Anda di halaman 1dari 21

EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR

“LEPTOSPIROSIS”

Dosen Pengampu : Abikusno Djamaluddin, SKM,. M. Kes

Oleh:
SEPTIANA WULANDARI (185130022)

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA


TAHUN AKADEMIK 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayanhnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Adapun makalah epidemologi penyakit menular “Leptospirosis” dengan penyakit
leptospirosis ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasa maupun segi lainnya . oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi para
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah
Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari makalah epidemologi penyakit
menular pada pasien dengan leptospirosis ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS........................................................3
A. Pengertian Leptospirosis.............................................................................3
B. Epidemologi................................................................................................3
C. Etiologi........................................................................................................5
D. Gejala Klinis...............................................................................................5
E. Patogenesis..................................................................................................7
F. Cara Penularan............................................................................................8
G. Cara Pemberantasan....................................................................................9
H. Pengobatan................................................................................................11
I. Komplikasi................................................................................................12
J. Pemeriksaan Penunjang............................................................................12
K. Diagnosis Banding...................................................................................13
L. Penatalaksanaan........................................................................................13
M. Prognosis...................................................................................................14
BAB III BAB IV PENUTUP..............................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................................15
B. Saran.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang
diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada
tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4
penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan
penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al: Etiology, mode
of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23: 377-
402.)
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia
antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia
pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit
occupational ini.Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis
sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat
akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan
kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan
underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan
gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan
sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.Gejala
klinis leptopirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza,
meningitis, hepatitis, demam dengue demam berdarah dan demam virus
lainnya. Sehingga seringkali tidak terdiagnosis .
Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan
dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut,

1
selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira bisa
terdapat pada hewan piaraan maupun hewan liar. Leptospirosis dapat
berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur tetapi kebanyakan
mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya berusia antara 10-39
tahun diantaranya 80% laki-laki).
Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira
tergolong cukup tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50
tahun malah kematiannya bisa mencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari
Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor 2007)
Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap
tahun sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Diagnosa
Leptospirosis berdasarkan gejala klinis sangat sulit karena kurangnya
karakteristik pathogonomic, dukungan laboratorium diperlukan. Angka
kejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran Utara cukup tinggi
terutama pada daerah Rasht. Pada daerah tersebut terdapat 233 kasus
Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari leptospirosis?
2. Sebutkan etiologi dari leptospirosis?
3. Sebutkan gejala Klinis leptospirosis?
4. Sebutkan pathogenesis dan patologi leptospirosis?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang leptospirosis?
6. Bagaimana prognosis, pencegahan serta pengobatan dari leptospirosis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami penyakit pada pasien dengan Leptospirosis.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit leptospirosis
2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi leptospirosis.

2
BAB II

PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS

A. Pengertian Leptospirosis
- Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh
mikroorganisme, yaitu lestospira tanpa memandang bentuk spesifik
serotipnya, penyakit ini dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan
semua umur. Banyak ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini
juga dikenal dengan berbagai nama seperti mudfever, slimefever,
Swampfever, autumnal fever, filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre
fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007).
- Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia,
termasuk penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga
dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang
muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan
nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart,
penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau
demam lumpur (Judarwanto, 2009)
- Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003),
Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan
disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel
hewan yang terkena. 

B. Epidemologi
Leptospirosis tersebar luas diseluruh dunia, antara lain : Rusia,
Argentina, Brasilia, Australia, Israel, Spanyol, Afghanistan, Malaysia,
Amerika Serikat, Indonesia , dan sebagainya.
Di Indonesia sejak tahun 1936 telah dilaporkan leptospirosis dengan
mengisolasi serovar leptospira, baik dari hewan liar maupun hewan
peliharaan. Secara klinis leptospirosis pada manusia telah dikenal sejak tahun
1892 di Jakarta oleh Van der Scheer. Namun isolasi baru berhasil dilakukan
oleh Vervoort pada tahun 1922.

