Anda di halaman 1dari 33

SEBARAN DAN POLA PERILAKU KUAU RAJA (Argusianus

argus) DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN


NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)

ZULFIKRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran dan Pola Perilaku
Kuau raja (Argusianus argus) di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Zulfikri
NIM E34070005
ABSTRAK

ZULFIKRI. Sebaran dan Pola Perilaku Kuau Raja (Argusianus argus) di Stasiun
Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Dibimbing oleh YENI ARYATI MULYANI dan JARWADI BUDI HERNOWO.

Kuau raja (Argusianus argus) merupakan salah satu jenis burung berukuran besar
anggota suku Phasianidae yang sering menggunakan hutan primer sebagai habitat
dengan daerah persebaran meliputi Malaysia, Kalimantan, dan Sumatera. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan sebaran kuau raja dan
habitat serta pola perilakunya di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan. Perilaku diamati dengan menggunakan metode focal animal
sampling dan one-zero sampling yang kemudian dianalisis menggunakan
persentase perilaku. Perjumpaan denga kuau hanya terjadi di habitat hutan primer
dan riparian. Perilaku harian terdiri atas tujuh perilaku yaitu perilaku menelisik
(32,26%), perilaku bersuara (31,48%), memeriksa lingkungan (18,07%), makan
(9,19%), berjalan (6,82%), istirahat (1,87%), dan kawin (0,31%).

Kata kunci: kuau raja, perilaku, sebaran, stasiun penelitian way canguk

ABSTRACT
ZULFIKRI. Distribution and Behavioral pattern of the Great Argus (Argusianus
argus Linnaeus, 1766) in Way Canguk Research Station, Bukit Barisan Selatan
National Park (TNBBS). Supervised by YENI ARYATI MULYANI and
JARWADI BUDI HERNOWO.

Great Argus (Argusianus argus) is a member of large birds in the Phasianidae that
more often use primary forest and its distribution includes Malaysia, Borneo, and
Sumatra. The purpose of this research is to study and describe the behaviour of the
great Argus and identify patterns of behavior in several types of habitat (primary
forests, riparian, and former fire). Behavior was observed by using focal animal
sampling and one-zero sampling methods, that are then analyzed using persentage
of behavior. The encounter of Great argus only occurred in primary and riparian
habitat. Daily behavior obtained consisted of seven behavior, those are: epimeletic
behavior (probe) (32,26%), vocal behavior (31.48%), investigative behavior
(18.07%), foraging (9,19%), walking (6,82%), resting (1.87%), and sexual behavior
(0.31%).

Key words: behavior, distribution, great argus, way canguk research station
SEBARAN DAN POLA PERILAKU KUAU RAJA (Argusianus
Argus) DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)

ZULFIKRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi Sebaran dan Pola Perilaku Kuau raja (Argusianus argus) di
Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS)
Nama Zulf1kri
NIM E34070005

Disetujui oleh

Dr Ir Yem Aryati Mulyani. MSc Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF

Pembimbing I Pembimbing II

Sambas Basuni, MS

Tanggal Lulus:
n4 SE? 2013
Judul Skripsi : Sebaran dan Pola Perilaku Kuau raja (Argusianus argus) di
Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS)
Nama : Zulfikri
NIM : E34070005

Disetujui oleh

Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini ialah
perilaku satwaliar, dengan judul Sebaran dan Pola Perilaku Kuau Raja (Argusianus
argus) di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc dan
Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF selaku pembimbing, serta Eva Rachmawati,
SHut, MSi atas bantuan dan kesediaannya dalam seminar dan sidang serta Ujang
Suwarna, Shut, MSc selaku penguji perwakilan fakultas dalam sidang
komprehensif. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari
Kusrini, MSi atas bantuannya dalam perbaikan penulisan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mayner Nasalopo selaku manager
Stasiun Penelitian Way Canguk beserta seluruh staf (Rahman, Lazi, Jayus, Warno,
Gawi, Marmi, dan Susi) atas bantuannya selama di lapangan; Wildlife Conservation
Society (WCS); Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS); dan
rekan-rekan dari Rhino Protection Unit (RPU).
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan dan keluarga di
Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen KSHE (mahasiswa, alumni, dosen,
staf, mamang dan bibi), keluarga besar E3-44 “Beruang Madu” dan Himakova.
Selain itu, terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Zulfikri
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 2
Tempat dan Waktu 2
Metode Pengumpulan Data 2
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Hasil 3
Pembahasan 7
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 32
DAFTAR GAMBAR

1 Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) 2


2 Tanda keberadaan kuau raja: Salah satu arena tari yang terdapat di hutan
primer (A), Rontokan bulu yang terdapat di riparian (B). 4
3 Sebaran jalur analisis vegetasi dan arena tari 5
4 Pola perilaku harian kuau raja: (a) Berdasarkan frekuensi, (b)
Berdasarkan durasi 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Indek Nilai Penting (INP) Vegetasi Dominan di Habitat Hutan Primer,


Hutan Bekas Kebakaran, dan Hutan Riparian 13
2 Etogram perilaku kuau raja di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF)
dan video oleh Arkive 14
3 Etogram perilaku kuau raja jantan di Stasiun Penelitian Way Canguk 15
4 Deskripsi Aktivitas Harian Kuau Jantan di Stasiun Penelitian Way
Canguk 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kuau raja (Argusianus argus Linnaeus, 1766) merupakan salah satu jenis
burung berukuran besar anggota suku Phasianidae. Daerah penyebarannya meliputi
Malaysia, Kalimantan, dan Sumatera (MacKinnon 1998). Kuau raja hidup di hutan
primer dengan daerah yang cukup kering dan aman dari gangguan manusia
(Hernowo 1989). Nijman (1998) mencatat bahwa di Kayan Mentarang, Kalimantan
Timur, habitat yang paling sering digunakan oleh kuau raja adalah hutan primer,
sedangkan hutan sekunder lebih jarang digunakan.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Pulau Sumatera
merupakan salah satu tempat penyebaran kuau raja (Winarni et al. 2004). Secara
umum ekosistem yang terdapat di TNBBS sesuai sebagai habitat kuau raja, karena
45%(160 560) ekosistem TNBBS didominasi oleh hutan hujan dataran rendah yang
terletak dibagian selatan taman nasional (DEPHUT 2007). Menurut Davison
(1981b) kuau raja memiliki keterkaitan dengan hutan dipterocarpa dataran rendah.
Stasiun Penelitian Way Canguk merupakan salah satu habitat kuau raja yang
terdapat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Di kawasan ini
terdapat habitat dataran rendah, antara lain hutan primer (50%), hutan sekunder
(27%), dan hutan bekas kebakaran (23%). Pohon-pohon dari famili
Dipterocarpaceae mendominasi hutan primer (Winarni 2002).
Perilaku pemilihan habitat oleh seekor satwa dapat berkaitan dengan
peluang keberhasilan reproduksinya (Alcock 2005). Pembuatan arena tari
merupakan perilaku yang khas dari kuau raja. Hanya 1% dari seluruh spesies
burung menggunakan arena tari pada musim kawin (Johnsgard 1994, Jiguet et al.
2000) dan salah satunya adalah kuau raja.Winarni (2002) menyatakan bahwa di
Way Canguk, kuau raja membuat arena tari di bawah tegakan hutan yang relatif
bersih dari tumbuhan bawah, terutama pada habitat hutan yang belum terganggu
dan didominasi oleh pohon-pohon besar.
Kuau raja di Way Canguk memiliki wilayah jelajah yang luas (Winarni
2002). Sehubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhannya kuau raja mungkin
memberikan respons perilaku yang berbeda di tipe habitat yang berbeda, tergantung
pada ketersediaan sumberdaya di tiap tipe habitat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:


