana

VI. KEBUTUHAN DASAR

1. Makanan yang disukai/tidak disukai:

a. Sebelum sakit

Selera : Ibu mengatakan selera makan An. SS baik

setiap makanan yang di berikan habis

Alat makan yang dipakai : Ibu mengatakan An. SS dengan

menggunakan sendok

Pola makan / jam : Ibu mengatakan pola makan an.SS 3 x

sehari dan sering membeli jajanan

b. Selama sakit

Selera : Ibu mengatakan selama di sakit An. SS

25
tidak mau makan, makanan yang di sajikan

tidak habis

Alat makan yang dipakai : selama sakit An. SS makan di suap

menggunakan sendok

Pola makan / jam : ibu mengatakan selama sakit An. SS makan

tidak terartur hanya 4-5 sendok saja

2. Pola minum

a. Sebelum sakit : Ibu mengatakan An. SS minum teh manis pada

pagi hari dan minum air putih 3 x sehari setiap

selesai makan

b. Selama sakit : Selama sakit ibu mengatakan An. SS sering

meminta minum air putih

3. Pola tidur

a. Sebelum sakit

Ibu mengatakan An.SS tidur 8-9 jam pada malam hari

Kebiasaan sebelum tidur : Ibu mengatakan An.SS tidak memiliki

kebiasaan sebelum tidur

Tidur siang : Ibu mengatakan An.SS tidur siang tdk

terlalu sering karna An SS termasuk anak

yang aktif

b. Selama sakit

Ibu mengatakan An.SS tidur selama 8-9 jam pada malam hari namun

sering terbangun karena demam dan ingin minum

26
Pola tidur : Ibu mengatakan selama sakit An.SS lebih sering tidur

namun sering terbangun karena demam dan minum air

4. Mandi

Sebelum sakit : Ibu mengatakan An.SS mandi setiap hari pada sore hari

Selama sakit : Ibu mengatakan selama demam tidak mandi dan hanya di

bersihkan dengan kain basah saja.

5. Aktifitas bermain

Sebelum sakit : Ibu mengatakan An.SS aktif bermain dengan abang,adik

dan teman sebayanya

Selama sakit : Ibu mengatakan An.SS hanya mau di gendong saja dan

tidak mau bermain

6. Eliminasi

a. Sebelum sakit

 BAB

- Pola BAB : Ibu mengatakan An.SS BAB 1-2 x sehari

- Karakteristik feses

Warna : Kuning

Konsistensi : Cair

Bau : Ibu mengatakan fesesnya berbau asam

namun tidak mencolok

 BAK

- Pola BAK : Setiap selesai minum dan bangun tidur

- Karakteristik

27
Warna : Jernih

Bau : Amis

Berat jenis : Tidak pernah di periksa

b. Selama sakit

 BAB

- Pola BAB : Ibu mengatakan An.SS BAB 1-2 x sehari

- Karakteristik feses

Warna : Kuning

Konsistensi : Cair

Bau : Ibu mengatakan Feses ny berbau asem

namun

tidak menusuk

 BAK

- Pola BAK : Setiap habis minum 5-6 x

- Karakteritik

Warna : Jernih

Bau : Amis

Berat jenis :Tidak di lakukan pemeriksaan

VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

1. Diagnosa medis : Demam tipoid

2. Tindakan operasi :-

3. Status nutrisi : nafsu makan menurun

4. Status cairan : Baik

28
5. Aktifitas : Baik

6. Tindakan keperawatan :Asuhan keperawatan demam tiphoid

VIII. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 28-02-2017 dan 01-03-2017

Nilai Hasil
No Pemeriksaan Nilai normal Ket
Pemeriksaan

1 WBC 8,66 4.00-12.00 10’3/uL

2 RBC 4,82 3.50-5.20 10’6/uL

3 HGB 12,8 12.6-16.0 g/dl

4 HCT 35,2 35.0-49.0 %

5 PLT 195 100-300 10’3/uL

6 TUBEX TF Posiif 6 Inconclusif : >2-<4

Positif : 4-10

IX. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum

1. K/U : Baik

2. TB sebelum sakit : 114 cm

BB sebelum sakit : 20,5 Kg

3. TB sekarang : 114 cm

BB sekarang : 19,5 Kg

29
B. Tanda vital

1. TD :-

2. Nadi : 110 x/m

3. Respirasi :35 x/m

4. Suhu tubuh : 38 0 C

C. Pemeriksaan kepala dan leher

1. Kepala,rambut dan leher

a. Kepala : Simetris

Bentuk : Simetris

Ubun-ubun : Keras

Kulit kepala : Bersih

b. Rambut : bersih,hitam

Bau : Tidak

Warna kulit : sawo matang

c. Wajah : Oval

Warna kulit : sawo matang

2. Mata

a. Kelengkapan dan kesimetrisan : Lengkap dan simetris

b. Palpebra : Edema (-)

