Anda di halaman 1dari 74

THYPUS ABDOMINALIS

2.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang merupakan
kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch, menyebar)terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada
dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati
dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman
yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu
yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin
ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum
tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah
berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama
dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I),
nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan
perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik
(Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam :
demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu
pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat
(39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda
antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung
dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal
minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.

2.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas -batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pem eriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan
darah tergantung dari beberapa faktor :
 Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
 Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
 Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pe rtumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji W idal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien d engan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal 3adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam s erum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.6 Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau
dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

2.7 Komplikasi
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis,
kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir kronik.

husnunnisaabbas
Skip to content

asuhan keperawatan thypus abdominalis


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya kepada kita,
sehingga kita masih dapat menghirup nafas keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam
semoga tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan
semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.

Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ASKEP THYPUS
ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampu yang telah
membimbing dalam setiap materi, tidak lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang
semoga kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan kritik
yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila dalam penulisan masih terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi
maklum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Parepare, 1 November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang………………………………………………………………………. 3
2. Tujuan penulisan……………………………………………………………………. 5
3. Manfaat Pemulisan………………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………. 6

BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………………………….. 25

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan………………………………………………………………………….. 68
2. Saran…………………………………………………………………………………… 68
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 69

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi
kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki
iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di
temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella
tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding
usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu.

Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan
frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.

Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun. Kenyataannya sekarang
penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat
penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan
pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh
karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik.

Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain demam
enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia
(tidak menyerang usus).

Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal
dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis,
karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita
belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain
(bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar
dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan
tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus
dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam.
Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh
darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus
pada perut.

1. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan
penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab
penyakit Thypus ini.

1. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab timbulnya penyakit Thypus
tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar
terhindar dari penyakit Thypus.

BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN TYPHOID
ABDOMINALIS

1. Pengertian
2. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan
ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
3. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran hati/limpa/atau keduanya.
4. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara pecal, oral, melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009). (http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi
B, S. Paratyhpi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :

1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat
komplek liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella yang dapat ditentukan
dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
3. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial yang menunjukkan
diri terutama pada jaringan limfusus, limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain ussu halus dan kolon
proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol,
dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran
plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai
menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.

Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial penuh fagosit
sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan
mengalami nekrosis fokal.

Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup
dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang
bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air
kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat
kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih sering terjadi sekunder
oleh infeksi pneumokokus.

Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan gambaran miokarditis. Biasanya
tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena
sering mengalami thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai pembengkakan otot. Otot
yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari
kelemahan otot pada penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan.

Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat berlangsung sampai
bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada
demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah. Ifeksi
disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai dihilangnya sel
polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel mononuclear.

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk ke dalam peredaran darah
sampai di organ-organ terutamahati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam
hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke seluruh tubuh terutama
ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak
nyeri, tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus.

4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi melalui mulut
lewat makanan yang tercemar kemudian kuman mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan
limfoid dan berkembang biak.

Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada hati dan limpa,
sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.

Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel retikuloendoteal melepaskan
kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama
kelenjar lymphoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di atas
plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus.

5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang mengakibatkan gejala toksis
umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan beradikardia.

Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial, umpanya kelainan
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh
komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyakitnya.

Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan sedang,
penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise,
anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .

Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin tinggi dan hampir selalu
disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis
(mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare
juga sering ditemukan.

Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian atas
dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4
hari pada minggu pertama.

Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak sakit
berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang
disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga.
Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu
ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.

Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan
umum tampak baik.

Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kambuhan ini dapat
ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau tiga kali.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:

1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan suhu tinggi sekali selama
minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus berada dalam
keadaan demam,pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normalkembali.

1. Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (rageden) lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri palpasi. Biasanya sering
terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.

1. Gangguan kesadaran umum


Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kondisi apatis, sampa samnolen
jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis
(mimisan) pada anak besar.

6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:

1. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:


 Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin.jika pendarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan
tanda-tanda renjatan.
 Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu terjadi pada bagian distal
ileum. Perforasi yang tidak disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
 Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
2. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis maningitis, koleistisis,
encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu : bronkopneumonia.

7. Pemeriksaan Laboratorium
8. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
9. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu
pertama sakit.
10. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

1. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik


yang dapat digunakan :
2. Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5
hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan), penggunaan
klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru
dari jenis kuinolon.
3. Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2 minggu.
4. Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mg trimetoprim,
diberikan selama dua minggu pula.
5. Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam dengan baik. Demam pada
umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
 Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
 Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
 Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
 Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
 Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
 Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
1. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dapat
kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia
hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi
dan retensi urin.

1. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).


Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Namun bebrapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung
keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun
akan tetap berfungsi dengan optimal.

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis
dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baik pada kedua keadaan di atas.

Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil. Tidak
semua antibiotik dapat diberikan. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga
kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan sindrom Gray
pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.
Namun pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.

Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil (ampisin, amoksisilin), dan
sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut.

9. Konsep Asuhan Keperawatan:


 Pengkajian:
1. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.

1. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas, dan
demam.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam, anoreksia, mual, diare, perasaan tidak
enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma.

1. Riwayat Kesehatan dahulu


Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat dengan yang sama, atau apakah
menderita penyakit lainnya.

1. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita yang sama atau sakit yang lainnya.

1. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).

Interpersonal: hubungan dengan orang lain.

1. Pola fungsi kesehatan


 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah selama sakit, lidah kotor, dan terasa
pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi gangguan
pada usus halus.

 Pola istirahat dan tidur


Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual,
muntah, kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.

 Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan


Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.

 Pola aktifitas dan latihan


Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami
keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

 Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.

 Pola reproduksi dan seksual


Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.

 Pola persepsi dan pengetahuan


Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri.

 Pola persepsi dan konsep diri


Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

 Pola penanggulangan stress


Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

 Pola hubungan interpersonal


Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

 Pola tata nilai dan kepercayaan


Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan
kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

1. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien.

 Tanda – tanda vital dan keadaan umum


TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi
pasien. Disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan. Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.

