2.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang merupakan
kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch, menyebar)terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada
dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati
dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman
yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu
yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin
ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum
tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah
berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama
dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I),
nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan
perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik
(Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam :
demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu
pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat
(39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda
antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung
dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal
minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.
2.6 Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau
dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
2.7 Komplikasi
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis,
kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir kronik.
husnunnisaabbas
Skip to content
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya kepada kita,
sehingga kita masih dapat menghirup nafas keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam
semoga tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan
semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.
Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ASKEP THYPUS
ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampu yang telah
membimbing dalam setiap materi, tidak lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang
semoga kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan kritik
yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih dan mohon maaf
apabila dalam penulisan masih terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi
maklum.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang………………………………………………………………………. 3
2. Tujuan penulisan……………………………………………………………………. 5
3. Manfaat Pemulisan………………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………. 6
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………………………….. 68
2. Saran…………………………………………………………………………………… 68
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 69
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi
kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki
iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di
temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella
tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding
usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu.
Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan
frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun. Kenyataannya sekarang
penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat
penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan
pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh
karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain demam
enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia
(tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal
dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis,
karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita
belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain
(bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar
dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan
tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus
dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam.
Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh
darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus
pada perut.
1. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan
penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab
penyakit Thypus ini.
1. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab timbulnya penyakit Thypus
tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar
terhindar dari penyakit Thypus.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN TYPHOID
ABDOMINALIS
1. Pengertian
2. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan
ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
3. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran hati/limpa/atau keduanya.
4. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara pecal, oral, melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009). (http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi
B, S. Paratyhpi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat
komplek liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella yang dapat ditentukan
dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
3. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial yang menunjukkan
diri terutama pada jaringan limfusus, limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain ussu halus dan kolon
proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol,
dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran
plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai
menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial penuh fagosit
sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan
mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup
dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang
bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air
kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat
kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih sering terjadi sekunder
oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan gambaran miokarditis. Biasanya
tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena
sering mengalami thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai pembengkakan otot. Otot
yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari
kelemahan otot pada penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat berlangsung sampai
bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada
demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah. Ifeksi
disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai dihilangnya sel
polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk ke dalam peredaran darah
sampai di organ-organ terutamahati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam
hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke seluruh tubuh terutama
ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak
nyeri, tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus.
4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi melalui mulut
lewat makanan yang tercemar kemudian kuman mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan
limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada hati dan limpa,
sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel retikuloendoteal melepaskan
kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama
kelenjar lymphoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di atas
plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang mengakibatkan gejala toksis
umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial, umpanya kelainan
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh
komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan sedang,
penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise,
anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin tinggi dan hampir selalu
disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis
(mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare
juga sering ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian atas
dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4
hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak sakit
berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang
disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga.
Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu
ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan
umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kambuhan ini dapat
ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau tiga kali.
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan suhu tinggi sekali selama
minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus berada dalam
keadaan demam,pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normalkembali.
6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
7. Pemeriksaan Laboratorium
8. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
9. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu
pertama sakit.
10. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis
dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil. Tidak
semua antibiotik dapat diberikan. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga
kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan sindrom Gray
pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.
Namun pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil (ampisin, amoksisilin), dan
sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut.
1. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas, dan
demam.
1. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
1. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan (mual/muntah).
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Intervensi :
Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti
katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi
penguapan tubuh
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi
kecemasan yang timbul.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun
menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Intervensi :
Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (mis :
Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri diberikan.
Intervensi :
Intervensi :
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
Intervensi :
Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan
tantang penyakitnya.
