INGGAR DAMAYANTI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Inggar Damayanti
NIM E44100009
ABSTRAK
INGGAR DAMAYANTI. Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia
scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di Hutan
Karet Jambi. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR dan SRI RAHAYU.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia scholaris R.
Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di
Hutan Karet Jambi
Nama : Inggar Damayanti
NIM : E44100009
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
biodiversitas, dengan judul Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia
scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di Hutan
Karet Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar,
MForSc dan Ibu Dr Ir Sri Rahayu, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah
banyak memberi bimbingan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat selesai,
kepada Ms. Natalie Breidenbach atas kesediannya meminjamkan herbarium untuk
proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah
(Alm. Muhammad Toha), ibu (Summayah), adik (Anggi Rahmawati) serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada kakanda Laswi Irmayanti SHut yang telah
memberikan bantuan dan arahan dalam penelitian ini. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada rekan-rekan, Gumilar Adam, Lastiti, Fitria Nurmala, Rummi,
Ayi, Dewi, Arie, Uci, Aji serta seluruh teman-teman Silvikultur 47 dan semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Inggar Damayanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Penelitian 5
Pengolahan Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Karakteristik Daun Jenis A. scholaris dan M. triloba 7
Pengaruh Perbedaan Lansekap dan Plot Pengambilan Sampel Terhadap Variasi
Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba 9
Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Di Hutan Karet Harapan
dan Hutan Karet Bukit Duabelas 10
Sebaran Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Terhadap
Perbedaan Lansekap (HJ dan BJ) 12
Keragaman Sekuen DNA A. scholaris dan M. triloba 17
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 23
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Keadaan lingkungan lansekap penelitian (HJ dan BJ) 3