c. Konjungtiva : Merah

d. Sclera : Ikterus (-)

e. Pupil : Normal

f. Cornea dan iris : Normal

30
g. Visus : Normal

h. Tekanan bola mata : Normal

3. Hidung

a. Tulang hidung dan posisi septum : Normal

b. Lubang hidung : Normal

c. Cuping hidung : Negatif (-)

d. Fungsi penciuman : Baik

4. Telinga

a. Bentuk telinga : Simetris

b. Ukuran telinga : Normal

c. Lubang telinga : Bersih

d. Ketajaman pendengaran : Baik

5. Mulut dan faring

a. Keadaan bibir : mukosa bibir kering

b. Keadaan gigi dan gusi : gigi normal,bersih, karies (-)

6. Leher

a. Posisi trachea : Normal

b. Thyroid : benjolan (-)

c. Suara : Normal

d. Kelenjar limfe : Normal

e. Vena jugularis : Pembesaran vena jugularis (-)

31
D. Pemeriksaan integument

1. Kebersihan : Bersih

2. Kehangatan : Panas

3. Warna : Putih

4. Turgor : Baik

5. Kelembaban : Baik

6. Kalainan pada kulit : Penyakit kulit (-)

E. Pemeriksaan payudara dan ketiak

1. Ukuran dan bentuk payudara : Belum terbentuk

2. Warna payudara dan areola : Belum terbentuk

3. Kelainan payudara dan putting :-

4. Aksila dan clavikula : Normal

F. Pemeriksaan Thoraks dan Dada

1. Inspeksi Thoraks

a. Bentuk thoraks : Simetris

b. Pernafasan

Frekuensi : 35 x/m

Irama : Teratur

c. Tanda kesulitan bernafas :-

2. Pemeriksaan paru

a. Palpasi getaran suara : benjolan (-)

b. Perkusi : Resonan

c. Auskultasi

32
- Suara nafas : Vesikular

- Suara tambahan :-

3. Pemeriksaan jantung

a. Inspeksi : Dada simetris

b. Palpasi : Benjolan (-)

- Pulsasi : Normal

- Ictus cordis : Tidak teraba

c. Perkusi : Normal

- Batas jantung : Normal

d. Auskultasi

Bunyi jantung I : Normal (terkompensasi)/reguler

Bunyi jantung II : Normal (terkompensasi)/reguler

Bunyi jantung tambahan :-

Mur-mur :-

Frekuensi : 110 x/m

G. Pemeriksaan Abdomen

1. Inspeksi : Simetris

a. Bentuk abdomen : Normal

b. Benjolan / masa :-

c. Bayangan pembuluh darah :-

2. Auskultasi

Peristaltic usus : Normal (18-20 x)

33
3. Palpasi

a. Benjolan/masa : Normal

b. Tanda ascites :-

c. Hepar : Tidak teraba

d. Lien : Tidak teraba

e. Titik mc.burney : Normal

4. Perkusi

a. Suara abdomen : Timpani

b. Pemeriksaan ascites : Normal

H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya

1. Genitalia

a. Rambut pubis : Tidak ada

b. Lubang uretra : Normal

c. Kelainan pada genetalia eksterna : Tidak ada

d. Kelainan pada genetalia interna : tidak di periksa

2. Anus

a. Lubang anus : Normal

b. Kelainan pada lubang anus : Tidak ada

c. Perineum : Normal

I. Pemeriksaan muskuloskletal / ekstremitas

1. Ekstremitas atas

a. Kesimetrisan otot

Kiri: - Kanan : terpasang infus

34
b. Edema (derajat) : Derajat I

c. Kekuatan otot : Skala 3

d. Kelainan pada ekstremitas : Tidak ditemukan adanya kelainan

2. Ekstremitas bawah

a. Kesimetrisan otot

Kiri : - Kanan : -

b. Edema : Derajat I

c. Kekuatan otot : Skala 3

d. Kelainan pada ekstremitas : Kelainan (-)

