Anda di halaman 1dari 17

lOMoARcPSD|18563493

A. Konsep Medis Demam Typhoid

1. Pengertian Demam Typhoid


Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella tipe A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fekal,
makanan, dan minumanyang terkontaminasi (Wulandari dan Erawati
2016).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang
sistem pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ulfa dan
Handayani 2018).
2. Etiologi Demam Typhoid
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) penyakit typhoid
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella thposa / Eberthela thyposa
yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora,
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih
rendah sedikit serta mati pada suhu 70oC dan antiseptik.
Salmonella thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :
a. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatik antigen (tidak menyebar)
b. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terdapat fagositosis.
Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua
sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam thypoid
dan pasien dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dengan
demam typoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.
lOMoARcPSD|18563493

3. Manifestasi Klinis Demam Typhoid


Gejala klinis demam typhoid menurut (Wulandari dan Erawati
2016) yang terjadi ialah pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.
Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui
makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman masa tunas terlama
berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-
gejala klinis sebagai berikut.
a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat
febris remitten dan suhu seberapa tinggi. Minggu pertama suhu
meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun
dan normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang diseratai tremor,
anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung,
hepatomegali, dan spenomegali, kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan keasadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah. (Ardiansyah, 2012). Masa tunas typhoid adalah
sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai berikut :
1) Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anoreksia, dan mual batuk, epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak diperut.
lOMoARcPSD|18563493

2) Minggu ke-2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
4. Patofisiologi Demam Typhoid
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil
gram negatif ananerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk
kedalam tubuh melalui oral bersama dengan makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung. Sebagian bakteri Salmonella yang lolos akan segera
menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum untuk berkembang
biak. Bila sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam
merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus
(terutama sel M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan
difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat berkembang biak
didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I).
Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama
7-14 hari Bakteri Salmonella juga dapat menginvasi bagian usus yang
bernama plak payer. Setelah menginvasi plak payer, bakteri dapat
melakukan translokasi ke dalam folikel limfoid intestin dan aliran limfe
mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotelial di
hati dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan
limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang
selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri
akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II). Saat
bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag
memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah
satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan
munculnya demam, malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala toksemia.
Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu pertama dan
lOMoARcPSD|18563493

dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama


kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk
ulkus diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan
perdarahan dan perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi yang
cukup berbahaya dari demam typhoid (Levani dan Prastya 2020).
lOMoARcPSD|18563493

6. Pathway
lOMoARcPSD|18563493

7. Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut
(Wulandari dan Erawati 2016) adalah pemeriksaan laboratorium yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leucopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tetapi pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam typhoid.
Hal ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi, yaitu pada saat Bakterimia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat Sallmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minngu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biarkan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi dimasa lampau


Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakterimia
lOMoARcPSD|18563493

sehingga biakan darah negatif.


4) Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antiodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutini dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Terdapat 2 macam pemeriksaan Tes
Widal, yaitu :
1) Widal care tabung (konvensional)
2) Salmonella Slide Test (cara slides)
Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat
bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut
tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan
positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya titer antibody sering titer naik
sebelum timbul gejala klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan
terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak spesifikasi oleh
karena semua grup D Salmonella mempunyai antigen O, demikian juga
grup A dan B Salmonella. Semua grup D salmonella mempunyai fase H
antigen yang sama dengan Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkan
dalam waktu sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat,
widal tes sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu
lOMoARcPSD|18563493

satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati
nilai standar setempat. Nilai titer pada penderita typoid adalah :
a) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O positif (+) lebih dari 1 /
200 maka sedang aktif.
b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 positif (+) lebih
dari 1 / 200 maka dikatan infeksi lama. (Wijaya & Putri, 2013)
5. Komplikasi Demam Typhoid
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) komplikasi demam typhoid
dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus: diketahui dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Dapat terjadi melena,disertai nyeri perut dengan tanda renjatan.
2) Perforasi usus: biasa terjadi pada minggu ke III bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di hati dan
diafragma pada foto RO abdomen posisi tegak.
3) Perionitis: gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan.
b. Komplikasi ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan
sirkulasi perifer (renjatan,sepsis), miokarditis, trombosis,
dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik,
trompositopenia, atau koagulasi
intravaskuler diseminata dan sindrom uremia himolitik.
3) Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Komplikasi tulang: osteomielitis,
periostitis, spondilitis, dan
arthritis.
lOMoARcPSD|18563493

7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,


polyneuritis perifer, dan sindrom katstonia.
6. Penatalaksanaan Demam Typhoid
Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan Erawati
2016) dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat
masa penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan
tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu
diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta
hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan penyakit dalam typhoid diberi bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan
bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi demgan lauk pauk
rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat
diberikan dengan aman pada penderita demam typhoid.
c. Pemberian antibiotik
1) Antimikroba
a) Klroramfenikol 4 X500 mg sehari/IV
b) Tiamfenikol 4 X500 mg sehari oral
lOMoARcPSD|18563493

c) Kotrimoksazol 2 X2 tablet sehari oral (1 tablet=sulfa metoksazol 400 mg


+ trimetropin 80 mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan dalam 250 ml
cairan infus).
d) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oral/IV, dibagi dalam 3
atau 4 dosis
e) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
2) Antipieritik seperlunya.
3) Vitamin B kompleks dan vitamin C.
7. Terapi Komplementer
Dari penelitian (Farizal 2018) menyarankan kepada masyarakat
untuk dapat menggunakan bawang putih sebagai tanaman obat alternatif
Salmonella typhi untuk demam tifoid dengan cara merebus bawang putih
sebanyak 100 gram dalam 100 ml air Dari penelitian tersebut dapat
disarankan kepada masyrakat untuk dapat menggunakan bawang putih
sebagai tanaman obat alternatif Salmonella typhi untuk demam tifoid
dengan cara merebus bawang putih sebanyak 100 gram dalam 100 ml air.
Komponen utama dalam bawang putih yang dipercaya bertanggung
jawab atas potensi antibakteri dan potensi terapeutik lain pada bawang
putih ialah kandungan sulfur dalam bawang putih. Diantaranya ialah
Diallythiosulfat (Allicin) dan juga Diallydisulfide (Ajone). Zat allicin
adalah komponen aktif utama bawang putih. Pertama kali dilaporkan
oleh CJ Cavalito pada tahun 1944, zat aliicin adalah bahan utama yang
bertanggung jawab atas spektrum luas dari aktivitas antibakteri dalam
bawang putih (Moghadam, Navidifar and Amin, 2014). Alisin
merupakan komponen sulfur bioaktif utama yang terkandung dalam
bawang putih. Komponen ini hanya akan muncul apabila bawang putih
dipotong atau dihancurkan. Pada saat bawang putih dihancurkan atau
dipotong. Pada saat bawang putih dihancurkan, kerusakan membrane sel
bawang putih ini akan mengaktifkan enzim ellinase, yang akan
membantu proses metabolisme alliin yang terkandung dalam sel lain,
menjadi allicin
lOMoARcPSD|18563493

B. Konsep Keperawatan Demam Typhoid

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis sampai
somnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung atau
tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja
berdarah atau dengan tanpa lendir, anoreksia, dan muntah.
2) Riwayat kesehatan lingkungan.
3) Imunisasi
4) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
5) Nutrisi
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem kardiovaskuler.
2) Sistem pernapasan.
3) Sistem pencernaan.
4) Sistem genitourinus
5) Sistem saraf
6) Sistem lokomotor/musculoskeletal
7) Sistem endokrin
8) Sistem integument
d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil:
1) Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2) Anemia ringan, LED meningat, SGOT, SGPT, dan fosfatalkali
meningkat.
3) Minggu pertama biarkan darah S.Typhi positif, dalam minggu
berikutnya menurun.
4) Biarkan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
lOMoARcPSD|18563493

5) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulung


memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H
meningkat sejak minggu ke dua. Titer reaksi widal diatas 1:200
menyokong diagnosis.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan (PPNI 2017) sebagai berikut:
a. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (nyeri perut)
c. Defisit nutrisi b/d   mual, muntah,anoreksia
lOMoARcPSD|18563493

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan (PPNI 2018) sebagai berikut:
No Diagnosa TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaManajemen Hiperteri.
1. Hipertermi berhubungan Obsevasi
dengan inflamasi 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat
penyakit - Monitor suhu tubuh
teratasidengan kriteria hasil :
SLKI Termogulasi - Identifikasi penyebab hipertermi (mis.
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
- Kulit merah menurun (5) penggunaan inkubator)
- Suhu tubuh membaik (5) Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian ganti
linen setiap hari atau lebih sering
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
- Berikan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena

Regulasi Temperatur
Kolaborasi
lOMoARcPSD|18563493

- Kolaborasi pemberian anti piretik, jika perlu


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nyeri.
2. Nyeri akut berhubungan Observasi
dengan agen cedera 2x24 jam diharapkan nyeri akut dapat
biologis (nyeri perut) - identifikasi lokasi, frequensi,durasi dan
teratasi, (pain level) dengan kriteria Hasil :
intensitas nyeri
- nyeri menurun (5) - Identifikasi skala nyeri
- meringis menurun (5) - Indentifikasi respon nyeri non-verbal
- Terapeutik
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Atur posisi nyaman pasien
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik,
jika perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi
3. Defisit nutrisi b/d   mual, Observasi
muntah,anoreksia selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
- Identifikasi status nutrisi
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil : - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
lOMoARcPSD|18563493

SLKI status nutrisi: Terapeutik


- Porsi makan meningkat (5) - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
- Nafsu makan membaik (5) perlu
- Membran mukosa membaik (5) - Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Promosi Berat Badan
Observasi
- Monitor adanya mual dan muntah
lOMoARcPSD|18563493

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan
keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan
fisik dan emosional bervariasi, tergantung dari individu dan masalah
yang spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam
implementasi asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus,
perencanaan, dan pengajaran (Wilkinson 2016)

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses
keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat
menentukan efektivitas asuhan keperawatan (Wilkinson 2016).
lOMoARcPSD|18563493

DAFTAR PUSTAKA

Farizal, Jon. 2018. “UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH


(ALLIUM SATIVUM) TERHADAP SALMOENELLA TYPHI.”
Journal of
Nursing and Public Health 6:46–49.

Levani, Yelvi dan Aldo Prastya. 2020. “DEMAM TIFOID : MANIFESTASI


KLINIS, PILIHAN TERAPI DAN PANDANGAN DALAM ISLAM.”
JURNAL BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN 3:10–16.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Ulfa, Farissa dan Oktia Handayani. 2018. “KEJADIAN DEMAM TIFOID DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIYANTEN.” HIGEIA JOURNAL
OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT 2:227–38.

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1,


Intervensi NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. 2016. BUKU AJAR KEPERAWATAN.


Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai