Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPOID

Download ASKEP anak dengan demam thypoid DISINI atau klik download link:
http://www.ziddu.com/download/16439715/ASUHANKEPERAWATANANAKDENGAND
EMAMTHYPOID.rar.html

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Demam Thypoid merupakan salah satu jenis penyakit gangguan pada system
pencernaan yang dapat mengganggu mekanisme system pencernaan. Demam Thypoid dapat
disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu
Salmonella paratyphi. Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui
jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada
lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat,
hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
membahas kasus demam thypoid ini.

1.2 TUJUAN
a. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien demam Thypoid
b. Mampu menegakkan diagnosis yang muncul
c. Mampu menyusun rencana keperawatan
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah dibuat
e. Mampu mengevaluasi hasil kerja
BAB II
PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 PENGERTIAN

Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang
dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui
makanan ( Ngastiyah , 1995 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Demam
tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Nama lain dari demam
tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus
abdominalis.

2.2 ETIOLOGI
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Selain oleh Salmonella
typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B dan C namun
gejalanya jauh lebih ringan.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


a. Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan
b. Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat
c. Nafsu makan berkurang
d. Bibir kering dan pecah-pecah
e. Perut Kembung
f. Sulit BAB
g. Gangguan kesadaran ( apatis dan somnolen)
Masa tunas typhoid 10 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab demam thypoid
masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian diantaranya dimusnahkan
dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk kedala usus halus, dan membentuk limfoid
plaque peyeri. Ada yang hidup dan bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan
masuk ke aliran limfe serta masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga
bersarang dihati dan limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan
infeksi yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang
menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam beberapa
literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi
kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.


Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.

3. Vaksinasi di masa lampau


Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid
juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai
1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari
suspensi dari strain lain.

2.6 PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas

b. Istirahat dan Perawatan


Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan
BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta
higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

c. Diet dan Terapi Penunjang


1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
2. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus (
kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan
untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita
juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses
penyembuhan.b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis
3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak
mengalami mual lagi.

d. Pemberian Antimikroba
Obat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral
atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80
mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama
jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan
serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik

Komplikasi ekstra intestinal


a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer.

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam
tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului
oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia
sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi
oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis
dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

2.8 ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1. Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri dan pusing
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat badan
berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan
diare, klien mengeluh nyeri otot.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).

3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma
b. Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat
c. Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 0C
Pernapasan : 15-26 x/menit

Pengkajian sistem tubuh


a. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan,
edema, lesi, maupun gangguan pada indera.
c. Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
e. Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
4. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
a. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak naik,
pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak dipantau secara
berkala dapat mengganggu tumbang anak
b. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus lamadan anak yang
lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang anak
c. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala (49-50cm),
LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,
d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada lengan
atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan tipis pada kulit
dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16
biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan lainnya.
e. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan anak berlari
dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga,
menendang bola dengan seimbang, egosentris dan menggunakan kata Saya, menggambar
lingkaran, mengerti dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan,
menyusun jembatan dengan kotak kotak.
f. Riwayat imunisasi
5. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.

Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan
dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.
Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek
diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama
dan kehalusan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung
dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan tentang praktik
kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan. Biasanya anak-anak
belum mengerti tentang manajemen kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
b. Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe makanan
dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan makan.
c. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu,
penggunaan obat-obatan.
d. Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan untuk
mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon kardiovaskuler serta
pernapasan saat melakukan aktivitas.
e. Pola istirahat tidur
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana
kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-obatan untuk
mengatasi gangguan tidur.
f. Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi klien
tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan
peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional seperti takut, cemas karena
dirawat di RS.
h. Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana
kemampuan dalam menjalankan perannya.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.
j. Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai stress dan
adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi stress, sehingga sangat
dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua untuk selalu mendukung anak.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti
tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari orang tua.

ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah keperawatan
Data objektif: Hipertermi b.d proses
Kuman salmonella thypi
Suhu tubuh klien infeksi salmonella thypi
meningkat
Lidah terlihat saluran cerna
kotor/berselaput didaerah
tengah fdan tepi serta
bersarang dihati dan
tremor pada ujungnya
limfa
Data subjektif:
Klien mengeluh kepala
terasa sakit, demam hepatomegali
Klien mengeluh kepala
terasa nyeri dan pusing
zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan meradang

demam

suhu
meningkat
Data objektif: Peningkatan suhu tubuh Kekurangan volume cairan
Suhu klien meningkat Ektravasasi cairan berhubungan dengan
Klien diare Intake kurang muntah

Mukosa bibir pucat, bibir


kering dan pecah-pecah
Data subjektif:
Volume plasma
klien mengeluh mual dan
berkurang
muntah
Klien mengeluh haus
Penurunan volume cairan
Klien mengeluh lemas tubuh

Data objektif: Perubahan nutrisi kurang


Nafsu makan menurun
BB klien menurun dari kebutuhan tubuh
Klien mual berhubungan dengan

Klien anoreksia Intake nutrisi tidak intake tidak adekuat.


Mukosa bibir pucat, bibir adekuat
kering dan pecah-pecah
Turgor kulit jelek, kulit Nutrisi kurang dari
kering kebutuhan tubuh
Data subjektif:
Klien mengatakan tidak
nafsu makan
Klien mengatakan tidak
tertarik dengan makanan

NURSING CARE PLAN


NANDA NOC NIC
Hipertermi b.d proses Indikator: Identifikasi penyebab /
infeksi salmonella thypi Suhu 36,5 37,5oC factor yang dapat
Bibir lembab menyebabkan hipertermi
Kulit tidak teraba panas Observasi cairan masuk
Aktifitas sesuai dan keluar, hitung balance
kemampuan cairan
Beri cairan sesuai
kebutuhan bila tidak bila
kontraindikasi
Berikan kompres air
hangat.
Anjurkan pasien untuk
mengurangi aktifitas yang
berlebihan saat suhu naik /
bedrest total
Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
yang mudah menyerap
keringat
Ciptakan lingkungan yang
nyaman
Kolaborasi :
Pemberian antipiretik
Pemberian antibiotic

Kekurangan volume Keseimbangan cairan Pengelolaan cairan


cairan berhubungan Indikator: Aktifitas:
dengan muntah
Keseimbangan intake dan Pantau berat badan
Defenisi : penurunan output 24 jam biasanya dan
cairan intravaskuler Berat badan stabil kecendrungannya
intestinal dan atau
Tidak ada rasa haus yang Mempertahankan intake
intraseluler, contohnya berlebihan dan output pasien
dehidrasi, kehilangan
Elektrolit serum dalam Pantau ststus hidrasi
cairan tanpa perubahan batas normal Memonitor status
sodium.
Hidrasi kulit tidak ada hemodynamic termasuk
CVP, MAP, PAP, dan
Batasan karakteristik : PCWP
Kelelahan, kehilangan
Pantau tanda-tanda vital
berat badan.
pasien
Pantau status nutrisi
pasien

Ketidakseimbangan Status nutrisi Mengontrol Nutrisi


Nutrisi Kurang dari Indikator:
Kebutuhan
Tubuh Intake nutrisi Aktivitas:
berhubungan
dengan Intake makanan
dan Menimbang berat badan
intake tidak adekuat cairan pasien pada jarak yang
Energi ditentukan
Defenisi: ketidak cukupan Berat tubuh Memantau gejala
intake nutrisi untuk
kebutuhan metabolik. kekurangan dan
penambahan berat badan
Batasan karakteristik Memantau respon
Berat badan 20% emosional pasien ketika
berkurang dari ideal ditempatkan pada situasi
Lemahnya kesehatan otot yang melibatkan makanan
Tidak nafsu makan dan makan
Memantau interaksi orang
tua/anak selama makan,
jika diperlukan
Mengontrol keadaan
lingkungan ketika makan
Mengontrol turgor kulit,
jika diperlukan
Memantau kekeringan,
tipisnya rambut sehingga
mudah rontok
Memantau gusi saat
menelan, karang gigi, dan
penambahan luka
Mengontrol mual dan
muntah
Memantau tingkat energy,
rasa tidak nyaman,
kelelahan, dan kelemahan
Memantau jaringan yang
pucat, memerah, dan
kering
Memantau kemerahan,
bengkak, dan retak pada
mulut/bibir

2.9 LAPORAN KASUS


Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama : anak A
Umur : 6 tahun
Jemis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Kelas 1 SD

Biodata ayah
Nama : Tn J
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota

Biodata ibu
Nama : Ny A
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien telah demam sejak 1 minggu yang lalu. menurut ibu klien, klien sebelumnya jatuh
dan tangannya terkilir namun telah membaik setelah di urut. Klien awal sakit mengeluh sakit
perut, pusing, tidak nafsu makan dan merasa lemas. Setelah diperiksa dipuskesmas terdekat,
klien dinyatakan terkena gejala tifus.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Saat dilakukan pengkajian kondisi klien sudah mulai membaik. Sakit perut klien sudah
hilang namun klien masih tidak nafsu makan dan kadang memuntahkan kembali
makanannya. Klien juga masih terlihat lemah dan tidak bersemangat.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya belum pernah menderita penyakit ini. Menurut orang tua klien, klien
adalah anak yang jarang sakit. Kalau demam, biasanya klien akan membaik setelah dibawa
ke tukang urut.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Menurut ibu klien, beliau juga pernah dulu terkena tifus waktu berumur 5 tahun. Namun
ayah klien dan keluarga yang lain tidak pernah menderita penyakit ini ataupun sakit lainnya.

c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
1. Tingkat kesadaran : composmentis
2. Keadaan umum : sedang
3. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 80/50 mmHg (N=95 mmHg)
Nadi : 124x/menit (N=60-120 x/menit)
Pernapasan : 30x/menit (N=15-26 x/menit
Suhu : 36,5 0 C (N=34,7-37,3 0C)
4. Tinggi badan : 95 cm
5. Berat badan : 12 kg

Pengkajian sistem tubuh


1. Pemeriksaan kulit dan rambut
Warna kulit sawo matang, kulit dan rambut klien kering. Normalnya tekstur kulit anak yang
masih kecil sangat halus,agak kering, dan tidak berminyak atau lembab.

2. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala : tidak ada tanda-tanda trauma atau luka.
Muka : agak pucat.
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+), tidak ada gangguan
penglihatan
Hidung : tidak ada tanda-tanda trauma, lesi, maupun perdarahan, tidak ada kelainan
penciuman
Mulut : mukosa bibir pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tonsil tidak membesar
Telinga :simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada gangguan pendengaran

3. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
Perkusi : suara paru sonor
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpalsi : letak iktus cordis normal
Perkusi : batas-batas jantung normal
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tdak ada trauma ataupun ascites
Palpasi : tidak ada teraba massa
Perkusi : timpani
Auskultasi : frekuensi bising usus normal
5. Pemeriksaan ekstremitas: tidak ada kelainan
6. Neurologis: refleks normal

d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan


1. Riwayat prenatal : ibu tidak ada sakit selama hamil, BB ibu tidak naik, ibu ada melakukan
pemantauan kehamilan secara berkala ke puskesmas, namun ibu tidak pernah meminum susu
ataupun makanan bergizi yang lainnya selama sakit. Ibu klien hanya makan dan minum
seadanya saja.
2. Riwayat kelahiran : klien dilahirkan secara normal di puskesmas. Keadaan klien saat lahir
juga normal. Klien menyusui selama 2 tahun dan tidak ada diberikan susu tambahan maupun
bubur.
3. Pertumbuhan fisik :
BB : 12 kg
TB : 95 cm
BB/TB : 12/95
BB/U :12/6
TB/U : 95/6
4. Perkembangan : klien sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri (seperti
berpakaian, mandi, dan lain-lain), klien mampu berlari dengan seimbang, menangkap benda
tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang,
menggambar, mengerti dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan. Saat ini klien tidak mampu bermain seperti biasa karena kondisi yang lemah.
5. Riwayat imunisasi: menurut ibu klien, klien selalu dibawa untuk di imunisasi. Klien telah
melakukan imunisasi lengkap.
e. Riwayat sosial
Menurut ibu klien, klien adalah anak yang periang. Klien anak yang lincah dan suka bermain
kemana-mana. Klien malah jarang berada dirumah. Biasanya yang menjaga klien sementara
orang tua bekerja adalah kakaknya.
f. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
Pola Gordon Kebutuhan Normal Fakta Analisa
(normal/tidak)
Persepsi- Orang tua klien Orang tua klien Tidak normal
manajemen mengetahui pola sehat, kurang mengtahui Hendaknya
kesehatan pengetahuan tentang seperti apa pola diberikan
gaya hidup yang hidup sehat. Orang penyuluhan
berhubungan dengan tua klien tidak kepada orang
sehat, pengetahuan terlalu memikirkan tua klien
tentang praktik tentang gizi dalam pentingnya
kesehatan preventif makanan. Biasanya pengetahuan
kalau klien sakit, gizi untuk anak
hanya dibawa ke
tukang urut atau ke
orang pintar saja.
Pola nutrisi Kebutuhan kalori Klien jarang makan, Tidak normal
metabolic (umur 6 tahun): 40-45 apalagi semenjak
kal/kg, protein 32 gr, sakit. Klien hanya
VIT A 360, B1 0,7 mg, mau makan lontong
B2 0,9 mg, niasin 7,6 sedikit dan kadang
mg, B12 0,7 mg, vit C dimuntahkan lagi.
25 mg. Ca 500 mg, Biasanya hanya
fosfor 350 mg, besi 9 jajan makanan
mg, seng 10 mg, ringan seperti es
iodium 100 mg. kiko, sosis, dan mie.
Klien biasanya suka
makan dengan
sambal rending.
Minum klien tidak
ada masalah.
Pola eliminasi BAK dan BAB klien BAK dan BAB Normal
lancar klien lancar
Pola aktivas Aktivitas klien tidak Klien tidak bisa Tidak normal
latihan terganggu, kemampuan melakukan aktivitas
untuk mengusahakan seperti biasa karena
aktivitas sehari-hari masih lemah. Klien
(merawat diri, hanya merengek di
bekerja), dan respon gendongan ibunya.
kardiovaskuler serta
pernapasan baik saat
melakukan aktivitas.
Pola istirahat Tidur klien tidak Dua hari ini klien Normal
tidur mengalami gangguan. sudah bisa tidur
Klien dapat tidur 8-10 dengan nyaman
jam per hari. karena tidak sakit
perut lagi. Klien
juga tidur siang
selama 2-3 jam
sehari.
Pola kognitif Fungsi indra klien dan Klien tidak ada Normal
persepsi kemampuan persepsi gangguan pada
klien normal indra dan
persepsinya.
Pola persepsi Persepsi klien tentang Klien merasa takut Tidak normal
diri dan kemampuannya, pola dan cemas ketika
konsep diri emosional, citra diri, dijenguk oleh orang
identitas diri, ideal diri, lain. Klien
harga diri dan peran menangis ketika
diri klien tidak ada diperiksa.
gangguan
Pola peran Klien dapat Hubungan klien Tidak normal
hubungan berhubungan dengan dengan teman dan
orang lain dengan orang sekitar
lancer dan dapat terganggu. Klien
menjalankan perannya. semenjak sakit tidak
ada keluar rumah
lagi.
Pola Tidak ada gangguan Klien tidak ada Normal
reproduksi seksualitas. mengalami
dan gangguan
seksualitas seksualitas
Pola koping Klien mampu dalam Jika klien mulai Normal
dan toleransi manghadapai stress merengek, ibu klien Anak-anak
stress dan adanya sumber akan memberikan belum bisa
pendukung mainan sehingga melskukan
klien akan sibuk koping stress,
dengan mainannya sehingga peran
orang tua sangat
penting
Pola nilai dan Klien tahu tentang nilai Klien masih belum Normal
kepercayaan dan kepercayaan yang terlalu tahu tenatang Anak-anak
dianutnya kepercayaannya. belum terlalu
Klien kadang- mengerti tentang
kadang menuruti nilai dan
orang tuanya ketika kepercayaan.
melaksanakan Orang tua
ibadah hendaknya
membimbing
anak semenjak
dini.

ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah keperawatan
Data objektif: Peningkatan suhu tubuh Kekurangan volume cairan
Mukosa bibir pucat, bibir Ektravasasi cairan berhubungan dengan
kering dan pecah-pecah Intake kurang muntah
Turgor kulit kering
Data subjektif:
Klien mengeluh haus
Volume plasma
Klien mengeluh lemas
berkurang

Penurunan volume cairan


tubuh

Data objektif: Perubahan nutrisi kurang


Nafsu makan menurun
Klien anoreksia dari kebutuhan tubuh
Mukosa bibir pucat, bibir berhubungan dengan
kering dan pecah-pecah Intake nutrisi tidak intake tidak adekuat.

Turgor kulit jelek, kulit adekuat

kering
Data subjektif: Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Klien mengatakan tidak
nafsu makan
Klien mengatakan tidak
tertarik dengan makanan

Anda mungkin juga menyukai