1. Mengidentifikasi sebaran kuau raja di Stasiun Penelitian Way Canguk, TNBBS
dan mendeskripsikan habitatnya;
2. Mendeskripsikan pola perilaku kuau raja di Stasiun Penelitian Way Canguk.
2

METODE
Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman


Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Provinsi Lampung (Gambar 1). Stasiun
penelitian Way Canguk memiliki transek permanen pada bagian utara (10 buah)
dan selatan (11 buah) dari camp. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai
bulan Desember 2011 hingga Februari 2012, terdiri atas kegiatan orientasi lapang
dan persiapan (Desember 2011) dan pengumpulan data (Januari-Februari 2012).

Gambar 1 Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

Metode Pengumpulan Data


Sebaran kuau raja diidentifikasi dengan cara menelusuri hutan primer,
hutan sekunder dan hutan riparian di stasiun Penelitian Way Canguk, TNBBS.
Koordinat lokasi perjumpaan kuau raja direkam dengan GPS. Pengumpulan data
habitat yang meliputi suhu udara, kelembaban, vegetasi (jenis, jumlah, diameter
dan tinggi pohon, serta tutupan tajuk) dilakukan di habitat hutan primer, hutan
bekas kebakaran dan hutan riparian. Suhu dan kelembaban diukur tiga kali dalam
satu hari untuk mendapatkan suhu dan kelembaban rata-rata. Pengukuran vegetasi
dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak (Soerianegara dan Indrawan
1988) sebanyak 15 petak contoh. Pengukuran tutupan tajuk dilakukan satu kali pada
titik tengah petak 20m x 20m dengan menggunakan spherical densiometer.
Pengambilan data perilaku diambil berdasarkan pengelompokan perilaku
dari etogram hasil pengamatan di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) dan video
oleh Arkive meliputi perilaku makan, minum, suara, display, dan istirahat
(Lampiran 1). Pengambilan data perilaku dilakukan mulai tanggal 26 Januari 2012
3

sampai 12 Februari 2012 pada dua titik di hutan primer bagian utara (titik E600 dan
EF700) yang merupakan daerah sekitar arena tari (dancing ground).
Pengambilan data dimulai pada pukul 06.00-17.00 WIB. Untuk memastikan
peneliti tidak mengganggu satwa, pengamatan dilakukan dalam gubuk intai (blind).
Pengambilan data perilaku dilakukan dengan menggunakan metode focal animal
sampling, yaitu satu individu kuau raja menjadi fokus observasi dalam periode
waktu yang telah ditentukan. Pencatatan data dilakukan dengan one-zero sampling,
yaitu perilaku yang terlihat (1) dan yang tidak terlihat (0) dalam selang waktu 1
menit. Perilaku yang taramati dicatat secara langsung dan atau menggunakan
kamera perekam video.

Analisis Data
Sebaran kuau raja dipetakan berdasarkan perjumpaan maupun tanda-
tandanya. Analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung INP untuk tingkat pohon
dan tiang berdasarkan persamaan INP = KR + DR + FR, sedangkan INP tingkat
semai dan pancang diperoleh dengan persamaan INP = KR + FR (Soerianegara &
Indrawan 1988). Suhu dan kelembaban dihitung rata-ratanya serta pendugaan
tutupan tajuk dihitung dengan rumus % bukaan tajuk = (skyimagine/4) x 1.04;
Penutupan tajuk = 99.84% - % bukaan tajuk (Kartika 2008). Analisis perilaku
dilakukan dengan menghitung frekuensi kejadian perilaku (dalam persen) dan
durasi setiap kegiatan (detik) selama 1 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sebaran Kuau Raja dan Deskripsi Habitat


Kuau raja maupun tanda keberadaannya hanya dijumpai di hutan primer dan
riparian. Keberadaan kuau raja dapat diketahui dari adanya suara, rontokan bulu,
dan arena tari (Gambar 3). Di hutan primer kuau raja dijumpai di dua arena tari.
Individu jantan A ditemukan sebanyak dua belas kali perjumpaan, sedangkan jantan
B sebanyak lima kali perjumpaan. Individu betina hanya dijumpai sekali di arena
tari jantan A. Arena tari tidak ditemukan di habitat riparian; perjumpaan dengan
kuau raja hanya tercatat satu kali, yaitu seekor individu jantan yang sedang berjalan
menyusuri lembah.
4

AA B
B
Gambar 2 Tanda keberadaan kuau raja: Salah satu arena tari yang terdapat di hutan
primer (A), Rontokan bulu yang terdapat di riparian (B).

Arena tari yang ditemukan di hutan primer sebanyak 8 buah. Lima arena
tari ditemukan di hutan primer bagian utara, terdiri atas empat arena tari aktif dan
satu arena tari tidak aktif. Pada bagian selatan ditemukan tiga arena tari, terdiri atas
dua arena tari aktif dan satu tidak aktif (Gambar 4). Arena tari aktif ditandai dengan
bersihnya lantai hutan dari serasah dan tumbuhan bawah, sebaliknya arena tari yang
tidak aktif tertutup serasah dan tumbuhan bawah.
Kondisi lingkungan hutan primer, hutan bekas tebangan, dan hutan riparian
menunjukkan perbedaan terutama dalam kerapatan tumbuhan bawah (Tabel 1).
Persen Indeks Nilai Penting jenis tertinggi hutan primer, bekas kebakaran, dan
riparian dari tingkat pohon, tiang, pancang, anakan dan semak terdapat pada
Lampiran 1.

