Anda di halaman 1dari 69

UPAYA PENDEKATAN KELUARGA TERHADAP NY.

R
DALAM MENANGANI PERMASALAHAN
PENDERITA DIABETES MELLITUS
Aditya Ginanjar Wicaksono, S. Ked J510145083 Adni Miftah Khudin, S. Ked J510145075
Anugraheni Putri Sujiwa, S. KedJ510145020 Arfa Bima Firizqina, S. Ked J510145036
Astri Khaerunisa Putri, S. Ked J510145032
TAHAP I : KARAKTERISTIK
DEMOGRAFI KELUARGA

Kepala Keluarga : Tn. L

Umur : 54 th
Alamat lengkap : Sentul 03/05 Pundungrejo,
Tawangsari
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Kesimpulan

Keluarga Tn. S berbentuk nuclear


family, didapatkan Ny. S, 50 tahun,
dengan diagnosis klinis DM.
TAHAP II : STATUS PENDERITA

Anamnesis
Identitas penderita
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan: SD
Agama : Islam
Alamat : Sentul RT 03/005 Pundungrejo, Tawangsari
Suku : Jawa
Tanggal periksa: 14/9/2015

Keluhan Utama
terdapat luka di kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang

terdapat luka di kaki kiri yang dirasakan


sejak 3 tahun

terdapat benjolan berisi air yang berwarna


putih kekuningan dan berbau pada kaki kiri
dekat jari-jari

kadang pandangannya kabur


Riwayat Penyakit Sekarang

sering kencing,
mondok saat
sakit kencing merasa haus
amputasi
manis sejak 4 dan lapar meski
kelingking kaki
tahun sudah makan
kiri
minum banyak
Riwayat Penyakit Sekarang

pasien
mengatakan
bahwa dirinya
berobat rutin

mengontrol kadar
gula darah dan
merawat luka di
puskesmas
Riwayat Penyakit Dahulu

Asma Alergi
disangkal disangkal

Mondok
Hipertensi diakui
disangkal saat
amputasi
Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan kakaknya


mempunyai penyakit yang sama,
tetapi dulu tidak berobat.
Riwayat Gizi

nasi, sayur
dan lauk pauk
seperti telur,
tahu, tempe
kadang-
makan kadang
dilengkapi
sebanyak 2x daging dan
buah
Status
gizi
pasien
baik
Riwayat Psiko Sosio Ekonomi

seorang tinggal
istri bersama
dengan 5 seorang
orang suami dan 3
orang anak
anak
anggota
keluarga
Penghasilan
saling
keluarga
mendukung
sekitar Rp.
dan saling
1.000.000/bln
memperhatik
an kesehatan

Pasien berobat dengan menggunakan BPJS kelas 3.


Anamnesis Sistem

Keluhan utama: terdapat luka di kaki kiri

Kepala: pusing (-), rambut kepala tidak rontok, luka pada


kepala (-), benjolan / borok di kepala (-)

Leher: tidak ada keluhan

Sistem genito urinaria: sering kencing

Hidung, telinga, mulut, tenggorokan, sistem respirasi, sistem


kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem
muskuloskeletal, dan neuropsikiatri : tidak ada keluhan.
Pemeriksaan Fisik
(14 September 2015)

Keadaan umum: tampak baik, compos


mentis.
Status gizi:
BB = 45 kg
TB = 160 cm
Kesan : kurang
Tanda Vital

TD: N: 86 RR: 20 T: 37,5


160/100 x/m x/m 0
C
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

GDP GD2PP
275 321
Pemeriksaan Psikiatri

Penampilan : Sesuai umur, perawatan cukup


Kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
Insight : baik
Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Luhur : dalam batas normal


Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik :
Kekuatan 5 5 Tonus 2 2
5 5 2 2
Refleks Fisiologis N N
N N
Refleks Patologis - -
- -
Diagnosis Holistik

Biologis : DM

Psikologis : tidak stress terhadap penyakitnya dan


tetap semangat menghadapi hidup

Sosial : Kondisi lingkungan dan rumah kurang sehat


dengan ruang dapur bersamaan dengan ruang keluarga
dan ruang tamu, hubungan dengan tetangga berlangsung
baik, pasien cukup mengerti akan penyakitnya. Untuk
status ekonomi pasien dan tingkat kesejahteraan pasien
cukup baik. Pasien berobat dengan menggunakan BPJS
kelas 3.
Penatalaksanaan

Nonmedikamentosa
Olahraga min 30 menit/hari
Cukup istirahat sekitar 8 jam/hari.
Makan teratur sesuai dengan diit penyakit
yang telah dijelaskan oleh ahli gizi.
Mengurangi konsumsi manis.
Diit rendah lemak
Menjaga kebersihan diri
Menggunakan alas kaki saat beraktivitas
Penatalaksanaan

Medikamentosa
Glibenclamid 1x1
Metformin 3x1
FLOW SHEET
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
FUNGSI HOLISTIK
Fungsi Biologis: Merupakan nuclear family terdiri dari : Tn. S,
Ny. R, Ny. S, Nn. M dan An. F

Fungsi Psikologis: Hubungan keluarga kurang harmonis dalam


kemampuan menyelesaikan masalah secara musyawarah

Fungsi Sosial: Bermasyarakat dengan komunikasi cukup baik.

