Anda di halaman 1dari 23

ASKEP TROPIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEPTOSPIROSIS

DI SUSUN OLEH

1. LIDIA FRANSISKA TARASAY

2. FERONIKA URSULA SAYORI

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA ( YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( SIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SORONG
2021
Kata pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa , karena atas berkat rahmat dan
Tuntunan_NYalah penulis dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini di buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Askep tropis dan merupakan salah satu bentuk usaha penulis untuk
menambah wawasan mengenai “ Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Leptospirosis“.

Penulis menyadari bahwa dalam petulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan . Mengingat
banyaknya kekurangan yang penulis miliki,baik dari segi isi,penyajian,maupun penulisan itu sendiri. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan pendapat,saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaaan
Makalah ini. Semoga Makalah ini dapat menjadi Inspirasi dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Sorong, juni 2021

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS.........................................................................................2
A. Pengertian..................................................................................................................................2
B. Etiologi......................................................................................................................................2
C. Distribusi Penyakit.....................................................................................................................3
D. Cara Penularan...........................................................................................................................3
E. Manifestasi Klinis......................................................................................................................4
F. Patofisiologi...............................................................................................................................5
G. Komplikasi................................................................................................................................8
H. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................8
I. Diagnosis Banding.....................................................................................................................9
J. Penatalaksanaan.........................................................................................................................9
K. Prognosis...................................................................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................10
A. Pengkajian...............................................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................................11
C. Rencana Keperawatan..............................................................................................................11
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................15
A. Kesimpulan..............................................................................................................................15
B. Saran........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan manisfestasi klinis bervariasi, disebabkan oleh
leptosspira. Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan global terutama di negara tropis, termasuk
indonesia. Leptospirosis termasuk emerging infectious disease, dan akhir-akhir ini sering terjadi outbreaks di
Nicaraguan, Brazil, India, negara-negara Asia Tenggara, juga Amerika. Dinegara maju seperti amerika pun
masih juga dilaporkan adanya penyakit ini,yaitu 100-200 kasus setiap tahunnya dan 50% kasus berasal dari
Hawai. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit ini adalah diagnosisnya sering terlambat
serta progresivitas penyakit yang sebelumnya diketahui.

Beberapa faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis. Faktor eksternal antara lain virulensi
leptospira,dan faktor internal adalah sistem imun individu serta lipopolisakarida, glikoprotein, lipoprotein,
peptidoglikan, heart shock proteins, dan flagellin. Gen hemosilin SphH dari L. Interorgans strain HY-1,
juga ikut berperan dalam pengendalian progresivitas leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat
aktivitas imunoglobin maupun komplemen dapat menginduksi sekresi enzim,toksin dan sitokin (IL-1,II-
6,IL-8,TNFα) yang kemudian ikut menentukan derajat beratnya manisfestasi klinis (sachro,2002).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari leptospirosis?

2. Sebutkan etiologi dari leptospirosis?

3. Sebutkan pathogenesis dan patologi leptospirosis?

4. Bagaimana pemeriksaan penunjang leptospirosis?

5. Bagaimana prognosis, pencegahan serta pengobatan dari leptospirosis?

6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan leptospirosis?


C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Dengan dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu

memahami penyakit pada pasien dengan Leptospirosis.

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit leptospirosis

2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi leptospirosis.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan lesptospirosis.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN LEPTOSPIROSIS

- Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh mikroorganisme, yaitu lestospira
tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya, penyakit ini dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan
semua umur. Banyak ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai
nama seperti mudfever, slimefever, Swampfever, autumnal fever, filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre
fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007).

- Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis
yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena
memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd,
demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009)

- Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis adalah penyakit
manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-
sel hewan yang terkena.

B. ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo
spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob.
Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik
(Judarwanto, 2009).

1. Patogen L Interrogans

Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas berbagai
serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.

2. Non Patogen L. Biflexa

Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah: L. icterohaemorrhagiae
dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing, L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus, babi, anjing, kucing,
rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi.
Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus.

C. DISTRIBUSI PENYAKIT

Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik didaerah maupun perkotaan, didaerah tropis maupun subtropis.
Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya
peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer. Selainitu, Leptospirosis juga beresiko
terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi .Di daerah endemis,puncak kejadian Leptospirosis
terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.

Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH
alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Oleh sebab itu, kasus Leptospirosis 1000
kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko
penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per
tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di
daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah
beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah,
sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompokberisikotinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.

Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian Leptospirosis
di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai
56 persen. Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem
organ yang terinfeksi.
D. CARA PENULARAN

Urin tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis

Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin dari
individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baikpada manusia maupun pada
hewan . Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu factor penentu
utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran
penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk
memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk
semang.

Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir dapat
menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genengan air, lingkungan menjadi becek,
berlumpur serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira
berkembangbiak.

Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka,
selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan
lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi
menularkan kemanusia tidak sebesar tikus .

Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita kependerita dan tidak langsung
melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lender (mukosa) mata
(konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus( gugur kandungan)
Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi.
E.MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari .Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi


yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa .Infeksi L.
interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat.

penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia dan fase imun. Pada periode peralihan fase
selama 1-3 hari kondisi penderita membaik (Judarwanto, 2009).

1.      Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari
darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Fase awal sekitar 4-7 hari, ditandai gejala
nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya. Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan
nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada,
muntah darah, ruam, nyeri kepala frontal, fotofobia, gangguan mental, dan meningitis. Pemeriksaan fisik
sering mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi. Subconjunctival suffusion, injeksi faring,
splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan,mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi
kulit berbentuk makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada fase awal
penyakit.

2.      Fase kedua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody dapat dideteksi
dengan isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis.
Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Gejala nonspesifik seperti demam dan
nyeri otot mungkin lebih ringan dibandingkan fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar
77% penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan analgesik. Gejala ini
sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium. Pada fase yang lebih berat didapatkan
gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan demensia.
F. PATOFISIOLOGI

Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau
mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah
dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui
selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman
leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan,
dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan
penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai
kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya
pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai
aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu
stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya
eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.

Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in
mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama
yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke
interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.

Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-
sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular,
kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.

Conjungtiva suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering
dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang
sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang
menimbulkan uveitis kronik berulang.

Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah
organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira
akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin otak dimana kuman
leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.
G. PATHWAY

H. KOMPLIKASI

1. Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke-4 dan ke-6

2. Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian

3. Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak

4. Pada paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.

5. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal,
saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva ).
6. Pada kehamilan : keguguran, premature, bayi lahir cacat dan lahir mati

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui gangguan organ tubuh dan
komplikasi yang terjadi.

- Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak awal penyakit
dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah,
cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman
leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot,
kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan
beberapa bulan.

- Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis tetapi
lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2
minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT).

- Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap
dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.

- Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin dapat terjadi pada
perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea
nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit
Weil.

- Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan transaminase
jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L. Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau
DIC. Serum creatine kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.

- Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires dapat diisolasi secara
rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak mengubah tatalaksana penyakit.

- Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air space bilateral. Juga dapat
menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple
infiltrate dapat ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.

- Perwarnaan silver staining dan immuno fluorescene dapat mengidentifikasi leptospira di hati, limpa,
ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan histology menunjukkan organisma tanpa banyak
infiltrate inflamasi.aboratorium
 RadiologiMengetahui adanya Pelebaranmediastinum,Efusi pleural, Pneumonia(jarang),Perdarahan
mediastinum, Perdarahandifuslimfadenitis,Edema mediastinum,Leptomeningeal edema dan
hemorhagis,Efusi pleura,Meningitis hemorhagis

J. PENGOBATAN

 Menurut Widoyono (2008) Leptospira adalah penyakit yang

self-limited. Secara umum pronogsisnya adalah baik. Antibiotic yang dapat diberikan antara lain :

a.Penyakit sedang atau berat :

-Penicillin G (injeksi) 2 juta unit IV / 6 jam selama 7 hari;

- Ceftrioxine (injeksi) 1 gr IV/ hari selama 7 hari

b. Penyakit ringan :

- ampisilin 4 x 500 mg, amoksilin 4 x 500 mg

atau eritromisin 4 x 500 mg.

Metilprednisolon, dosis 30 mg/kgBB per hari, tidak melebihi 1500 mg, biasanya diberikan selama 7 hari

Obat tetes mata kortikosteroid telah digunakan untuk mengurangi inflamasi pada mata.

 Tindakan suportif

Tindakan suportif dilakukan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi. Kalau terjadi
gangguan fungsi hati, maka diberikan diet hati serta perawatan penyakit hati yang biasa.

