Dengan ini saya menyatakan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) 1 yang
berjudul “Studi Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachyithecus auratus) di Kebun
Binatang Surabaya” adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum
diajukan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip atau
berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan ini.
Deangan ini saya melimpahan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
ABSTRAK
RINGKASAN
Primata merupakan salah satu ordo dalam kelas mamalia yang menempati
hutan hujan tropis Indonesia. Primata berperan penting dalam proses dinamika
flora, yaitu sebagai penyebar biji dan membantu proses penyerbukan. Lutung jawa
(Trachypithecus auratus) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang
penyebaranya di pulau Jawa dan Bali dan juga salah satu jenis satwa yang
dilindungi berdasarkan SK Menhutbun No.733/kpts-II/1999. Menurut
International Union for Conservation of Nature (IUCN) dikategorikan sebagai
satwa primata yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat karena terdesak
oleh kepentingan manusia.
Tujuan praktik kerja lapangan (PKL) 1 ini adalah komparasi aktivitas
harian lutung jawa yang berada di lembaga konservasi ex-situ dengan habitat
aslinya di alam liar untuk mendeteksi penyimpangan perilaku sebagai indikator
terhadap suatu penyakit. Data primer dikumpulkan dengan cara pengamatan
aktivitas harian dua ekor lutung jawa berjenis kelamin jantan dan betina dengan
usia 15 tahun dan 13 tahun dengan menggunakan metode scan sampling selama
3 hari. Perilaku yang diamati yaitu aktivitas istirahat, makan, dan aktivitas sosial.
Data sekunder dikumpulkan dari data yang di ambil dari studi literatur bersumber
pada buku dan internet. Presentase aktivitas tertinggi sampai terendah yaitu
aktivitas istirahat lutung jantan 62,81% dan betina 63,51% tingginya aktivitas
istirahat bertujuan untuk mengurangi energi guna kelancaran pencernaan yang
sedang dilakukan, aktivitas makan lutung jantan 20,41% dan betina 23,61%
presentase tersebut lebih rendah dibandingkan presentase aktivitas makan di alam
karena dihabitat aslinya lutung jawa dapat mencari dan memilih pakan yang
disukai dan juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang melimpah, aktivitas
sosial lutung jantan 7,63% dan betina 9,35% aktivitas sosial yang teramati pada
pengamatan aktivitas harian ini hanya berupa grooming yaitu mencari kutu
terhadap individu lain. Tingginya aktivitas istirahat lutung jawa di Kebun
Binatang Surabaya mengindikasikan ketidaksesuaian dengan aktivitas harian
lutung jawa di alam liar yang menunjukkan aktivitas pergerakan dan sosial yang
lebih, namun tingginya aktivitas istirahat tidak disertai dengan adanya tanda klinis
penyakit. Namun demikian untuk memenuhi asas kesejahteraan hewan maka
disarankan penambahan pengayaan lingkungan berupa hammock dan penambahan
jumlah individu lutung jawa.
PRAKATA
Puji dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) 1. Kegiatan PKL 1 dilaksanakan selama 4 minggu dari
tanggal 18 Juli sampai 14 Agustus 2017. Laporan PKL 1 berjudul Studi Aktivitas
Harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) di Kebun Binatang Surabaya.
Selama proses PKL dan penyelesaian laporan ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, petunjuk, nasehat, semangat, dan bantuan dari banyak
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga yang
senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan. Dr Drh Erni Sulistiawati SP1
selaku dosen pembimbing dan Drh Glen Kartiko selaku pembimbing lapangan
yang telah membimbing serta memberikan arahan dan bantuan selama PKL dan
penyelesaian Laporan PKL. Bapak Toha Putra, Mas Agus, Mas Jafar, Mba Septya
dan Mba Sita yang telah membantu selama pengumpulan data. Teman-teman PVT
52 yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Semoga laporan dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis
juga.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Primata merupakan salah satu ordo dalam kelas mamalia yang menempati
hutan hujan tropis Indonesia. Primata berperan penting dalam proses dinamika
flora, yaitu sebagai penyebar biji dan membantu proses penyerbukan (Cowlishaw
dan Dunbar 2000). Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) terdapat 40 jenis
spesies primata yang hidup di Indonesia, 24 jenis diantaranya merupakan lutung
jawa (Trachypithecus auratus). Penyebaran lutung jawa adalah di pulau Jawa dan
Bali, lutung jawa merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi berdasarkan
SK Menhutbun No.733/kpts-II/1999. Menurut Convention on International Trade
in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), lutung jawa termasuk
dalam kategori satwa appendix II dan pada tahun 1996 oleh International Union
for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dikategorikan sebagai
satwa primata yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat karena terdesak
oleh kepentingan manusia.
Habitat lutung jawa pada umumnya adalah hutan hujan, namun lutung jawa
terkadang juga dapat ditemui didaerah perkebunan karet, hutan primer
pegunungan atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 meter diatas
permukaan laut (Nurwulan 2002). Lutung adalah hewan diurnal yaitu hewan yang
melakukan seluruh aktivitas pada siang hari dan tergolong hewan arboreal yang
artinya hewan yang hidup diatas pepohonan, sehingga lutung jarang
meninggalkan pohon-pohon besar yang merupakan tempat tinggal alaminya.
Informasi mengenai perilaku lutung jawa di lembaga konservasi ex-situ
masih sangat terbatas, padahal perilaku dapat menjadi representasi kesejahteraan
suatu satwa diluar habitat aslinya..
Metode konservasi dengan sistem ex-situ adalah upaya untuk
mempertahankan populasi satwa liar yang mulai terancam kepunahannya. Prinsip
yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi kebutuhan
satwa untuk hidup layak dengan menjadikan kondisi lingkungannya menyerupai
habitat aslinya, sehingga satwa tersebut dapat berkembangbiak dengan baik.
Selain itu keberhasilan usaha budidaya dari suatu spesies sangat didukung oleh
pengetahuan dari perilaku satwa tersebut (Alikodra 1990). Dengan demikian,
diharapkan pengamatan ini dapat menunjang sistem pemeliharaan yang baik
sehingga dapat mendukung upaya konservasi lutung jawa.
1.2 Tujuan
2 METODE KAJIAN
Data primer berupa pengamatan tingkah laku atau aktivitas harian lutung
jawa di Kebun Binatang Surabaya dilakukan dengan metode scan sampling yaitu
mencatat perilaku lebih dari satu individu per waktu yang sudah ditentukan.
Pengamatan dilakukan selama 3 hari dengan mengikuti pola hidup lutung yang
diurnal, yaitu pada saat lutung bangun tidur pada pukul 06.00 hingga lutung
kembali tidur yaitu pukul 18.00 dengan interval waktu 60 menit. Data primer yang
diamati dalam PKL 1 ini mencakup,
a) durasi aktivitas masing-masing dua ekor lutung jawa (jantan dan betina),
b) perilaku yang dilakukan lutung jawa mencakup,
Aktivitas makan (ingestive), adalah aktivitas yang dimulai ketika satwa
mulai melihat makanan/minuman, memasukan makanan kedalam mulut,
menggigit, mengunyah dan menelannya sampai ketika satwa berhenti
makan/minum, kejadian ini dihitung sebagai satu unit aktivitas. Aktivitas istirahat,
yaitu aktivitas diam yang meliputi duduk dan tidur. Posisi duduk dilakukan
dengan cara menempelkan bagian belakang bawah tubuhnya ( pantat) pada dahan
atau lantai, dengan posisi ditekuk, diluruskan, atau kombinasinya. Aktivitas tidur
dapat dilakukan dengan berbagai variasi posisi tubuh, yaitu dengan duduk atau
berbaring. Posisi berbaring dilakukan dengan menempelkan seluruh tubuh pada
dahan/lantai pada posisi horizontal.