Tabel 1 Kondisi lingkungan pada hutan primer, bekas kebakaran, dan riparian

Habitat Suhu Kelembaban Tutupan Kerapatan


(°C) (%) tajuk (%) tumbuhan bawah
(Ind/ha)
Primer 27,6 84 93,84 1.745.000
Bekas 29 83 86,38 2.097.500
kebakaran
Riparian 26,77 85 88,51 1.787.500
Gambar 3 Sebaran jalur analisis vegetasi dan arena tari
5
6

Perilaku Harian Kuau Raja


Berdasarkan seekor kuau raja jantan yang teramati di arena tari, perilaku
terdiri atas tujuh perilaku harian, yaitu perilaku menelisik (merawat tubuh);
bersuara; berjalan; memeriksa lingkungan; makan; kawin (display dan kopulasi);
dan istirahat (shelter seeking). Perilaku merawat arena tari dan membuang kotoran
teramati dan dideskripsikan sebagai perilaku tambahan karena kedua perilaku
tersebut sulit teramati dalam perhitungan durasi dan frekuensinya.
Selama 12 hari pengamatan (7.920 menit), total durasi perjumpaan kuau
raja adalah 3.668 menit dengan rata-rata 564,31 menit. Persentase perilaku
menelisik (32,26%) merupakan perilaku yang paling sering dilakukan per harinya
dibandingkan dengan perilaku bersuara (31,48%), memeriksa lingkungan (18,07%),
makan (9,19%), berjalan (6,82%), istirahat (1,87%), dan kawin (0,31%). Deskripsi
lengkap mengenai setiap pola perilaku disajikan pada Lampiran 4.
Gambar 4 menunjukkan pola perilaku berdasarkan frekuensi dan durasi
kuau raja, mulai dari bangun tidur pada pagi hari hingga menjelang tidur pada sore
hari. Umumnya aktivitas tersebut dilakukan berulang dan teratur setiap hari.
20
Menelisik
15
Frekuensi

Suara
10
Jalan
5 Makan
0 Mengamati
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
- - - - - - - - - - - Display
06.59 07.59 08.59 09.59 10.59 11.59 12.59 13.59 14.59 15.59 16.59
Istirahat
Waktu
(a)

1200
1000 Menelisik
800 Suara
Durasi

600
Jalan
400
200 Makan
0 Mengamati
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
- - - - - - - - - - - Display
06.59 07.59 08.59 09.59 10.59 11.59 12.59 13.59 14.59 15.59 16.59
Istirahat
Waktu
(b)
Gambar 4 Pola perilaku harian kuau raja: (a) Berdasarkan frekuensi, (b)
Berdasarkan durasi

Aktivitas kuau raja dimulai ketika pukul 06.00 WIB. Umumnya kuau raja
masih berada di pohon tidurnya dengan posisi bertengger. Aktivitas awal yang
dilakukan berupa menelisik dan bersuara dengan tetap mengamati kondisi sekitar,
7

setelah itu dilanjutkan dengan turun dari pohon tidur untuk mencari makan dan
membersihkan arena tari dari serasah atau ranting yang jatuh pada malam harinya.
Aktivitas menelisik, bersuara, mencari makan, dan membersihkan arena tari
dilakukan secara teratur dan bergantian hingga menjelang siang hari pada pukul
10.00 WIB dengan mengamati kondisi lingkungan. Pada rentang waktu tersebut
dijumpai betina mengunjungi arena tari jantan. Perilaku kawin terjadi pada rentang
waktu tersebut.
Siang hari pada pukul 10.00-13.00 WIB mulai dijumpai aktivitas istirahat.
Pada waktu tersebut juga dijumpai aktivitas mencari makan dengan pergerakan
menjauhi arena tari. Pegerakan mencari makan di luar arena tari dilakukan selama
1-2 jam. Setelah itu kuau kembali ke arena tari dengan melakukan aktivitas
menelisik, bersuara, dan istirahat. Aktivitas display dengan mengembangkan dan
mengangkat kedua sayap membentuk lingkaran dijumpai pada rentang waktu
tersebut.
Siang hingga sore hari pada pukul 13.00-17.00 WIB kuau raja tidak banyak
melakukan akivitas. Aktivitas yang teramati hampir sama dengan pagi hari, namun
memiliki frekuensi dan durasi yang lebih rendah. Aktivitas menelisik sering kali
dijumpai, terkadang melakukan pergerakan menjauhi arena tari dan kembali
dilanjutkan dengan aktivitas istirahat, bersuara, dan menelisik. Perilaku mengamati
sekitar dilakukan sepanjang waktu diantara aktivitas harian lainnya. Aktivitas
penutup yang dilakukan berupa istirahat dengan mendekam di tenggeran antara
semak dan tumbuhan bawah dekat pohon tidur.
.

Pembahasan

Sebaran Arena Tari dan Perjumpaan Kuau Raja


Penggunaan habitat oleh kuau raja jantan terkait dengan perilaku kuau raja
dalam pemilihan lokasi arena tari. Sejalan dengan hasil penelitian Nijman (1998) di
Kayan Mentarang, kuau raja lebih sering dijumpai di hutan primer. Arena tari yang
mengindikasikan keberadaan kuau raja dalam penelitian ini hanya dijumpai di
hutan primer. Nijman (1998) juga menyebutkan bahwa kuau raja jarang
menggunakan habitat hutan sekunder dan daerah-daerah terganggu.
Kuau raja merupakan jenis burung dengan ukuran yang besar (panjang 120
cm) dan sebagian aktivitasnya dilakukan di lantai hutan. Lantai hutan pada habitat
bekas kebakaran dan riparian sebagian besar tertutup oleh tumbuhan bawah dan
semak belukar, sedangkan pada hutan primer relatif bersih sehingga kemungkinan
besar mempengaruhi dalam pergerakannya (lihat lampiran 1 untuk perbandingan
INP vegetasi di hutan primer, bekas kebakaran dan riparian). Winarni (2002)
menyatakan bahwa kuau raja di Way Canguk memiliki wilayah jelajah yang luas.
Selain mempengaruhi pergerakan kuau raja, kondisi lantai hutan yang rapat oleh
semak diduga dapat merusak bulu.
Penggunaan hutan primer oleh kuau raja juga berhubungan dengan
ketersedian dan kelimpahan pakan di habitat tersebut. Kuau raja umumnya
memakan buah-buah jatuh, biji-bijian, semut, belatung, dan siput (Delacour 1951),
sementara di Malaysia Davison (1981a) melaporkan bahwa kuau raja memakan
serangga dan buah-buahan dari famili Palmae, Annonaceae, dan Leguminoseae.
Dominasi jenis Popowia bancana (famili Annonaceae) pada tingkat vegetasi semai
8

dan pancang menunjukkan banyaknya buah yang jatuh dan kemudian tumbuh.
Buah-buah yang jatuh tersebut dimanfaatkan oleh kuau raja sebagai salah satu
pakannya. Popowia bancana pada tingkat pancang juga mendominasi habitat
riparian, sehingga ada kemungkinan kuau raja yang dijumpai di habitat riparian
mencari makan di dalam wilayah jelajahnya.
Kuau raja yang hidupnya sebagian besar di lantai hutan sangat rentan
terhadap gangguan stres yang disebabkan perubahan lingkungan (Wong 1985),
sehingga umumnya jenis ini lebih memilih kondisi habitat dengan intensitas cahaya
rendah, suhu rendah dan kelembaban tinggi. Kondisi tutupan tajuk dapat
mempengaruhi iklim mikro dan kerapatan tumbuhan bawah (Richards 1996).
Berdasarkan kondisi tersebut kuau raja di Stasiun Penelitian Way Canguk lebih
memilih hutan primer sebagai habitat terkait fungsinya sebagai cover (pelindung).
Winarni (2002) menyatakan kuau raja memilih karakteristik arena tari
dengan kondisi topografi yang datar, tidak pada jalur lintasan satwa, dan rendahnya
kepadatan tumbuhan bawah, liana, dan ananakan pohon. Namun, di Malaysia dan
Kalimantan yang lebih berbukit-bukit dibandingkan Sumatera, pemilihan arena tari
selalu berada di atas bukit. Rendahnya kepadatan tumbuhan bawah yang
berhubungan dengan persentase tutupan tajuk yang tinggi terkait dengan pemilihan
arena tari menunjukkan pemilihan habitat hutan primer lebih tinggi bagi kuau raja
dibandingan dengan hutan bekas kebakaran dan riparian di Stasiun Penelitian Way
Canguk.

Perilaku Harian Kuau Raja


Informasi tentang perilaku harian kuau raja di alam masih sangat jarang.
Nijman (2007) mempelajari perilaku bersuara kuau raja di Kalimantan dalam
kaitannya dengan penghitungan populasi, tetapi tidak memberikan deskripsi
perilaku kuau raja. Waktu pengambilan data perilaku kuau raja di Stasiun Penelitian
Way Canguk yang tergolong singkat hanya dapat menggambarkan informasi
perilaku secara umum, sehingga diduga terdapat perilaku yang belum
dideskripsikan secara lengkap.
Penelitian ini mendapatkan bahwa perilaku menelisik merupakan perilaku
yang dominan. Perilaku menelisik pada burung (preening) adalah salah satu bentuk
perilaku memelihara tubuh. Pada kuau raja bagian punggung dan belakang tubuh
merupakan bagian yang paling sering dan lama ditelisik. Hal ini diduga karena
bagian tersebut sulit di jangkau, sehingga dilakukan berulang-ulang. Banyaknya
aktivitas menelisik pada individu jantan juga diduga berkaitan dengan pemeliharaan
keindahan bulu untuk aktivitas berbiak. Merak hijau yang juga termasuk famili
Phasianidae sering kali melakukan aktivitas ini karena menjaga bulu tetap terawat
dan bersih merupakan cara untuk menarik betina (Ramadhan 2009). Adanya variasi
perilaku menelisik kuau raja (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perilaku ini
dipengaruhi oleh waktu dan aktivitas yang akan dan sedang dilakukan.
Kuau raja memiliki suara nyaring dengan tingkat panggilan atau intensitas
suara yang dapat didengar hingga jarak 1 km, bahkan lebih (Davison 1981a). Pada
kuau raja suara digunakan sebagai panggilan dalam bentuk sahutan antara satu
individu jantan dengan jantan lainnya. Pola serupa juga dijumpai pada merak hijau
seperti penelitian Maryanti (2007) yang bertujuan sebagai panggilan dan peringatan
bahaya kepada individu merak lain. Suara yang dikeluarkan oleh satwa tergantung
pada waktu, musim kawin, densitas, dan gangguan (Nijman 2007). Pada merak
9

hijau, bersuara merupakan strategi untuk menunjukkan keberadaan dirinya dan


tanda kematangan siap kawin (Ramadhan 2009). Pada pagi hari frekuensi bersuara
lebih tinggi dibandingkan dengan waktu lainnya. Suara yang dikeluarkan dapat
berupa panggilan antara jantan yang satu dengan yang lain dan atau respon terhadap
kondisi lingkungan maupun gangguan satwa lain. Selain itu, pagi hari diduga
sebagai waktu jantan memanggil betina untuk mengunjungi arena tari. Hal ini
ditunjukkan dari beberapa perjumpaan individu betina di sekitar arena tari.
Frekuensi panggilan dapat pula dipengaruhi musim kawin seperti yang
diungkapkan Davison (1981b) bahwa pada musim kawin panggilan yang
dikeluarkan berbeda dan cenderung memiliki frekuensi lebih tinggi dari musim
lainnya.
Variasi/tipe suara yang dikeluarkan dipengaruhi oleh bentuk komunikasi
antar individu atau kelompok. Identifikasi bentuk komunikasi suara kuau jantan
berupa penandaan teritori (kuu..wau), panggilan terhadap individu kuau lain (jantan
dan betina) (kuu..wau), dan respon terhadap gangguan baik satwa lain maupun
lingkungan (kuu..wau dan wau..wau..20x). Pada merak hijau terdapat delapan tipe
suara yang dikeluarkan (Ramadhan 2009).
Jenis pakan kuau raja sebagian besar diperoleh di lantai hutan. Hal ini terkait
dengan aktivitas yang umumnya dilakukan di lantai hutan. Namun, ada
kemungkinan kuau raja dapat memperoleh pakan secara langsung dari pohon atau
tempat yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan dengan cara melompat. Cara ini dapat
berarti makan apabila disertai dengan menelan dan perawatan arena tari apabila
hanya bertujuan menggugurkan daun.
Pergerakan yang dilakukan kuau raja baik di sekitar dan di luar arena tari
terkait dengan wilayah jelajah kuau jantan. Davison (1981a) mengungkapkan kuau
memiliki luasan wilayah jelajah yang kecil sekitar 1-3 ha dan dipengaruhi oleh
ketersediaan pakan, sedangkan Winarni (2002) menyatakan kuau raja yang terdapat
di stasiun penelitian way canguk memiliki luasan wilayah jelajah 7-32 ha, dengan
wilayah jelajah harian 1-4 ha. Luasan wilayah jelajah kuau raja jantan mejadi kecil
selama musim kawin dan berkaitan dengan arena tari (Beebe 1926).
Perilaku kawin pada kuau raja terjadi dalam suatu periode waktu tertentu.
Musim kawin kuau raja di TNBBS tidak diketahui, namun demikian dalam
penelitian ini dijumpai adanya kuau raja yang sedang kawin. Pada musim kawin
kuau jantan mudah dijumpai di sekitar arena tari karena selama musim kawin jantan
dewasa menghabiskan sebagian besar waktunya bertengger di tempat yang
berdekatan dengan tanah tempat mereka akan menari (Davison 1981b).
Pada musim kawin jantan berada di sekitar arena tari dan melakukan
panggilan (kuu..wau) secara berulang terhadap betina. Panggilan ini terkadang
disambut dengan nada yang sama oleh jantan lainnya dan terdengar sebagai saling
bersahutan. Menurut Davison (1981b) perilaku berbiak kuau raja merupakan
serangkaian perilaku yang dimulai dengan panggilan (suara) sebelum melakukan
tarian pada dancing ground untuk menarik betina. Hal ini dilakukan terus menerus
hingga betina merespon dengan mendatangi arena tari jantan.
Proses kopulasi kuau raja yang terjadi tanpa didahului beberapa rangkaian
proses tarian (display) hampir mirip dengan merak hijau yang memiliki beberapa
pola kawin, yaitu didahului dengan aktivitas display maupun tanpa display
(Ramadhan 2009). Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi jantan pada saat itu siap
dan matang untuk kawin.
10