Fungsi Ekonomi: penghasilan keluarga 1 juta/bulan. Penderita


sehari-hari makan 3x, dengan nasi, sayur dan lauk pauk
seperti telur, tahu, tempe, kadang-kadang dilengkapi daging,
buah dan susu.

Kesimpulan: Keluarga Ny. S berbentuk nuclear family, terdiri


dari Tn. L, Ny. S, Nn. M dan An. F, dengan perilaku kesehatan
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan karena selesai masalah)
T : Technology (tehnologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
TAHAP III : IDENTIFIKASI
FUNGSI KELUARGA
Dari indikator di atas, terdapat beberapa kriteria, antara lain :
1 = tidak penting
2 = agak penting
2 = cukup penting
3 = penting
4 = sangat penting

Kesimpulan :Prioritas masalah yang diambil dari keluarga


Ny. S adalah pola hidup yang kurang baik.
TAHAP IV : HUBUNGAN PRIORITAS
MASALAH DENGAN DM YANG DIDERITA
Ny. S
Masalah Medis: Diabetes Mellitus

Masalah Non Medis


Faktor perilaku: Gaya hidup kurang baik
Faktor non perilaku: Adanya keluarga yang menurunkan
penyakit

Hubungan Prioritas Masalah dengan Diabetes Mellitus


yang Diderita Ny.S: Adanya faktor keturunan yang tidak
diimbangi dengan gaya hidup yang baik
TAHAP VA : SIMPULAN
(DIAGNOSIS HOLISTIK)

Diagnosis Klinis: Diabetes Mellitus


Diagnosis Psikologis: -
Diagnosis Sosial: -
TAHAP VB :SARAN
(KOMPREHENSIF)
Promotif: Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit
DM, mengenalkan pola makan dan perilaku kesehatan
yang benar untuk penderita dan keluarga.

Preventif: menjaga kebersihan, menggunakan alas kaki


saat aktivitas, olahraga cukup, istirahat cukup, makan
teratur sesuai diit penyakit, mengurangi konsumsi manis.

Kuratif: Glibenklamid 1x1, Metformin 3x1

Rehabilitatif: Menjaga kebersihan, merawat luka, istirahat


yang cukup dan pembenahan gaya hidup sehat.
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia

kurangnya insulin efektif


kurangnya
insulin
disfungsi ambilan
glukosa di absolut
sel beta jaringan
pankreas perifer
KLASIFIKASI

Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3


macam, yaitu :
Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin
(IDDM atau DM Tipe-1)
Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung
Insulin (NIDDM)
Diabetes Melitus Gestasional
KLASIFIKASI

Menurut ADA tahun 2009, DM diklasifikasikan menjadi:


DM tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya mengarah ke defisiensi
insulin absolut)
DM tipe 2 (berawal dari predominan resistensi insulin dengan
defisiensi insulin relatif sampai ke defek sekresi insulin yang
predominan dengan resistensi insulin)
DM Gestasional
DM tipe lain:
Defek Genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit Eksokrin Pankreas
Endokrinopati
Karena Obat atau Zat Kimia
Infeksi
Imunologi
Sindroma genetik lain
PATOFISIOLOGI

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan


mengganti sel yang rusak. Tubuh juga memerlukan energi
supaya sel tubuh dapat berkoordinasi dengan baik.

Energi berasal dari makanan yang dimakan sehari-hari, terdiri


dari karbohidrat, protein dan lemak. Di dalam sel, zat makanan
dibakar melalui proses kimia yang rumit, hasil akhirnya
energi.

Proses metabolisme ini, insulin memegang peranan penting


untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin merupakan
suatu hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
PATOFISIOLOGI

Diabetes Melitus Reaksi antigen


Timbulnya
(DM) tipe 1 (sel beta) dengan
antibodi terhadap
disebabkan antibodi (ICA)
sel beta yang
karena adanya menyebabkan
disebut Islet Cell
reaksi autoimun hancurnya sel
Antibody (ICA)
terhadap sel beta beta
PATOFISIOLOGI

Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, bahkan mungkin


lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin pada
permukaan sel kurang

Glukosa yang masuk ke dalam sel akan sedikit,


sehingga sel akan kekurangan glukosa dan akan terjadi
peningkatan glukosa dalam darah

Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin


PATOFISIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan resistensi


insulin pada DM type-2:
Obesitas terutama yang berbentuk
sentral
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Kurang gerak badan
Faktor keturunan (herediter)
MANIFESTASI KLINIS

Jumlah urine banyak (Polyuria)

Cepat merasa haus (Polydipsia)


Sering merasa lapar atau banyak makan
(Polyphagia)
Urine mengandung gula (Glycosuria)

Cepat lelah dan lemah setiap waktu


Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf tangan
& kaki
Kehilangan berat badan yang tidak jelas
sebabnya
Apabila luka/tergores (korengan) lambat
penyembuhannya
Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.