Aktivitas sosial yang diamati mencakup aktivitas a) Bermain, yaitu aktivitas
yang dilakukan oleh anak-anak sampai individu remaja yang meliputi: aktivitas
kejar-kejaran, tarik-menarik ekor/badan, dan berguling sambil bergulat. b)
Grooming, yaitu aktivitas mencari kotoran atau ektoparasit dari tubuh sendiri atau
individu lain. Aktivitas ini dilakukan mula-mula mencari di sela-sela rambut
tubuh, menjilat dan kemudian mengunyahnya. Kejadian ini dihitung sebagai satu
unit aktivitas. Grooming dapat dilakukan sendiri atau bersama individu lain
dengan berbagai sikap tubuh (duduk, berdiri, terlentang/telungkup). c) Kawin
(copulation/sexsual), yaitu aktivitas hubungan seksual antara satwa jantan dan
betina. Dimulai dengan aktivitas untuk menarik perhatian lawan jenis dan
kemudian dilanjutkan dengan kopulasi. Serta data sekunder dengan cara Studi
pustaka perilaku lutung jawa yang masih liar di alam (habitat aslinya).
Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur bersumber pada buku dan
internet, sdangkan data sekunder merupakan data pendukung yang sangat penting
3
dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain buku, karya tulis ilmiah, dan jurnal
penelitian.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖
𝑝𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖 (%) 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 × 100%
Taksonomi
Groves (2001) menyatakan bahwa lutung jawa yang berada di Indonesia
memiliki dua subspecies berdasarkan perbedaan warna yaitu: Trachypithecus
auratus auratus dengan karakteristik morfologi diantaranya memiliki warna hitam
dengan sedikit kecoklat-coklatan pada bagian atas ventrum, cambang dan kaki.
Rambutnya terdapat pada atas lengan, kaki, kepala, panggul, dan terkadang
punggung. Warna sedikit jingga, menjadikan hewan ini terlihat lebih kuning pada
bagian badan dan rambut sekitar telinga. Rambut bagian bawah memiliki warna
lebih hitam dan jarang. Warna pada wajah, telapak tangan, dan telapak kaki
berwarna hitam dan mengalami perubahan warna kulit.
Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Sub ordo : Arthropoidea
Famili : Cercopithecidae
Sub famili : Colobinae
Genus : Trachypithecus
Spesies : T. Auratus
Ankle dan Simon (2000) menyatakan bahwa lutung jawa memiliki bentuk
rahang 2:1:2:3 pada kedua rahang atas dan bawah. Jenis ini memiliki perut
sacculated untuk membantu mencerna selulosa. Lutung jawa memiliki kelenjar
ludah yang besar untuk membantu mencerna makanan. Lutung betina berbeda dari
luntung jantan yang memiliki warna pucat, biasanya putih kekuning-kuningan
4
pada bagian pinggang (Brandons-Jones 1995). Bayi berwarna oranye dan rata-rata
berat tubuh lutung jawa adalah 7.1 kg (Rowe 1996).
Bio Ekologi
Lutung jawa memulai pergerakan sebelum matahari terbit dan berhenti saat
sebelum gelap. Pada saat tidur, anggota kelompok memilih tempat sendiri dengan
cara berdekatan baik didalam satu pohon ataupun dengan pohon yang berbeda.
Aktivitas lutung beristirahat berbeda pada saat lutung melakukan aktivitas tidur
yang dilakukan secara individual (Bernstein 1968), ketika beristirahat lutung jawa
muda dan bayi berdekatan dengan betina dewasa (Furuya 1961).
Makanan lutung jawa terdiri dari dedaunan tua dan dedaunan muda, buah
masak maupun tidak masak, bunga, tunas, dan larva serangga (Kool 1993). Kool
menemukan sebagian dari makanan spesies T auratus sondaicus terdiri dari daun
kaya protein. Daun yang dipilih untuk dikonsumsi memiliki serat yang rendah,
kemudian memiliki derajat kemampuan mencerna yang tinggi. Daun muda dari
pohon jati (Tectona grandis) adalah sumber makanan yang paling penting bagi
jenis ini ketika makanan utama jarang ditemukan (Kool 1993).