e. Varises :-

J. Pemeriksaan Neurologi

1. Tingkat kesadaran

GCS : E 4 M 6 V5

2. Meningeal sign

3. Status mental

a. Kondisi emosi dan perasaan : Ibu mengatakan An.SS agak rewel

b. Orientasi : Menangis bila bertemu orang asing

c. Proses berfikir :-

d. Motivasi :-

e. Bahasa : An. SS berbicara menggunakan

bahasa Indonesia

35
4. Nervus Cranial

a. Nervus olfaktorius / N I/ Penciuman (hidung)

Dapat mencium bau alcohol

b. Nervus Optikus /N II / Penglihatan (mata)

Dapat melihat ayahnya di jarak 6 meter

c. Nervus Okulomotoris / N III ,Trochlearis / N IV, Abdusen / N VI /

bergeraknya bola mata

Dapat melihat kekiri dan kekanan dengan baik

d. Nervus Trigeminus / N V/ Sentuhan halus (dengan kapas)

An. SS dapat merasakan sentuhan yang diberikan

e. Nervus Fasialis / N VII/wajah(otot wajah)

Baik

f. Nervus Vestibulocochlearis / N VIII/Acusticus (pendengaran)

Baik, An. SS berbalik saat di panggil nama

g. Nervus Glosoopharingeus / N IX, Vagus/N X/Menelan

(tenggorokan)

Baik, An. SS dapat menelan makanan yang di berikan

h. Nervus asesorius / N XI /Bahu

Baik

i. Nervus Hipoglosus /N XII /Lidah

Baik, Ibu mengatakan An. SS dapat membedakan rasa manis

36
5. Fungsi Motorik

a. Cara berjalan : Baik

b. Romberg test : Tidak di lakukan

c. Test jari hidung : Tidak di lakukan

d. Pronasi Suvinasi Test : Tidak di lakukan

e. Heel to Shin Test : Tidak dilakukan

6. Fungsi Sensorik

a. Identifikasi sentuhan ringan :-

b. Test Tajam Tumpul :-

c. Test Panas Dingin :-

d. Test Getaran :-

e. Sreognosis Test :-

7. Reflek

a. Reflek Bisep :-

b. Reflek Trisep :-

c. Reflek Brachioradialis :-

d. Reflek Patelar :-

e. Reflek Tendon Achiles :-

f. Reflek Plantar :-

X. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN

1. Kemandirian dan bergaul : Baik

2. Motorik halus : Dapat melepaskan dan meraih dengan baik

3. Kognitif dan bahasa : Baik

37
4. Motorik kasar : Dapat duduk sendiri di tempat tidur

XI. THERAPI YANG DIBERIKAN

1. IVFD : kaen 1B 60 tts/mnt

2. Inj Ranitidin : 25 mg/12 jam

3. Paracetamol : 4 x 250 mg

4. Constatin : 4 x 2cc

5. Licurmin : 1 x 1cth

6. L-Bio :2x1m

7. Tyampenicol : 4 x 30 mg

XII. ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Ibu mengatakan badan Proses inflamasi Peningkatan suhu

An.SS panas dingin tubuh

DO : Temp 38 C,Nadi 110

x/m, RR 35 x / m
2. Kelemahan fisik Intoleransi aktifitas
DS : Ibu mengatakan bahwa

An.SS masih lemah dan

tiduran saja

DO :Anak Nampak lemah dan

hanya tiduran, anak harus

di suapi makan,

38
mengganti baju, dan ke

3. kamar mandi Intake yang tidak

DS : Ibu mengatakan An. SS ade kuat Resiko Perubahan

makan hanya 1-3 sendok, nutrisi kurang dari

anak merasa mual dan yang di butuhkan

ingin muntah

DO : porsi makan yang

disajikan tidak dihabiskan

hanya, anak nampak mual

dan ingin muntah

BB sebelum sakit : 20,5 kg

BB sekarang : 19 kg

XIII. PRIORITAS MASALAH

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Resiko Perubahan nutrisi kurang dari yang di butuhkan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak ade kuat

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

39
3. Resiko Perubahan nutrisi kurang dari yang di butuhkan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak ade kuat

40

Anda mungkin juga menyukai