3
Pada tahun 1970 an, kejadian pada manusia dilaporkan Fresh, di
Sumatera Selatan, Pulau Bangka serta beberapa rumah sakit di Jakarta. Tahun
1986, juga dilaporkan hasil penyelidikan epidemiologi di Kuala Ci naku Riau,
ditem u kan serovar pyrogenes, semara nga, rachmati, icterohaemorrhagiae,
hardjo, javanica, ballum dan tarasovi.
Pada Tahun 2010 baru 7 provinsi yang melaporkan kasus suspek
Leptospirosis yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.
Situasi Leptospirosis di Indonesia dari Tahun 2004 sampai tahun 2011
cenderung meningkat, tahun 2011 terjadi 690 kasus Leptospirosis dengan 62
orang meninggal (CFR 9%), mengalami kenaikan yang tajam bila
dibandingkan 7 (tujuh) tahun sebelumnya, hal tersebut dikarenakan terjadi
KLB di Provinsi Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo). Kasus
terbanyak dilaporkan Provinsi DI.Yogyakarta yaitu 539 kasus dengan 40
kematian (CFR 7,42%) dan Provinsi Jawa Tengah dengan 143 kasus dengan
20 kematian (CFR 10,6%).
Umumnya menyerang petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang /
selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Daerah yang rawan banjir,
pasang surut dan areal persawahan, perkebunan, peternakan memerlukan
pengamatan intensif untuk mengontrol kejadian Leptospirosis di masyarakat.
1. Kejadian Luar Biasa
Penanggulangan KLB leptospirosis ditujukan pada upaya penemuan dini
serta pengobatan penderita untuk mencegah kematian. Intervensi
lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-sarang atau tempat
persembunyaian tikus. Vaksinasi hewan peliharaan terhadap leptospira.
2. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan kasus dari
rumah sakit atau laporan puskesmas. Penyelidikan kasus Leptospirosis lain
di sekitar tempat tinggal penderita, tempat kerja, tempat jajan atau daerah
banjir. Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap :
3. Terhadap manusianya :

4
Penemuan penderita dengan melaksanakan pengamatan aktif. Di desa/
kelurahan yang ada kasus Leptospirosis pencarian penderita baru berdasarkan
gejala/tanda klinis setiap hari dari rumah ke rumah.Bila ditemukan suspek
dapat dilakukan pengambilan darah sebanyak 3-5 ml, kemudian darah
tersebut diproses untuk mendapatkan serumnya guna pemeriksaan serologis
di laboratorium. Serum dibawa dari lapangan dengan menggunakan termos
berisi es, setelah sampai di sarana kesehatan disimpan di freezer 4° C
sebelum dikirim ke Bagian Laboratorium Mikrobiologi RSU Dr. Kariadi
Fakultas Kedokteran Undip Semarang untuk dilakukan pemeriksaan uji MAT
(Microscopic Agglutination Test) untuk mengetahui jenis strainya.

5
D. Etiologi
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral
genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta
berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan
anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang
pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).
1. Patogen L Interrogans
Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-
masing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L.
javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.
2. Non Patogen L. Biflexa
Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia
adalah: L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan
resorvoir anjing, L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di
antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya.
Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar
utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus.
Leptospira yang sudah masuk ke dalam tubuh dapat berkembang dan
memperbanyak diri serta menyebar ke organ tubuh. Setelah dijumpai
leptospira di dalam darah (fase leptospiremia) akan menyebabkan
terjadinya kerusakan endotel kapiler (vasculitis).

E. Gejala Klinis
Gejala Klinis Pada Manusia

Kulit  dan mukosa menjadi kuning

6
Leptospirosis terbagi menjadi 2 berdasarkan diagnosa klinik dan
penanganannya :
1. Leptospirosis anikterik : kasusnya mencapai 90% dari
seluruh kasus leptopsirosis yang dilaporkan. Biasanya penderita tidak
berobat karena gejala yang timbul bias sangat ringan dan sebagian
penderita sembuh dengan sendirinya.
2. Leptospirosis ikterik ; menyebabkan kematian 30-50% dari
seluruh kematian yang dilaporkan karena leptospirosis.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit Leptospirosis terbagi menjadi 3
fase, yaitu :
1. Fase Leptospiremia ( 3 – 7 hari), terjadi demam tinggi, nyeri
kepala, myalgia, nyeri perut,mual, muntah, conjuctiva suffusion.
2. Fase immune ( 3 – 30 hari), terjadi demam ringan, nyeri kepala,
muntah, meningitis aseptik.
3. Fase Konvalesen (15 – 30 hari), terjadi perbaikan kondisi fisik
berupa pulihnya kesadaran, menghilangnya ikterus, tekanan darah
normal, produksi urine mulai normal.