Lutung jawa merupakan jenis arboreal yaitu sebagian besar aktivitasnya
dihabiskan dia atas pepohonan dan semak belukar. Rerata jumlah dalam satu
kelompok sekitar tujuh individu (Nijman 2000). Kool (1993) menemukan bahwa
bentuk kelompok terdiri dari 6-21 individu dengan satu atau dua jantan dewasa.
5
Di pulau Lombok Indoneia ukuran kelompok lebih banyak di hutan sekunder dan
hutan musim daripada hutan tropis (Supriatna et all 1986). Predator utama lutung
jawa adalah manusia yang memburu jenis ini untuk komersial dan kebutuhan
makanan (Djuwantoko 1994).
Perilaku
Lutung jawa adalah satwa primata yang hidup pada siang hari atau diurnal
(Suwelo 1982), aktivitas memuncak pada pagi hari yaitu digunakan untuk
pergerakan dan makan. Aktivitas pada siang hari akan lebih banyak digunakan
untuk tidur, setelah terbangun lutung akan melanjutkan makan hingga menjelang
sore hari.
Lutung jantan akan memisahkan diri dari kelompok dan akan melakukan
pergerakan sendiri ataupun dengan kelomok jantan lain (Kool 1993). Megantara
dan Dirgayusa (1994) juga menemukan bahwa jantan datang untuk melakukan
pendekatan dengan kelompok jantan lain dan betina akan melakukan pendekatan
dengan betina lain. Betina dewasa akan menunjukkan sikap terbuka dengan betina
dewasa lain dari kelompok lainnya. Betina akan peduli dengan bayi dari betina
lain atau disebut Allo-Mothering (Kool 1993; Rowe 1996)
3 KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah
Walikota Surabaya
Badan Pengawas
Direktur Utama
Satuan Petugas
Internal
yang bernama Septya berusia 13 tahun. Kedua lutung ditempatkan pada kandang
pameran (display) dengan 2 (dua) kandang tertutup sebagai tempat tidur dan
makan. Kandang tertutup memiliki Lantai kandang yang terbuat dari keramik agar
mempermudah keeper untuk membersihkan. Terdapat tempat minum yang terbuat
dari cetakan semen yang berbentuk tabung dengan tinggi 10 cm dan diameter 50
cm. serta tempat makan yang terbuat dari kayu persegi dengan panjang 1 meter
yang diletakkan menempel pada tembok dengan ketinggian dari tanah 50 cm.
Kandang display lutung jawa di Kebun Binatang Surabaya dikelilingi
kolam berlumpur yang memiliki kedalaman 1 meter. Jarak kandang peraga
dengan tembok sepanjang 2 meter dan dengan tembok pembatas setinggi 2 meter.
Kandang display dilengkapi pengayaan berupa gazebo dan beberapa pohon tinggi
yang befungsi sebagai tempat untuk lutung bertengger dan beristirahat karena
lutung merupakan hewan arboreal.
jantan betina
40
36.6
35
30 27.3
25.6
23.6 24.3
25 22
20
16.3
15 13.6
13 12.6
11.3 11
10 10 9 10
10 7 6.3
4.6 5 4 5 4.3 4.3
5
0
06.00 - 07.00 - 08.00 - 09.00 - 10.00 - 11.00 - 12.00 - 13.00 - 14.00 - 15.00 - 16.00 - 17.00 -
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
jantan betina
20
10
0
06.00 - 07.00 - 08.00 - 09.00 - 10.00 - 11.00 - 12.00 - 13.00 - 14.00 - 15.00 - 16.00 - 17.00 -
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
jantan betina
Pada periode 14.00 lutung jawa melakuan aktivitas istirahat yaitu diam
tidak melakukan kegiatan apapun dan tidur. Besarnya penggunaan untuk aktivitas
tidur pada periode ini berhubungan erat dengan kondisi cuaca. Kondisi suhu di
Kebun Binatang Surabaya pada periode ini dalam keadaan tinnggi berkisar 32oC
sehingga aktivias istirahat adalah respon yang paling tepat untuk menjaga
keseimbangan panas dan air dalam tubuh lutung. Menurut Sukandar (2004) suhu
maksimum dihabitat alami lutung jawa berkisar 30oC.
