KUALITAS UDARA
(Studi Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan
Tegakan Mahoni Cikabayan)
Oleh:
MUNGKI EKA PRATIWI
E34101066
Oleh:
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang telah diberikan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “Lumut kerak sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi
Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni
Cikabayan)”.
Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si dan Ibu Ir.
Elis Nina Herliyana M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan
pengarahannya selama penulis menyelesaikan skripsi. Selama penyusunan
skripsi ini tidak dapat dipungkiri banyak sekali hambatan yang penulis hadapi.
Berkat kearifan dan kemurahan-Nya serta bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini
dapat penulis selesaikan. Untuk itu, dengan segala hormat, penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat izin-
Nya, kekuasaan-Nya serta kasih sayang-Nya karya kecil ini dapat penulis
selesaikan. Dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si selaku
pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan kearifan
serta memotivasi penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Rita Kartika Sari, M.Si sebagai dosen penguji dari Departemen HasiL
Hutan dan Dr. Ir. Nurhaeni Wijayanto, MS, selaku dosen penguji Departemen
Silvikultur.
3. Bapak dan Mama yang senantiasa penuh kasih sayang dan doa agar penulis
tetap tegar sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini serta adik tercinta,
yang selalu menghibur penulis dalam suka dan duka.
4. Bapak Ir. Ali Hambali dan Ibu Ir. Fida yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di kawasan industri Pulo Gadung.
5. Bapak Agus Syafii yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di arboretum Cibubur.
6. Pihak Herbarium Bogorensis, khususnya Ibu Ida Haerida, S.Si atas bantuan
dan informasinya.
7. Insan Kurnia, S.Hut yang telah memberikan bantuan, dukungan dan
arahannya selama penyusunan skripsi.
8. Monic, Wisye, Ernest, Boni dan Tommy atas dukungan dan bantuan selama
penyusunan skripsi. I can’t made it with out u guys.
9. Mbak Eka, Mbak Rita, Berny, Mba Eko, Purie, Mirna, Catur (untuk kamera)
dan Mas Ajie atas semangat, bantuan dan dukungannya selama penyusunan
skripsi. Maaf sudah merepotkan kalian.
10. Bapak dan Ibu di KPAP DKSHE, Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Eti, Ibu Tuti, Bapak
Acu dan Teh Sri yang telah membantu penulis dalam administrasinya.
11. Seluruh mahasiswa DKSHE angkatan 38 terimakasih atas kebersamaannya
dalam suka dan duka selama ini.
12. Semua pihak lainnya yang telah banyak membantu penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................... 2
C. Manfaat Penelitian ................................................................... 2
B. Pembahasan
1. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Ditemukan ........................... 36
a. Morfologi Talus Lumut Kerak .......................................... 36
b. Bentuk dan Keadaan Talus secara Umum ..................... 36
c. Warna Talus secara Umum ............................................ 37
d. Ciri Mikroskopik Talus Lumut Kerak ............................... 39
e. Kulit Batang Tanaman sebagai Substrat ........................ 42
f. Luas dan Frekuensi Perjumpaan Talus Lumut Kerak..... 42
3
Halaman
No Halaman
No Halaman
No Halaman
A. Latar Belakang
gas belerang dioksida (SO2) dan gas buang lainnya yang berasal dari industri
maupun dari kendaraan bermotor (Suwarso, 2004).
Penelitian terhadap jenis-jenis lumut kerak yang dapat menjadi bioindikator
pencemaran udara masih kurang, diantaranya adalah hasil penelitian
Soedaryanto et al. (1992) yang menemukan 3 jenis lumut kerak pada daerah
yang relatif tercemar dan 7 jenis lumut kerak pada daerah kontrol di Denpasar,
Bali. Pada penelitian ini akan dikaji tentang jenis-jenis lumut kerak pada kawasan
industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan
Kampus IPB Bogor, sebagai daerah yang diduga relatif tercemar dan relatif tidak
tercemar.
B. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi keberadaan lumut kerak dihubungkan dengan lokasi
tertentu dengan kualitas udara yang diduga berbeda, yaitu kawasan industri Pulo
Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni. Adapun ruang lingkup
penelitian adalah mengkaji jenis-jenis morfologi lumut kerak, jenis tanaman dan
beberapa faktor lingkungan (suhu, kelembaban udara dan kandungan polutan).
C. Manfaat Penelitian
Menurut Fitting et al. (1954) diacu dalam Ronoprawiro (1989); Noer (2004);
Tjitrosoepomo (1981), lumut kerak merupakan tumbuhan rendah yang temasuk
dalam divisi Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan
fisiologik dari dua makhluk, yakni antara fungi dan alga.
Menurut Dharmaputra et al. (1989), fungi merupakan salah satu organisme
heterotrof yang tidak termasuk tumbuhan maupun hewan, yaitu termasuk dalam
regnum fungi. Fungi dapat hidup sebagai saprob atau parasit. Saprob
merupakan organisme yang hidup dari bahan organik mati, sedangkan parasit
adalah organisme yang hidup pada organisme hidup lain dan mengambil
makanan darinya.
Keberadaan simbiosis antara dua organisme ini masih diperdebatkan.
Lumut kerak seharusnya termasuk dan diklasifikasikan dengan fungi sejati
(Bessey, 1950; Martin, 1950; Alexopoulos, 1956 diacu dalam Pandey & Trivendi,
1977). Namun, menurut Smith (1955) diacu dalam Pandey & Trivendi (1977)
menerangkan bahwa lumut kerak harus berada pada kelompok yang terpisah
dari alga dan fungi.
Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga
muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut mycobiont
yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus
termasuk kelas Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut
phycobiont, berasal dari divisi alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau
(Chlorophyta). Tercatat bahwa terdapat 12 genus dari divisi alga biru-hijau
(Chyanophyceae) dan 21 dari alga hijau (Chlorophyta). Pada umumnya genus
yang termasuk dalam Cyanobacteria adalah Nostoc, Gloeocapsa dan Rivularia,
sedangkan yang termasuk alga hijau diantaranya Protococcus, Trentepohlia dan
Cladophora (Pandey & Trivendi, 1977).
Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi lumut
kerak berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1) Ascolichens
Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak berasal dari
kelas Ascomycetes. Tipe ini terbagi dalam dua bagian yaitu Gymnocarpae
4
Menurut Fink (1961), bagian utama lumut kerak adalah talus yang
merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau tegak lurus
dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat tubuh secara
rapat atau jarang pada substrat. Menurut Dharmaputra et al. (1989), talus
adalah merupakan istilah umum untuk bagian vegetatif tumbuh-tumbuhan tak
berpembuluh (non-vascular).
5
1. Talus Crustose
2. Talus Foliose
Talus foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang
mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas
berbeda, pada permukaan bawah berwarna lebih terang atau gelap dan pada
bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas (Vashishta 1982, diacu dalam
Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979).
3. Talus Fruticose
Talus fruticose merupakan tipe talus kompleks dengan cabang-cabang
yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus
hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Lumut kerak fruticose
ini memperluas dan menunjukan perkembangannya hanya pada batu-batuan,
daun, dan cabang pohon (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995;
Moore, 1972).
6
4. Talus Squamulose
Talus ini memiliki bentuk seperti talus crustose dengan pingiran yang
terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini memiliki bentuk seperti sisik
yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil tetapi tidak memiliki rizin
(Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979; Noer,
2004).
Secara umum anatomi jaringan talus lumut kerak tersusun atas beberapa
lapisan diantaranya sebagai berikut :
1. Korteks Atas
Lapisan teratas disebut sebagai lapisan hifa fungi. Lapisan ini tidak
memiliki ruang antar sel dan jika ada maka ruang antar sel biasanya diisi oleh
gelatin. Pada beberapa jenis lumut kerak yang bergelatin, kulit atas juga
kekurangan satu atau beberapa sel tipis. Namun, permukaan tersebut dapat
ditutupi oleh epidermis (Misra & Agrawal, 1978). Alga sangat penting bagi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi lumut kerak, karena alga dapat melakukan
fotosintesis (Moore, 1972). Secara umum, lapisan atas alga diketahui dapat
menerima cahaya sinar matahari. Simbiosis yang terjadi mengakibatkan kedua
komponen tersebut saling tergantung satu sama lain. Lumut kerak dapat
mengabsorbsi air dari hujan, aliran permukaan, dan embun.
2. Lapisan Alga
Lapisan ini berada di bawah lapisan cortex atas yang terdiri atas lapisan
gonidial. Lapisan ini merupakan jalinan hifa fungi yang bercampur dengan alga.
Berdasarkan penyebaran lapisan alga pada talusnya, lumut kerak telah
diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu homoiomerus dan heteromerous.
7
Pada homoimerus, sel alga tersebar merata pada jaringan longgar hifa fungi
sedangkan pada heteromerus sel-sel alga terbatas pada lapisan atas talus
(Misra & Agrawal, 1978).
3. Medulla
Menurut Misra & Agrawal (1978), lapisan medulla terdiri dari jalinan
longgar hifa-hifa. Lapisan ini akan memberikan kekuatan dan penghubung antara
lapisan bawah dan atas atau bagian luar dan dalam talus. Menurut Fink (1961),
lapisan ini menyerupai parenkim bunga karang seperti pada jaringan daun.
Pembagian atau pemisahan antara lapisan alga dan lapisan medula tidak selalu
terjadi secara sempurna. Pada lapisan ini hanya sedikit terdapat sel-sel alga, dan
pada umumnya lapisan ini relatif tebal dan tidak berwarna atau transparan.
4. Korteks Bawah
Menurut Fink (1961), lapisan korteks bagian bawah sangat mirip dengan
lapisan cortex bagian atas. Pada lapisan ini akan terbentuk rizoid yang
berkembang masuk ke substrat. Jika rizoid tidak ada, maka fungsinya akan
digantikan oleh hifa-hifa fungi yang merupakan perpanjangan hifa dari lapisan
medulla.
Menurut Meler & Chapman (1983) diacu dalam Ronoprawiro (1989)
menyatakan bahwa hubungan fungi dan alga merupakan simbiosis dan
hubungan ini terjadi melalui houstoria, yaitu terjadi pelekatan yang erat benang
fungi pada alga. Pada lumut kerak, terdapat dua tipe houstoria, yaitu houstoria
intramembran yang hanya masuk ke dalam dinding sel alga dan tidak banyak
yang melewatinya dan houstoria intrasel, masuk jauh ke dalam sel alga
(Pevelling, 1973; Fitting et al., 1954 diacu dalam Ronoprawiro, 1989). Lumut
kerak yang memiliki struktur talus yang jelas pada umumnya hanya mempunyai
houstoria intramembran (Tschermak, Geitler, Plessl, cit Pevelling, 1973 diacu
dalam Ronoprawiro, 1989).
Lumut kerak hidup sebagai tidak hanya menjadi tumbuh pada pohon-
pohonan, tetapi juga di atas tanah, terutama pada daerah tundra di sekitar kutub
utara. Lokasi tumbuhnya dapat di atas maupun di dalam batu dan tidak terikat
pada tingginya tempat di atas permukaan laut. Lumut kerak dapat ditemukan dari
tepi pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong
dalam tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah.
8
Beberapa jenis dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu, yang biasa disebut
sebagai bersifat endolitik (Tjitrosoepomo, 1981). Lumut kerak juga dapat hidup
dan tumbuh pada habitat yang agak kering (Polunin, 1990).
Menurut Fink (1981), lumut kerak yang ada pada pohon umumnya tumbuh
pada batang atau bagian batang yang lebih rendah. Menurut Pandey & Trivendi
(1977); Misra & Agrawal (1978), habitat lumut kerak dapat dibagi menjadi 3
katagori, yaitu :
1) Saxicolous adalah jenis lumut kerak yang hidup di batu. Menempel pada
substrat yang padat dan di daerah dingin.
2) Corticolous adalah jenis lumut kerak yang hidup pada kulit pohon. Jenis ini
sangat terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang sebagian besar
kondisi lingkungannya lembab.
3) Terricolous adalah jenis lumut kerak terestrial, yang hidup pada permukaan
tanah.
Menurut Pandey & Trivendi (1977); Fitting et al. (1954) diacu dalam
Ronoprawiro (1989); Misra & Agriwal (1978), penyebaran koloni lumut kerak
dapat terjadi secara vegetatif yaitu dengan cara fragmentasi, soredia, dan isidia
serta secara seksual. Penyebaran secara vegetatif secara tidak langsung dapat
dibawa oleh air, angin, serangga atau satwa (Moore, 1972). Air hujan sangat
penting dalam penyebaran soredia, meskipun dengan angin juga dapat terjadi
penyebaran.
Menurut Pandey & Trivendi (1977), fragmentasi merupakan salah satu cara
penyebaran secara vegetatif yang paling umum dijumpai. Lumut kerak yang
kering dengan kondisi yang sangat rapuh, bila terpisah dari talus utamanya maka
potongan talus tersebut akan terbawa oleh angin atau air sehingga akan jatuh
pada tempat yang baru. Pada tempat yang baru, potongan talus tersebut akan
tumbuh menjadi talus yang baru. Soredia merupakan struktur berbentuk bubuk
yang berwarna putih keabuan atau hijau keabuan, yang biasanya terletak pada
permukaan talus atau pinggiran talus. Soredia akan disebarkan oleh angin atau
air hujan dalam mencari substrat yang sesuai sehingga dapat berkembang
menjadi talus baru. Isidia merupakan struktur yang memiliki bentuk seperti
karang yang terdapat pada permukaan atau pinggiran talus.
Untuk reproduksi seksual terbatas untuk pasangan fungi yang terdapat
pada lumut kerak, sebab sebagian besar komponen fungi pada lumut kerak
termasuk dalam golongan Ascomycetes. Reproduksi ini meliputi pembentukan
9
askokarp dalam struktur khusus yang disebut dengan asci, tumbuh pada
apotesium atau peritesium. Banyak jenis fungi pada lumut kerak membentuk
askokarp, tergantung pada golongannya.
Menurut Vashishta (1982) diacu dalam Januardania (1995), menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang membantu penyebaran lumut kerak.
Penyebaran secara vegetatif merupakan cara efisien membantu penyebarannya,
hal tersebut juga didukung oleh sifat lumut kerak yang memiliki ketahanan
terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim.
1. Faktor Lingkungan
a. Suhu udara
Pertumbuhan lumut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, antara
lain suhu udara, kelembaban udara dan kualitas udara. Lumut kerak memiliki
kisaran toleransi suhu yang cukup luas. Lumut kerak dapat hidup baik pada suhu
yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi. Lumut kerak akan
segera menyesuaikan diri bila keadaan lingkungannya kembali normal. Salah
satu contohnya alga jenis Trebouxia tumbuh baik pada kisaran suhu 12-24°C,
dan fungi penyusun lumut kerak pada umumnya tumbuh baik pada suhu 18-21°C
(Ahmadjian, 1967).
b. Kelembaban udara
Walaupun lumut kerak tahan pada kekeringan dalam jangka waktu yang
cukup panjang, namun lumut kerak tumbuh dengan optimal pada lingkungan
yang lembab (Ronoprawiro, 1989).
c. Kualitas Udara
Menurut Kristanto (2002), udara adalah suatu campuran gas yang berada
pada lapisan yang mengelilingi bumi, dengan komposisi campuran gas tersebut
tidak selalu konstan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999;
Soedirman (1975) diacu dalam Ryadi (1982); Kozak & Sudarmo (1992) diacu
dalam Purnomohadi (1995), pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain berupa debu, uap air, bau,
asap, dan berbagai jenis gas lainnya yang dalam jumlah konsentrasi, sifat dan
lama waktu keberadaannya di atmosfer, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
10
Alexopolous & Mims (1979) menyatakan bahwa pusat kota dengan polusi
industri beratnya tidak ditemukan atau jarang ditemukan lumut kerak. Populasi
lumut kerak secara bertahap bertambah pada jarak semakin jauh dari pusat kota
tersebut. Dengan demikian lumut kerak dapat digunakan sebagai petunjuk
didalam program mengukur kualitas lingkungan, dimana bahwa tidak ada
organisme lain yang lebih peka terhadap sulfur dioksida (SO2) daripada lumut
kerak.
Sulfur dioksida (SO2) merupakan hasil samping pembakaran batubara (dan
juga minyak bumi pada batas-batas tertentu) dan bentuk sulfur lainnya, dimana
hasil-hasil tersebut akan mempengaruhi banyak tumbuh-tumbuhan khususnya
lumut kerak (Lubis, 1996).
scripta, G. elegans, dan Anaptychia ciliaris. Jenis–jenis lumut kerak yang tumbuh
di daerah yang bersih adalah Usnea rubicunda, U. subfloridana, U. florida, U.
articulata, Teloschistes flavicans, Lobaria pulmonaria, P. perlata, Lobaria
scrobiculata, R. fastigiata, R. fraxinea, R. calicaris, Pannaria rubiginosa, dan
Degelia plumbea.
Menurut Clark et al. (1999) diacu dalam Wijaya (2004), ada beberapa sifat
lumut kerak yang ideal sebagai bioindikator antara lain :
1) Keanekaan ; jumlah jenis yang terdapat di setiap substrat yang diamati. Pada
daerah dimana pencemaran telah terjadi, jumlah jenis yang ada sedikit dan
jenis-jenis yang peka sekali akan hilang.
2) Pertumbuhan ; diamati dengan melihat keadaan morflogi dan warna
talusnya. Lumut kerak di daerah yang tercemar pertumbuhannya kurang
baik, warnanya pucat atau berubah.
3) Kesuburan ; dilihat ada tidaknya alat berkembangbiak yaitu soredia, isidia,
lobules, chypellae dan chepaloidia. Pada daerah tercemar, lumut kerak yang
ada kurang subur dan alat berkembang biak tidak ada.
4) Frekuensi ; penyebaran dan pengelompokan lumut kerak pada setiap
substrat yang diamati, sedangkan frekuensi adalah kehadiran lumut kerak
pada setiap pohon contoh di masing-masing stasiun pengamatan.
5) Persentase penutupan (density) ; diukur dengan menghitung luas penutupan
lumut kerak pada substrat atau habitat yang diamati.
III. METODE PENELITIAN
Bahan
1 Peta lokasi Melihat lokasi penelitian
2 Plastik transparan Menggambar lumut kerak
3 Amplop Menyimpan sampel lumut kerak
4 Akuades, laktofenol-analin blue, Membuat preparat
tissue
Alat
5 Pita meteran Mengukur keliling batang pohon
6 Kape, pahat, dan martil Mengambil sampel lumut kerak
7 Termometer bola basah dan bola Mengukur suhu (ºC) dan kelembaban
kering udara (%)
8 Planimeter Mengukur luas lumut kerak
9 Imvinger dan dust sampler Mengukur kualitas udara
10 Alat tulis dan tally sheet Mencatat hasil
11 Kamera Dokumentasi
12 Object glass, cover glass, pinset, Melihat ciri-ciri mikroskopik
pipet, pisau silet, dan mikroskop
C. Metode
1. Pemilihan Lokasi Contoh
Lokasi contoh pengamatan pada masing-masing lokasi ditentukan secara
purposive/sengaja yaitu dengan kriteria lokasi merupakan habitat tumbuhnya
lumut kerak dengan dugaan memiliki kondisi kualitas udara yang berbeda.
Pemilihan lokasi pengamatan yaitu di kawasan industri Pulo Gadung (A) dan
arboretum Cibubur (B) dan tegakan mahoni Cikabayan (C) merupakan daerah
relatif tidak tercemar.
14
2. Jenis Data
Talus lumut kerak yang diamati terbagi secara makroskopik dan
mikroskopik. Pengamatan secara mikroskopik mencakup bentuk, keadaan serta
warna talus lumut kerak, luas talus lumut kerak serta frekuensi perjumpaan serta
melakukan komposisi jenis (melalui pendekatan tipe morfologi talus lumut kerak).
Pengamatan secara mikroskopik dilakukan untuk melihat struktur jaringan
penyusun talus lumut kerak.
Jenis data faktor biotik yang diperoleh adalah jenis tanaman sebagai
substrat bagi lumut kerak dan keliling batang atas tanaman, sedangkan jenis
data faktor abiotik yang diperoleh adalah iklim mikro, terdiri dari suhu dan
kelembaban udara rata-rata serta kandungan udara ambien.
Contoh talus yang diambil adalah yang tumbuh pada batang tanaman pada
ketinggian 0-150 cm di atas permukaan tanah. Contoh talus disimpan dalam
amplop, kemudian diberi label/keterangan. Contoh talus tersebut akan di
identifikasi di Herbarium Bogorensis dan dilakukan pengamatan secara
mikroskopik.
15
4. Analisis Data
a. Luas Talus Lumut Kerak
Menentukan luas suatu jenis lumut kerak dengan menggunakan
planimeter. Luas areal yang diamati sampai setinggi 150 cm pada setiap pohon
contoh dihitung berdasarkan rumus trapesium sebagai berikut (Noer, 2004):
Luas areal yang diamati = ½ x (A+B) x C
Keterangan :
A = Keliling batang atas pohon
B = Keliling batang bawah pohon
C = Tinggi batang pohon sampai setinggi 150 cm
b. Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak
Perjumpaan lumut kerak digunakan untuk melihat penyebaran jenis lumut
kerak pada tiap lokasi. Rumus yang digunakan dalam analisis ini adalah :
D. Kerangka Pemikiran
Udara merupakan penunjang utama kehidupan. Pada saat kondisi normal,
udara yang terdiri atas campuran berbagai gas dan debu memiliki komposisi
yang relatif konstan dan udara normal ini berkualitas baik. Namun, bila terjadi
kontaminan pada konsentrasi yang sudah melebihi ambang batas maka
komposisi udara tersebut dapat berubah dan kualitasnya pun akan turun.
Menurut Noer (2004), apabila batas tersebut dilampaui akan timbul
berbagai kerugian karena terjadi perubahan keseimbangan ekosistem. Batas
toleransi tersebut sulit untuk diketahui, akan tetapi beberapa tumbuhan dan
hewan yang mempunyai kepekaan terhadap perubahan lingkungan dapat
17
Bioindikator
A. Hasil
1. Karakteristik Tempat Hidup Lumut Kerak
a. Kawasan Industri Pulo Gadung
Kawasan industri Pulo Gadung ditetapkan melalui Surat Keputusan
Gubernur No. 1b.3/2/35/69 pada tanggal 20 Mei 1969 dengan luas 415 ha serta
Surat Keputusan No. 424 tanggal 29 April 1988 dan revisi Surat Keputusan No.
519 tanggal 14 Maret 1988 dengan tambahan luas 183 ha. Pada saat ini terdapat
± 420 unit perusahaan, yang dalam komponen kegiatannya dapat berpotensi
menimbulkan perubahan lingkungan (PT. JIEP & PT. NINCEC Multi Dimensi,
2005).
Kawasan industri Pulo Gadung merupakan daerah yang datar dengan
curah hujan sedang (2000-2300 mm) per tahun dan dengan ketinggian dari
permukaan laut berkisar 7-14 m (PT. JIEP & PT. NINCEC Multi Dimensi, 2005).
Tanaman yang ada pada lokasi pengamatan terdiri atas 5 jenis yaitu
mahoni (Swietenia sp.), johar (Cassia siamea), angsana (Pterocarpus indicus),
tanjung (Mimosops sp.) dan saga (Adenanthera pavonina) dengan keliling
batang bagian atas berkisar antara 13-58 cm. Pada lokasi pengamatan,
persentase jenis tumbuhan berturut-turut dari yang terbesar johar (51%), mahoni
(24%), tanjung (16%), saga (7%), dan angsana (2%) (Gambar 4; Gambar 5;
Lampiran 1a).
2% 7% Adenanthera pavonina
24% 16%
Mimosops sp.
Cassia siamea
Swietenia sp.
Pterocarpus indicus
51%
(a) (b)
(c)
b. Arboretum Cibubur
Arboretum wanawisata pramuka Cibubur dibangun oleh Departemen
Kehutanan dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka berdasarkan surat No.
229/OA/K/KM/1981 pada tanggal 24 Februari 1981 dan Departemen Pertanian
berdasarkan surat perjanjian No. 1/Mentan/KS/VI/8/089/1981. Secara
administratif bumi perkemahan Cibubur berada di daerah Cibubur Jakarta Timur
(Departemen Kehutanan, 1991).
Area ini memiliki arboretum seluas 20 ha dengan topografi datar sampai
landai serta bagian tengah yang cekung pada ketinggian ± 30 meter dari
permukaan laut. Daerah ini memiliki jenis tanah latosol warna merah coklat, serta
memiliki pengaruh curah hujan mencapai 2.800 mm per tahun, dengan 147 hari
yang hampir merata setiap tahunnya, serta suhu berkisar 22-32°C (Departemen
Kehutanan, 1991).
20
2% Pterocarpus indicus
2% Filicium desipiens
2% Adenanthera pavonina
11% Swietenia sp.
17% 13% Podocapus nerifolii
Mimosops elingi
.. Hevea sp.
11% 9%
Podocapus imbricata
11% 22% Cinnamomum sp.
Maniltoa grandiflora
(a) (b)
Gambar 7. Kondisi Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur. (a) dan (b) Kondisi
Lokasi Pengamatan
21
2. Karakteristik abiotik
a. Kualitas Udara Ambien
Pengambilan sampel udara dilakukan pada saat musim hujan yaitu sekitar
tanggal 19 Desember 2005. Pada kawasan industri Pulo Gadung, pengambilan
sampel udara ambien dilakukan pada pukul 08.52-09.52 WIB dengan suhu udara
berkisar 29,5-31,8°C dan kelembaban udara berkisar 64,2-74,9%. Pada kawasan
22
industri Pulo Gadung terdapat beberapa pabrik yang dalam kegiatan produksinya
dan kegiatan transportasi diduga akan memberikan kontribusi pada udara
ambien pada lingkungan sekitarnya.
Pada arboretum Cibubur, pengambilan sampel udara ambien dilakukan
pada pukul 11.13-12.13 WIB dengan suhu udara berkisar 32,6–34,2°C dan
kelembaban udara berkisar 53,4-68,2%. Pada tegakan mahoni Cikabayan
dilakukan pengambilan sampel udara ambien pada pukul 14.04-15.04 WIB
dengan suhu udara berkisar 28,2-30,0°C dan kelembaban udara berkisar 69,3-
76,7%.
Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien dengan parameter
debu, karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2)
masih jauh berada di bawah ambang batas baku mutu udara menurut Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1999.
Berdasarkan hasil pengukuran, lokasi yang memiliki kandungan udara
ambien berturut-turut dari yang tertinggi adalah kawasan industri Pulo Gadung,
arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan.
Dengan rincian, pada kawasan industri Pulo Gadung didapatkan
kandungan CO2 sebesar 342 ppmv, debu sebesar 61 μg/Nm3, NO2 sebesar 21
μg/Nm3/Jam dan SO2 sebesar 12 μg/Nm3/Jam. Pada arboretum Cibubur
didapatkan kandungan CO2 sebesar 336 ppmv, debu sebesar 45 μg/Nm3, NO2
sebesar 15 μg/Nm3/Jam dan SO2 sebesar 8 μg/Nm3/Jam. Kemudian, pada
tegakan mahoni Cikabayan didapatkan kandungan CO2 sebesar 325 ppmv, debu
sebesar 22 μg/Nm3, NO2 sebesar 15 μg/Nm3/Jam dan SO2 sebesar 6
μg/Nm3/Jam (Tabel 2; Lampiran 2).
100 90
86
90
80 72
70
60 Kelembaban udara (%)
50
Suhu udara (°C)
40 30,46 27,4 26,1
30
20
10
0
A B C
Keterangan:
A = Kawasan industri Pulo Gadung
B = Arboretum Cibubur
C = Tegakan mahoni Cikabayan
Tabel 3. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan pada Tiga Lokasi Pengamatan
No Kode Jenis lumut kerak Lokasi
A B C
1 Spesies I Phaeographis sp. v - v
2 Spesies II Strigula sp. v v v
3 Spesies III Dirinaria cf. picta v - -
4 Spesies IV Heterodermia sp. - v v
5 Spesies V Parmelia cf autrosinensis - v -
6 Spesies VI - - v v
7 Spesies VII Verrucaria sp. - v v
8 Spesies VIII Parmelia sp. - - v
9 Spesies IX - - - v
10 Spesies X - - - v
11 Spesies XI Grapidaceae - - v
12 Spesies XII Grapidaceae - v v
Keterangan:
A : Lokasi pengamatan kawasan industri Pulo Gadung
B : Lokasi pengamatan arboretum Cibubur
C : Lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan
v : hadir/ditemui
8 7
6
Crustose
4 3 3
Foliose
2 2
2 1
0
A B C
Keterangan:
A = Lokasi pengamatan kawasan industri Pulo Gadung
B = Lokasi pengamatan arboretum Cibubur
C = Lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan
Gambar 10. Jumlah Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan Berdasarkan Tipe
Morfologi Talus
25
Pada tegakan mahoni Cikabayan, jenis lumut kerak yang ditemui cukup
banyak dengan warna yang bervariasi. Jenis-jenis lumut kerak yang ditemukan,
yaitu terdiri atas 10 jenis lumut kerak, dengan rincian 7 jenis merupakan tipe
talus crustose dan 3 jenis lumut kerak merupakan tipe talus foliose (Tabel 6).
26
Tabel 7. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai
Substrat pada Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung
No Jenis tanaman Jenis lumut kerak
Spesies I Spesies II Spesies III
1 Tanjung (Mimosops sp. ) - - v
2 Angsana (Pterocarpus indicus) v - -
3 Johar (Cassia siamea) v v -
4 Mahoni (Swietenia sp.) v v -
Keterangan:
v = hadir/ditemui
Gambar 11. Kulit Batang Tanaman Tanjung sebagai Substrat Spesies III
27
Tabel 8. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai
Substrat pada Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur
No Jenis tanaman Jenis lumut kerak
Jenis lumut kerak Spesies VI ditemukan pada dua lokasi pengamatan yaitu
pada arboretum cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Bentuk talus Spesies
VI pada arboretum Cibubur, cenderung memiliki bentuk talus yang memanjang
(lonjong) secara vertikal dan dengan kondisi pecah-pecah, khususnya pada
tanaman mahoni. Bentuk talus cenderung dalam bentuk yang tidak teratur dan
pecah-pecah (pada kulit tanaman angsana, saga dan krey payung). Pada
tegakan mahoni, secara umum koloni spesies ini berkembang dalam bentuk
yang tidak teratur. Pada lokasi pengamatan arboretum Cibubur, warna talus
pada bagian batang 0-50 cm dari permukaan tanah terlihat lebih tebal dan pada
beberapa pohon dapat terlihat jelas apotesianya.
Jenis Spesies VII ditemukan pada dua lokasi pengamatan, yaitu pada
arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Jenis ini memiliki tipe
morfologi talus crustose lirella. Bentuk talus spesies ini memiliki bentuk yang
relatif mirip dengan spesies II dengan warna talus yang relatif sama, yaitu
memiliki warna hijau kebiruan.
Jenis Spesies VIII dan Spesies IX memiliki tipe morfologi foliose. Spesies
VIII ditemukan pada lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan dengan
bentuk talus cenderung menyerupai lingkaran (membulat). Spesies IX ditemukan
pada lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan. Spesies ini memiliki bentuk
talus yang cenderung membulat dengan batas talus jelas.
Jenis spesies X memiliki tipe morfologi talus crustose non-lirella. Pada
lokasi pengamatan yaitu pada tegakan mahoni Cikabayan, jenis ini memiliki
bentuk yang relatif mirip dengan spesies II dan VII.
Jenis spesies XI dan XII ditemukan pada tegakan mahoni Cikabayan dan
arboretum Cibubur. Jenis lumut kerak ini memiliki tipe morfologi talus crustose
non-lirella, dengan apotesia pada permukaan talus. Bentuk talus ini cenderung
dalam bentuk yang tidak beraturan, namun sering ditemukan memanjang secara
horisontal pada batang tanaman.
b. Warna talus lumut kerak secara umum
Warna talus lumut kerak yang ditemukan cukup beragam. Warna talus
yang ditemukan antara lain warna putih, hijau, dan warna putih agak pudar
(Tabel 10; Gambar 12).
31
Spesies VIII dan Spesies IX secara makroskopik memiliki tipe talus foliose,
akan tetapi memiliki warna yang relatif berbeda. Pada spesies VIIII talus
berwarna hijau tua hingga hijau muda, sedangkan Spesies IX memiliki warna
talus hijau tua hingga hijau muda keputihan dengan keadaan tengah talus
terdapat bulatan berwarna putih.
Spesies XI dan XII merupakan tipe morfologi crustose lirella dengan warna
talus yang kurang jelas sehingga akan sulit untuk menentukan batas koloni talus.
Adapun perbedaan antar dua spesies ini adalah pada warna apotesia, pada
spesies XI memiliki warna hitam dan spesies XII memiliki warna putih tipis.
(a)
(b)
(a)
(c)
(d)
Gambar 12. Bentuk dan Warna Talus Lumut Kerak secara Umum. (a) Bentuk
Cenderung Membulat serta Talus Berwarna Hijau Tua pada Talus
Tipe Morfologi Foliose (b) Bentuk Tidak Beraturan serta Talus
Berwarna Hijau Keabuan pada Tipe Morfologi Talus Foliose (c)
Bentuk Cenderung Membulat serta Warna Talus Hijau Muda pada
Talus Tipe Morfologi Crustose (d) Bentuk Memanjang Horisontal
serta Warna Putih Keabuan pada Talus Tipe Morfologi Crustose
Tabel 11. Luas Talus Lumut Kerak (Cm2) pada Ketinggian Batang Tanaman
hingga 150 Cm dari Permukaan Tanah
No Jenis Luas talus lumut kerak (cm2)
Kawasan industri Pulo Arboretum Cibubur Tegakan
Gadung mahoni
Cikabayan
1 Spesies I 6,4891 - 3,12321
2 Spesies II 0,39 189,9012 7,750
3 Spesies III 1,8367 - -
4 Spesies IV - 8,4732 12,09
5 Spesies V - 1,6709 -
6 Spesies VI - 100,8860 19,9232
7 Spesies VII - 40,1105 29,0786
8 Spesies VIII - - 11,275
9 Spesies IX - - 22,7125
10 Spesies X - - 12,57
11 Spesies XI - - 20,0589
12 Spesies XII - 0,1814 16,0686
Jumlah rata-rata 8,7158 341,2232 154,65
Keterangan:
1) Nilai rata-rata luas talus lumut kerak dari 90 titik pengamatan/45 unit contoh
2) Nilai rata-rata luas talus lumut kerak dari 86 titik pengamatan/43 unit contoh
3) Nilai rata-rata luas talus lumut kerak dari 56 titik pengamatan/28 unit contoh
Secara rinci, rekapitulasi luas talus lumut kerak disajikan pada Lampiran 5
dan Tabel 16.
35
35
B. Pembahasan
1. Jenis lumut Kerak yang ditemukan
a. Morfologi Talus Lumut Kerak
Berdasarkan morfologi talus, pada lokasi pengamatan kawasan industri Pulo
Gadung ditemukan 3 jenis lumut kerak yang terdiri atas 2 jenis memiliki morfologi
talus crustose (Spesies I dan Spesies II) dan 1 jenis lumut kerak talus foliose
(Spesies III). Pada lokasi pengamatan arboretum Cibubur ditemukan 2 jenis lumut
kerak yang memiliki tipe morfologi talus foliose (Spesies IV dan Spesies V) dan 4
jenis lumut kerak tipe crustose (Spesies II, Spesies VI, Spesies VII dan Spesies XII).
Pada lokasi pengamatan di tegakan mahoni Cikabayan, ditemukan 10 jenis lumut
kerak dengan 3 jenis lumut kerak yang tergolong kelompok foliose (Spesies IV,
Spesies VIII dan Spesies IX) dan 7 jenis tipe morfologi talus crustose (Spesies I,
Spesies II, Spesies VI, Spesies VII, Spesies X, Spesies XI dan Spesies XII).
Beberapa jenis lumut kerak belum semua dapat teridentifikasi, karena lumut
kerak tersebut belum memiliki struktur alat reproduksi yaitu tubuh buah. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Purvis (2000) bahwa lumut kerak mempunyai rata-rata
pertumbuhan yang lambat pada masing-masing habitatnya sehingga kebanyakan
lumut kerak yang ditemukan belum memiliki alat reproduksi (tubuh buah).
Menurut Baron (1999), tipe talus crustose memiliki ciri-ciri bentuk seperti
kerak yang yang melekat pada substratnya. Tipe talus foliose memiliki ciri-ciri
dengan talus mudah terkelupas dari substratnya. Perbedaan tipe morfologi talus
lumut kerak dapat dilihat dan ditentukan secara makroskopis.
(a) (b)
(c)
Gambar 13. Warna Talus Spesies II. (a) Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo
Gadung (b) Arboretum Cibubur (c) Tegakan Mahoni Cikabayan
Berbeda halnya dengan Spesies IV (tipe morfologi foliose), spesies ini pada
arboretum Cibubur memiliki warna talus yang lebih muda dibanding dengan di lokasi
pengamatan tegakan mahoni Cikabayan. Hal tersebut diduga karena pengaruh
faktor kualitas udara. Umur tanaman sebagai substrat Spesies IV lebih tua
dibanding dengan umur tanaman di lokasi tegakan mahoni Cikabayan, sehingga hal
tersebut diduga disebabkan pengaruh faktor kualitas udara. Noer (2004)
menyatakan bahwa lumut kerak di daerah yang tercemar pertumbuhannya akan
kurang baik dengan warna menjadi pucat atau berubah (Gambar 14).
Perubahan warna dapat terjadi karena adanya perubahan kadar klorofil pada
talus lumut kerak, yang disebabkan gas-gas yang bersifat racun/pencemar (Kovaks,
1992; Hawksworth & Rose, 1976 diacu dalam Wijaya, 2004). Hal tersebut didukung
oleh penelitian yang dilakukan Wijaya (2004), bahwa jenis P. wallichiana (tipe
morfologi foliose) di wilayah Alun-alun, Jamika, Mohamad Toha dan Antapani yang
memiliki talus berwarna hijau pucat keabuan sampai putih dan abu-abu keputihan
nampaknya sudah terpengaruh oleh pencemar yang berasal dari kendaraan
bermotor dan industri kecil maupun besar.
(a) (b)
(c )
Gambar 14. Warna Talus Spesies IV. (a) Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur
(b) dan (c) Lokasi Pengamatan Tegakan Mahoni Cikabayan
Rizoid
Tabel 13. Pengukuran Kualitas Udara dan Jumlah Lumut Kerak yang Ditemukan
Parameter Lokasi Pengamatan
Kawasan industri Arboretum Tegakan mahoni
Pulo Gadung Cibubur Cikabayan
Debu (μg/Nm3) 61 45 22
Karbon dioksida (CO2) 342 336 325
(ppmv)
Nitrogen dioksida (NO2) 21 15 10
(μg/Nm3/Jam)
Sulfur dioksida (SO2) 12 8 6
(μg/Nm3/Jam)
Jumlah lumut kerak yang 3 6 10
ditemukan
A. Kesimpulan
Alexopoulos, C.J & C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology, Third Edition. John
Wiley and sons, Inc. New York.
Ahmadjian, V & Hale, M.E. 1973. The Lichens. Academic Press, A Subsidiary of
Harcourt Brace Javanovich. New York.
Cook, R. 1977. The Biology of Simbiotic Fungi. John Wiley and Sons. Chichecter.
New York
Connel & Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer,Y (terj).
Universitas Indonesia. Jakarta .
Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City), Bernuasa Hutan Kota.
IPB Press. Bogor.
Dobson, F.S. Lichens: An Illustrated Guide to British and Irish Species, Morphology.
http://www.ucmp.berkeley.edu/fungi/lichens/lichenmm.html [30 Agustus
2005]
Fink, B. 1961. The Lichen Flora of The United States. Ann Harbor, The University of
Michigan. United State of America.
Hale, M.E. 1979. How to Know The Lichens, Second Edition. WCB McGraw-Hill.
Boston.
Lubis, H. 1996. Tingkat Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Kawasan Medan,
Analisa Lumut Kerak. Laporan Penelitian. Jurusan Teknik Mesin. Fakultas
Teknik Industri. Institut Teknologi Medan. Medan.
Misra, A & Agrawal, R.P. 1978. Lichens (A Preliminary Text).Oxford & IBH
Publishing. India.
Moore, E. 1972. Fundamental of The Fungi, 4th Edition. Landecker Prentince Hall
International Inc.
Noer, I.S. 2004. Bioindikator Sebagai Alat Untuk Menengarai Adanya Pencemaran
Udara. Forum Komunikasi Lingkungan III, Kamojang. Bandung.
Pandey, S.N & Trivendi, P.S. 1977. A Text Book of Botany (Algae, Fungi, Bacteria,
Hycoplasma, Viruses, Lichens and Elementary Plant Pathology), Volume I.
Prasetyo, T.I & Hastuti , U.S. 1992. Lichens sebagai salah satu alternatif dalam
penanggulangan polusi logam berat. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA IKIP
Malang. Makalah disajikan pada pertemuan ilmiah tahunan perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia.Bandung.
Ronoprawiro, S. 1989. Gulma Lumut dan Lumut Kerak terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Teh (Camellia sinensis.L). Disertasi. Universitas Gajah Mada.
Yogjakarta.
Soedaryanto; Hardini, Y; Proborini, M.W & Yusuf, D.S. 1992. Lichens Sebagai
Bioindikator Pencemaran Udara di Jalan Pb. Sudirman, Denpasar. Laporan
Penelitian. Universitas Udayana. Bali.
Suwarso, W.P. 2004. Lichens, Tanaman Suku Rendah yang Berkhasiat sebagai
Obat. http://www.Sinar Harapan.co.id. [30 Agustus 2005].
Treshow, M. 1989. Plant Stess From Air Pollution. John Wiley & Sons Ltd. Britain.
Inggris.
Trisusanti, D. 2003. Inventarisasi Liken Krustos Lirela Asal Jawa Barat dan
Pengenalan Bentuk Kristalnya. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 24. Jaringan Talus Heterodermia sp. (perbesaran 100x) (a) dan
(b)Jaringan Talus (perbesaran 400x)
Lampiran 6 (Lanjutan)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 28. Lapisan Talus Verrucaria sp. (perbesaran 400x) (a) Bentuk Apotesium
(perbesaran 100x) (b) Askospora (perbesaran 400x)
Lampiran 6 (Lanjutan)
(a) (b)
(c)
Gambar 30. Jaringan Talus Parmelia sp. (perbesaran 100x) (a) Jaringan Talus
(perbesaran 400x) (b) Jaringan Talus (perbesaran 400x)
Lampiran 6 (Lanjutan)
(a)
(b) (c)
Gambar 34. Penampang Melintang Apotesia Graphidaceae (pembesaran 100x). (a)
dan (b) Jaringan Talus (perbesaran 400x)
Lampiran 5a. Rekapitulasi Luas Koloni Lumut Kerak (cm2) pada Bagian Menghadap Titik Pengukuran
69
Lanjutan
70
Lanjutan
Lokasi Jarak Pohon ke JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
B1 5 1 Angsana 0 0 0 20,3 56,1 229,1 34,1 0 0 0 0 0 339,6
2 Angsana 0 6,3 0 4,4 7,2 164 56,5 0 0 0 0 0 238,4
3 Angsana 0 2 0 4,7 6,3 22,7 26,2 0 0 0 0 0 61,9
4 Angsana 0 5,8 0 4,5 6,4 12,8 20,9 0 0 0 0 0 50,4
5 Angsana 0 0 0 21,4 98,4 0 0 0 0 0 0 119,8
Jumlah 14,1 33,9 97,4 527 137,7
Rata-rata 2,82 6,78 19,48 105,4 27,54
71
Lanjutan
Lokasi Jarak Pohon ke JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
B2 5 1 Saga 0 61,2 0 301,4 0 1563,7 138 0 0 0 0 0 2064,3
2 Ki putri 0 0 0 0 73,3 0 0 0 0 0 73,3
3 Ki putri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Ki putri 0 0 0 0 13,3 0 0 0 0 0 13,3
5 Saga 0 68,7 0 247,2 0 780 25,2 0 0 0 0 0 1121,1
6 Tanjung 0 41,4 0 0 0 99,9 0 0 0 0 0 0 141,3
7 Tanjung 0 92,6 0 0 0 132,7 2,8 0 0 0 0 0 228,1
Jumlah 263,9 548,6 2576,3 252,6
Rata-rata 37,7 78,3714 368,043 36,0857
10 1 Karet 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Ki putri 0 114 0 0 0 111,3 20,8 0 0 0 0 0 246,1
3 Ki putri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Tanjung 0 12,7 0 0 0 1,3 47,2 0 0 0 0 0 61,2
5 Tanjung 0 48,4 0 0 0 2 9,9 0 0 0 0 0 60,3
Jumlah 175,1 114,6 77,9
Rata-rata 35,02 22,92 15,58
72
Lanjutan
Lokasi Jarak Pohon ke JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
C 5 1 Mahoni 7,1 0 0 9 0 29 0 344,5 69,4 0 0 0 459
2 Mahoni 0,8 0 0 36,4 0 19,8 0 0 0 0 0 0 57
3 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Mahoni 0 0 0 6,1 0 19,4 75,7 0 5,5 0 0 3,4 110,1
5 Mahoni 36,5 0 0 12,7 0 17,7 6,4 15,1 85,4 0 177,5 77,4 428,7
6 Mahoni 0 0 0 0 0 28,8 0 0 0 121,3 344,9 211,8 706,8
7 Mahoni 0 0 0 0 0 3,3 0 0 13 51,2 109,3 4,7 181,5
8 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Mahoni 0 6 0 6,3 0 0 13,8 0 0 0 0 10,6 36,7
Jumlah 44,4 6 0 70,5 0 118 95,9 359,6 173,3 172,5 631,7 307,9
Rata-rata 4,9333 0,66667 7,83333 13,1111 10,6556 39,95556 19,2556 19,16667 70,18889 34,21111
73
Lanjutan
Lokasi Jarak Pohon ke JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
25 1 Mahoni 0 0 0 6 0 18 2,1 0 0 0 0 0 26,1
2 Mahoni 0 0 0 5,8 0 13,3 9,7 0 0 0 0 0 28,8
3 Mahoni 0 0 0 2,3 0 0 11,1 0 0 0 0 0 13,4
4 Mahoni 0 11,9 0 1,4 0 4,5 0 0 0 0 0 0 17,8
5 Mahoni 0 13,2 0 27,8 0 8,4 25 12,3 52,4 0 9,5 0 148,6
6 Mahoni 0 0 0 1,4 0 3,7 21,5 0 36,3 0 0 0 62,9
7 Mahoni 0 1,7 0 0,2 0 8,2 3,5 0 4,5 0 4,5 2,6 25,2
8 Mahoni 0 0 0 2,1 0 3,2 0 0 44,9 0 16,2 4,2 70,6
9 Mahoni 0 0 0 3,6 0 12,4 15,4 0 4,9 0 2,5 1,5 40,3
10 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 0 26,8 0 50,6 0 71,7 88,3 12,3 143 0 32,7 8,3
Rata-rata 2,68 5,06 7,17 8,83 1,23 14,3 3,27 0,83
Keterangan :
A : Kawasan industri Pulo Gadung
B1 : Arboretum Cibubur I
B2: Arboretum Cibubur 2
C: Tegakan mahoni Cikabayan
JT : Jenis tanaman
74
Lampiran 5b. Rekapitulasi Luas Koloni Lumut Kerak (cm2) pada Bagian Membelakangi Titik Pengukuran
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
A 5 1 Saga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Saga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Saga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Tanjung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tanjung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Tanjung 0 0 150,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 150,9
7 Tanjung 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
8 Tanjung 0 0 6,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,1
9 Tanjung 0 0 1,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,8
10 Tanjung 0 0 3,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,4
Jumlah 165,2
Rata-rata 16,52
10 1 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Angsana 51,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 51,3
11 Johar 23 2,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25,7
12 Johar 44,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 44,1
13 Johar 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
14 Johar 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16
15 Johar 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25
16 Mahoni 0 2,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,5
17 Mahoni 24,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24,4
18 Johar 0 2,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,7
Jumlah 191,8 7,9
Rata-rata 10,6556 0,43889
75
Lanjutan
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
25 1 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Johar 19,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19,9
10 Johar 0 3,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,8
11 Johar 74,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 74,3
12 Johar 5,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,1
13 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Johar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 99,3 3,8
Rata-rata 5,84118 0,22353
76
Lanjutan
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
B1 5 1 Angsana 0 0 0 42,4 14,7 91,1 158,4 0 0 0 0 0 306,6
2 Angsana 0 13,4 0 3,3 0 428,2 55,4 0 0 0 0 0 500,3
3 Angsana 0 0 0 8,8 6,7 39,1 15 0 0 0 0 0 69,6
4 Angsana 0 2,8 0 0 8,8 200,3 32,9 0 0 0 0 0 244,8
5 Angsana 0 4,8 0 7,9 16,1 104,4 70,4 0 0 0 0 0 203,6
Jumlah 21 62,4 46,3 863,1 332,1
Rata-rata 4,2 12,48 9,26 172,62 66,42
77
Lanjutan
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
B2 5 1 Saga 0 1805,3 0 0 0 323,4 0 0 0 0 0 0 2128,7
2 Ki putri 0 14 0 0 0 0 51,2 0 0 0 0 0 65,2
3 Ki putri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Ki putri 0 0 0 0 0 0 5,9 0 0 0 0 0 5,9
5 Saga 0 1612,3 0 0 0 454,8 0 0 0 0 0 0 2067,1
6 Tanjung 0 13,6 0 6 0 28,2 1,6 0 0 0 0 0 49,4
7 Tanjung 0 55,7 0 0 0 3,4 0 0 0 0 0 0 59,1
Jumlah 3500,9 809,8 58,7
Rata-rata 500,129 115,69 8,3857
10 1 Karet 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Ki putri 0 173,8 0 0 0 133,6 68,1 0 0 0 0 15,6 391,1
3 Ki putri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Tanjung 0 147,5 1,3 0 6 0 0 0 0 0 0 154,8
5 Tanjung 0 59,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 59,2
Jumlah 380,5 1,3 139,6 68,1
Rata-rata 76,1 0,26 27,92 13,62
78
Lanjutan
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
C 5 1 Mahoni 1,3 0 0 8,5 0 63,5 7,7 0 0 0 7,2 0 88,2
2 Mahoni 9,7 0 0 90,6 0 47,3 25 0 65,9 0 0 0 238,5
3 Mahoni 2,8 0 0 0 0 6,8 0 0 0 0 0 7,5 17,1
4 Mahoni 0 39,9 0 16 0 101,9 12,3 83,5 169,6 1,9 0 8,7 433,8
5 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Mahoni 0 14,8 0 4,5 0 0,7 5,1 0 0 22,5 114 0 161,6
7 Mahoni 0 0 0 14,7 0 68,4 23,2 0 25,3 5,2 16,6 1 154,4
8 Mahoni 0 4,9 0 13,3 0 173,3 3,5 0 120,1 78,5 153,1 222,5 769,2
9 Mahoni 0 9,8 0 6,9 0 51,3 0 0 82,2 7,4 16 27,1 200,7
Jumlah 13,8 69,4 0 154,5 0 513,2 76,8 83,5 463,1 115,5 306,9 266,8
Rata-rata 1,53333 7,71111 17,1667 57,022 8,5333 9,27778 51,4556 12,83333 34,1 29,64444
79
Lanjutan
LOKASJARAK Pohon ke- JT SP I SP II SP III SP IV SP V SP VI SP VII SP VIII SP IX SP X SP XI SP XII Jumlah
C 25 1 Mahoni 0 0 0 15 0 4,2 101,1 34,6 105,5 0 0 0 260,4
2 Mahoni 0 0 0 37,7 0 3,4 0 0 115,2 0 0 0 156,3
3 Mahoni 0 0 0 4,6 0 8,1 94,7 0 10,5 0 0 0 117,9
4 Mahoni 0 11 0 3,9 0 4,3 0 0 1,4 0 0 0 20,6
5 Mahoni 0 0 0 190,6 0 0 8,5 0 0 0 0 0 199,1
6 Mahoni 0 9,5 0 12 0 6 66,3 0 0 0 2,7 0 96,5
7 Mahoni 0 0 0 3,8 0 0 10,4 0 7,1 1 1,7 1,6 25,6
8 Mahoni 0 8,3 0 6,8 0 5,1 1,5 24,9 16,7 0 4 11,3 78,6
9 Mahoni 0 0,5 0 6,9 0 5,1 17,1 0 6,5 0 13 1,6 50,7
10 Mahoni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 0 29,3 0 281,3 0 36,2 299,6 59,5 262,9 1 21,4 14,5
Rata-rata 2,93 28,13 3,62 29,96 5,95 26,29 0,1 2,14 1,45
Keterangan :
A : Kawasan industri Pulo Gadung
B1 : Arboretum Cibubur I
B2: Arboretum Cibubur 2
C: Tegakan mahoni Cikabayan
JT : Jenis tanaman
80
81
81
1 Thn -
(Partikel < 10
um )
3
PM2,5 (*) 24 Jam 65 ug/Nm Gravimetric Hi - Vol
3
(Partikel < 2,5 1 Thn 15 ug/Nm Gravimetric Hi - Vol
um )
Lampiran 6 (Lanjutan)
3
8 Pb 24 Jam 2 ug/Nm Gravimetric Hi – Vol
Pengabuan AAS
9. Dustfall 30 hari
(Pemukiman)
20
2
Ton/km /Bulan
(Industri)
Catatan :
Nomor 10 s/d 13 Hanya di berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : - Industri Petro Kimia
- Industri Pembuatan Asam Sulfat.