Istirahat yang dilakukan kuau merupakan perilaku menghentikan aktivitas


dengan mendekam di permukaan tanah, semak, atau di bawah pohon untuk
menghindari panas disiang hari. Selama istirahat kuau terkadang melakukan
aktivitas menelisik dan bersuara serta tetap mengamati sekitar sebagai bentuk
kewaspadaan terhadap ancaman/gangguan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Aktivitas istirahat pada merak hijau juga dilakukan menjelang siang hari untuk
menghindari terik matahari (Ramadhan 2009). Kuau sangat rentan terhadap stres
karena panas yang berlebih (Wong 1985), sehingga pemilihan lokasi untuk istirahat
berupa tempat yang teduh dan terlindungi.
Perilaku merawat arena tari pada kuau jantan berhubungan dengan perilaku
berbiak, karena arena tari tersebut akan digunakan sebagai tempat menari dalam
upaya menarik perhatian betina. Selama musim kawin kuau menjaga arena tari tetap
bersih dari serasah, bebatuan, ranting, dan cabang (Winarni 2002). Bentuk
perawatan lain dilakukan dengan menambah luasan arena tari yang dilakukan
secara bertahap dari memangkas vegetasi semai atau pancang sekitar arena tari.
Perilaku merawat arena tari umumnya dilakukan pada pagi hari. Daun atau ranting
yang jatuh pada malam hari tidak langsung dibersihkan karena pada malam hari
digunakan untuk tidur.
Dalam satu pola perilaku yang digambarkan dapat terjadi perbedaan
aktivitas didalamnya. Hal ini terkait dalam penggunaan waktu berperilaku. Seperti
pada pola perilaku menelisik yang ditandai dengan menggerakkan paruh pada bulu
yang terdapat di seluruh permukaan tubuh. Pada pagi hari perilaku menelisik
dilakukan pada posisi berdiri baik di permukaan tanah maupun pada tenggeran.
Sedangkan pada siang hari dan menjelang tidur menelisik dapat dilakukan pada saat
mendekam bersamaan dengan dilakukannya perilaku istirahat. Hal yang sama dapat
terjadi pada pola perilaku lainnya seperti bersuara, makan, kawin, istirahat, berjalan
dan mengamati sekitar.
.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebaran kuau raja di Stasiun Penelitan Way Canguk terdapat di habitat hutan
primer.
2. Perilaku kuau raja terdiri dari menelisik, suara, makan, istirahat, kawin,
memeriksa lingkungan, merawat arena tari, dan membuang kotoran. Kegiatan
ini memiliki pola yang jelas dan berulang setiap hari dengan variasi frekuensi
dan durasi waktu.

Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Pemetaan sebaran masih terbatas pada keberadaan arena tari dan perjumpaan
individu jantan. Sehingga diperlukan pula informasi tentang sebaran
keberadaan individu betina.
2. Melakukan pengawasan terhadap kelestarian hutan alam, khususnya hutan
primer sebagai habitat yang paling sering digunakan kuau raja.
11

3. Diperlukan waktu pengambilan data yang lebih lama dan berkala agar dapat
menentukan periode musim kawin.

DAFTAR PUSTAKA
Alcock J. 2005. Animal Behavior: An Evolutionary Approach, Eighth edition.
Sunderland, Massachusetts: Sinauer Associates
Beebe W. 1926. Pheasant: their lives and homes. Volume II. New York Zoological
Society, New York: 309 pp.
Davison GWH. 1981a. Diet and Dispersion of The Great Argus Argusianus argus.
Ibis 123: 485-494.
____________. 1981b. Sexual Selection and The Mating System of Argusianus
argus (Aves: Phasianidae). Biological Journal of the Linnaean Society 15: 91-
104.
Delacour J. 1951. The pheasants of the world. London: Country Life Limited.
Hernowo JB. 1989. Studi Pendahuluan Habitat dan Arena Tari Burung Kuau
(Argusianus argus) di Hutan Lindung Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Media
Konservasi Vol II: 55-63.
Jiguet F, Arroyo B, Bretagnolle V. 2000. Lek mating system: a case study in the
little bustard Tetrax tetrax. Behavioural Processes 51: 63-82.
Johnsgard PA. 1994. Arena birds: sexual selection and behavior. Smithsonian
Institution Press, Washington and London: 330 pp.
Kartika KF. 2008. Keanekaragaman Kelelawar Pemakan Serangga Sub Ordo
Microchiroptera Di Stasiun Penelitia Way Canguk Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
MacKinnon J, Phillipps K, Van Balen B. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Maryanti. 2007. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di
Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran, Jawa Timur [Skripsi]. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Nijman V. 1998. Habitat Preference of Great Argus Pheasant (Argusianus argus)
in Kayan Mentarang National Park, East Kalimantan, Indonesia. Journal of
Ornithology 139: 313-323.
_______. 2007. Effects of Vocal Behaviour on Abundance Estimateas of Rainforest
Galliforms. Acta Ornithol. 42: 186–190.
Ramadhan GF. 2009. Ekologi Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus
Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran Provinsi Jawa
Timur [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Sativaningsih D. 2005. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus
1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur [Skripsi]. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium
Ekologi Hutan-Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
WCS-IP. 2001. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dalam ruang dan waktu:
laporan penelitian 2000-2001 (in Indonesian). WCS-IP/PHKA: 149 pp.
12