Bila terjadi gangguan fungsi ginjal, maka protein dalam diet disesuaikan dengan penjernihan creatinin.
Keseimbangan elektrolit, asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan penyakit ginjal secara
umum.

Bila terjadi azotemia / uremia dilakukan dialisa. Perdarahan ditanggulangi dengan pemberian
hemostatika atau mungkin transfusi jika diperlukan.

K. PROGNOSIS

Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya kekebalan yang didapat.
Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan
terlambatnya klien mendapat pengobatan.
L. PENCEGAHAN

 tutupilah luka dan lecet dengan pembalut kedap air.


 Gunakan pelindung misalnya sarung tangan, terutama jika ada kemungkinan menyentuh air seninya,
saat berkebun.
 Mandilah sesudah bekerja dan cucilah dengan sabun serta keringkan tangan sesudah menangani apa
pun yang mungkin terkena Leptospira.
 Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat kejadiannya sama.

2. Keluhan utama

Demam yang mendadak

Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia,
keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan
kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.

3. Riwayat keperawatan

a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh

b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit susunan saraf akut,
fever of unknown origin.

c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti bepergian di hutan
belantara, rawa, sungai atau petani.

d. Pemeriksaan dan observasi

• Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun

Review of sistem :

1) Sistem pernafasan

Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada

2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.

3) Sistem persyrafan

Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah. fotofobia, injeksi konjunctiva,
iridosiklitis

4) Sistem perkemihan

Oligoria, azometmia,perdarahan adernal

5) Sistem pencernaan

Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana

6) Sistem muskoloskletal

Kulit dengan ruam berbentuk makular/ makulopapular/ urtikaria yang teresebar pada badan. Pretibial.

 Laboratorium

1) Leukositosis normal, sedikit menurun,

2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu

3) Proteinuria, leukositoria

4) Sedimen sel torak

5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat

6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal

7) Bilirubin meninggi samapai 40 %

8) Trombositopenia

9) Hiporptrombinemia

10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3

11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses penyakit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (proses penyakit)

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorbsi zat-zat
bergizi karena faktor bilogis, proses penyakit

C. RENCANA KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari

perjalanan penyakitnya.

Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal

Kriteria hasil :

1. Suhu tubuh dalam batas normal 36-370 C

2. Klien bebas demam

3. Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat yang cukup

Intervensi Rasional

1. Berikan kompres dingin pada a.Pemberian kompres dingin merangsang penurunan


tubuh,khususnya pada aksila ataulipatan paha. suhu tubuh.

2. Peningkatan kalori danberi b. Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada
banyak minuman (cairan) kenaikan suhumelebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan
3. Anjurkan memakai baju tipis setiap ada kenaikan suhu tubuh.
yang menyerap keringat.
c. Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap
d. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan keringat yang keluar.
denyut nadi
d. Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi
e. Kolaborasi dengan tim medis dini untuk mengetahui komplikasi yang
dalam pemberian obat-obatan terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
terutama anti piretik.,
antibiotika (Pinicillin G ) e.Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan
membunuh kuman Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses penyembuhan sedangkan
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Antibotika
spektrum luas

2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit(penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf, inflamasi),

Tujuan :

1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas

2. Melaporkan nyeri yang dialaminya

3. Mengikuti program pengobatan

4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktifitas

InTervensi Rasional
1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, 1. Memberikan informasi yang
durasi dan intensitas diperlukan untuk merencanakan
asuhan.
2. Berikan pengalihan seperti
reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti 2. Meningkatkan kontrol diri atas
mendengarkan musik atau efek samping dengan menurunkan
nonton TV (distraksi) stress dan ansietas.
3. Anjurkan tehnik 3. Untuk mengetahui efektifitas
penanganan stress (tehnik penanganan nyeri, tingkat nyeri
relaksasi, visualisasi bimbingan), gembira, dan sampai sejauhmana klien
dan berikan sentuhan therapeutik. mampu menahannya serta untuk
4. Evaluasi nyeri, berikan mengetahui kebutuhan klien akan
pengobatan bila perlu. 4. Agar terapi yang diberikan tepat
5. Diskusikan penanganan nyeri sasaran.
dengan dokter dan juga dengan klien 5. Untuk mengatasi nyeri
Berikan analgetik sesuai
indikasi seperti morfin, methadone, narkotik
dll
3. Kecemasan / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit Leptospirosis) di tandai dengan
Peningkatan tegangan,kelelahan,mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak
adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik

Tujuan :

1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya

2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.