 Kepala dan leher


Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong,
muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

 Dada dan abdomen


Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

 Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.

 Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

 Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

 Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

 Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.

 Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
 Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

 Diagnosa Keperawatan
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
 Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan (mual/muntah).
 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
 Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
 Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

 Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.

Tujuan : Suhu tubuh normal

Intervensi :

 Observasi suhu tubuh klien


R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.

 Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.

 Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti
katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi
penguapan tubuh

 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi
kecemasan yang timbul.

 Observasi TTV tiap 4 jam sekali.


R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
 Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter / 24 jam).

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik


R/ menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan anoreksia,

Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.

Kriteria hasil :

– Nafsu makan meningkat

– Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi :

 Kaji pola nutrisi klien


R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.

 Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai


R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak
disukai.

 Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut


R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.

 Timbang berat badan tiap hari


R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.

 Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.


R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.

 Hindari pemberian laksatif.


R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih makanan/kalori tubuh oleh
pasien.

 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.


R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.

 Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun
menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.

 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.


R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika
kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet


R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


metabolik.

Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.

Intervensi :

 Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (mis :
Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.

 Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).


R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.

 Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.


R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.

 Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.


R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan


dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).

Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.

Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat


Intervensi :

 Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.

 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.


R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.

 Anjurkan pasien untuk banyak minum.


R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.

 Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik.


R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau penggunaan laksatif/diuretik
mencegah kehilangan cairan lanjut.

 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).


R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.

Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.

Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri diberikan.

Intervensi :

 Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).


R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.

 Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.


R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.

 Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)


R/ menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.

Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.


Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan
kewaspadaan yang dibutuhkan.

Intervensi :

 Kaji adanya faktor prediktif.


R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi mampu meningkatkan resiko
infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.

 Kaji adanya faktor penyulit.


R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.

 Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.


R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.

Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.

Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.

Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal hygiene)

Intervensi :

 Kaji faktor penyebab.


R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.

 Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.


R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.

 Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.


R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.

 Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas.


R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama pada jaringan.

Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan


kurang informasi

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat


Intervensi :

 Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya


R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.

 Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien


R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.

 Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan
tantang penyakitnya.

 Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat


R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

BAB III
TINJAUN KASUS
1. PENGKAJIAN
2. Identitas klien
Nama : TN “A”

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : D III

Pekerjaan : Guru

Alamat : Ujung Lero Pinrang

1. Identitas Penanggung
Nama : NY “N”
Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ujung Lero Pinrang

Hubungan dengan klien : istri

2. Keluhan Utama
Demam

 Riwayat keluhan utama :


klien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Klien minum obat penurun demam tapi tidak ada
perubahan. Akhirnya keluarga membawanya ke rumah sakit dan dokter memutuskan untuk di
opname.

– Sifat keluhan : terus menerus

– Lokasi dan penyebarannya : Seluruh tubuh.

– Hal-hal yang meringankan : Pada saat istirahat.

– Hal-hal yang memberatkan pada saat beraktivitas.


3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan demam keluhan dirasakan ± 2 minggu yang lalu, klien sudah
berobat dipuskesmas tetapi tidak ada perubahan sehingga klien memutuskan untuk berobat ke RSUD
Makassau Parepare pada hari Sabtu, tanggal 24 Juni 2006 di poli klinik Internal dan klien dianjurkan
untuk opname untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang intensif, kondisi klien saat dikaji
klien demam, kadang mual dan muntah.

P (Provokasi) : Demam disebabkan infeksi pada usus halus

Q (Qualitatif) : Remitten

R (Regio) : Seluruh tubuh

S (Skala) : Suhu tubuh 48 oC

T (Time) : Demam , sejak 22 Juni 2006

1. Riwayat Kesehatan lalu klien


 Tidak pernah menderita penyakit yang sama
 Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
 Tidak ada riwayat alegi dan trasfusi
 Tidak ada ketergantungan obat-obatan

1. Riwayat kesehatan keluarga


Genogram

GI

GII

50
59

65

67
GIII

GIV

30

29

35

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

: Garis keturunan

——- : Tinggal serumah

GI : Meninggal karena usia lanjut

GII : Meninggal karena faktor ketuaan

GIII : Meninggal karena penyakit yang tidak diketahui

GIV : 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan kecelakaan
4. 4. Pemeriksaan Fisik
5. a. Keadaan Umum : KU nampak lemah
b.Kesadaran : Composmentis

c.Tanda-tanda vital :

T : 120/60 mmHg

N : 84 x/menit

S : 40 °C

P : 20 x/menit

1. Kepala
Inspeksi : – keadaan kulit kepala : bersih,tidak ada ketombe

– Penyebaran rambut merata

– Warna Putih

– Tidak ada alopesia

Palpasi : – tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Muka
Inspeksi : – Bentuk wajah Lonjong

-. Wajah simetris kiri dan kanan

– tidak ada pergerakan abnormal

– ekspresi wajah meringis

– wajah Nampak merah

Palpasi : – tidak teraba adanya massa

 Nyeri tekan tidak ada


1. Mata
Inspeksi : – Matasimetris kiri dan kanan

– Palpedra tidak Oedema

– Konjuntiva tidak pucat

– Sklera tidak ictrus

– Pupil isokor

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Hidung
Inspeksi : – Lubang hidung simetris kiri dan kanan

– Tidak nampaknya adanya pembesaran polip

– Sekret tidak ada

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Telinga
Inspeksi : – Aurikula simetris kiri dan kanan

– Meatus akustikus ekstermus nampak bersih

– tidak ada serumen

– Tidak memakai bantu pendengar

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

– Nyeri tekan tidak ada

1. Rongga Mulut
Inspeksi :

1. Gigi : – Gigi nampak bersih


– Tidak ada caries gigi

– Jumlah gigi lengkap

1. Gusi : – Gusi nampak merah mudah


– Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan

1. Lidah : – Lidah nampak kotor


– Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan

1. Mulut : – Mukosa mulut kering


– Tidak ada sianosis

1. Leher
Inspeksi : – Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid

– Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar limfa

– Tidak nampak adanya pelebaran vena jugularis

Palpasi : – Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid

– Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfa

– Tidak teraba adanya pembesaran vena jugularis

– Tidak ada nyeri tekan

1. k. Toraks dan pernapasan


Inspeksi : – Bentuk dada normal chest

– Frekuensi nafas 20 x/ mnt

– Irama teratur

Palpasi : – Tidak ada nyeri tekan

– Tidak teraba adanya massa

– Vokal premitus teraba dikedua paru

Perkusi : – sonor pada semua lapang paru


Auskultasi : – Terdengar vesikuler di semua lapang paru

– Tidak terdengar adanya bunyi tambahan

1. l. Jantung
Inspeksi : – Ictus kordis tidak nampak

– Tidak nampak adanya pembesaran jantung

Palpasi : – Tidak ada nyeri tekan

– Tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : – Bunyi jantung I : LUB pada ics 4 dan 5

– Bunyi jantung II : DUB pada ics 2 kiri dan kanan

– Tidak ada bunyi tambahan

1. Abdomen
Inspeksi : – Tidak tampak adanya luka bekas operasi

– Tidak tampak adanya distensi abdomen

– Perut tampak datar, umbilikus tidak menonjol

Palpasi : – Nyeri tekan pada kuadran kanan

– Tidak teraba adanya pembesaran hepar

– Tidak teraba adanya massa

Perkusi : – Suara perkusi tympani

Auskultasi : – Peristaltik usus 3 kali /menit

– Tidak terdengar adanya bising aorta

1. Genetalia dan anus


– Tidak tampak adanya hemoroid

1. Ekstremitas
Atas : – Kedua lengan simetris kiri dan kanan

– Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4

– Terpasang infus di lengan kanan dengan RL 20 tts/ mnt

Bawah : – Kedua tungkai simetris kiri dan kanan

– Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4

1. Status Neurologi
2. Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
3. Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
4. Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil isikor, refleks kornea baik,
gerakan bola mata kesegala arah
5. Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat mengunyahbaik, dapat merasakan
goresan kapas
6. Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengembangkan
pipih
7. Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
8. Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
9. Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
10. Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh menoleh, dan dapat menahan bahu
11. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
12. Pola Kegiatan Sehari-hari
13. Nutrisi
NO KEBIASAAN SBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

Jenis makanan Bubur kering


2 TKTP
Nasi, lauk, sayur dan buah
Frekuensi 3 x sehari 3 x sehari porsi

3 Tidak dihabiskan

4 Nafsu makan Baik Kurang

5 Makanan kesukaan Bakso –

Makanan pantangan – Makanan keras


1. Cairan
NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

1 Jenis minuman Air putih Air putih


2 Frekuensi 6-8 gelas/hari 2-3 gelas/hari

3 Cara pemasukan Lewat mulut Mulut

1. Eliminasi
2. BAK
NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

1 Frekuensi 4-6 kali/hari 4-6 kali/hari


2 Warna Kuning Kuning

3 Bau Pesing Pesing

4 Kesulitan BAK – –

5 Tempat pembuangan WC POT

2. BAB
NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

1 Frekuensi 1-2 kali/hari Belum pernah


2 Warna Kuning –

3 Konsisten Lembek –

4 Kesulitan BAB – Konstipasi

5 Tempat pembuangan WC
1. Istirahat Tidur
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

1. Tidur malam 22.00 – 05.00 21.00 – 06.00


2. Tidur siang 14.00 – 15.00 Tidak teratur

1. Personal Hygiene
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT

1. Mandi 2 kali sehari 1 x sehari (diwaslap)


2. Sikat gigi 2 kali sehari 1 x sehari

3. Cuci rambut 2 kali seminggu –

4. Ganti pakaian 2 kali sehari 1 x sehari

1. Olahraga dan Rekreasi


Sebelum sakit : Klien kadang jalan – jalan pagi dan berkunjung kerumah keluarga dihari libur

Selama sakit : pasien bedrest.

6. Riwayat Psikososial
7. Interaksi sosial
8. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya
9. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
10. Riwayat spiritual
11. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
12. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
13. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
14. Selama sakit klien selalu berdoa
15. Riwayat psikologi
16. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
17. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu mengenal perawat, dokter
dan tim kesehatan lainnnya.
18. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
19. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya baik.
20. Pemeriksaan Diangnostik
Laboraturium
HB : 12,1 Lg/dl (12,0 – 18,0)

LED : 70 mm/jam (< 15 mm/jam)

SGOT : 42 mg/dl ( < 37 (37oC)

SGPT : 34 mg/dl (< 40 (37oC)

UMUM : 62,0 mg/dl (10 – 50 )

KREATININ : 1,4 mg/dl (0,6 – 1,1)

Wdal

 Titer O :–
 Titer H : 1/80
 Titer AH : 1/60
 Titer BH :–
8. Perawatan dan Pengobatan
9. Perawatan
10. Isolasi
11. Bedrest
12. Observasi TTV
13. Diet bubur sering TKPT
14. Pengobatan
15. IVFD RI 20 tts/mnt
16. Klorampenikol 3 x 1
17. Parastamol 3 x 1
18. Neurodex 1 x 1
19. Propiretik 3 x 1
20. Dulcolax supposituria
21. DATA FOKUS ( CP.IA )
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

– Klien mengatakan badannya – KU lemah


panas – Badan klien teraba panas
– Klien mengeluh lemah
– Mukosa bibir kering
– Klien mengeluh nyeri pada
bagian perut – Lidah kotor
– Klien mengeluh kurang nafsu – Klien nampak pucat
makan
– Porsi makan tidak dihabiskan
– Klien mengatakan kadang mual
dan muntah – Peristaltik usus 3 x/menit

– Klien mengatakan susah untuk – Nyeri tekan pada abdomen


BAB kuadran kanan

– Klien mengatakan belum pernah – Ekspresi wajah meringis


BAB, sejak 3 hari yang lalu
– Kebutuhan nampak dilayani di
– Klien mengatakan aktivitasnya tempat tidur
dibantu oleh keluarga
– Tonus otot nilai 4

– Tanda – tanda vital

TD : 160/80 mmHg

N : 84 x/menit

P : 20 x/menit

S : 40oC

– Klien nampak muntah


1. ANALISA DATA (CP.I.B)
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

Peningkatan
1 Intoksin salmonella thyposa suhu tubuh
DS : ↓
– Klien
mengatakan badannya
panas Masuk ke dalam usus

– Klien ↓
mengeluh sakit kepala
Masuk ke dalam aliran darah
– Klien
mengeluh lemah ↓

Bakteri melepas endotoksin

DO : ↓

– Badannya klien Peradangan di usus halus


teraba panas

– Mukosa bibir
kering Masuk ke dalam darah dan
menuju ke otak
– Lidah kotor

– TTV :
Mengeluarkan zat pirogen
S : 40 o C

Suhu badan meningkat

Hipertermi


DS :
Peningkatan suhu tubuh
– klien mengeluh
kurang nafsu makan
Peradangan di usus halus Pemenuhan
– klien mengatakan nutrisi kurang
2 kadang mual dan ↓ dari kebutuhan
muntah
Infeksi usus halus
– klien mengatakan
S.U.H

DO:
Merangsang nervus vagus
– klien Nampak lemah

– porsi makan tidak
dihabiskan Sekresi asam lambung meningkat

– lidah kotor ↓

– mukosa bibir kering Intake kurang

DS : Pemenuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan
-Klien mengeluh nyeri
pada bagian perut.

DO :

– KU lemah

– Nyeri tekan pada


abdomen kuadran Peradangan di usus halus Gangguan
kanan
↓ Rasa nyaman
– Ekspresi wajah
meringis Kerusakan mukosa usus halus Nyeri

3
-klien tempak pucat ↓
-TTV Menegeluarkan Neuron
Transmister
TD :200/60 mmHg (bradikirin,histamine,serotonin)

N :42x/mnt ↓

Sistem saraf Pusat

DS: ↓

-Klien mengatakan Persepsi nyeri


susah untuk BAB sejak
3 hari yang lalu ↓

DO Gangguan rasa nyaman nyeri

-Klien lemah

-peristaltik 3x/mnt

Infeksi pada usus halus


Gangguan
Suhu tubuh meningkat eliminasi

↓ BAB

Peningkatan reabsorbsi cairan di


usus menurun
4

Molitik usus menurun

DS : ↓

-klien mengeluh lemah Vaeces mengeras


-Klien mengatakan ↓
aktifitasnya hanya di
bantu Kostipasi

DO: ↓

KU Lemah Gangguan
eliminasi BAB
-klien nampak bedres
Proses inflamasi
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat tidur ↓

-Tonus otot nilai 4 Masuk kedalam darah


Intolerancy
Mempengaruh kerja organ tubuh
Activity

Metabolisme glukosa terganggu


5

Pemberian ATP dan ADP


Terganggu
DS :

Klien mengatakan
kadang mual dan Energi berkurang /penurunan
muntah tonus otot

DO Kelemahan

-Mukosa bibir ↓

TTV Intolerancy avtivity


Suhu 40Oc Infeksi usus halus

-Klien nampak pucat ↓

-Klien mual dan Merangang nerfus fagus


muntah

Sekresi asam lambung meningkat

Mual dan muntah

Resiko

Anorexia Kekurangan

↓ Volume Cairan

6 Intake kurang

Resiko kekurangan cairan


D.DATA KEPERAWATAN (CP.II)

NO MASALAH DIAGNOSA TGL DITEMUKAN TGL TERATASI

Peningkatan suhu tubuh


1 berhubungan dengan infeksi 03 Juli 2006 07 Juli 2006
pada usus halus
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
mual dan muntah

2 Gangguan rasa nyeri 03 Juli 2006 06 Juli 2006


berhubungan dengan mukosa
usus halus
Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan
3 intake yang tidak adekuat 03 Juli 2006 06 Juli 2006

Gangguan eliminasi BAB


berhubungan dengan
peradangan pada usus halus

Intoleran activity berhubungan


4 dengan kelemahan fisik 03 Juli 2006 07 Juli 2006

5 03 Juli 2006 07 Juli 2006

6 03 Juli 2006 07 Juli 2006

1. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (CP.III)


NO DIAGNOSA/DATA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Suhu tubuh 1. Suhu tubuh dapat


dalam batas 1. Observasi TTV
terutama suhu tubuh menunjukkan proses infeksi berat
normal dengan atau ringan dalam pola demam
criteria : setiap 2 jam
Peningkatan suhu sehingga menjadi
tubuh berhubungan – Bibir indikatorperkembangan penyakit
dengan infeksi di lembab dan dapat menentukan intervensi
usus halus, ditandai selanjutnya
dengan : – Lidah 2. Kompres air hangat dapat
DS : bersih membantu menurunkan demam
– Klien – Klien 2. Kompres air 3. Peningkatan suhu tubuh
mengatakan tidak mengeluh hangat di dahi dan menimbulkan penguapan yang
badannya panas sakit kepala axial bangak sehingga membantu
menurunkan panas
– Klien – KU baik 3. Beri asupan
mengeluh sakit minum yang adekuat 4. Membatasi aktivitas sebagai
kepala tindakan untuk mencegah
terjadinya respon panas
– Klien
mengeluh lemah

DO : 4. Anjurkan klien 5. Agar tidak menahan


untuk bedrest pengeluaran panas secara konveksi
– Badan klien
teraba panas

– Mukosa bibir 6. Untuk membantu :


kering
5. Ganti baju klien – menurunkan suhu tubuh
– Lidah kotor dengan pakaian tipis
dan menyerap – mencegah infeksi
– TTV : S= keringat
40`C – mengganti cairan secara
6. Penatalaksanaan cepat akibat evaporasi
pemberian :

– Antipiretik
1. Memberikan informasi
– Antibiotic tentang keseimbangan cairan dan
pedoman untuk penggantian cairan
– Cairan
parental 2. Hypotensi,tahikardi,dea=mam
dapat menunjukan respon tubuh
atau efek

1. Pantau intake 3. Kompres hangat


dan output klien memperlancar peredaran darah ke
otak lancar sehingga suhu kembali
normal