Winarni NL. 2002. The Abundance and Distribution Patterns of Great Argus
Pheasant (Argusianus argus) in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra,
Indonesia [Thesis]. Athens, Georgia: Faculty of The University of Georgia.
Winarni NL, Nurcahyo A, Hadiprakarsa Y, Iqbal M. 2004. Effects of Forest Patch
Size on Galliformes in Southern Sumatra, Indonesia. International Galliformes
Symposium. Bogor: Wildlife Conservation Society-Indonesian Program.
Wong M. 1985. Understorey Birds as Indicators of Regeneration in a Patch of
Selectively Logged West Malaysian Rainforest. ICBP Technical Publication 4:
249-263.
13

Lampiran 1 Indek Nilai Penting (INP) vegetasi dominan di habitat hutan primer,
hutan bekas kebakaran, dan hutan riparian

Tingkat Vegetasi Hutan Hutan Bekas Hutan


Spesies Primer (%) Kebakaran (%) Riparian (%)
Pohon
Strombosia javanica 35.77 - 35.89
Dysoxylum 18.40 - -
densiflorum
Canarium 15.53 - -
denticulatum
Bridelia monoica - 72.22 -
Glochidion - 66.62 -
arborescens
Tetrameles - 50.98 -
nudiflora
Saccopetalum - - 17.94
horsfieldii
Nauclea officinalis - - 10.97
Tiang
Rinorea lanceolata 14.96 - -
Strombosia javanica 14.67 - 34.55
Polyalthia 12.30 - -
grandiflora
Glochideon - 139.01 -
arborescens
Bridelia monoica - 74.23 -
Ficus hispida - 19.92 -
Cleistanthus - - 27.12
myrianthus
Croton argyratus - - 32.77
Pancang
Mallotos 33.23 - 23.58
miquilianus
Popowia bancana 27.35 - 19.20
Xanthophyllum 8.23 - -
ellipticum
Leea indica - 37.71 -
Croton argyratus - 13.57 -
Dillenia excelsa - 10.39 -
Cleisanthus - - 16.90
myrianthus
Anakan dan
Semak
Sirih tanah 32.62 - 20.33
Liana sudu 18.78 - -
Popowia bancana 10.02 - -
Paitan jaruman - 21.44 -
14

Hyptis capitata - 17.22 -


Paitan padi - 15.76 -
Cleisanthus - - 34.50
myrianthus
Aglaea sp. - - 7.59

Lampiran 2 Etogram perilaku kuau raja di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF)
dan video oleh Arkive

Perilaku Tahapan Perilaku


Makan Berjalan
Mengamati sekitar
Mencakar tanah
Mematuk (mengambil makanan)
Makan
Berjalan
Minum Mengawasi sekitar
Merendahkan kepala kebawah
Minum
Mengawasi sekitar
Suara Mengamati sekitar
Bersuara kecil
Bagian kepala mengarah keatas
Suara
Kembali ke posisi awal
Display Mengamati
Bersuara
Betina datang
Berlari melakukan putaran
Bergerak tidak teratur
Menaikkan bulu ekor
Gerakan kecil pada sayap dan ekor
Menari
Membuka sayap menghadap betina
Posisi ekor di atas
Kepala menghadap bawah
Menggerakkan badan dengan pola/ ritme
Kembali ke posisi awal
Istirahat Bertengger
diam
Mengamati sekitar
Menelisik bulu
Mengamati sekitar
diam
15

Lampiran 3 Etogram perilaku kuau raja jantan di Stasiun Penelitian Way Canguk

No. Perilaku Tahapan Perilaku


- bertengger, diam, menelisik, diam, menelisik
- jalan, diam, menelisik, diam, menelisik
1. Menelisik
- jalan, mendekam, menelisik, diam, menelisik
- bertengger, mendekam, menelisik, diam, menelisik
- bertengger, diam, suara, diam, suara
- jalan, mendekam, suara, diam, suara
2. Suara
- jalan, diam, suara, diam, suara
- bertengger, mendekam, suara, diam, suara
- jalan, diam, mematuk, menelan (di sekitar arena
tari)
3. Makan
- Jalan, diam, mematuk, menelan, jalan (di luar arena
tari)
- Jalan, diam, mendekam
4. Istirahat
- Jalan, bertengger, mendekam
- suara (panggilan berulang-ulang)
- betina datang
- jantan naik ke punggung betina (kopulasi)
- display :
- jantan berjalan perlahan dengan menghentakkan
kaki ke permukaan tanah
- jantan berpindah dari satu tempat ke tempat lain
- berjalan semakin cepat hingga berlari mendekati
5. Kawin
betina dengan sedikit memutar (merentangkan
sayap sedikit, ekor lurus mengarah ke bawah,
kepala ditundukkan)
- betina tidak tertarik (pergi menjauhi arena tari)
- Jantan terdiam beberapa saat tanpa melakukan
aktivitas (badan sedikit membungkuk, dengan posisi
ekor mengarah kebawah hingga menyentuh tanah
dan kepala sedikit menunduk)
Memeriksa - Bertengger, diam, mengamati sekitar
6.
lingkungan - Berdiri, diam , mengamati sekitar
- Bertengger, lompat, berjalan, lompat, bertengger
- Diam, berjalan, diam, mematuk, berjalan,
Berjalan/
7. bertengger
berpindah tempat
- Bertengger, berjalan, diam
- Diam, berjalan, diam
16

Lampiran 4 Deskripsi Aktivitas Harian Kuau Jantan di Stasiun Penelitian Way


Canguk

Menelisik
Menelisik mencakup kegiatan membersihkan dan merapikan bulu yang
terdapat di seluruh permukaan tubuh dengan menggunakan paruh, dimulai dari
mengarahkan paruh kemudian menggerakkannya pada bagian pangkal hingga
ujung bulu. Gerakan-gerakan yang dilakukan berupa menggaruk secara vertikal
maupun horizontal. Pada beberapa kondisi bagian sayap terkadang direntangkan
dan ekor diangkat ke atas untuk memudahkan paruh menjangkau. Bagian bulu yang
ditelisik dengan frekuensi paling banyak dan durasi terlama adalah bagian
punggung dan/atau belakang tubuh (13 kali dan 30 detik per menit).