BAB III
TINJAUN KASUS
1. PENGKAJIAN
2. Identitas klien
Nama : TN “A”
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pendidikan : D III
Pekerjaan : Guru
1. Identitas Penanggung
Nama : NY “N”
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Keluhan Utama
Demam
Q (Qualitatif) : Remitten
GI
GII
50
59
65
67
GIII
GIV
30
29
35
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Garis keturunan
GIV : 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan kecelakaan
4. 4. Pemeriksaan Fisik
5. a. Keadaan Umum : KU nampak lemah
b.Kesadaran : Composmentis
c.Tanda-tanda vital :
T : 120/60 mmHg
N : 84 x/menit
S : 40 °C
P : 20 x/menit
1. Kepala
Inspeksi : – keadaan kulit kepala : bersih,tidak ada ketombe
– Warna Putih
1. Muka
Inspeksi : – Bentuk wajah Lonjong
– Pupil isokor
1. Hidung
Inspeksi : – Lubang hidung simetris kiri dan kanan
1. Telinga
Inspeksi : – Aurikula simetris kiri dan kanan
1. Rongga Mulut
Inspeksi :
1. Leher
Inspeksi : – Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
– Irama teratur
1. l. Jantung
Inspeksi : – Ictus kordis tidak nampak
1. Abdomen
Inspeksi : – Tidak tampak adanya luka bekas operasi
1. Ekstremitas
Atas : – Kedua lengan simetris kiri dan kanan
1. Status Neurologi
2. Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
3. Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
4. Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil isikor, refleks kornea baik,
gerakan bola mata kesegala arah
5. Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat mengunyahbaik, dapat merasakan
goresan kapas
6. Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengembangkan
pipih
7. Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
8. Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
9. Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
10. Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh menoleh, dan dapat menahan bahu
11. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
12. Pola Kegiatan Sehari-hari
13. Nutrisi
NO KEBIASAAN SBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
3 Tidak dihabiskan
1. Eliminasi
2. BAK
NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
4 Kesulitan BAK – –
2. BAB
NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
3 Konsisten Lembek –
5 Tempat pembuangan WC
1. Istirahat Tidur
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
1. Personal Hygiene
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
6. Riwayat Psikososial
7. Interaksi sosial
8. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya
9. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
10. Riwayat spiritual
11. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
12. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
13. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
14. Selama sakit klien selalu berdoa
15. Riwayat psikologi
16. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
17. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu mengenal perawat, dokter
dan tim kesehatan lainnnya.
18. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
19. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya baik.
20. Pemeriksaan Diangnostik
Laboraturium
HB : 12,1 Lg/dl (12,0 – 18,0)
Wdal
Titer O :–
Titer H : 1/80
Titer AH : 1/60
Titer BH :–
8. Perawatan dan Pengobatan
9. Perawatan
10. Isolasi
11. Bedrest
12. Observasi TTV
13. Diet bubur sering TKPT
14. Pengobatan
15. IVFD RI 20 tts/mnt
16. Klorampenikol 3 x 1
17. Parastamol 3 x 1
18. Neurodex 1 x 1
19. Propiretik 3 x 1
20. Dulcolax supposituria
21. DATA FOKUS ( CP.IA )
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
TD : 160/80 mmHg
N : 84 x/menit
P : 20 x/menit
S : 40oC
Peningkatan
1 Intoksin salmonella thyposa suhu tubuh
DS : ↓
– Klien
mengatakan badannya
panas Masuk ke dalam usus
– Klien ↓
mengeluh sakit kepala
Masuk ke dalam aliran darah
– Klien
mengeluh lemah ↓
DO : ↓
Hipertermi
↓
DS :
Peningkatan suhu tubuh
– klien mengeluh
kurang nafsu makan
Peradangan di usus halus Pemenuhan
– klien mengatakan nutrisi kurang
2 kadang mual dan ↓ dari kebutuhan
muntah
Infeksi usus halus
– klien mengatakan
S.U.H
↓
DO:
Merangsang nervus vagus
– klien Nampak lemah
↓
– porsi makan tidak
dihabiskan Sekresi asam lambung meningkat
– lidah kotor ↓
DO :
– KU lemah
3
-klien tempak pucat ↓
-TTV Menegeluarkan Neuron
Transmister
TD :200/60 mmHg (bradikirin,histamine,serotonin)
N :42x/mnt ↓
DS: ↓
-Klien lemah
-peristaltik 3x/mnt
↓
Gangguan
Suhu tubuh meningkat eliminasi
↓ BAB
DS : ↓
DO: ↓
KU Lemah Gangguan
eliminasi BAB
-klien nampak bedres
Proses inflamasi
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat tidur ↓
↓
Intolerancy
Mempengaruh kerja organ tubuh
Activity
↓
DO Kelemahan
-Mukosa bibir ↓
Resiko
Anorexia Kekurangan
↓ Volume Cairan
6 Intake kurang
– Antipiretik
1. Memberikan informasi
– Antibiotic tentang keseimbangan cairan dan
pedoman untuk penggantian cairan
– Cairan
parental 2. Hypotensi,tahikardi,dea=mam
dapat menunjukan respon tubuh
atau efek
Kekurangan
volume cairan
2 tidak terjadi, 2. Observasi TTV 4. Mengganti cairan yang keluar
dengan kriteria : : melalui evaporasi
Klien mengeluh
nyeri pada bagian 4. Beri tindakan
perut kenyamanan untuk 1. untuk mengetahui kebiasaan
mengurangi nyeri, makan klien sehingga dapat
DO : mis : massage menentukan intervensi selanjutnya
punggung dan rubah
– KU lemah posisi 2. untuk memenuhi nutrisi tubuh
dan menghindari komplikasi
– Nyeri tekan 5. Penatalaksanaan pendarahan
pada abdomen pemberian analgetik
kuadran kanan 3. pemberian makanan sedikit
tapi sering mengurangi kejenuhan
– Klien tampak klien dan member kesempatan usus
pucat 1. Kaji pola makan untuk mengabsorbsi makanan
klien
– Ekspresi
wajah meringis
4. Mulut yang bersih
– TTV : Kebutuhan meningkatkan nafsu makan
nutrisi terpenuhi
dengan criteria :
T= 130/90 mmHg 2. Beri bubur
saring TKTP
– KU baik 5. Agar klien dan keluarga
N= 88x/mt
mengetahui bahwa makanan
– Nafsu penting untuk memenuhi
makan baik kebutuhan nutrisi serta membantu
penyembuhan
– Porsi
makan 3. Anjurkan klien 6. Suplemen vitamin untuk
dihabiskan makan sedikit tapi memenuhi kebutuhan dan
sering menambah nafsu makan
4 – Lidah
tidak kotor
1. Dengan mengetahui
kebiasaan eliminasi BAB sehingga
Pemenuhan tubuh
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan 4. Anjurkan dapat menentukan intervensi
intake yang tidak perawatan mulut selanjutnya
adekuat ditandai sebelum dan sesudah
dengan : makan 2. Peristaltic yang kuat
menunjukkan rangsangan
DS : 5. Jelaskan tentang
pentingnya makanan 3. Makanan berserap membantu
– Klien untuk proses mempercepat proses eliminasi
mengeluh kurang penyembuhan
nafsu makan 4. Agar ada pergerakan
sehingga ada relaksasi otot
– Klien
mengatakan kadang 6. Pentalaksanaan
mual dan muntah pemberian suplemen
vitamin
5. Laktasil sebagai perangsang
DO : keluarnya feces
– KU lemah
1. Kaji pola
– Porsi makan eliminasi BAB klien
1. Untuk mengetahui
tidak dihabiskan kemampuan aktivitas yang dimiliki
sehingga dapat menentukan
– Lidah kotor intervensi selanjutnya
2. Auskultasi
– Mukosa bibir peristaltic usus setiap 2. Agar keluarga dank lien dapat
kering 6 jam bekerja sama dengan baik untuk
Kebutuhan
tujuan yang direncanakan
eliminasi
3. Anjurkan
terpenuhi dengan
makan makanan yang
criteria :
berserat
– Klien
4. Anjurkan untuk
melaporkan
mobilisasi secara
sudah BAB 3. Memudahkan dalam aktivitas
bertahap sesuai
indikasi ringan klien dalam memenuhi
– Peristaltic kebutuhannya.
usus dalam
5. Penatalaksanaan
keadaan normal
pemberian laktasil
5-35x/mt
4. Agar kebutuhan klien
– KU baik terpenuhi dan klien merasa
diperhatikan..
5 1. Kaji
kemampuan pola
Gangguan eliminasi klien beraktivitas 5. Aktivitas yang berlebihan
BAB berhubungan dapat meningkatkan kebutuhan
dengan peradangan energi sehingga dapat memperberat
pada usus halus infeksi pada usus halus.
ditandai dengan :
Kebutuhan
aktifitas
DS : terpenuhi dengan 2. Libatkan
criteria : keluarga dan pasien
– Klien dalam merencanakan
mengeluh lemas – KU baik pemenuhan
kebutuhan klien
– Klien – Klien
mengetakan susah dapat melakukan 3. Dekatkan
untuk BAB aktifitas secara barang dan alat
mandiri kebutuhan klien di
– Klien tempat yang mudah
mengeluh tidak dijangkau.
– Tonus
pernah BAB sejak 3 otot 5
hari yang lalu 4. Bantu klien
libatkan keluarga
dalam personal
hygiene
5. Anjurkan pada
klien untuk tidak
Intoleransi aktivitas melakukan aktivitas
berhubungan dengan yang berlebihan.
6 kelemahan fisik
ditandai dengan :
DS :
– Klien
mengeluh lemas
– Klien
mengatakan
aktivitasnya dibantu
DO :
– KU lemah
– Klien
nampak bedrest
– Kebutuhan
klien nampak
dilayani di tempat
tidur
– Tonus otot
nilai 4
I 09.00
1. Mengobservasi TTV
Senin, 3-7- terutama suhu tubuh tiap 2 jam
2006 Hasil : S : 40°C
2. Memberikan kompres
09.10 hangat pada dahi dan axilla
3. Memberikan asupan
minum yang adekuat
10.15
Hasil : klien minum air putih 1
x ¼ gelas
4. Menganjurkan klien
untuk bedrest
5. Menganjurkan klien
memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat
09.25 6. Penatalaksanaan
pemberian antiperetik dan
cairan parenteral
Hasil :
– paracetamol 3×1
– IVFD RL 20
tetes/menit
09.30
1. Pemantauan intake dan
output klien
Output : 1200 cc
2. Observasi TTV
Hasil : S : 40 oC
II 11. 30
4. Menganjurkan klien
banyak minum
5. Penatalaksanaan
pemberian cairan intravena
3. Mengajarkan teknik
relaksasi
4. Memberikan tindakan
kenyamanan
12.00
1. Mengkaji pola makan
klien
10.15 Hasil : porsi makan tidak
dihabiskan
3. Menganjurkan klien
untuk makan sedikit tapi
sering
4. Menganjurkan keluarga
10.20 untuk menyediakan makanan
dalam ventilasi yang baik dan
lingkungan yang
menyenangkan
IV 09.45
2. Mengauskultasi
peristaltik usus setiap jam
10.00 5. Penatalaksanaan
pemberian laksatil
3. Mendekatkan barang-
barang dan alat-alat kebutuhan
klien di tempat yang mudah
dijangkau
10.40
4. Membantu dan
melibatkan keluarga dalam
personal hygiene
10.45
5. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas yang berlebihan
11.00
4. Menganjurkan klien
08.10 untuk bedrest
5. Penatalaksanaan
pemberian antipiretik,
08.20 antibiotik, dan cairan parental.
Hasil : PCT 3 x 1,
kloromfenikol 3 x 1, infus RL
20 tetes/menit
2. Mengobservasi TTV
Hasil : S : 37,7 oC
09.00
3. memberikan kompres air
hangat
5. penatalaksanaan pemberian
cairan parental
Selasa, 4-7- I 08. 00
2006
08. 10
Hasil : Nyeri skala 2 (nyeri
sedang), pada daerah abdomen
08. 15
2. Mengkaji ulang faktor
yang memperberat nyeri
3. Menganjurkan teknik
relaksasi
08. 20
Hasil : klien melakukan teknik
relaksasi dengan tarik nafas
panjang
4. Memberi tindakan
kenyamanan
5. Penatalaksanaan
pemberian analgetik
Hasil : propiretik 3 x 1
II 09. 05
2. Menganjurkan klien
makan sedikit tapi sering
3. Menyediakan makanan
09. 10 selingan dalam ventilasi yang
baik dan lingkungan
menyenangkan
09. 20 4. Menjelaskan tentang
pentingnya makanan untuk
proses penyembuhan
09. 25 5. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin
Hasil : Neurodex 1 x 1
09. 30
2. Mengauskultasi
peristaltik usus tiap 6 jam
4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap
sesuai indikasi
08. 40
Hasil : klien miring kiri dan
kanan
1. Mengkaji pola
kemampuan aktivitas klien
12. 15
Hasil : klien masih dibantu
dalam melakukan aktivitas
2. Melibatkan keluarga
12. 25 dalam merencanakan
pemenuhan kebutuhan klien
3. Membantu dan
melibatkan keluarga dalam
personal hygiene
4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
IV 12. 00 aktivitas yang berlebihan
1. mengobservasi TTV,
terutama suhu tubuh tiap 2
jam,
08. 35
Hasil : S : 38 o C
4. menganjurkan klien
untuk bedrest
08. 45 5. penatalaksanaan
pemberian antipiretik,
antibiotik, dan cairan parental
2. Mengobservasi TTV
V 08. 10
Hasil : S : 37,5 oC
5. Penatalaksanaan
pemberian cairan intravena
08. 20
1. Mengkaji tingkat nyeri,
lokasi dan intensitas nyeri
4. Menjelaskan tentang
pentingnya makan untuk
proses penyembuhan
08. 40
5. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin
Hasil : Neurodex 1 x 1
08. 50
1. Mengkaji pola eliminasi
BAB
09. 00 2. Mengauskultasi
peristaltik usus
2. Mengkaji kemampuan
aktivitas klien
3. Melibatkan keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien
09. 20
09. 25 4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas
12. 00
1. Mengobservasi TTV
terutama suhu tubuh
2. Menganjurkan klien
untuk bedres
3. Penatalaksaan pemberian
antibiotik dan cairan parental
2. Mengobservasi TTV
11. 05
Hasil : S : 36, 7 oC
3. Penatalaksanaan
11. 20 pemberian intravena
2. Menganjurkan
melakukan tehnik relaksasi
3. Penatalaksanaan
pemberian analgetik
12. 10
2. Memberikan bubur
saring TKTP
IV 09. 30
3. Menganjurkan klien ;
makan sedikit tapi sering
4. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin
12. 00
09. 40
1. Mengkaji pola eliminasi
BAB
2. Mengaustatik peristatik
usus
3. Menganjurkan untuk
makan makanan berserat
4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap
V 10. 15 sesuai indikasi
2. Melibatkan kleuarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien
3. Membantu dan
VI 10. 25 melibatkan keluarga dalam
personal hygine
4. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
10. 30
aktivitas yang berlebihan
1. Mengobservasi TTV,
terutama suhu tubuh
10. 35
2. Menganjurkan klien
untuk bedres
10. 40 3. Penatalaksanaan
pemberian antibiotik dan
cairan parental
Infus RL 20 tts/menit
I 08.00
Kamis, 6-7- 1. Mengkaji tingkat nyeri
2006
08.10 Hasil : nyeri tidak ada (o)
08.15 2. Penatalaksanaan
pemberian analgetik
3. Menganjurkan klien
untuk makan tapi sering
4. Penatalaksanaan
pemberian suplemen vitamin
2. Melibatkn keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan
klien
III 12.10
12.15 3. Menganjurkan kepada
klien untuk tidak melakukan
aktivitas yang berlebihan
13.30
IV 08.20
12.00
08.15
12.00
V 08.30
08.35
08.40
08.45
VI 09.00
09.10
09.15
09.20
I 09.00
Jumat, 7-7- 09.05
2006
12.00
II 10.05
10.15
III 12.05
12.00
12.15
10.00
IV 09.00
11.00
11.20
– TTV
TD : 120/60 S : 40 oC
N : 84 x/menit
– KU lemah
– Suhu tubu 38 oC
A : Masalah belum teratasi
S:–
O : -Tonus nilai 4
-KU lemah
Rabu, 5-7- I 12.30
2006 A : Masalah belum teratasi
O : -KU lemah
III 13.00
O : -KU lemah
-Lidah kotor
-KU lemah
O : -KU lemah
-Bibir kering
-TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/mnt
II
O : -KU baik
-Bibir lembab
O : -KU baik
A : Masalah teratasi
P:–
S : Klien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
O : -KU baik
-Tonus otot 5
P:–
O : – KU baik
A : Masalah teratasi
P:–
O : -KU baik
-TTV
O : – KU baik
-Bibir lembab
A : Masalah teratasi
P:–
O : -KU baik
-Tonus otot 5
A : Masalah teratasi
IV 13.00
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus adalah penyakit infeksi
menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering
menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi
kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki
iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di
temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.
1. Saran
Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa
memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit
menular khususnya penyakit Typhus dengan melakukan pencegahan sejak dini sehinnga penyakit ini
tidak menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).
DAFTAR PUSTAKA
Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III.
Simanjuntak, C H. 1990. Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, “Mikrobiologi Kedokteran”, P.T. Binarupa Aksara, Jakarta,
1993.
Sudibjo, HR, “Jurnal Kedokteran YARSI”, Vol.4 No. 1 Jakarta, 1996, Januari.
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.
Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Report this ad
Report this ad
BAGIKAN INI:
Twitter
Facebook1
Google
TERKAIT
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anakdalam "Tak Berkategori"
asuhan keperawatan pada klien dengan placenta previadalam "Tak Berkategori"
ASKEP MENINGITISdalam "KEPERAWATAN"
POSTED ON19 MARET 2015AUTHORHUSNUNNISAABBAS'BLOGCATEGORIESTAK BERKATEGORITINGGALKAN
KOMENTAR
Navigasi pos
PREVIOUSasuhan keperawatan klien dengan ca colon
NEXTpromosi kesehatan di rumah sakit bagi pasien
TINGGALKAN BALASAN
Toggle Sidebar
MENU
Beranda
Perihal
Blog di WordPress.com.
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda
setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
Ikuti
Daftar pustaka
Askepdikta.blogspot.com/2012/09/thypus-abdominalis.html
https://husnunnisaabbas.wordpress.com/2015/03/19/asuhan-keperawatan-thypus-abdominalis/