Kekurangan
volume cairan
2 tidak terjadi, 2. Observasi TTV 4. Mengganti cairan yang keluar
dengan kriteria : : melalui evaporasi

– TTV : Tensi,nadi suhu 5. Mempertahankan keadekutan


volume cairan dengan cepat
S : 36°C -37°C
Resiko kekurangan
volume cairan T : 120/60 x/mnt 3. Berikan
berhubungan dengan kompres air hangat
mual dan muntah, N : 80 x/mnt pada dahi dan axilla
ditandai dengan : 1. Untuk mengetahui sejauh
– Bibir lembab 4. Anjurkan klien mana nyeri yang dirasakan
DS : untuk banyak minum sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya
– Klien tidak
Klien mengatakan pucat 5. Penatalaksanaan
kadang mual dan pemberian cairan 2. Dapat menunjukkan dengan
muntah intravena tepat pencetus/factor yang
– Klien tidak memperberat dan mengidentifikasi
mual dan muntah hasil
DO :

– mukosa bibir 1. Kaji tingkat terjadinya komplikasi


kering nyeri, lokasi dan
intensitas 3. Dengan menarik nafas
– klien nampak panjang terjadi relaksasi otot
pucat sehungga mengurangi timbulnya
nyeri
– TTV :

S : 40°C 2. Kaji ulang


factor yang
T : 130/90 mmHg Gangguan rasa memperkuat nyeri
nyaman nyeri 4. Meningkatkan relaksasi dan
teratasi dengan memfokuskan kembali perhatian
criteria :
3
– Klien
melaporkan
nyeri hilang 3. Ajarkan teknik
relaksasi
Gangguan rasa – Ekspresi
nyaman nyeri wajah rileks
berhubungan dengan
kerusakan mukosa
usus halus ditandai – TTV: T, 5. Analgetik dapat mengurangi
dengan : N dalam batas nyeri
normal
DS :

Klien mengeluh
nyeri pada bagian 4. Beri tindakan
perut kenyamanan untuk 1. untuk mengetahui kebiasaan
mengurangi nyeri, makan klien sehingga dapat
DO : mis : massage menentukan intervensi selanjutnya
punggung dan rubah
– KU lemah posisi 2. untuk memenuhi nutrisi tubuh
dan menghindari komplikasi
– Nyeri tekan 5. Penatalaksanaan pendarahan
pada abdomen pemberian analgetik
kuadran kanan 3. pemberian makanan sedikit
tapi sering mengurangi kejenuhan
– Klien tampak klien dan member kesempatan usus
pucat 1. Kaji pola makan untuk mengabsorbsi makanan
klien
– Ekspresi
wajah meringis
4. Mulut yang bersih
– TTV : Kebutuhan meningkatkan nafsu makan
nutrisi terpenuhi
dengan criteria :
T= 130/90 mmHg 2. Beri bubur
saring TKTP
– KU baik 5. Agar klien dan keluarga
N= 88x/mt
mengetahui bahwa makanan
– Nafsu penting untuk memenuhi
makan baik kebutuhan nutrisi serta membantu
penyembuhan
– Porsi
makan 3. Anjurkan klien 6. Suplemen vitamin untuk
dihabiskan makan sedikit tapi memenuhi kebutuhan dan
sering menambah nafsu makan
4 – Lidah
tidak kotor

1. Dengan mengetahui
kebiasaan eliminasi BAB sehingga
Pemenuhan tubuh
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan 4. Anjurkan dapat menentukan intervensi
intake yang tidak perawatan mulut selanjutnya
adekuat ditandai sebelum dan sesudah
dengan : makan 2. Peristaltic yang kuat
menunjukkan rangsangan
DS : 5. Jelaskan tentang
pentingnya makanan 3. Makanan berserap membantu
– Klien untuk proses mempercepat proses eliminasi
mengeluh kurang penyembuhan
nafsu makan 4. Agar ada pergerakan
sehingga ada relaksasi otot
– Klien
mengatakan kadang 6. Pentalaksanaan
mual dan muntah pemberian suplemen
vitamin
5. Laktasil sebagai perangsang
DO : keluarnya feces

– KU lemah
1. Kaji pola
– Porsi makan eliminasi BAB klien
1. Untuk mengetahui
tidak dihabiskan kemampuan aktivitas yang dimiliki
sehingga dapat menentukan
– Lidah kotor intervensi selanjutnya
2. Auskultasi
– Mukosa bibir peristaltic usus setiap 2. Agar keluarga dank lien dapat
kering 6 jam bekerja sama dengan baik untuk
Kebutuhan
tujuan yang direncanakan
eliminasi
3. Anjurkan
terpenuhi dengan
makan makanan yang
criteria :
berserat

– Klien
4. Anjurkan untuk
melaporkan
mobilisasi secara
sudah BAB 3. Memudahkan dalam aktivitas
bertahap sesuai
indikasi ringan klien dalam memenuhi
– Peristaltic kebutuhannya.
usus dalam
5. Penatalaksanaan
keadaan normal
pemberian laktasil
5-35x/mt
4. Agar kebutuhan klien
– KU baik terpenuhi dan klien merasa
diperhatikan..
5 1. Kaji
kemampuan pola
Gangguan eliminasi klien beraktivitas 5. Aktivitas yang berlebihan
BAB berhubungan dapat meningkatkan kebutuhan
dengan peradangan energi sehingga dapat memperberat
pada usus halus infeksi pada usus halus.
ditandai dengan :
Kebutuhan
aktifitas
DS : terpenuhi dengan 2. Libatkan
criteria : keluarga dan pasien
– Klien dalam merencanakan
mengeluh lemas – KU baik pemenuhan
kebutuhan klien
– Klien – Klien
mengetakan susah dapat melakukan 3. Dekatkan
untuk BAB aktifitas secara barang dan alat
mandiri kebutuhan klien di
– Klien tempat yang mudah
mengeluh tidak dijangkau.
– Tonus
pernah BAB sejak 3 otot 5
hari yang lalu 4. Bantu klien
libatkan keluarga
dalam personal
hygiene