Kuau raja menelisik bagian punggung dan belakang

Menelisik dilakukan sepanjang waktu, mulai pagi hari (06.00-06.59)


kemudian meningkat hingga menjelang siang dan turun pada sore hari. Jumlah rata-
rata frekuensi dan durasi perilaku menelisik per hari secara berturut-turut sebanyak
69 kali dan selama 2781 detik. Rata-rata frekuensi dan durasi perilaku menelisik
tertinggi berlangsung pukul 13.00-13.59 WIB sebanyak 11,33 kali dan selama
459,08 detik.
Perilaku menelisik dapat dilakukan dalam berbagai posisi, yaitu: 1)
menelisik pada saat bertengger dalam posisi berdiri; 2) menelisik pada saat
bertengger dalam posisi mendekam; 3) menelisik pada saat di permukaan tanah
dalam posisi berdiri; dan 4) menelisik pada saat di permukaan tanah dalam posisi
mendekam. Bentuk pertama umumnya dilakukan saat sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas, sedangkan bentuk kedua hanya dilakukan saat sebelum tidur,
bentuk ketiga dilakukan disela-sela aktivitas lainnya dan bentuk keempat saat
istirahat, umumnya pada siang hari.

Bersuara
Kuau raja bersuara dengan posisi berdiri saat bertengger atau di permukaan
tanah dengan cara mendongakkan bagian kepala ke atas bersamaan dengan
membuka paruh dan mengeluarkan suara. Selain itu, bersuara dapat dilakukan saat
17

berada dalam posisi mendekam. Suara yang dikeluarkan dalam posisi mendekam
umumnya dilakukan pada siang (istirahat) dan sore hari (menjelang tidur).

A B
(A) kuau raja bersuara di atas permukaan tanah, (B) bersuara di atas tenggeran

Kuau raja mulai bersuara pada pagi hari dan meningkat menjelang siang
hingga pukul 09.00-09.59 WIB. Frekuensi bersuara menurun hingga pukul 16.00-
16.59 WIB. Nilai frekuensi dan durasi rata-rata bersuara paling tinggi terjadi pada
pukul 09.00-09.59 WIB secara berurutan sebanyak 16,25 kali dari total 67,33 kali
per hari dan selama 22,25 detik dari 92,72 detik per hari.
Kuau raja memiliki 3 jenis/ tipe variasi suara yang dikeluarkan
yaitu : ”kuu..wau”, ”wouw..wouw.. kuuwau”, dan ”wau..wau..20x”.
- Tipe suara ”kuu..wau” merupakan suara yang umum dan sering dikeluarkan.
Satu nada ”kuu..wau” berlangsung sekitar 1 detik, . dikeluarkan secara tunggal atau
berulang (2-5 kali tiap menit interval tiap ulangan ± 7-11 detik) dengan nada yang
sama. .
Bentuk suara ini sering terdengar sebagai sahutan antar jantan dan sebagai
respon terhadap gangguan satwa lain maupun alam, seperti batang atau ranting yang
jatuh.
- Tipe suara ”awouw..awouw.. kuuwau” dikeluarkan kuau raja di antara
aktivitas perilaku lainnya, umumnya saat bertengger. Suara dimulai dengan nada
datar ”awouw” sebanyak dua kali dan diakhiri dengan nada ”kuuwau” yang cukup
tinggi. Durasi bersuara berlangsung dalam 2 detik.
- Tipe suara ”wau..wau...berulang hingga puluhan ” , merupakan jenis suara
yang terdengar selama pengamatan. Suara ini adalah nada yang dikeluarkan kuau
raja dengan jumlah mencapai 20 kali atau lebih secara berulang-ulang. Suara ini
dimulai dengan nada “wau..” yang datar, kemudian lama-kelamaan menjadi nada
“wau..” yang tinggi. Suara ini terdengar ketika kawanan gajah melewati arena tari
pada dini hari pukul 03.00 WIB dan sebelum terjadinya gempa bumi.

Mencari Pakan
Kuau raja mencari pakan di sekitar lantai hutan, baik di dalam maupun di
luar arena taridengan berjalan perlahan dansisi kepala menunduk kebawah,
kemudian mematuk-matuk benda di permukaan tanah, diakhiridengan menelan.
Kuau raja memakan buah-buah yang jatuh dan hewan-hewan kecil di lantai
hutan. Terkadang daun-daun lapuk dibalikkan dan dikoyak menjadi potongan-
potongan kecil, diduga mencari serangga atau rayap yang menempel.
18

Rata-rata frekuensi perilaku makan yang teramati di arena tari sebanyak 19,67 kali
per hari dengan frekuensi tertinggi pukul 09.00-09.59 WIB sebanyak 4,83 kali.
Waktu makan terlama berada pada selang waktu yang sama yaitu selama 386,92
detik dimana durasi makan per hari adalah 1794,33 detik. Pada pukul 11.00-13.00
WIB umumnya kuau raja bergerak menjauhi arena tari.

(A) Kuau raja mencari pakan (B) kuau raja mematuk-matuk makanan

Beristirahat
Kuau raja beristirahat dengan cara mendekam di permukaan tanah, batang
pohon dan atau liana yang biasa digunakan sebagai tempat bertengger. Perilaku ini
umumnya dilakukan di sekitar arena tari. Selama istirahat kuau raja terkadang
melakukan aktivitas lain seperti menelisik, bersuara, dan memeriksa lingkungan.
Kuau mulai istirahat pada pukul 09.00-15.59 WIB dengan rata-rata
frekuensi empat kali dan durasi istirahat dan 1190,08 detik per hari. Perilaku
istirahat di malam hari tidak diamati.

Kuau raja beristirahat di bawah pohon

Perilaku Kawin
Perilaku kawin yang diamati terdiri atas rangkaian bersuara (memanggil
betina), kopulasi, dan display. Di arena tari kuau jantan melakukan panggilan
secara berulang terhadap betina, ya berupa suara tipe ”kuu..wau”. Betina yang
merespon dan mendatangi arena taridisambut jantan dengan berlari mendekat dan
19

naik ke punggung pasangannya. Proses kopulasi terjadi dalam durasi singkat yaitu
± 3-5 detik dan aktivitas dilanjutkan dengan display oleh jantan.
Jantan di pinggir arena tari berjalan perlahan dengan menghentak-
hentakkan kaki di permukaan tanah sehingga menimbulkan suara yang cukup keras
dan ritmik. Jantan bergerak mengelilingi betina dengan posisi kepala menghadap
kebawah, kemudian berhenti untuk beberapa saat dan melanjutkan kembali gerakan
perlahan-lahan semakin cepat. Salah satu sayap dikembangkan setengah, dan posisi
ekor lurus mengarah kebawah. Gerakan ini kemudian terhenti karena betina
berjalan menjauhi arena tari dan menghilang. Selama beberapa saat jantan diam
dengan posisi badan membungkuk dan posisi ujung ekor menyentuh tanah dan
melanjutkan kembali aktivitas hariannya.