20
17.6 17.6
18
16
14
12
9.69.6
10
8 6.36.3 6.66.6
6 5 5
3.3 2.62.6 3.33.3
4 2 2
1.6
2 0 0 0 0 0 0
0
06.00 - 07.00 - 08.00 - 09.00 - 10.00 - 11.00 - 12.00 - 13.00 - 14.00 - 15.00 - 16.00 - 17.00 -
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
jantan betina
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor
Altman J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods.
Behaviour 49: 227-267
Andriansyah, Muhammad. 2007. Kegiatan Wisata Alam dan Keberadaan Lutung
Jawa (Trachypithecus auratus Robinson dan Kloss 1919) sebagai Objek
Ekowisata di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa
Barat. [Skripsi]. Bandung (ID): Jurusan Biologi Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran
Ankle F, Simon. 2000. Primate Anatomy an Introduction 2nd Edition. New York
(US): Academic Press
Bernstein IS. 1968. The Lutong of Kuala Selangor. Behaviour. 32, 1-16
Brandon-Jones D. 1995. A revision of the Asian pied leaf-monkeys (Mammalia:
Ceropitheccidae: superspecies Semnopithecus auratus), with a description
of a new subspecies. Raffles Bulletin of Zoology. Vol. 43, 3-43
Cowlishaw G, Dunbar R. 2000. Primate Conservation Biology. Chicago (US):
The University of Chicago Press
Duma Y. 2007. Kajian habitat, tingkah laku, dan populasi kalawet (Hylobates
agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Djuwantoko. 1994. Habitat and conservation of ebony leaf monkey in deciduous
forests (teak), in central Java. (abstract) 15th Congress of the International
Primatological Society
Furuya Y. 1961-2. The social life of silvered leaf monkeys, Primates. Vol 3(2),
41-60
Groves CP. 2001. Primate Taxonomy. Washington (US): Smithsonian Institute
Press
Irwanto. 2006. Perencanaan Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca Bencana
Alam Gunung Meletus. [Internet]. [diunduh 2017 Sept 29]. Tersedia pada:
www.google.com
Iskandar, Entang. 2007. Habitat dan Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch) di
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. [Disertasi]. Bogor
(ID): Program Primatologi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Kool KM. 1993. The diet and feeding behavior of the silver leaf monkey
(Trachypithecus auratus sondaicus) in Indonesia. International Journal of
Primatology. 14(5):667-700
Latifah, Anita. 2002. Studi Populasi dan Distribusi Lutung Jawa Resort Cibodas,
Pangrango, Jawa Barat. [Skripsi]. Bandung (ID): Jurusan Biologi Fakultas
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran
Megantara E, Dirgayusa. 1994. Social Behaviour of Lutung (Trachypithecus
auratus sondaicus) in Pangandaran Nature Reseerve. XVth Congress of
the International Primatological Society. Bali (ID). Abstrak
Nijman V. 2000. Geographic distribution of ebony leaf monkey
Trachypithecus auratus (E. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) (Mamalia :
Primates : Cercopithecidae). Contributions to Zoology 69 (3):157-177
15
LAMPIRAN
17
Masalah /
Tanggal informasi yang diperoleh
Kendala
18 Juli – 24 Observasi lapangan
Juli 2017 Mengetahui tata cara sanitasi kandang
-
hewan mamalia, primate da naves
Mengetahui cara peracikan pakan
26 Juli - 1 Mengetahui tata cara peracikan obat
Agustus 2017 Mengetahui tata cara pemeriksaan feses -
RIWAYAT HIDUP