Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

A. Tinjauan medis
1. Pengertian
Thypoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella tipe A,B dan C yang dapat menular
melalui oral, fekal, makanan, dan minumayang terkontaminasi
(Wulandari dan Erawati, 2016).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang
sistem pernafasan manusia yang disebabkan oleh salmonella
typhi engan gejala demam satuminggu atau lebih disertai pada
gangguan saluran pencernaan dana tau tanpa gangguan
kesadaraan (ulfa dan Handayani, 2018).
2. Etiologi
Menurut (Wulandari dan Erawati, 2016) penyakit typhoid
disebabkan oleh infeksi kuman salmonella thposa/ eberthela
thyposa yang merupakan kuman negative, motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia
maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70c
dan antiseptic.
a. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak
menyebar)
b. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan
bersifat termolabil.
c. Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi O antigen terdapat fagositosis.
d. Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
demam thypoid dan pasien dengan carrier. Carrier adalah
orang yang sembuh dengan demam thypoid dan masih terus
mengeksresikan salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari satu tahun
3. Patofisiologi
Penyebab demam thypoid adalah bekteri salmonella typhi atau
salmonella paratyphi. Bakteri salmonella typhi merupakan bakteri
hasil gram negative ananerob fakulatif. Bakteri salmonella akan
masuk kedalam tubuh melalui oral bersama dengan makanan
atau minuman yang berkontaminasi. Sebagian bakteri akan
dimusnah kan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian
bakteri salmonella yang lolos akan segera menuju ke usus halus
tepatnya diileum dan jejejunum untuk berkembang biak. Bila
sistem imun humoral mukosa (igA) tidak lagi dalam merespon,
maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus
(terutama sel M) dan kelamina propia. Dilamina propia bakteri
akan difagositosis oleh magrofag. Bakteri yang lolos dapat
berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi
darah (bakterimia I). Bakteri lemia I dianggap sebagai masa
inkubasi yang dapat terjai selama 7-14 hari bakteri salmonella
juga dapat menginvasi bagian usus yang bernama plak payer.
setelah meninvasi plak payer, bakteri dapat melakukan tranlokasi
kedalm folikel limfoid intenstin dan aliran limfe mesenterika dan
beberapa bakteri melewati sistem retikoloendoteliel dihati dan
limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan limpa.
Dihati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang
selanjutnya berkembang biak disinoid hati. Setelah dari hati,
bakteri akan masuk keserkulasi darah untuk kedua kalinya
(bakterimia II). Saat bakterimia II, makrofag mengalami
hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis bakteri, maka
pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya demam,
malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala toksemia. Plak payer
dapat mengalami hyperplasia pada minggu pertama dan dapat
terus berlanjut hingga terjadi nekrosis diminggu kedua. lama
kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada ahkhirnya dapat
dibentuk ulkus diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat
menyebabkan pendarahan dan rofesi. Hal ini merupakan salah
satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam typhoid
(Levani dan Prastya,2020).
4. Manifestasi klinis
Gejala kilinis demam typhoid menurut (Wulandari dan Erawati
2016) yang terjadi ialah pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata
10-20 hari. Masa tunas resingkat adalah empat hari, jika infeksi
melalui minuman masa tunas terlama berlangsung 30 hari.
selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal,
yaitu perasaan yang tidak enak badan lesu, nyerkepala, pusing
dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-
gejala klinis sebagai berikut:
a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3
minggu, sifat febris remiten dan suhu seberapa tinggi. Minggu
pertama suhu meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sre dan malam hari. minggu ketiga
suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu
ketiga
b. Gangguan pada saluran percernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepih kemerahan,
jarang disertai tremor, anoreksia, mual, dan spenomegali,
kadang normal, dapat terjadi diare
c. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis samapai somnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah. (Ardiansyah,2012). Masa
tunas typhoid adalah sekitar 10-14 hari dengan rincian
sebagai berikut:
a) Minggu I
Pada umunya demam berangsur naik, terutama pada sore
hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam,
nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia, dan mual batuk, epitaksis,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut.
b) Minggu II
Pada minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya
hiperemi), hepatomegaly, metorismus, penurunan
kesadaraan.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut
(Wulandari dan Erawati,2016) adalah pemeriksaan laboratorium
yang terdiri dari:
a. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature bahwa deman typhoid terdapat
leucopenia dan limpositosis relative tetapi kenyataannya
leokopenia tidak sering dijumpai leukosit pada sediaan darah
tetapi pada batas batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walapun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid serimg kali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembunyinya typhoid.
1) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam
typhoid, tetapi biakan darah negative tidak menetupi
kemungkinan terjadi demam typhoid. Hal ini karena hasil
dan biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu:
2) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi, yaitu pada saat bakterimia berlangsung.
3) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat salmonella typhoid terutama positif
pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biarkan darah dapat positif
kembali.
4) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terdpat demam typhoid dimasa lampau dapat
menimbulkan anti body dalam darah klien, anti body ini
dapat menekan bajterimia sehingga biarkan darah
negative.
5) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan
obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negative.
a) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen
dan antibody (agglutinin).Aglutinin yang spesifik
terdapat salmonella typhoid terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada organ yang
divaksinasi kan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspense salmonella yang sudah dimatika dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutini dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. terdapat 2 macam
pemeriksaan tes uji widal, yaitu;
b) Widal care tabung (konvesional)
c) salmonella slide test (cara slides)Nilai sensitivitas,
spesifitas serta ramal reaksi widal tes sangat bervariasi
dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya.
Disebut tidak sensitive karena adanya sejumlah
penderita dengan jasil biakan positif tetapi tidak pernah
dideteksi adanya titer antibody sering titer naik sebelum
timbul gejala klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan
terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak
sepesifikasi karena semua grup D Salmonella
mempunyai antigen O, demikian juga grup A dan B
Salmonella. Semua grup D salmonella mempunyai fase
H antigen yang sama dengan Salmonella tyfosa, titer H
tetap meningkat dalam waktu sesudah infeksi. Untuk
dapat memberikan hasil yang akurat, widal tes
sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja
melainkan perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil
tersebut sesuai atau melewati nilai standar setempat.
Nilai titer pada penderita typoid adalah:
(a) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O positif
(+) lebih dari 1 / 200 maka sedang aktif.
(b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan VI
positif (+) lebih dari 1 / 200 maka dikatakan infeksi
lama. (Wijaya & Putri, 2013)
6. Penatalaksaan medis
Pemeriksaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan
Erawati,2016) dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Istrahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan
sepenuhnya ditempat seperti makanan, minuman, mandi,
buang air kecil, dan besar akan mempercepat masa
penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga
kerbersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan
yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pencumonia ortostatik serta
hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
b. Diet dan Terapi penunjang Diet merupakan hal yang
cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan penyakit dalam
typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan
pasien.
c. Pemberian antibiotik
1) Antimikroba
2) Klroramfenikol 4 X 500mg sehari/IV
3) Tiamfonikol 4 X 500mg sehari/oral
4) Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet=sulfa
metoksazol 400mg + trimetropin 80mg atau dosis yang
sama IV, dilarutkan dalam 250ml cairan infus)
5) Ampisilin atau amoksilin 100mg/kg BB sehari oral/IV,
dibagi dalam 3 atau 4 dosis
6) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7
hari bebas demam.
d. Antipieritik sepenuhnya
e. Vitamin B kompleks dan vitamin C.
7. Patway
B. Tinjauan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis
sampai somnolen, dan gangguan saluran pencernaan
seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada
perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah
atau tanpa lendir, anoreksia, dan muntah.
2) Riwayat Kesehatan lingkungan
3) Imunisasi
4) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
5) Nutrisi
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem kardiovaskuler
2) Sistem pernapasan
3) Sistem pencernaan
4) Sistem genitourinus
5) Sistem saraf
6) Sistem lokomootor/musculoskeletal
7) Sistem endokrin
8) Sistem integument
d. Pemeriksaan diagnostic dan hasil:
1) Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2) Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT, dan
fosfatalkali meningkat.
3) Minggu pertama biarkan darah S.Typhi positif, dalam
minggu berikutnya menurun.
4) Biarkan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga
5) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer
agglutinin O dan H meningkat sejak minggu ke dua. Titer
reaksi widal diatas 1:200 menyokong diagnosi.
2. Diagnosis keperawatan
Menurut SDKI (2017)
a. Hipertermia
1) Definisi
Suhu tubuh meningkat diatas rebtabf normal tubuh
2) Penyebab
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit
d) Ketiduksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolisme
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan inkubator
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
(1) Suhu tubuh diatas nilai normal
4) Gejala dan tanda minor
(a) Subjektif
(tidak tersedia)
(b) Objektif
(1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardia
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
b. Intoleransi aktifitas
1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitan sehari hari
2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan terhadap suplai dan kebutuhan
oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Gaya hidup monoton
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(1) Mengeluh lelah
b) Objektif
(1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
sehat
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Dispnea saat/setelah aktivitas
(2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(3) Merasa lemah
b) Objektif
(1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi
istirahat
(2) Gambaran EKG menunjukan artimia saat/setelah
aktivitas
(3) Gambaran EKG menunjukan iskemia
(4) Sianosis

c. Risiko defisit nutrisi


1) Definisi
Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup
memenuhi kebutuhan metabolisme
2) Faktor resiko
(a) Ketidakmampuan menelan makanan
(b) Ketidakmampuan mencerna makanan
(c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
(e) Faktor ekonomi
(f) Faktor psikologis
3) Kondisi klinis terkait
(a) Stroke
(b) Parkinson
(c) Mobius syndrome
(d) Celebral palsy
(e) Cleft lip
(f) Cleft palate
(g) Amyotropic lateral sclerosis
(h) Kerusakan neuromuskuler
(i) Luka bakat
(j) Kanker
(k)Infeksi
(l) AIDS
(m) Penyakit crohn
(n) Enterokolisis
(o) Fibrosis kistik

3. Intervensi keperawatan
a. Hipertermia
1) Definisi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24
jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria
hasil:
2) Tujuan
a) Menggil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Kejang menurun
d) Akrosianosis menurun
e) Pucat menurun
f) Takikardia menurun
g) Suhu tubuh membaik
h) Suhu kulit membaik
3) Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluaran urine
4) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
f) Lakukan pendinginan ekternal
g) Hindari pemberian atipiretik atau haspirin
h) Batasi oksigen, jika perlu
5) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring

6) Kolaborasi
a) Kolaborasikan cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
b. Intoleransi aktivitas
1) Definisi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24
jam dengan kriteria hasil
2) Tujuan
a) Frekuensi nasi meningkat
b) Saturasi oksigen meningkat
c) Keluhan lelah menurun
d) Dipsnea saat aktivitas menurun
e) Dispnea setelah aktivitas menurun
f) Warna kulit membaik
g) Tekanan darah membaik
h) Frekuensi nafas membaik
i) EKG ikemia membaik
3) Observasi
a) identivikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelemahan
b) monitor kelemahan fisik dan emosional
c) monitor pola jam tidur
d) monitor lokasi dan ketidaknyamanan melakukan
aktivitas
4) Terapeutik
a) sedikan lingkungan nyaman dan 51 stimulus
b) lakukan rentang gerak pasif/aktif
c) berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d) fasilitasi duduk ditempat tidur

5) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
6) Kolaborasi
a) Kolaborasikan dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan nutrisi
c. Resiko defisit nutrisi
1) Definisi
Mengidentifikasi dan mngelola asupan nutrisi yang
seimbang
2) Tujuan
a) Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b) Nyeri abdomen menurun
c) Rambur rontok menurun
d) Diare menurun
e) Berat badan membaik
f) Indeksi massa tubuh (IMT) membaik
g) Frekuensi makan membaik
h) Nafsu makan membaik
i) Membran mukosa membaik
3) Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Monitor asupan makanan

4) Terapeutik
a) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
b) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
c) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
6) Kolabirasikan
a) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dinutuhkan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
statsu kesehatan yang dihadapi. Implementasi menjalankan
semua rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
(Hidayat, 2012)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, tahap dan
rencana tentang kesehatan pasien, dengan tujuan yang telah
ditetap kan secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

Farizal, Jon. 2018. “UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH


(ALLIUM SATIVUM) TERHADAP SALMOENELLA TYPHI.” Journal
of Nursing and Public Health 6:46–49.

Levani, Yelvi dan Aldo Prastya. 2020. “DEMAM TIFOID : MANIFESTASI


KLINIS, PILIHAN TERAPI DAN PANDANGAN DALAM ISLAM.”
JURNAL BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN 3:10–16.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Ulfa, Farissa dan Oktia Handayani. 2018. “KEJADIAN DEMAM TIFOID DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIYANTEN.” HIGEIA JOURNAL
OFPUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT 2:227–38.

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1,


Intervensi NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. BUKU AJAR KEPERAWATAN
Pustakaa pelajar.

Anda mungkin juga menyukai