Pada Penderita Leptospirosis dapat menimbulkan komplikasi :


1. Pada ginjal : terjadi Acute Renal Failure, melalui mekanisme invasi
leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus. Kemudian
terjadi reaksi immunology yang sangat cepat yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya reaksi non spesifik terhadap infeksi (iskemia
ginjal).
2. Pada mata : terjadi infeksi konjungtiva.
3. Pada hati : terjadi jaundice(Kekuningan) setelah hari keempat dan
keenam dengan adanya pembesaran hati (Hepatomegali) dan
konsistensinya lunak.
4. Pada Jantung : terjadi aritmia, dilatasi jantung dan gagal jantung.
5. Pada Paru : terjadi haemorhagic pneumonitis dengan batuk darah,
nyeri dada dan cyanosis, ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
6. Perdarahan (Hematesis, Melena)

7
7. Infeksi pada kehamilan : terjadi abortus dan kematian fetus (still
birth)
8. Komplikasi lain, meliputi kejadian cerebrovaskuler,
rhabdomyolisis, purpura trombotik trombositopenia, cholecystitis
calculus acute, erythemanodosum, stenosis aorta syndroma Kawasaki,
arthritis reactive, epididimitis, kelumpuhan syaraf, hypogonadisme pria
dan Guillain – Barre Syndrome.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit Leptospirosis adalah 4 – 19 hari dengan rata-rata
10 hari.

F. Patogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke
jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular
maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody
spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian
mikro organisme akan mencapai convoluted tubulues, bertahan disana dan
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8
hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai bebulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan
mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat dari darah setelah terbentuknya
agglutinin. Setelah fase leptospira 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat
ditemukan di dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4
minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenis leptospirosis ini yaitu:
invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan reaksi imunologi.

8
Leptospira

Invasi Bakteri Faktor Inflamasi Reaksi imunologi


langsung non Spesifik

Imunitas Imuitas Humoral


Seluler

Makrofag dan
Terjadi opsonisasi Neutrofil diproduksi
makrofag dan
aktivasi neutrofil
Antibodi

G. Cara Penularan

Urin tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis

Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan


melalui air (water borne disease). Urin dari individu yang terserang penyakit
ini merupakan sumber utama penularan, baikpada manusia maupun pada
hewan  . Kemampuan Leptospira  untuk bergerak dengan cepat dalam  air 
menjadi salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang
(host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini,
terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi

9
kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses
invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.

Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi


banjir. Keadaan banjir dapat menyebabkan adanya perubahan lingkungan
seperti banyaknya genengan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur serta
banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira
berkembangbiak.

Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia


melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh
ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya
reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda,
babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan
kemanusia tidak sebesar tikus .

Bentuk penularan  Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita


kependerita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung
terjadi melalui kontak dengan selaput lender (mukosa)  mata (konjungtiva),
kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus
( gugur kandungan) Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi.

H. Cara Pemberantasan
Penyediaan logistik di sarana kesehatan, koordinasi dengan pemangku
kepentingan dan sektor terkait, penemuan dini penderita dan pelayanan
pengobatan yang tepat di puskesmas dan rumah sakit melalui penyuluhan
masyarakat tentang tanda-tanda penyakit, resiko kematian serta tatacara
pencarian pertolongan.
Upaya pencegahan terhadap penyakit Leptospirosis dengan cara sebagai
berikut :
1. Melakukan kebersihan individu dan sanitasi lingkungan antara
lain mencuci kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya setelah bekerja di
sawah.
2. Pembersihan tem pat penyimpanan air dan kolam renang.

10
3. Pendidikan kesehatan tentang bahaya, cara penularan penyakit
dengan melindungi pekerja beresiko tinggi dengan penggunaan sepatu
bot dan sarung tangan, vaksinasi terhadap hewan peliharaan dan hewan
ternak.
4. Pemeliharaan hewan yang baik untuk menghindari urine
hewan-hewan tersebut terhadap masyarakat.
5. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan tempat-tempat
habitat sarang tikus.
6. Pemberantasan rodent bila kondisi memungkinkan.