5. Anjurkan pada
klien untuk tidak
Intoleransi aktivitas melakukan aktivitas
berhubungan dengan yang berlebihan.
6 kelemahan fisik
ditandai dengan :

DS :

– Klien
mengeluh lemas

– Klien
mengatakan
aktivitasnya dibantu

DO :
– KU lemah

– Klien
nampak bedrest

– Kebutuhan
klien nampak
dilayani di tempat
tidur

– Tonus otot
nilai 4

1. CATATAN TINDAKAN (CP.IV)


PEMBERI
TINDAKAN TINDAKAN
HARI/TGL NO.DX JAM KEPERAWATAN DAN TTD

I 09.00
1. Mengobservasi TTV
Senin, 3-7- terutama suhu tubuh tiap 2 jam
2006 Hasil : S : 40°C

2. Memberikan kompres
09.10 hangat pada dahi dan axilla

3. Memberikan asupan
minum yang adekuat
10.15
Hasil : klien minum air putih 1
x ¼ gelas
4. Menganjurkan klien
untuk bedrest

Hasil : klien istirahat di tempat


09.20 tidur

5. Menganjurkan klien
memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat

Hasil : klien memakai baju


yang berbahan katun

09.25 6. Penatalaksanaan
pemberian antiperetik dan
cairan parenteral

Hasil :

– paracetamol 3×1

– IVFD RL 20
tetes/menit
09.30
1. Pemantauan intake dan
output klien

Hasil : input : 1500 cc

Output : 1200 cc

2. Observasi TTV

Hasil : S : 40 oC

3. Memberikan kompres air


hangat pada dahi dan axilla

II 11. 30
4. Menganjurkan klien
banyak minum
5. Penatalaksanaan
pemberian cairan intravena

Hasil : infus RL 20 tetes/menit


11. 40

1. Mengkaji tingkat nyeri,


11. 50 lokasi, dan intensitas nyeri.

Hasil : nyeri skala 2 (nyeri


sedang, pada abdomen, nyeri
hilang timbul
11. 55
2. Mengkaji faktor yang
memperberat nyeri.

12. 00 Hasil : makanan yang keras

3. Mengajarkan teknik
relaksasi

Hasil: klien menarik nafas


yang panjang dan
menghembuskan secara
perlahan-lahan melalui mulut
III 10.10

4. Memberikan tindakan
kenyamanan

Hasil : massage pada


punggung

12.00
1. Mengkaji pola makan
klien
10.15 Hasil : porsi makan tidak
dihabiskan

2. Memberi bubur saring


TKTP

3. Menganjurkan klien
untuk makan sedikit tapi
sering

4. Menganjurkan keluarga
10.20 untuk menyediakan makanan
dalam ventilasi yang baik dan
lingkungan yang
menyenangkan

1. Mengkaji pola eliminasi


klien

Hasil : klien belum pernah


BAB

IV 09.45
2. Mengauskultasi
peristaltik usus setiap jam

Hasil : peristaltik usus 3 x/mnt

3. Mengajukan pada klien


12.00 makan makanan yang berserat

09.55 4. Mengajukan untuk


mobilisasi secara bertahap
sesuai indikasi

10.00 5. Penatalaksanaan
pemberian laksatil

Hasil : Dulcolax supposutoria


1. Mengkaji kemampuan
pola aktivitas klien

Hasil : klien dibantu dalam


V 10.30
Melakukan aktivitasnya

2. Melibatkan klien dan


10.35 keluarga dalam merencanakan
pemenuhan kebutuhan klien

3. Mendekatkan barang-
barang dan alat-alat kebutuhan
klien di tempat yang mudah
dijangkau
10.40
4. Membantu dan
melibatkan keluarga dalam
personal hygiene
10.45
5. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas yang berlebihan

11.00

1. Mengobservasi vital sign


terutama suhu badan tiap 2
jam

2. Kompres air hangat di


dahi dan axilla
VI 08.00
3. Memberikan asupan
minum yang adekuat
Hasil : klien minum air putih 4
– 5 gelas/hari

4. Menganjurkan klien
08.10 untuk bedrest

Hasil : klien istirahat di tempat


tidur

5. Penatalaksanaan
pemberian antipiretik,
08.20 antibiotik, dan cairan parental.

Hasil : PCT 3 x 1,
kloromfenikol 3 x 1, infus RL
20 tetes/menit

08.25 1. Memantau intake dan


output klien

2. Mengobservasi TTV

Hasil : S : 37,7 oC
09.00
3. memberikan kompres air
hangat

4. menganjurkan klien untuk


banyak minum

5. penatalaksanaan pemberian
cairan parental
Selasa, 4-7- I 08. 00
2006

1. Mengkaji tingkat nyeri,


lokasi dan intensitas nyeri.

08. 10
Hasil : Nyeri skala 2 (nyeri
sedang), pada daerah abdomen
08. 15
2. Mengkaji ulang faktor
yang memperberat nyeri

Hasil : makan makanan yang


keras seperti nasi

3. Menganjurkan teknik
relaksasi
08. 20
Hasil : klien melakukan teknik
relaksasi dengan tarik nafas
panjang

4. Memberi tindakan
kenyamanan

08. 25 Hasil : merubah posisi klien

5. Penatalaksanaan
pemberian analgetik

Hasil : propiretik 3 x 1

1. Mengkaji pola makan


klien

Hasil : bubur saring TKTP 3 x


1, porsi tidak dihabiskan

II 09. 05
2. Menganjurkan klien
makan sedikit tapi sering

3. Menyediakan makanan
09. 10 selingan dalam ventilasi yang
baik dan lingkungan
menyenangkan
09. 20 4. Menjelaskan tentang
pentingnya makanan untuk
proses penyembuhan

09. 25 5. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin

Hasil : Neurodex 1 x 1
09. 30

1. Mengkaji pola eliminasi


BAB

Hasil : klien mengatakan


III 12. 00 belum BAB

2. Mengauskultasi
peristaltik usus tiap 6 jam

Hasil : peristaltik usus 4


x/menit

12. 10 3. Menganjurkan makan


makanan yang berserat

Hasil : klien makan buah


pepaya

4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap
sesuai indikasi
08. 40
Hasil : klien miring kiri dan
kanan

1. Mengkaji pola
kemampuan aktivitas klien
12. 15
Hasil : klien masih dibantu
dalam melakukan aktivitas

2. Melibatkan keluarga
12. 25 dalam merencanakan
pemenuhan kebutuhan klien

3. Membantu dan
melibatkan keluarga dalam
personal hygiene

4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
IV 12. 00 aktivitas yang berlebihan

1. mengobservasi TTV,
terutama suhu tubuh tiap 2
jam,
08. 35

Hasil : S : 38 o C

2. memberi kompres air


08. 40
hangat pada dahi dan axilla

3. memberi asupan minum


yang adekuat

4. menganjurkan klien
untuk bedrest

08. 45 5. penatalaksanaan
pemberian antipiretik,
antibiotik, dan cairan parental

Hasil : PCT 3 x 1, infus RL 20


tetes/menit
08. 00
1. Memantau intake dan
output klien

2. Mengobservasi TTV
V 08. 10
Hasil : S : 37,5 oC

3. Memberikan kompres air


hangat pada dahi dan axilla

08. 15 4. Menganjurkan klien


untuk banyak minum

5. Penatalaksanaan
pemberian cairan intravena

Hasil : infus RL 20 tts/menit

08. 20
1. Mengkaji tingkat nyeri,
lokasi dan intensitas nyeri

Hasil : Nyeri skala 2 (nyeri


sedang)

2. Mengkaji teknik relaksasi


08. 25
3. Memberikan tindakan
kenyamanan

1. mengkaji pola makan


klien

Hasil : porsi makan tidak


dihabiskan

2. Berikan bubur saring


VI 08. 30
TKTP
3. Menganjurkan klien
makan sedikit tapi sering

4. Menjelaskan tentang
pentingnya makan untuk
proses penyembuhan
08. 40
5. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin

Hasil : Neurodex 1 x 1

08. 50
1. Mengkaji pola eliminasi
BAB

Hasil : klien sudah BAB 1x

09. 00 2. Mengauskultasi
peristaltik usus

Hasil : peristaltik usus 7


x/menit

Rabu, 5-7- I 09. 00 1. Menganjurkan untuk


2006 mobilisasi secara bertahap

2. Mengkaji kemampuan
aktivitas klien

Hasil : aktivitas klien terbatas


09. 10

3. Melibatkan keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien
09. 20
09. 25 4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas

12. 00

1. Mengobservasi TTV
terutama suhu tubuh

2. Menganjurkan klien
untuk bedres

3. Penatalaksaan pemberian
antibiotik dan cairan parental

Hasil : Kloramfenikol 3×1

II 10. 45 Infus RL 20 tetes/ menit

10. 50 1. Membantu intake atau


output klie

Hasil : intake : 1500 cc


11. 00
Output : 3000 cc

2. Mengobservasi TTV
11. 05
Hasil : S : 36, 7 oC

3. Penatalaksanaan
11. 20 pemberian intravena

Hasil : infus RL 20 tts/ menit

1. Mengkaji tingkat nyeri


III 12. 00 Hasil : Nyeri ringan (1)

2. Menganjurkan
melakukan tehnik relaksasi

3. Penatalaksanaan
pemberian analgetik

10. 00 Hasil : propetik 3×1

12. 10

1. Mengkaji pola makan


klien

2. Memberikan bubur
saring TKTP
IV 09. 30
3. Menganjurkan klien ;
makan sedikit tapi sering

4. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin
12. 00

09. 40
1. Mengkaji pola eliminasi
BAB

09. 50 Hasil : klien sudah BAB

2. Mengaustatik peristatik
usus

Hasil : peristatil usus 7 x/


menit
09. 45

3. Menganjurkan untuk
makan makanan berserat
4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap
V 10. 15 sesuai indikasi

10. 20 1. Mengkaji pola


kemampuan aktivitas klien

Hasil : klien mengatakan pola


aktivitasnya masi dibantu

2. Melibatkan kleuarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien

3. Membantu dan
VI 10. 25 melibatkan keluarga dalam
personal hygine

4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
10. 30
aktivitas yang berlebihan

1. Mengobservasi TTV,
terutama suhu tubuh
10. 35
2. Menganjurkan klien
untuk bedres

10. 40 3. Penatalaksanaan
pemberian antibiotik dan
cairan parental

Hasil : kloromfenikol 3×1

Infus RL 20 tts/menit

I 08.00
Kamis, 6-7- 1. Mengkaji tingkat nyeri
2006
08.10 Hasil : nyeri tidak ada (o)

08.15 2. Penatalaksanaan
pemberian analgetik

1. Mengkaji pola makan


klien

Hasil : porsi makan dihabiskan

II 09.45 2. Berikan bubur saring


TKTP

3. Menganjurkan klien
untuk makan tapi sering

4. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin

09.55 Hasil : Neurodex 1×1

10.00 1. Mengkaji semua


aktivitas klien

Hasil : klien melakukan


aktivitasnya sendiri

2. Melibatkn keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien
III 12.10
12.15 3. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas yang berlebihan

13.30

IV 08.20

12.00

08.15

12.00

V 08.30

08.35

08.40
08.45

VI 09.00

09.10

09.15

09.20

I 09.00
Jumat, 7-7- 09.05
2006

12.00

II 10.05

10.15

III 12.05

12.00

12.15

10.00
IV 09.00

11.00

11.20

1. CATATAN PERKEMBANGAN (CP.V)


HARI/TGL NO DX JAM EVALUASI/SOAP

I 12.00 S : – klien mengatakan badannya masih panas


Senin, 3-7- O : – Ku lemah
2006
– Suhu tubuh 40 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5