Faktor Risiko

Faktor resiko yang tidak dapat diubah


1. Genetik
2. Ras dan etnis
3. Riwayat melahirkan bayi dengan BB
lahir bayi>4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional
(DMG)
4. Riwayat lahir dengan berat badan
rendah
5. Usia
Faktor Risiko

Faktor resiko yang dapat diubah


1. Umur
2. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
3. Kurangnya aktivitas fisik.
4. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
5. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan
atau trigliserida > 250 mg/dL)
6. Diet tak sehat (unhealthy diet).
DIAGNOSIS
Keluhan
Keluhan lain
klasik DM

poliuria lemah badan

Kesemutan
polidipsia
dan gatal

polifagia mata kabur

penurunan berat disfungsi ereksi


badan tanpa (pria), pruritus
sebab jelas vulvae (wanita)
DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan kadar glukosa darah dan
keluhan klasik DM.
Jika ditemukan gejala khas DM ditambah
pemeriksaan gula darah abnormal satu kali
saja sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM.
Namun apabila tidak ditemukan gejala khas
DM, maka diperlukan pemeriksaan ulang
gula darah abnormal.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis DM
Jika keluhan klasik ditemukan, glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL cukup untuk menegakkan
diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL
dengan adanya keluhan klasik
TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan membutuhkan
persiapan khusus
DIAGNOSIS
Bila tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
dapat digolongkan dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah
beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
Diagnosis GDPT ditegakkan setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan 100 125 mg/dL
(5,6 6,9 mmol/L) dan TTGO gula darah 2 jam <
140 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO
(WHO, 1994)

Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan seperti biasa dan tetap


melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum


pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Periksa kadar glukosa darah puasa

Berikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/Kg BB (anak-


anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5
menit

Puasa lagi sampai pengambilan sampel darah untuk px 2 jam


setelah minum larutan glukosa Periksa kadar glukosa darah 2
jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat


dan tidak merokok
PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah


meningkatnya kualitas hidup penyandang DM

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan


tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan
mencapai target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang: mencegah dan menghambat


progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
PENATALAKSANAAN

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya


morbiditas dan mortalitas DM

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan


pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku
Pilar Tatalaksana DM

Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya
hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
Pilar Tatalaksana DM

Terapi gizi medis (TGM)


Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai target terapi
Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu
Pada diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin
Pilar Tatalaksana DM

Latihan jasmani
Teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit yang sifatnya CRIPE
(Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training).
Continous: Berkesinambungan dan tanpa henti. Contoh: jogging 30
menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa
istirahat.
Rytmical: Berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi
secara teratur.
Interval: Selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan
cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive: Bertahap sesuai kemampuan dari ringan hingga 30-60
menit.
Endurance: Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur),
jogging, berenang dan bersepeda.
Pilar Tatalaksana DM

Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
2. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis : metformin
4. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase
5. DPP-IV Inhibitor
Cara pemberian OHO

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara


bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin: sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan
atau sebelum makan
INSULIN

Insulin diperlukan pada keadaan:


Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya


hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap
insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau
resistensi insulin.
Jenis Insulin

Insulin
kerja cepat
(rapid
acting
insulin)

Insulin
Insulin
kerja
kerja Berdasar pendek
panjang lama
kerja (short
(long acting
acting
insulin)
insulin)

Insulin
kerja
menengah
intermedite
acting
insulin
KOMPLIKASI

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut


dan menahun.

Penyulit akut
Hipoglikemia
Ketoasidosis diabetic: Komplikasi akut diabetes,
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan
terjadi peningkatan anion gap.
KOMPLIKASI

Status Hiperglikemi Hiperosmolar: Adanya peningkatan


glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion
gap normal atau sedikit meningkat.

Catatan: kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut


mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan
penatalaksanaan yang memadai.
KOMPLIKASI

Penyulit Kronis
Makroangiopati, yang melibatkan:
Pembuluh darah jantung: Penyakit jantung
koroner yang diawali dari bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridimia,dan penurunan kadar HDL.
Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar
LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM Tipe II
sangat bersifat aterogenik karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
Pembuluh darah otak
KOMPLIKASI

Pembuluh darah tepi: Biasanya terjadi dengan gejala


tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
gejala. Ulkus iskemik / kaki diabetic terkadang muncul
sebagai kelainan yang pertama muncul.

Terdapat 4 faktor utama terjadinya kaki diabetik :


Kelainan vaskuler: angiopati, contoh arterosklerosis.
Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer
Infeksi
Perubahan beomikanika kaki
KOMPLIKASI

Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetic
Neuropati
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients with diabetes mellitus.
Diabetes Care : pp. 616-623.
Basuki, 2002. Penyuluhan Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.
Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13,
EGC. Jakarta. Hal 2212-2213
Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13,
EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.
Hendromartono., 2007. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1898-1901.
Lubis H R., 2007. Penyakit Ginjal Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 534-536.
Tjokoprawiro, Prof. Dr. Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sutomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PB Perkeni, Jakarta
Powers C Alvin. 2005. Harrisons Principle of Internal Medicine 16 th.
Prodjosudjadji P., 2007. Sindroma Nefrotik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 547-549.
Subekti I. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2004: 217-23.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.\2006
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai