ZULFIKRI
Zulfikri
NIM E34070005
ABSTRAK
ZULFIKRI. Sebaran dan Pola Perilaku Kuau Raja (Argusianus argus) di Stasiun
Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Dibimbing oleh YENI ARYATI MULYANI dan JARWADI BUDI HERNOWO.
Kuau raja (Argusianus argus) merupakan salah satu jenis burung berukuran besar
anggota suku Phasianidae yang sering menggunakan hutan primer sebagai habitat
dengan daerah persebaran meliputi Malaysia, Kalimantan, dan Sumatera. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan sebaran kuau raja dan
habitat serta pola perilakunya di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan. Perilaku diamati dengan menggunakan metode focal animal
sampling dan one-zero sampling yang kemudian dianalisis menggunakan
persentase perilaku. Perjumpaan denga kuau hanya terjadi di habitat hutan primer
dan riparian. Perilaku harian terdiri atas tujuh perilaku yaitu perilaku menelisik
(32,26%), perilaku bersuara (31,48%), memeriksa lingkungan (18,07%), makan
(9,19%), berjalan (6,82%), istirahat (1,87%), dan kawin (0,31%).
Kata kunci: kuau raja, perilaku, sebaran, stasiun penelitian way canguk
ABSTRACT
ZULFIKRI. Distribution and Behavioral pattern of the Great Argus (Argusianus
argus Linnaeus, 1766) in Way Canguk Research Station, Bukit Barisan Selatan
National Park (TNBBS). Supervised by YENI ARYATI MULYANI and
JARWADI BUDI HERNOWO.
Great Argus (Argusianus argus) is a member of large birds in the Phasianidae that
more often use primary forest and its distribution includes Malaysia, Borneo, and
Sumatra. The purpose of this research is to study and describe the behaviour of the
great Argus and identify patterns of behavior in several types of habitat (primary
forests, riparian, and former fire). Behavior was observed by using focal animal
sampling and one-zero sampling methods, that are then analyzed using persentage
of behavior. The encounter of Great argus only occurred in primary and riparian
habitat. Daily behavior obtained consisted of seven behavior, those are: epimeletic
behavior (probe) (32,26%), vocal behavior (31.48%), investigative behavior
(18.07%), foraging (9,19%), walking (6,82%), resting (1.87%), and sexual behavior
(0.31%).
Key words: behavior, distribution, great argus, way canguk research station
SEBARAN DAN POLA PERILAKU KUAU RAJA (Argusianus
Argus) DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)
ZULFIKRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Sambas Basuni, MS
Tanggal Lulus:
n4 SE? 2013
Judul Skripsi : Sebaran dan Pola Perilaku Kuau raja (Argusianus argus) di
Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS)
Nama : Zulfikri
NIM : E34070005
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini ialah
perilaku satwaliar, dengan judul Sebaran dan Pola Perilaku Kuau Raja (Argusianus
argus) di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc dan
Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF selaku pembimbing, serta Eva Rachmawati,
SHut, MSi atas bantuan dan kesediaannya dalam seminar dan sidang serta Ujang
Suwarna, Shut, MSc selaku penguji perwakilan fakultas dalam sidang
komprehensif. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari
Kusrini, MSi atas bantuannya dalam perbaikan penulisan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mayner Nasalopo selaku manager
Stasiun Penelitian Way Canguk beserta seluruh staf (Rahman, Lazi, Jayus, Warno,
Gawi, Marmi, dan Susi) atas bantuannya selama di lapangan; Wildlife Conservation
Society (WCS); Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS); dan
rekan-rekan dari Rhino Protection Unit (RPU).
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan dan keluarga di
Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen KSHE (mahasiswa, alumni, dosen,
staf, mamang dan bibi), keluarga besar E3-44 “Beruang Madu” dan Himakova.
Selain itu, terima kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Zulfikri
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 2
Tempat dan Waktu 2
Metode Pengumpulan Data 2
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Hasil 3
Pembahasan 7
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 32
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Kuau raja (Argusianus argus Linnaeus, 1766) merupakan salah satu jenis
burung berukuran besar anggota suku Phasianidae. Daerah penyebarannya meliputi
Malaysia, Kalimantan, dan Sumatera (MacKinnon 1998). Kuau raja hidup di hutan
primer dengan daerah yang cukup kering dan aman dari gangguan manusia
(Hernowo 1989). Nijman (1998) mencatat bahwa di Kayan Mentarang, Kalimantan
Timur, habitat yang paling sering digunakan oleh kuau raja adalah hutan primer,
sedangkan hutan sekunder lebih jarang digunakan.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Pulau Sumatera
merupakan salah satu tempat penyebaran kuau raja (Winarni et al. 2004). Secara
umum ekosistem yang terdapat di TNBBS sesuai sebagai habitat kuau raja, karena
45%(160 560) ekosistem TNBBS didominasi oleh hutan hujan dataran rendah yang
terletak dibagian selatan taman nasional (DEPHUT 2007). Menurut Davison
(1981b) kuau raja memiliki keterkaitan dengan hutan dipterocarpa dataran rendah.
Stasiun Penelitian Way Canguk merupakan salah satu habitat kuau raja yang
terdapat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Di kawasan ini
terdapat habitat dataran rendah, antara lain hutan primer (50%), hutan sekunder
(27%), dan hutan bekas kebakaran (23%). Pohon-pohon dari famili
Dipterocarpaceae mendominasi hutan primer (Winarni 2002).
Perilaku pemilihan habitat oleh seekor satwa dapat berkaitan dengan
peluang keberhasilan reproduksinya (Alcock 2005). Pembuatan arena tari
merupakan perilaku yang khas dari kuau raja. Hanya 1% dari seluruh spesies
burung menggunakan arena tari pada musim kawin (Johnsgard 1994, Jiguet et al.
2000) dan salah satunya adalah kuau raja.Winarni (2002) menyatakan bahwa di
Way Canguk, kuau raja membuat arena tari di bawah tegakan hutan yang relatif
bersih dari tumbuhan bawah, terutama pada habitat hutan yang belum terganggu
dan didominasi oleh pohon-pohon besar.
Kuau raja di Way Canguk memiliki wilayah jelajah yang luas (Winarni
2002). Sehubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhannya kuau raja mungkin
memberikan respons perilaku yang berbeda di tipe habitat yang berbeda, tergantung
pada ketersediaan sumberdaya di tiap tipe habitat.
Tujuan Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu
sampai 12 Februari 2012 pada dua titik di hutan primer bagian utara (titik E600 dan
EF700) yang merupakan daerah sekitar arena tari (dancing ground).
Pengambilan data dimulai pada pukul 06.00-17.00 WIB. Untuk memastikan
peneliti tidak mengganggu satwa, pengamatan dilakukan dalam gubuk intai (blind).
Pengambilan data perilaku dilakukan dengan menggunakan metode focal animal
sampling, yaitu satu individu kuau raja menjadi fokus observasi dalam periode
waktu yang telah ditentukan. Pencatatan data dilakukan dengan one-zero sampling,
yaitu perilaku yang terlihat (1) dan yang tidak terlihat (0) dalam selang waktu 1
menit. Perilaku yang taramati dicatat secara langsung dan atau menggunakan
kamera perekam video.
Analisis Data
Sebaran kuau raja dipetakan berdasarkan perjumpaan maupun tanda-
tandanya. Analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung INP untuk tingkat pohon
dan tiang berdasarkan persamaan INP = KR + DR + FR, sedangkan INP tingkat
semai dan pancang diperoleh dengan persamaan INP = KR + FR (Soerianegara &
Indrawan 1988). Suhu dan kelembaban dihitung rata-ratanya serta pendugaan
tutupan tajuk dihitung dengan rumus % bukaan tajuk = (skyimagine/4) x 1.04;
Penutupan tajuk = 99.84% - % bukaan tajuk (Kartika 2008). Analisis perilaku
dilakukan dengan menghitung frekuensi kejadian perilaku (dalam persen) dan
durasi setiap kegiatan (detik) selama 1 jam.
Hasil
AA B
B
Gambar 2 Tanda keberadaan kuau raja: Salah satu arena tari yang terdapat di hutan
primer (A), Rontokan bulu yang terdapat di riparian (B).
Arena tari yang ditemukan di hutan primer sebanyak 8 buah. Lima arena
tari ditemukan di hutan primer bagian utara, terdiri atas empat arena tari aktif dan
satu arena tari tidak aktif. Pada bagian selatan ditemukan tiga arena tari, terdiri atas
dua arena tari aktif dan satu tidak aktif (Gambar 4). Arena tari aktif ditandai dengan
bersihnya lantai hutan dari serasah dan tumbuhan bawah, sebaliknya arena tari yang
tidak aktif tertutup serasah dan tumbuhan bawah.
Kondisi lingkungan hutan primer, hutan bekas tebangan, dan hutan riparian
menunjukkan perbedaan terutama dalam kerapatan tumbuhan bawah (Tabel 1).
Persen Indeks Nilai Penting jenis tertinggi hutan primer, bekas kebakaran, dan
riparian dari tingkat pohon, tiang, pancang, anakan dan semak terdapat pada
Lampiran 1.
Tabel 1 Kondisi lingkungan pada hutan primer, bekas kebakaran, dan riparian
Suara
10
Jalan
5 Makan
0 Mengamati
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
- - - - - - - - - - - Display
06.59 07.59 08.59 09.59 10.59 11.59 12.59 13.59 14.59 15.59 16.59
Istirahat
Waktu
(a)
1200
1000 Menelisik
800 Suara
Durasi
600
Jalan
400
200 Makan
0 Mengamati
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00
- - - - - - - - - - - Display
06.59 07.59 08.59 09.59 10.59 11.59 12.59 13.59 14.59 15.59 16.59
Istirahat
Waktu
(b)
Gambar 4 Pola perilaku harian kuau raja: (a) Berdasarkan frekuensi, (b)
Berdasarkan durasi
Aktivitas kuau raja dimulai ketika pukul 06.00 WIB. Umumnya kuau raja
masih berada di pohon tidurnya dengan posisi bertengger. Aktivitas awal yang
dilakukan berupa menelisik dan bersuara dengan tetap mengamati kondisi sekitar,
7
setelah itu dilanjutkan dengan turun dari pohon tidur untuk mencari makan dan
membersihkan arena tari dari serasah atau ranting yang jatuh pada malam harinya.
Aktivitas menelisik, bersuara, mencari makan, dan membersihkan arena tari
dilakukan secara teratur dan bergantian hingga menjelang siang hari pada pukul
10.00 WIB dengan mengamati kondisi lingkungan. Pada rentang waktu tersebut
dijumpai betina mengunjungi arena tari jantan. Perilaku kawin terjadi pada rentang
waktu tersebut.
Siang hari pada pukul 10.00-13.00 WIB mulai dijumpai aktivitas istirahat.
Pada waktu tersebut juga dijumpai aktivitas mencari makan dengan pergerakan
menjauhi arena tari. Pegerakan mencari makan di luar arena tari dilakukan selama
1-2 jam. Setelah itu kuau kembali ke arena tari dengan melakukan aktivitas
menelisik, bersuara, dan istirahat. Aktivitas display dengan mengembangkan dan
mengangkat kedua sayap membentuk lingkaran dijumpai pada rentang waktu
tersebut.
Siang hingga sore hari pada pukul 13.00-17.00 WIB kuau raja tidak banyak
melakukan akivitas. Aktivitas yang teramati hampir sama dengan pagi hari, namun
memiliki frekuensi dan durasi yang lebih rendah. Aktivitas menelisik sering kali
dijumpai, terkadang melakukan pergerakan menjauhi arena tari dan kembali
dilanjutkan dengan aktivitas istirahat, bersuara, dan menelisik. Perilaku mengamati
sekitar dilakukan sepanjang waktu diantara aktivitas harian lainnya. Aktivitas
penutup yang dilakukan berupa istirahat dengan mendekam di tenggeran antara
semak dan tumbuhan bawah dekat pohon tidur.
.
Pembahasan
dan pancang menunjukkan banyaknya buah yang jatuh dan kemudian tumbuh.
Buah-buah yang jatuh tersebut dimanfaatkan oleh kuau raja sebagai salah satu
pakannya. Popowia bancana pada tingkat pancang juga mendominasi habitat
riparian, sehingga ada kemungkinan kuau raja yang dijumpai di habitat riparian
mencari makan di dalam wilayah jelajahnya.
Kuau raja yang hidupnya sebagian besar di lantai hutan sangat rentan
terhadap gangguan stres yang disebabkan perubahan lingkungan (Wong 1985),
sehingga umumnya jenis ini lebih memilih kondisi habitat dengan intensitas cahaya
rendah, suhu rendah dan kelembaban tinggi. Kondisi tutupan tajuk dapat
mempengaruhi iklim mikro dan kerapatan tumbuhan bawah (Richards 1996).
Berdasarkan kondisi tersebut kuau raja di Stasiun Penelitian Way Canguk lebih
memilih hutan primer sebagai habitat terkait fungsinya sebagai cover (pelindung).
Winarni (2002) menyatakan kuau raja memilih karakteristik arena tari
dengan kondisi topografi yang datar, tidak pada jalur lintasan satwa, dan rendahnya
kepadatan tumbuhan bawah, liana, dan ananakan pohon. Namun, di Malaysia dan
Kalimantan yang lebih berbukit-bukit dibandingkan Sumatera, pemilihan arena tari
selalu berada di atas bukit. Rendahnya kepadatan tumbuhan bawah yang
berhubungan dengan persentase tutupan tajuk yang tinggi terkait dengan pemilihan
arena tari menunjukkan pemilihan habitat hutan primer lebih tinggi bagi kuau raja
dibandingan dengan hutan bekas kebakaran dan riparian di Stasiun Penelitian Way
Canguk.
Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebaran kuau raja di Stasiun Penelitan Way Canguk terdapat di habitat hutan
primer.
2. Perilaku kuau raja terdiri dari menelisik, suara, makan, istirahat, kawin,
memeriksa lingkungan, merawat arena tari, dan membuang kotoran. Kegiatan
ini memiliki pola yang jelas dan berulang setiap hari dengan variasi frekuensi
dan durasi waktu.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Pemetaan sebaran masih terbatas pada keberadaan arena tari dan perjumpaan
individu jantan. Sehingga diperlukan pula informasi tentang sebaran
keberadaan individu betina.
2. Melakukan pengawasan terhadap kelestarian hutan alam, khususnya hutan
primer sebagai habitat yang paling sering digunakan kuau raja.
11
3. Diperlukan waktu pengambilan data yang lebih lama dan berkala agar dapat
menentukan periode musim kawin.
DAFTAR PUSTAKA
Alcock J. 2005. Animal Behavior: An Evolutionary Approach, Eighth edition.
Sunderland, Massachusetts: Sinauer Associates
Beebe W. 1926. Pheasant: their lives and homes. Volume II. New York Zoological
Society, New York: 309 pp.
Davison GWH. 1981a. Diet and Dispersion of The Great Argus Argusianus argus.
Ibis 123: 485-494.
____________. 1981b. Sexual Selection and The Mating System of Argusianus
argus (Aves: Phasianidae). Biological Journal of the Linnaean Society 15: 91-
104.
Delacour J. 1951. The pheasants of the world. London: Country Life Limited.
Hernowo JB. 1989. Studi Pendahuluan Habitat dan Arena Tari Burung Kuau
(Argusianus argus) di Hutan Lindung Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Media
Konservasi Vol II: 55-63.
Jiguet F, Arroyo B, Bretagnolle V. 2000. Lek mating system: a case study in the
little bustard Tetrax tetrax. Behavioural Processes 51: 63-82.
Johnsgard PA. 1994. Arena birds: sexual selection and behavior. Smithsonian
Institution Press, Washington and London: 330 pp.
Kartika KF. 2008. Keanekaragaman Kelelawar Pemakan Serangga Sub Ordo
Microchiroptera Di Stasiun Penelitia Way Canguk Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
MacKinnon J, Phillipps K, Van Balen B. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali, dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Maryanti. 2007. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di
Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran, Jawa Timur [Skripsi]. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Nijman V. 1998. Habitat Preference of Great Argus Pheasant (Argusianus argus)
in Kayan Mentarang National Park, East Kalimantan, Indonesia. Journal of
Ornithology 139: 313-323.
_______. 2007. Effects of Vocal Behaviour on Abundance Estimateas of Rainforest
Galliforms. Acta Ornithol. 42: 186–190.
Ramadhan GF. 2009. Ekologi Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus
Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran Provinsi Jawa
Timur [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Sativaningsih D. 2005. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus
1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur [Skripsi]. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium
Ekologi Hutan-Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
WCS-IP. 2001. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dalam ruang dan waktu:
laporan penelitian 2000-2001 (in Indonesian). WCS-IP/PHKA: 149 pp.
12
Winarni NL. 2002. The Abundance and Distribution Patterns of Great Argus
Pheasant (Argusianus argus) in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra,
Indonesia [Thesis]. Athens, Georgia: Faculty of The University of Georgia.
Winarni NL, Nurcahyo A, Hadiprakarsa Y, Iqbal M. 2004. Effects of Forest Patch
Size on Galliformes in Southern Sumatra, Indonesia. International Galliformes
Symposium. Bogor: Wildlife Conservation Society-Indonesian Program.
Wong M. 1985. Understorey Birds as Indicators of Regeneration in a Patch of
Selectively Logged West Malaysian Rainforest. ICBP Technical Publication 4:
249-263.
13
Lampiran 1 Indek Nilai Penting (INP) vegetasi dominan di habitat hutan primer,
hutan bekas kebakaran, dan hutan riparian
Lampiran 2 Etogram perilaku kuau raja di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF)
dan video oleh Arkive
Lampiran 3 Etogram perilaku kuau raja jantan di Stasiun Penelitian Way Canguk
Menelisik
Menelisik mencakup kegiatan membersihkan dan merapikan bulu yang
terdapat di seluruh permukaan tubuh dengan menggunakan paruh, dimulai dari
mengarahkan paruh kemudian menggerakkannya pada bagian pangkal hingga
ujung bulu. Gerakan-gerakan yang dilakukan berupa menggaruk secara vertikal
maupun horizontal. Pada beberapa kondisi bagian sayap terkadang direntangkan
dan ekor diangkat ke atas untuk memudahkan paruh menjangkau. Bagian bulu yang
ditelisik dengan frekuensi paling banyak dan durasi terlama adalah bagian
punggung dan/atau belakang tubuh (13 kali dan 30 detik per menit).
Bersuara
Kuau raja bersuara dengan posisi berdiri saat bertengger atau di permukaan
tanah dengan cara mendongakkan bagian kepala ke atas bersamaan dengan
membuka paruh dan mengeluarkan suara. Selain itu, bersuara dapat dilakukan saat
17
berada dalam posisi mendekam. Suara yang dikeluarkan dalam posisi mendekam
umumnya dilakukan pada siang (istirahat) dan sore hari (menjelang tidur).
A B
(A) kuau raja bersuara di atas permukaan tanah, (B) bersuara di atas tenggeran
Kuau raja mulai bersuara pada pagi hari dan meningkat menjelang siang
hingga pukul 09.00-09.59 WIB. Frekuensi bersuara menurun hingga pukul 16.00-
16.59 WIB. Nilai frekuensi dan durasi rata-rata bersuara paling tinggi terjadi pada
pukul 09.00-09.59 WIB secara berurutan sebanyak 16,25 kali dari total 67,33 kali
per hari dan selama 22,25 detik dari 92,72 detik per hari.
Kuau raja memiliki 3 jenis/ tipe variasi suara yang dikeluarkan
yaitu : ”kuu..wau”, ”wouw..wouw.. kuuwau”, dan ”wau..wau..20x”.
- Tipe suara ”kuu..wau” merupakan suara yang umum dan sering dikeluarkan.
Satu nada ”kuu..wau” berlangsung sekitar 1 detik, . dikeluarkan secara tunggal atau
berulang (2-5 kali tiap menit interval tiap ulangan ± 7-11 detik) dengan nada yang
sama. .
Bentuk suara ini sering terdengar sebagai sahutan antar jantan dan sebagai
respon terhadap gangguan satwa lain maupun alam, seperti batang atau ranting yang
jatuh.
- Tipe suara ”awouw..awouw.. kuuwau” dikeluarkan kuau raja di antara
aktivitas perilaku lainnya, umumnya saat bertengger. Suara dimulai dengan nada
datar ”awouw” sebanyak dua kali dan diakhiri dengan nada ”kuuwau” yang cukup
tinggi. Durasi bersuara berlangsung dalam 2 detik.
- Tipe suara ”wau..wau...berulang hingga puluhan ” , merupakan jenis suara
yang terdengar selama pengamatan. Suara ini adalah nada yang dikeluarkan kuau
raja dengan jumlah mencapai 20 kali atau lebih secara berulang-ulang. Suara ini
dimulai dengan nada “wau..” yang datar, kemudian lama-kelamaan menjadi nada
“wau..” yang tinggi. Suara ini terdengar ketika kawanan gajah melewati arena tari
pada dini hari pukul 03.00 WIB dan sebelum terjadinya gempa bumi.
Mencari Pakan
Kuau raja mencari pakan di sekitar lantai hutan, baik di dalam maupun di
luar arena taridengan berjalan perlahan dansisi kepala menunduk kebawah,
kemudian mematuk-matuk benda di permukaan tanah, diakhiridengan menelan.
Kuau raja memakan buah-buah yang jatuh dan hewan-hewan kecil di lantai
hutan. Terkadang daun-daun lapuk dibalikkan dan dikoyak menjadi potongan-
potongan kecil, diduga mencari serangga atau rayap yang menempel.
18
Rata-rata frekuensi perilaku makan yang teramati di arena tari sebanyak 19,67 kali
per hari dengan frekuensi tertinggi pukul 09.00-09.59 WIB sebanyak 4,83 kali.
Waktu makan terlama berada pada selang waktu yang sama yaitu selama 386,92
detik dimana durasi makan per hari adalah 1794,33 detik. Pada pukul 11.00-13.00
WIB umumnya kuau raja bergerak menjauhi arena tari.
(A) Kuau raja mencari pakan (B) kuau raja mematuk-matuk makanan
Beristirahat
Kuau raja beristirahat dengan cara mendekam di permukaan tanah, batang
pohon dan atau liana yang biasa digunakan sebagai tempat bertengger. Perilaku ini
umumnya dilakukan di sekitar arena tari. Selama istirahat kuau raja terkadang
melakukan aktivitas lain seperti menelisik, bersuara, dan memeriksa lingkungan.
Kuau mulai istirahat pada pukul 09.00-15.59 WIB dengan rata-rata
frekuensi empat kali dan durasi istirahat dan 1190,08 detik per hari. Perilaku
istirahat di malam hari tidak diamati.
Perilaku Kawin
Perilaku kawin yang diamati terdiri atas rangkaian bersuara (memanggil
betina), kopulasi, dan display. Di arena tari kuau jantan melakukan panggilan
secara berulang terhadap betina, ya berupa suara tipe ”kuu..wau”. Betina yang
merespon dan mendatangi arena taridisambut jantan dengan berlari mendekat dan
19
naik ke punggung pasangannya. Proses kopulasi terjadi dalam durasi singkat yaitu
± 3-5 detik dan aktivitas dilanjutkan dengan display oleh jantan.
Jantan di pinggir arena tari berjalan perlahan dengan menghentak-
hentakkan kaki di permukaan tanah sehingga menimbulkan suara yang cukup keras
dan ritmik. Jantan bergerak mengelilingi betina dengan posisi kepala menghadap
kebawah, kemudian berhenti untuk beberapa saat dan melanjutkan kembali gerakan
perlahan-lahan semakin cepat. Salah satu sayap dikembangkan setengah, dan posisi
ekor lurus mengarah kebawah. Gerakan ini kemudian terhenti karena betina
berjalan menjauhi arena tari dan menghilang. Selama beberapa saat jantan diam
dengan posisi badan membungkuk dan posisi ujung ekor menyentuh tanah dan
melanjutkan kembali aktivitas hariannya.
Berjalan
Perilaku berjalan dilakukan untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain. Pada pagi dan sore hari perilaku ini banyak dilakukan di sekitar arena tari.
Sedangkan, pada siang hari, umumnya kuau raja bergerak menjauhi arena tari.
Jumlah total rata-rata frekuensi dan durasi per hari dalam melakukan perilaku ini
secara berurutan yaitu sebanyak 14,58 kali dan selama 2119,58 detik. Frekuensi
20
tertingi pukul 09.00-09.59 WIB sebanyak 2,5 kali, sedangkan durasi tertinggi
selama 624,25 detik pukul 10.00-10.59 WIB.
Memeriksa Lingkungan
Memeriksa lingkungan umumnya dilakukan di sela-sela aktivitas lainnya.
Perilaku ini dilakukan dengan cara diam beberapa saat, bersamaan dengan melihat
kondisi sekitar lalu dilanjutkan dengan melakukan aktivitas awal. Perilaku ini
dilakukan setiap saat baik dalam posisi berdiri dan mendekam ketika bertengger
atau di tanah dengan jumlah rata-rata frekensi per hari sebanyak 38,67 kali dan
jumlah rata-rata durasi per hari selama 4120,83 detik. Nilai rata-rata frekuensi dan
durasi tertinggi terdapat pada selang waktu yang sama yaitu pukul 08.00-08.59 WIB,
sebanyak 9,08 kali dan 1035,33 detik. Pada saat memeriksa lingkungan kuau
umumnya diam dan memperhatikan sekitarnya dalam beberapa saat. Jika terdapat
gangguan kuau akan berlari menjauh dengan cepat atau melawan dengan
melakukan gerakan membuka kedua sayap dan mengarahkannya ke atas
membentuk lingkaran hingga ganguan tersebut pergi. Kuau juga terkadang bereaksi
dengan mengeluarkan suara yang bervariasi berupa nada ku..wau yang singkat atau
nada wou.. berulang-ulang.
Kuau raja melompat dan mengibaskan sayapnya untuk membersihkan arena tari
Membuang Kotoran
Perilaku membuang kotoran merupakan aktivitas membuang sisa hasil
metabolisme tubuh. Perilaku ini dilakukan dalam posisi berdiri baik di permukaan
tanah maupun sedang bertengger. Perilaku ini sulit untuk diamati karena dalam
21
prosesnya tidak ada tanda-tanda khusus dan hampir tidak terlihat, sehingga tidak
diketahui secara pasti seberapa banyak frekuensi dan durasi kuau raja melakukan
perilaku ini.
22
RIWAYAT HIDUP