Display pada kuau raja

Display dari menjaga teritori terhadap Alophoixus phaeocephalus


(Pycnonotidae) dan Pitta guajana (Pittidae) di dalam arena tari. umumnya
dilakukan dengan mengangkat kedua sayap kiri dan kanan membentuk lingkaran
disertai bagian ekor yang ditegakkan keatas. Gerakan ini menimbulkan suara khas
yang bersumber dari getaran bulu-bulu yang mengembang.
Perilaku kawin didominasi oleh aktivitas membuka kedua sayap
membentuk lingkaran, sedangkan kopulasi hanya terjadi stu kali saat betina
mengunjungi arena tari. Jumlah rata-rata frekuensi perilaku kawin sebanyak 0,67
kali per hari dan jumlah rata-rata durasi selama 155,25 detik per hari. Rata-rata
frekuensi terbanyak terjadi pada pukul 07.00-07.59 WIB dan 10.00-10.59 WIB
sebanyak 0,17 kali, sedangkan rata-rata durasi terlama terdapat pada pukul 07.00-
07.59 WIB selama 90 detik.

Berjalan
Perilaku berjalan dilakukan untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain. Pada pagi dan sore hari perilaku ini banyak dilakukan di sekitar arena tari.
Sedangkan, pada siang hari, umumnya kuau raja bergerak menjauhi arena tari.
Jumlah total rata-rata frekuensi dan durasi per hari dalam melakukan perilaku ini
secara berurutan yaitu sebanyak 14,58 kali dan selama 2119,58 detik. Frekuensi
20

tertingi pukul 09.00-09.59 WIB sebanyak 2,5 kali, sedangkan durasi tertinggi
selama 624,25 detik pukul 10.00-10.59 WIB.

Memeriksa Lingkungan
Memeriksa lingkungan umumnya dilakukan di sela-sela aktivitas lainnya.
Perilaku ini dilakukan dengan cara diam beberapa saat, bersamaan dengan melihat
kondisi sekitar lalu dilanjutkan dengan melakukan aktivitas awal. Perilaku ini
dilakukan setiap saat baik dalam posisi berdiri dan mendekam ketika bertengger
atau di tanah dengan jumlah rata-rata frekensi per hari sebanyak 38,67 kali dan
jumlah rata-rata durasi per hari selama 4120,83 detik. Nilai rata-rata frekuensi dan
durasi tertinggi terdapat pada selang waktu yang sama yaitu pukul 08.00-08.59 WIB,
sebanyak 9,08 kali dan 1035,33 detik. Pada saat memeriksa lingkungan kuau
umumnya diam dan memperhatikan sekitarnya dalam beberapa saat. Jika terdapat
gangguan kuau akan berlari menjauh dengan cepat atau melawan dengan
melakukan gerakan membuka kedua sayap dan mengarahkannya ke atas
membentuk lingkaran hingga ganguan tersebut pergi. Kuau juga terkadang bereaksi
dengan mengeluarkan suara yang bervariasi berupa nada ku..wau yang singkat atau
nada wou.. berulang-ulang.

Kuau raja melompat dan mengibaskan sayapnya untuk membersihkan arena tari

Perawatan Arena Tari


Perawatan arena tari dilakukan dengan cara membersihkan bagian dalam
arena tari dari serasah dan ranting-ranting pohon. Serasah dan ranting diambil
menggunakan paruh dan disingkirkan. Cara ini terkadang dikombinasikan dengan
gerakan melompat sambil mengibaskan sayap dan ekornya. Perawatan arena tari
terkadang dilakukan dengan mematuk daun anakan pohon dan pancang yang
terdapat di sekitar arena tari. Bagian daun yang tidak dapat dijangkau langsung
umumnya diambil dengan cara melompat. Setelah daun habis, maka batang anakan
dan pancang tersebut dipatahkan. Umumnya kegiatan perawatan arena tari
dilakukan pada pagi hari.

Membuang Kotoran
Perilaku membuang kotoran merupakan aktivitas membuang sisa hasil
metabolisme tubuh. Perilaku ini dilakukan dalam posisi berdiri baik di permukaan
tanah maupun sedang bertengger. Perilaku ini sulit untuk diamati karena dalam
21

prosesnya tidak ada tanda-tanda khusus dan hampir tidak terlihat, sehingga tidak
diketahui secara pasti seberapa banyak frekuensi dan durasi kuau raja melakukan
perilaku ini.
22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat


(NTB), tanggal 28 Juni 1989 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Alam Bakhtiar dan Juhaenah. Penulis menempuh Sekolah Menengah
Pertama di SMP N 1 Sumbawa Besar tahun 2001 - 2004, kemudian melanjutkan di
SMA N 1 Sumbawa Besar (2004 - 2007). Pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Penulis dalam berorganisasi aktif di Himpunan profesi (Himpro) Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) sebagai anggota
Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak dan Fotografi Konsevasi (FOKA)
sejak tahun 2008. Selain itu, menjabat ketua Komunitas Seni dan Budaya
Masyarakat Roempoet (KSB-MR) Fakultas Kehutanan, IPB pada periode
2009/2010 dan pada tahun 2011- sekarang tergabung sebagai anggota dalam
Cikabayan Birdbanding Club (CBC).
Pengalaman lapangan dari kegiatan yang diikuti penulis selama di IPB antara
lain: Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (Raffelsia) di Cagar Alam
Rawa Danau, Banten dan Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)
Taman Nasional Manupeu Tana Daru, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun
2008; Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Pangandaran dan Gunung
Sawal (2009); Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (Raffelsia) di
Cagar Alam Burangrang dan Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)
Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Taman Nasional Sebangau (2009);
Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2010);
Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(2011); dan Penelitian (Skripsi) - Perilaku Kuau raja (Argusianus argus) pada
beberapa tipe habitat di Stasiun Penelitian Way Canguk, TNBBS (2011-2012).

Anda mungkin juga menyukai