Surveilans Ketat Pada KLB


1. Pengamatan perkembangan jumlah kasus dan kematian
leptospirosis menurut lokasi geografis dengan melakukan surveillans
aktif berupa data kunjungan berobat, baik register rawat jalan dan rawat
inap dari unit pelayanan termasuk laporan masyarakat yang kemudian
disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat kecenderungan KLB.
2. Memantau perubahan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan
terjadinya perubahan habitat rodent (banjir, kebakaran, tempat
penampungan pengungsi, daerah rawa dan gambut).

Sistem Kewaspadaan Dini KLB


1. Pemantauan terhadap kesakitan dan kematian leptospirosis.
2. Pemantauan terhadap distribusi rodent serta perubahan habitatnya,
banjir
3. Pemantauan kolompok risiko lainnya, seperti petani, pekerja
perkebunan, pekerja pertambangan dan selokan, pekerja rumah potong
hewan, dan militer

11
I. Pengobatan

12
J. Komplikasi
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal
ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang
ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.

K. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan
mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
- Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam
urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan
tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid
(CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi
kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah
standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber
identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan
beberapa bulan.
- Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk
konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu
setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah
itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic
agglutination test (MAT).
- Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada
mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan
cukup bermakna.
- Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan
hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung
trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan
kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial
nefritis pada penyakit Weil.
- Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.
Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L.

13
Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum
creatine kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.
- Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri.
Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak
mengubah tatalaksana penyakit.
- Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air
space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada
miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat
ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis
akalkulus.
- Perwarnaan silver staining dan immuno fluorescene dapat mengidentifikasi
leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut
pemeriksaan histology menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrate
inflamasi.

L. Diagnosis Banding
1. Dengue Fever
2. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
3. Hepatitis
4. Malaria
5. Meningitis
6. Mononucleosis, influenza
7. Enteric fever
8. Rickettsial disease
9. Encephalitis
10. Primary HIV infection

M. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama
adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam
setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang

14
menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian
1-3 hari namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak
efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif
diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

N. Prognosis
Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada
tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat
sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan
terlambatnya klien mendapat pengobatan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan
digolongkan sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti
manusia.
 Hewan yang paling banyak mengandung bakteri leptospira ini (resevoir)
adalah hewan pengerat dan tikus
 Penyakit leptospirosis mungkin banyak terdapat di Indonesia terutama di
musim penghujan.
 Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi secara langsung ataupun
tidak langsung, sedangkan penularan dari manusia ke manusia sangat
jarang.
 Pengobatan dengan antibiotik merupakan pilihan terbaik pada fase awal
ataupun fase lanjut (fase imunitas).
 Selain pengobatan antibiotik, perawatan pasien tidak kalah pentingnya
untuk menurunkan angka kematian.
 Angka kematian pada pasien leptospirosis menjadi tinggi terutama pada
usia lanjut, pasien dengan ikterus yang parah, gagal ginjal akut, gagal
pernafasan akut.
B. Saran
 Pada orang berisiko tinggi terutama yang bepergian ke daerah berawa-
rawa dianjurkan untuk menggunakan profilaksis dengan doxycycline.
 Masyarakat terutama di daerah persawahan, atau pada saat banjir mungkin
ada baiknya diberi doxycycline untuk pencegahan.
 Para klinisi diharapkan memberikan perhatian pada leptospirosis ini
terutama di daerah-daerah yang sering mengalami banjir.

16
 Penerangan tentang penyakit leptospirosis sehingga masyarakat dapat
segera menghubungi sarana kesehatan

17
DAFTAR PUSTAKA

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-
leptospirosis.html#.VfVq6tKsVAE
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Judarwanto, W. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; Leptospirosis pada Manusia.
Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
NSW Multicultural Health Communication Service. 2003. Leptospirosis. Dimuat
dalam http://mhcs.health.nsw.gov.au (Diakses 23 Maret 2020)
Jakarta: Prima Medika

https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
http://www.indonesian-publichealth.com/epidemiologi-leptospirosis-2/ diakses 21
maret 2020, pukul 15.36

Anda mungkin juga menyukai