3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

Intervensi Rasional
1. Tentukan pengalaman klien 1. Data – data mengenai pengalaman
sebelumnya terhadap penyakit yang klien sebelumnya akan memberikan
di deritanya. dasar untuk penyuluhan dan
2. Berikan informasi tentang prognosis menghindari adanya duplikasi
secara akurat 2. Pemberian informasi yang tepat dapat
3. Berikan kesempatan kepada klien membantu klien dalam memahami
untuk mengepresikanrasa proses penyakitnya.
marah,takut,beri informasi dengan 3. Dapat menurunkan kecemasan
emosiwajar dan ekspresi yang sesuai. klien.
4. Jelaskan pengobatan, tujuan 4. Membantu klien dalam memahami
dan efek samping. kebutuhan untuk pengobatan dan
5. Bantu klien mempersiapkan diri efeksampingnya.
dalam pengobatan. 5. Mengetahui dan menggali pola
6. Catat koping yang tidak koping klien serta
efektif seperti kurang mengatasinya/memberikan solusi
interaksi sosial, ketidak dalam upaya meningkatkan
berdayaan dll. kekuatan dalam mengatasi
7. Anjurkan untuk kecemasan.
mengembangkan interaksi 6. Agar klien memperoleh dukungan
dengan support system. dari orang yang terdekat/keluarga.
8. Berikan lingkungan yang 7. Memberikan kesempatan pada klien
tenang dan nyaman. untuk berpikir/merenung/istirahat.
9. Pertahankan kontak dengan 8. Klien mendapatkan kepercayaan diri
klien, bicara dan sentuhlah 9. dan keyakinan bahwa dia benar-
dengan wajar. benar ditolong

4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake kurang ditandai
dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan
vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak
subkutan,

Tujuan :

1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi

2. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

3. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat

Intervensi Rasional
1. Monitor intake makanan setiap hari, 1. Memberikan informasi tentang status gizi
apakah klien makan sesuai dengan klien.
kebutuhannya. 2. Memberikan informasi tentang
2. Timbang dan ukur berat badan,ukur triceps penambahan dan penurunan berat badan
serta amati penurunan BB. klien.
3.Anjurkan klien untuk mengkonsumsi 3. Kalori merupakan sumber energi.
makanan tinggi kalori dengan intake cairan 4. Mencegah mual muntah, distensi
yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
untuk klien. penurunan nafsu makan serta mengurangi
4. Kontrol faktor lingkungan stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan
seperti bau busuk atau bising. Hindarkan ansietas.
makanan yang terlalu manis, berlemak dan 5. Agar klien merasa seperti berada dirumah
pedas. sendiri.
5. Ciptakan suasana makan yang 6. Untuk menimbulkan perasaan ingin
menyenangkan misalnya makan bersama makan/membangkitkan selera makan.
teman atau keluarga. 7. Agar dapat diatasi secara bersama-sama
6.Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
latihan moderate sebelum makan. 8.Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya
7. Anjurkan komunikasi terbuka tentang gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan
problem anoreksia yang dialami klien. penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap
Kolaboratif klien.
8. Amati studi laboraturium seperti total 9. Membantu menghilangkan gejala
limposit, serum transferin dan albumin penyakit,efek samping dan meningkatkan
9. Berikan pengobatan sesuai indikasi status kesehatan klien.
Phenotiazine, antidopaminergic,
corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E
dan B6, antacida

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
• Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang
disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa
menjangkiti manusia.

• Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir) adalah hewan pengerat dan
tikus

• Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama di musim penghujan.

• Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, sedangkan
penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.

• Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal ataupun fase lanjut (fase
imunitas).

• Selain pengobatan antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya untuk menurunkan angka
kematian.

• Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada usia lanjut, pasien dengan
ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal pernafasan akut.

B. Saran

• Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawa-rawa dianjurkan untuk
menggunakan profilaksis dengan doxycycline.

• Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin ada baiknya diberi
doxycycline untuk pencegahan.

• Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini terutama di daerah-daerah yang
sering mengalami banjir.

• Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat segera menghubungi sarana
kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-leptospirosis.html#.VfVq6tKsVAE
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River

Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia. Jakarta: Allergy Behaviour
Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

NSW Multicultural Health Communication Service. 2003. Leptospirosis. Dimuat dalam


http://mhcs.health.nsw.gov.au (Diakses 20 Februari 2012)

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis

Anda mungkin juga menyukai