2 Data herbarium 4
3 Karakteristik daun A. scholaris 7
4 Karakteristik daun M. triloba 8
5 Korelasi antara LL dengan variabel lain untuk daun A. scholaris dan
M. triloba 8
6 Hasil sidik ragam pengaruh lansekap dan plot terhadap variasi
morfologi daun A. scholaris dan M. triloba 10
7 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis
pertama dan kedua dari analisis multivariat yang digunakan
(CDA;PCA;MCA) pada A. scholaris dan M. triloba 12
8 Test of quality of group means A. scholaris 13
9 Test of quality of group means M. triloba 13
10 Korelasi seluruh variabel morfologi daun A. scholaris dan M. triloba
terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode PCA 14
11 Korelasi semua variabel morfologi daun M. triloba dan A. scholaris
terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode MCA 15
12 Hasil data mining untuk A. scholaris dan M. triloba (GenBank 2014) 17
13 Komposisi nukleotida dari 6 individu A. scholaris region matK 18
14 Jarak genetik nukleotida dan jarak lokasi pengambilan sampel pada A.
scholaris region matK 19
DAFTAR GAMBAR
1 Karakter morfologi variabel pengukuran A. scholaris (1) dan M.
triloba (2) 5
2 Daun A. scholaris (1), M. triloba (2) 7
3 Dendogram hasil CA untuk A. scholaris (skala menggunakan standar
deviasi) 11
4 Dendogram hasil CA untuk M. triloba (skala menggunakan standar
deviasi) 11
5 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk
dari dua analisis multivariat yang berbeda pada A. scholaris. (A) dan
(C) adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai
Y); (B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama;
(A) dan (B): PCA;(C) dan (D): MCA. 15
6 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk
dari dua analisis multivariat yang berbeda pada M. triloba. (A) dan
(C) adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai
Y); (B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama;
(A) dan (B): PCA; (C) dan (D): MCA. 16
7 Pohon filogeni 6 spesies A. scholaris yang diamati pada region matK 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan dataran rendah Jambi merupakan hutan hujan tropika yang masih
tersisa di Indonesia. Hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (Odum 1993), yang menjadi karakteristik khas dari hutan hujan
tropis (Steege dan Hammond, 2001). Luas hutan hujan tropis di dunia hanya
meliputi tujuh persen dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50
persen total jenis yang ada di seluruh dunia (Irwanto 2007). Ekosistem hutan
hujan tropis dan seluruh keanekaragaman hayati di dalamnya memiliki nilai
penting bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Kekayaan dan potensi ekonomi dari hutan hujan tropis seringkali menjadi
ancaman yang dapat mengurangi luasan hutan. Ancaman tersebut berupa
gangguan (disturbance) yang didefinisikan oleh Smith (1990) sebagai suatu
aktivitas atau energi dari luar yang dapat memengaruhi ekosistem, komunitas,
populasi, tanah, dan keanekaragaman hayati yang tersedia, dan dapat
memfasilitasi masuknya jenis-jenis baru. Hutan dataran rendah primer di
Indonesia telah lama terancam oleh deforestasi dan degradasi hutan yang
menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati akibat penghancuran habitat
hutan tropis yang unik (Margono 2014). Aktifitas manusia telah mengakibatkan
pengurangan luasan hutan alami dan memunculkan beragam tipe lahan di Jambi,
yang dapat didefinisikan sebagai sistem transformasi hutan (CRC 2012). Hasil
dari pemetaan lansekap yang dilakukan oleh Dewi et al. (2008), terdapat 12 tipe
lahan yang terbentuk di Jambi, salah satunya adalah hutan karet (Jungle rubber).
Terbentuknya hutan karet salah satunya diakibatkan oleh sistem yang telah
sangat lama digunakan oleh para petani yaitu sistem perladangan berpindah
(swidden agriculture). Hutan karet terbentuk karena masa pemberaan lahan
(Ningsih 2009). Masa pemberaan lahan memberikan variasi umur pada setiap
lahan. Umur lahan mempengaruhi proses perubahan alami dan terarah yang
teramati dari komposisi vegetasi, yang dikenal dengan istilah suksesi (Barbour et
al. 1999). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung
cukup lama, maka struktur komunitas dan komposisi vegetasi yang terbentuk bisa
mendekati stuktur dan komposisi hutan alami.
Jenis tumbuhan yang berperan penting dalam suksesi adalah jenis
tumbuhan pionir seperti pulai (Alstonia scholaris R. Br.) dan macaranga
(Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.). Jenis pohon pionir memegang peranan
yang sangat vital dalam mengembalikan kondisi hutan yang terdegradasi karena
jenis-jenis pohon pionir mampu tumbuh pada kondisi yang kurang mendukung
bagi jenis-jenis pohon yang mapan pada kondisi hutan yang sudah mencapai
klimaks. Menurut Manan (1979), jenis pionir mula-mula tumbuh pada tempat
terbuka. Jenis-jenis tersebut berumur pendek dan segera digantikan oleh jenis-
jenis yang tahan naungan dan akhirnya didominasi oleh jenis klimaks.
Pertumbuhan jenis pohon pionir dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh seperti
jenis tanah, dan iklim. Perbedaan lingkungan akan menimbulkan perbedaan
keragaan pohon pionir atau yang disebut plastisitas tumbuhan (Koch et al. 2006).
Perbedaan pertumbuhan pohon akibat pola plastisitasnya terhadap perbedaan
2
lingkungan ini tentunya akan menunjukkan pola keragaman baik secara fenotipe
maupun genetiknya yang membentuk tingkat keragaman biodiversitas. Oleh
karena itu perlu diamati sejauh mana perubahan penggunaan lahan di Jambi
mempengaruhi pola platisitas tersebut.
Keragaman fenotipe suatu makhluk hidup ditentukan oleh faktor genetika
dan lingkungan. Sifat fenotipe dapat diamati secara kasat mata baik bentuk, warna
maupun ukuran. Dalam penelitian ini akan dikaji lebih dalam mengenai perbedaan
fenotipe antara jenis Alstonia scholaris dan Macaranga triloba yang tumbuh pada
dua lansekap (bentang lahan) yang berbeda ditinjau dari morfologi daun.
Indentifikasi morfologi daun dipilih karena mudah diamati, serta merupakan
oragan vital bagi keberlangsungan hidup tumbuhan. Selain dilihat dari sisi
perbedaan fenotipe, variasi Alstonia scholaris dan Macaranga triloba juga dilihat
berdasarkan keragaman nukleotidanya berdasarkan sekuen DNA Barcode atau
marka lainnya. Gambaran variasi morfologi daun dari A. scholaris dan M.triloba
diharapkan dapat memberikan informasi sejauh mana respon morfologi daun
kedua jenis tersebut terhadap lingkungan.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
scholaris dan M. triloba berdasarkan kesamaan sekuen DNA barcode dari data
sekunder. Variabel pengukuran yang digunakan adalah panjang daun, panjang
petiole, lebar daun, jarak daun terlebar ke petiole, besar sudut pertulangan daun,
dan jumlah tulang daun (Kremer et al. 2001). Variasi di dalam dan antar lansekap
dari morfologi daun dijelaskan melalui analisis statistik multivariat. Analisis DNA
mengenai hubungan keragaman genetik dijelaskan melalui keragaman
nukleotidanya.
METODE PENELITIAN
Lansekap
Keadaan
lingkungan Harapan Jungle Rubber (HJ)* Bukit Duabelas Jungle Rubber
(BJ)**
Letak 1044’ – 1058’ LS dan 102029’ 2º2’16”-2º21’14” LS dan
– 102049’ BT 103º7’55”-103º27’39” BT
Topografi Datar sampai bergelombang Datar sampai agak curam
sedang
Ketinggian 50 – 400 mdpl 30 – 120 mdpl
Temperatur 28 0C – 36 0C 26,23 0C
Udara
Curah Hujan 3.294 - 3.669 mm/tahun 2.305,5 mm/tahun
Jenis Tanah Podsolik merah kuning, Aluvial, Latosol, Planosol,
Aluvial Podsolik merah kuning
Klasifikasi Iklim A Iklim A
Iklim
(Schmidt
Fergusson)
Sumber: *= PT. Reki (2009); **= Kemenhut (2006)
4
Bahan
Contoh daun yang berasal dari dua lansekap tersebut di atas berupa
herbarium/voucher A. scholaris dan M. triloba yang sudah dewasa/berkembang
penuh (full developed) yang diambil secara acak. Voucher yang digunakan secara
lengkap tersaji dalam Tabel 2.
Alat
Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah alat ukur (penggaris
ukuran 30 cm, busur derajat, alat tulis, tally sheet, benang, dan meteran jahit) alat
hitung (kalkulator), dan alat dokumentasi (kamera digital dan kertas label). Alat
yang digunakan dalam analisis data meliputi perangkat PC (Personal Computer)
atau laptop dibantu dengan software pendukung seperti: Microsoft Excel 2007,
Minitab14, SPSS13.0, SAS 9.1 portable, Clustal X2, MEGA 6.0, TreeView X, dan
BioEdit.
5
Prosedur Penelitian
1 2
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan tersarang (Nested Design) dengan dua faktor yaitu lansekap dan plot.
Data yang diperoleh berdasarkan pengukuran kemudian dianalisis menggunakan
model linier:
𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝑗(𝑖) + 𝜀(𝑖𝑗)𝑘𝑗
dimana:
Yijk = Nilai pengamatan level ke-j yang bersarang dalam level ke-i pada
ulangan ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh faktor A (lansekap) pada level ke-i
j(i) = Prngaruh faktor B (plot) pada level ke-j yang bersarang pada faktor A
(lansekap) level ke-i
𝜀 (ij)k = Nilai galat akibat level ke-j yang bersarang pada level ke-i pada ulangan
ke-k
i = Level-level faktor A (lansekap)
6
Analisis DNA
Pengambilan data penelitian pada bagian ini merupakan data sekunder.
Data yang diambil berupa sekuens DNA barcode A. scholaris pada region matK
dan M. triloba pada region rbcL. Metode pengambilan data sekunder yang
dilakukan pada penelitian ini adalah data mining. Pengumpulan data sekuens
DNA menggunakan metode data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja
pada laboratorium. Data ini diambil dari database GenBank dalam situs National
Center for Biotechnology Information (NCBI) (http://www.ncbi.nlm.nih.g-
ov/genbank/) untuk A. scholaris pada region matK dan M. triloba pada region
rbcL.
Pengolahan Data
Daun termasuk organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya tiap
tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Daun A. scholaris tersusun melingkar
dari 4-8 di axils atas, lamina atau badan daun berbentuk obovate hingga elips atau
elips-lanset, berbulu gundul atau jarang berbulu. Daun meruncing ke arah dasar.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua, ujung daun bulat meruncing ke arah
basis. Daun M. triloba memiliki petiole silinder, daun berbentuk pisau bulat telur
ditutupi oleh rambut-rambut tegak berwarna keperakan. Daun berwarna hijau dan
memiliki 3 lobus. Karakteristik daun M. triloba adalah lebar dibagian bawahnya
dan menyempit bertahap hingga ujung daun. Keragaan daun A. scholaris dan M.
triloba disajikan pada Gambar 2.
1 2
Gambar 2 Daun A. scholaris (1), M. triloba (2)
Tabel 5 Korelasi antara LL dengan variabel lain untuk daun A. scholaris dan M.
triloba
Koefisien korelasi
Variabel
A. scholaris M. triloba
PL 0.297* 0.819*
LW 0.721* 0.915*
WP 0.804* 0.548*
NV 0.399* 0.460*
LS -0.209* -0.157ns
PR -0.307* -0.038ns
LWR -0.293* -0.227ns
Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh lansekap dan plot terhadap variasi morfologi daun A.
scholaris dan M. triloba
Variabel
Jenis Perlakuan
LL PL LW WP NV LS PR LWR
tn tn tn tn * tn tn
A. Lansekap 0,5753 0,3843 0,4961 0,4961 0,0038 0,8250 0,3224 0,7780tn
scholaris
Plot 0,6891tn 0,0583tn 0,6792tn 0,6795tn 0,0273* 0,6318 0,0267* 0,1495
tn tn tn tn tn tn tn
M. Lansekap 0,2985 0,0924 0,01426 0,8458 0,7713 0,6279 0,1244 0,0591tn
triloba
Plot 0,0001** 0,0080** 0,0002** 0,5663tn 0,0064** 0,0185* 0,6499tn 0,0028**
Ket: **= Perlakuan berpengaruh nyata pada α 1%; *= Perlakuan berpengaruh nyata pada α=5%; tn= Perlakuan tidak
berpengaruh nyata pada α=5%.
Alstonia scholaris
Hasil Cluster Analysis (CA) pada Alstonia scholaris yang berupa
dendogram menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok (group) yang terbentuk
berdasarkan variasi morfologi daunnya. Kelompok 1 merupakan kelompok
dengan anggota paling banyak dan koefisien jarak paling dekat diantara ketiga
kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa plot yang tergabung dalam
kelompok 1 tersebut memiliki banyak kesamaan. Dendogram hasil CA pada A.
scholaris juga menunjukkan adanya satu plot yang outgroup. Plot tersebut adalah
plot BJ2. Secara lengkap dendogram hasil CA pada A. scholaris dapat dilihat pada
Gambar 3.
11
Macaranga triloba
Hasil Cluster Analysis (CA) untuk M. triloba pada 8 plot yang diamati
menunjukkan adanya 2 kelompok (group) berdasarkan variasi morfologi daunnya.
Dendogram hasil CA disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan dendogram terlihat
bahwa berdasarkan variasi morfologi daunnya plot HJ2, BJ4, HJ1, HJ4, HJ3, dan
BJ5 memiliki banyak kesamaan jika dibandingkan dengan plot BJ3 3. Hal tersebut
ditandai dengan koefisien jarak (distance coefficient) antar plot HJ2, BJ4, HJ1,
HJ4, HJ3, dan BJ5 lebih dekat jika dibandingkan dengan plot BJ3 3. Koefisien
jarak menunjukkan besarnya nilai perbedaan antar kelompok sehingga semakin
besar nilai koefisien jarak maka semakin besar pula perbedaan antar kedua
kelompok (McGarigal et al 2000). Koefisien jarak yang terbesar diantara 8 plot
yang diamati adalah pada plot BJ310, plot ini digolongkan sebagai outgroup, hal
ini berarti berdasarkan variasi morfologi daun plot BJ3 10 sangat berbeda dengan
7 plot lainnya.
Tabel 7 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis pertama
dan kedua dari analisis multivariat yang digunakan (CDA;PCA;MCA)
pada A. scholaris dan M. triloba
A. scholaris M. triloba
CDA MCA PCA CDA MCA PCA
Variabel
100% 43,18% 36,20% 100% 53,65% 43,30%
Sintesis 1
Variabel
0% 38,79% 26,00% 0% 46,87% 22,00%
Sintesis 2
Total 100% 81,97% 62,20% 100% 99,42% 65,30%
26,0% terhadap total varian. Variabel morfologi daun yang memberikan pengaruh
besar terhadap variabel sintesis pertama A. scholaris adalah PL, LL, LW,
sedangkan untuk variabel sintesis kedua adalah LS, LWR, dan PR. Analisis
menggunakan PCA untuk M. triloba, menunjukkan variabel sintesis pertama
memberikan sumbangan 43,3% terhadap seluruh varian, variabel sintesis kedua
memberikan sumbangan sebesar 22,0% terhadap seluruh varian. Variabel
morfologi daun yang memberikan pengaruh besar terhadap variabel sintesis
pertama adalah LL, LW, dan WP, sedangkan variabel morfologi daun yang
berpengaruh pada variabel sintesis kedua adalah PR, PL, dan NV. Selengkapnya
disajikan pada Tabel 10.
BJ 40
3 BJ BJ
HJ BJ HJ
BJ HJ HJBJ HJ BJ BJHJ BJ BJ
HJ BJ BJHJ BJ HJ
2 HJ HJ HJ
HJ HJ HJ BJ HJ
BJ
HJ HJ HJ BJ
BJ HJ
BJHJ HJ
HJ BJ BJ HJ HJ BJ BJ HJ HJ
HJ
HJ HJHJ
HJ HJ HJHJHJ HJ BJ
HJHJ BJ
HJHJHJ HJ
HJ
HJ HJ 30
HJ HJ HJ HJHJHJ HJ HJ BJ
1 HJ HJ HJ HJ HJHJ
HJ
HJ HJ
HJ
BJ HJHJHJ
BJ
HJ
HJ
HJ BJ BJHJ
Number Of Trees
HJ
HJ HJ
BJ HJHJ
HJ HJHJ HJ BJ
HJ
HJ HJ BJ BJ
BJ HJ HJ
HJ HJ HJHJ HJ
HJHJ
HJ HJ BJ HJ HJ HJ
HJ HJ BJ
0 HJ BJ HJ HJ
HJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJ HJHJ BJ HJ
PCA2
HJ HJ BJ HJHJ HJ
BJ BJ HJ HJHJ HJBJ HJ BJ 20
BJ HJ HJ HJ BJ
HJ BJ
BJ BJ HJ HJ
-1 BJ
HJ BJ BJ HJ BJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJBJ BJHJBJ BJ BJ
BJ
BJ BJHJ BJ
BJBJBJ HJ BJ
BJ BJ BJ HJ HJ
BJ BJ BJ
-2 BJ HJ HJ
BJ BJ
BJ HJ HJ
BJ HJ HJ HJ 10
BJ BJ HJ
BJ BJ BJ
BJ BJ
-3 BJ BJ
BJ
-4 0
-5,0 -2,5 0,0 2,5 5,0 -4,5 -3,0 -1,5 0,0 1,5 3,0 4,5
A PCA1 B PCA 1
4 60
HJ
3 BJ
HJ
HJHJHJ
50
2 HJ
HJ
BJ BJ
HJBJ
HJ
HJBJ
BJ
HJ HJHJHJ HJ
BJHJ
BJHJ BJ BJ
BJ
1 BJHJ HJ HJ BJHJBJ
BJ HJ
BJ 40
Number Of Trees
BJ
HJ HJ
BJ BJ
HJHJ
BJ
HJ HJ
BJBJ
BJ
HJ HJ
BJ
HJ HJ
HJ
HJ HJ HJ BJ
BJ BJHJHJ
BJ
BJ HJ
HJ
BJ BJ
HJ
HJHJ
BJ
HJ
HJHJHJBJ
BJ
HJ
HJ
HJ HJ
HJHJHJ
BJHJHJHJ
HJ HJ BJHJ
HJ HJ
HJ
HJHJ
HJ
BJ BJ
HJ BJHJ
HJ
BJHJ
BJ
HJ BJ
HJ HJ
BJ
BJ
BJ HJ BJ BJ BJHJ BJ HJBJ HJ HJ
HJ HJ BJBJ
HJ
0 HJ BJHJ
HJHJ
BJ BJ
HJBJ
HJ HJ BJBJ
HJ
BJ BJ
MCA2
HJ
HJ HJBJ HJ
HJ HJ
HJ BJHJ
BJ HJ
BJHJ
BJ BJ HJBJBJ HJHJ
HJ
BJ
HJ HJ HJHJ
HJ BJ 30
HJ
HJ HJ HJ HJHJ
BJHJ
BJ
-1 BJBJ
BJ BJ
HJ
BJ HJ
HJ HJ BJBJ
HJ BJ
-2 HJ HJ BJ BJ HJ 20
HJ
-3
10
-4 BJ
BJ
-5 0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 -4 -3 -2 -1 0 1 2
C MCA1 D MCA1
Gambar 5 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari
dua analisis multivariat yang berbeda pada A. scholaris. (A) dan (C)
adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai Y);
(B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama; (A)
dan (B): PCA;(C) dan (D): MCA.
16
4 BJ
16
3 BJ 14
BJ
HJ HJ BJBJ
2 BJ HJ BJ BJ 12
HJ
HJ
HJ
Number Of Trees
HJ
BJ BJ BJ HJ HJ
1 HJ HJ HJ HJHJ 10
HJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJHJ
PCA 2
BJ HJ HJ
BJ BJBJ BJ BJ HJ HJ
0 HJ BJ HJ HJ 8
HJ BJ BJHJ
BJ HJ
BJ BJ HJ
BJ HJ HJ
-1 BJ BJ
BJ HJ 6
HJ HJ
BJ HJ
HJ HJ
BJ
-2 4
BJ BJ
-3 HJ
2
-4 0
-6 -4 -2 0 2 4 -6 -4 -2 0 2
A PCA 1
B PCA 1
2 14
BJ HJ HJ BJ BJ
BJ BJ BJ HJ
1 HJ HJBJ
BJ
HJBJ HJ HJ BJ
BJHJ
HJ
HJ HJ HJHJ
BJ HJ
HJ
BJBJ HJ HJBJ 12
BJ HJ
HJ BJ HJ BJ HJ HJHJ HJ BJ HJ HJ
HJ
0 HJ BJ
BJ HJ BJHJ BJHJ BJ BJ HJ BJBJ
HJ HJ HJ HJ BJ BJ
BJ
BJ HJ
10
-1 BJ
Number Of Trees
-2 8
MCA2
-3
6
-4 HJ
4
-5
-6
BJ 2
-7 0
-2 -1 0 1 2 -1,6 -0,8 0,0 0,8 1,6
C MCA1
D MCA1
Gambar 6 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari
dua analisis multivariat yang berbeda pada M. triloba. (A) dan (C)
adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai Y);
(B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama; (A)
dan (B): PCA; (C) dan (D): MCA.
Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua pada dua metode
analisis multivariat yang digunakan, yaitu PCA dan MCA, disajikan dalam
diagram pencar, sementara distribusi dari variabel sintesis pertama terhadap
jumlah spesiemen yang diamati disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 5 dan
6). Hasil analisis menggunakan CDA tidak ditampilkan karena hasilnya tidak
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Diagram pencar dan histogram yang
dihasilkan oleh kedua analisis multivariat yang berbeda menunjukkan persebaran
yang acak dengan pola yang berbeda yang mengindikasikan perbedaan rentang
adaptasi dan plastisitas. Secara umum daun A. scholaris dan M. triloba yang
diamati tidak menunjukkan pengelompokan berdasarkan lansekap.
Kesamaan hasil pada diagram pencar dan histogram berdasarkan PCA dan
MCA pada A. scholaris dan M. triloba ini menunjukkan bahwa berdasarkan dua
metode tersebut, delapan variabel yang diukur dari masing-masing daun A.
scholaris dan M. triloba, tidak mampu mengklasifikasikan kedua jenis tersebut ke
dalam dua lansekap yang berbeda. Hal tersebut diduga dapat disebabkan adanya
variasi kontinu pada karakter morfologi A. scholaris dan M. triloba karena
karakter morfologi yang digunakan termasuk dalam karakter metrik. Briggs dan
Walters (1984) menyebutkan bahwa penggunaan karakter metrik dalam
identifikasi jenis berdasarkan morfologi menyebabkan adanya variasi yang
bersifat kontinu sehingga tidak dapat menunjukkan batas variasi morfologi yang
jelas. Selain itu sebaran acak pada variasi morfologi A. scholaris dan M. triloba
diduga karena kedua spesies ini merupakan spesies yang memiliki plastisitas
17
tinggi. Davies dan Ashton (1999) menyatakan bahwa M. triloba adalah jenis yang
memiliki salah satu tumbuhan pionir yang beradaptasi tinggi untuk tumbuh di
lahan terbuka pada kondisi ekologi yang beragam. Hal ini mengakibatkan
perbedaan lingkungan dapat menimbulkan respon beragam pada morfologi daun.
Tabel 12 Hasil data mining untuk A. scholaris dan M. triloba (GenBank 2014)
Asal Panjang
Genbank
Spesies Region Sumber Basa
Accession
(Bp)
India
A. scholaris matK Mahadani et al. (2011) JN228931 825
A. scholaris matK Toyama et al. (2014) AB925226 Kamboja 765
A. scholaris matK Chen et al. (2010) GQ434101 China 811
A. scholaris matK Bremer et al. (2002) AJ429321 - 1672
A. scholaris matK Endress et al. (1996) Z70189 - 1518
A. scholaris matK Kong et al. (2014) KJ510993 China 819
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358346 Selatan 792
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358318 Selatan 818
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358316 Selatan 818
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ35810 Selatan 820
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358305 Selatan 821
18
Tabel 14 Jarak genetik nukleotida dan jarak lokasi pengambilan sampel pada A.
scholaris region matK
Spesies KJ510933 AB925226 JN228931 GQ434101
(Asal (China) (Kamboja) Z70189 (India) AJ429321 (China)
)
KJ510933
(China)
- 2454.10 - 2665.60 - 0.00
AB925226
(Kamboja)
0.0028 - - 3033.87 - 2454.10
Z70189 0.0028 0.0000 - - - -
JN228931
(India)
0.0028 0.0000 0.0000 - - 2665.60
AJ429321 0.0028 0.0000 0.0000 0.0000 - -
GQ434101
(China)
0.0028 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -
AJ429321
GQ434101
JN228931
AB925226
Z70189
KJ510933
0.0002
Gambar 7 Pohon filogeni 6 spesies A. scholaris yang diamati pada region matK
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Barbour MG, Burk JH, Pitts WD, William FS. 1999. Terrestrial Plant Ecology.
Third Edition. California (US): Addision Wesley Longman, Inc.
Bremer B, Bremer K, Heidari N, Erixon P, Olmstead RG, Anderberg AA,
Kallersjo M, Barkhordarian E. 2002. Mol. Phylogenet. Evol. 24(2):274-301.
Briggs D, Walters SM. 1884. Plant Variation And Evolution. 2nd ed. Cambridge
(UK): Cambridge University Press.
Cassie RM. Multivariate analysis in ecology. Proceeding of the New Zealand
ecological society. 16:53-57.
Chen S, Yao H, Han J, Liu C, Song J, Shi L, Zhu Y, Gao T, Pang X, et al. 2010.
Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying
medicinal plant spesies. J. Plos. ONE. 5(1):E8613.
Cox CB, Moore PD. 1980. Biogeography: An ecological and evolutionaru
approach “3rd ed”. New York (US): John Willey & Sons Inc.
Davies SJ, Ashton PS. 1999. Phenology and fecundity in 11 sympatric pioneer
species of Macaranga (euphorbiaceae) in borneo. American Journal of
Botany. 86(12): 1786 – 1795.
Dewi S, Ekadinata A, Nugroho DK. 2008. Land cover changes in different forest
transition stages in Indonesia: East Kalimantan, Jambi and Lampung.
Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF).
Endress ME, Sennblad B, Nilsson S, Civeyrel L, Chase MW, Huysmans S,
Grafstroem E, Bremer B. 1996. A phylogenetic analysis of Apocynaceae
s.str. and some related taxa in Gentiales, A multidiciplinary approach. 1996.
Opera Bot. Belg. 7:59-102.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ,
Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Goettingen: Institut of Forest
Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen.
Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics.
Henderson A. 2006. Traditional morphometrics in plant systematic and its role in
palms systematic. Botanical Journal of the Linneas Society. 151:103-111.
Hughes AR, Inouye BD, Jhonson J, Underwood N, Vellend M. 2008. Ecological
consequences of genetic diversity. Ecology Letters. 11:609-623.
Irwanto. 2007. Analisis vegetasi untuk pengelolaan kawasan hutan lindung
marsegu, Kabupaten Seran bagian barat, Provinsi Maluku [Tesis].
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Jones SB, Luchsinger AE. 1986. Plant systematics, Second Edition. New York
(US): McGraw-Hill Book Company.
Jones SB, Luchsinger AE. 1987. Plant Systematic 2nd edition. New York (US):
McGraw-Hill.
Koch K, Hartman KD, Schreiber L, Barthlott W, Neinhuis C. 2006. Influences of
air humidity during the cultivation of plants on wax chemical composition,
morphology and leaf surface wettability. Env. Exp. Bot. 56:1-9.
Kolondam BJ, Lengkong E, Polii-Mandang J, Pinaria A, Rutunuwu S. 2012.
Barcode dna berdasarkan gen rbcL dan matK Anggrek Payus Limondok
(Phaius tancarvilleae). Bioslogos. 2(2):58-62.
Kong D, Ma C, Zhang Q, Li L, Chen X, Zeng H, Guo D. 2014. Leading
dimensions in absorptive root trait variation across 96 subtropical forest
spesies. New. Phytol, in press.
22
RIWAYAT HIDUP