S:–

II 13.30 O:– Mukosa bibir kering

– Klien nampak pucat

– TTV

TD : 120/60 S : 40 oC

N : 84 x/menit

S : Klien masih mengeluh nyeri pada perut

III 12.30 O:– Expresi wajah meringis

– KU lemah

– Nyeri tekan pada abdomen

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : – Klien mengatakan kurang nafsu


makan
IV 12.15
– Klien mengatakan sedang mual

O:– Porsi makan tidak dihabiskan

– Mukosa bibir kering


A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan belum BAB

V 12.45 O : Peristaltik usus 3x/menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengeluh lemah

VI 13.00 O:– KU lemah

– Kebutuhan nampak dilayani ditempat


tidur

– Aktivitas klien terbatas

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : – Klien mengatakan badannya masih


panas

Selasa, 4-7- I 12.00 – Klien mengeluh sakit kepala


2006
O:– Mukosa bibir kering

– Suhu tubu 38 oC
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S:–

O : -Suhu tubuh 38,7°C

II 13.15 -Mukosa bibir kering

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien masih mengeluh nyeri pada perut

O : – Ekspresi wajah meringis

III 12.30 – KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengeluh nafsu makan kurang

O : – Lidah kotor, porsi makan tidak


dihabiskan
IV 12.15
– Mukosa bibir kering

A : Masalah belum teratasi


S : Klien mengatakan sudah BAB

O : -Peristaltik usus 6x/mnt

V 12.45 -KU lemah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan dengan pertahanan


intervensi 1,2,3,4

S : Klien mengeluh lemah

O : -Tonus nilai 4

-Kebutuhan Nampak dilayani ditempat tidur


VI 13.30
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien masih mengeluh sakit kepala

O : -Mukosa bibir kering

-Suhu tubuh 38,5°C

-KU lemah
Rabu, 5-7- I 12.30
2006 A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5


S : Klien mengatakan tidak mual dan muntah

O : -Suhu tubuh 37,5°C

-Mukosa bibir kering

II A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang

O : -KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

III 13.00

S : Klien mengatakan nafsu makan berkurang

O : -KU lemah

-Lidah kotor

-Porsi makan tidak dihabiskan

A : Masalah belum teratasi

IV 12.45 P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan sudah BAB


O : – KU lemah

– Peristaltik usus 7x/mnt

A : Masalah teratsi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3, dan 4

V 13.15 S : Klien masih mengeluh lemah

O : -aktivitas klien terbatas

-KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3, dan 4

VI 13.30 S : -Klien tidak mengeluh sakit kepala

-Klien mengatakan badannya tidak panas

O : -KU lemah

-Suhu tubuh 36,8°C

-Bibir kering

A : Masalah teratasi sebagian

Kamis, 6-7- I P : Lanjutkan intervensi 1,2 dan 3


2006

S : klien mengatakan nyeri berkurang


O : -KU baik

-TTV

TD : 120/80 mmHg

N : 80x/mnt

A : masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

II

S : Klien mengatakan nafsu makan membaik

O : -KU baik

-Bibir lembab

-Porsi makan belum dihabiskan sebagian

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

III S : Klien sudah mengatakan sudah BAB

O : -KU baik

-Peristaltik usus 7x/mnt

A : Masalah teratasi

P:–
S : Klien dapat melakukan aktivitasnya sendiri

O : -KU baik

-Tonus otot 5

IV 12.00 A : Masalah teratasi sebagian

P:–

S : – Klien mengatakan badannya tidak panas

O : – KU baik

– suhu tubuh 36,5°C

V 13.00 -Bibir lembab

A : Masalah teratasi

P:–

S : klien mengatakan nyeri berkurang

O : -KU baik

-TTV

Jumat, 7-7- I 13.30 TD : 120/80 mmHg


2006
N : 80x/mnt

A : masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4


S : Klien mengatakan nafsu makan baik

O : – KU baik

-Bibir lembab

II 12.00 -Porsi makan sudah dihabiskan

A : Masalah teratasi

P:–

S : Klien dapat melakukan aktivitasnya sendiri

O : -KU baik

-Tonus otot 5

A : Masalah teratasi

III 12.00 P:–

IV 13.00
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus adalah penyakit infeksi
menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering
menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi
kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki
iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di
temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.

1. Saran
Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa
memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit
menular khususnya penyakit Typhus dengan melakukan pencegahan sejak dini sehinnga penyakit ini
tidak menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).
DAFTAR PUSTAKA
Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III.

Simanjuntak, C H. 1990. Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, “Mikrobiologi Kedokteran”, P.T. Binarupa Aksara, Jakarta,
1993.

Staf pengajar FKUNDIP. 1996. Pengendalian Demam Tifoid. Jen. I.

Sudibjo, HR, “Jurnal Kedokteran YARSI”, Vol.4 No. 1 Jakarta, 1996, Januari.

Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.

Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Jevuska. 2008. Demam Tifoid (Typhoid Fever), <http://www.jevuska.com/2008/05/10-/demam-


tifoidtyphoid- fever, tanggal akses: 26 September 2009>.
http://www.mediastore.co.id/kesehatan/news/0602/08/095423.htm
http://www.infokesehatan.co.id

Report this ad

Report this ad

BAGIKAN INI:

 Twitter
 Facebook1
 Google

TERKAIT
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anakdalam "Tak Berkategori"
asuhan keperawatan pada klien dengan placenta previadalam "Tak Berkategori"
ASKEP MENINGITISdalam "KEPERAWATAN"
POSTED ON19 MARET 2015AUTHORHUSNUNNISAABBAS'BLOGCATEGORIESTAK BERKATEGORITINGGALKAN
KOMENTAR

Navigasi pos
PREVIOUSasuhan keperawatan klien dengan ca colon
NEXTpromosi kesehatan di rumah sakit bagi pasien
TINGGALKAN BALASAN

Toggle Sidebar
MENU

 Beranda
 Perihal
Blog di WordPress.com.

Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda
setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
 Ikuti

Daftar pustaka

Askepdikta.blogspot.com/2012/09/thypus-abdominalis.html

https://husnunnisaabbas.wordpress.com/2015/03/19/asuhan-keperawatan-thypus-abdominalis/

Anda mungkin juga menyukai