Anda di halaman 1dari 37

VARIASI MORFOLOGI DAUN JENIS PIONIR PULAI

(Alstonia scholaris R. Br.) DAN MACARANGA (Macaranga


triloba (Bl.) Muell. Arg.) DI HUTAN KARET JAMBI

INGGAR DAMAYANTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Variasi Morfologi


Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga
triloba (Bl.) Muell. Arg.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Inggar Damayanti
NIM E44100009
ABSTRAK
INGGAR DAMAYANTI. Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia
scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di Hutan
Karet Jambi. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR dan SRI RAHAYU.

Aktivitas manusia telah mengakibatkan pengurangan luasan hutan alami


dan memicu transformasinya menjadi hutan karet (jungle rubber) seperti yang
banyak dijumpai di Jambi. Pembentukan hutan karet melalui proses suksesi
melibatkan pohon pionir penting seperti Alstonia scholaris dan Macaranga
triloba yang keragaannya dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh, biodiversitas
awal dan input perlakuan budidaya. Penelitian dilakukan untuk mengkaji variasi
morfologi daun A. scholaris dan M. triloba sebagai informasi awal adanya
perbedaan respon dan keragaan tumbuh pada dua lansekap yang berbeda yaitu di
Taman Nasional Bukit Dua Belas dan Hutan Harapan. Selain itu variasi A.
scholaris dan M. triloba juga dilihat berdasarkan keragaman genetiknya. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan lansekap memberikan pengaruh nyata
pada variabel morfologi daun NV (number of veination) untuk A. scholaris dan
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua variabel untuk M. triloba.
Perbedaan plot memberikan pengaruh nyata pada variabel number of veination
(NV) dan petiole ratio (PR) untuk A. scholaris dan variabel lamina length (LL),
petiole length (PL), lobe width (LW), widest leaf to petiole (WP), number of
veination (NV), lamina shape (LS), dan lobe width ratio (LWR) untuk M. triloba.
Hasil analisis gerombol (Cluster Analysis) menunjukkan bahwa plot BJ2 pada A.
scholaris digolongkan outgroup, sementara pada M. triloba satu plot yang
outgroup yaitu plot BJ310. Hasil analisis sebaran variasi morfologi daun A.
scholaris dan M. triloba dari tiga analisis multivariat yang digunakan tidak
menunjukkan pengelompokan berdasarkan perbedaan lansekap.

Kata kunci: A. scholaris, jungle rubber, keragaman nukleotida, M. triloba, variasi


morfologi daun
ABSTRACT

INGGAR DAMAYANTI. Leaf Morphological Variation of Pioner Trees Pulai


(Alstonia scholaris R. Br.) and Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.)
in Jungle Rubber, Jambi. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR and SRI
RAHAYU.

Human activities have resulted of a reduction in natural forests and


triggered their transformation into, for example jungle rubbers as often found in
Jambi. The formation of jungle rubbers through successional processes involves
important pioneer trees such as Alstonia scholaris and Macaranga triloba in
which their performances are influenced by the site factors, the initial status of
biodiversity, and inputs of cultivation treatments and management. The study was
conducted to assess the leaf morphological variation of A. scholaris and M. triloba
as the initial information in determining differences in response and growth
performance in several CRC990 plots (50 m x 50 m) of the two distinct
landscapes, namely: Bukit Dua Belas National Park and Harapan Rain Forest. In
addition, the variation of A. scholaris and M. triloba also can be observed based
on its genetic diversity. Results of analysis of variance showed that the differences
in landscapes gave significant effects on one leaf morphology variable, i.e NV
(number of veination) for A. scholaris, while no significant effect on all variables
was observed for M. triloba. The plots gave significant effect on the number of
veination (NV) and petiole ratio (PR) variables for A. scholaris and lamina
length (LL), petiole length (PL), lobe width (LW), widest leaf to petiole (WP),
number of veination (NV), lamina shape (LS), and lobe width ratio(LWR)
variables for M. triloba. The results of Cluster Analysis indicated that in A.
scholaris BJ2 plots were classified as outgroup, while in M. triloba the outgroup
plot was BJ310 plot. The results of the distribution of leaf morphological variation
of A. scholaris and M. triloba based on three multivariate analyses showed no
clustering due to the landscapes effects..

Key word: A. scholaris, jungle rubber, nucleotide diversity, M. triloba, leaf


morphological variation
VARIASI MORFOLOGI DAUN JENIS PIONIR PULAI
(Alstonia scholaris R. Br.) DAN MACARANGA (Macaranga
triloba (Bl.) Muell. Arg.) DI HUTAN KARET JAMBI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia scholaris R.
Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di
Hutan Karet Jambi
Nama : Inggar Damayanti
NIM : E44100009

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc Dr Ir Sri Rahayu, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
biodiversitas, dengan judul Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir Pulai (Alstonia
scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di Hutan
Karet Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar,
MForSc dan Ibu Dr Ir Sri Rahayu, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah
banyak memberi bimbingan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat selesai,
kepada Ms. Natalie Breidenbach atas kesediannya meminjamkan herbarium untuk
proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah
(Alm. Muhammad Toha), ibu (Summayah), adik (Anggi Rahmawati) serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada kakanda Laswi Irmayanti SHut yang telah
memberikan bantuan dan arahan dalam penelitian ini. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada rekan-rekan, Gumilar Adam, Lastiti, Fitria Nurmala, Rummi,
Ayi, Dewi, Arie, Uci, Aji serta seluruh teman-teman Silvikultur 47 dan semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Inggar Damayanti
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Penelitian 5
Pengolahan Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Karakteristik Daun Jenis A. scholaris dan M. triloba 7
Pengaruh Perbedaan Lansekap dan Plot Pengambilan Sampel Terhadap Variasi
Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba 9
Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Di Hutan Karet Harapan
dan Hutan Karet Bukit Duabelas 10
Sebaran Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Terhadap
Perbedaan Lansekap (HJ dan BJ) 12
Keragaman Sekuen DNA A. scholaris dan M. triloba 17
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 23
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Keadaan lingkungan lansekap penelitian (HJ dan BJ) 3
2 Data herbarium 4
3 Karakteristik daun A. scholaris 7
4 Karakteristik daun M. triloba 8
5 Korelasi antara LL dengan variabel lain untuk daun A. scholaris dan
M. triloba 8
6 Hasil sidik ragam pengaruh lansekap dan plot terhadap variasi
morfologi daun A. scholaris dan M. triloba 10
7 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis
pertama dan kedua dari analisis multivariat yang digunakan
(CDA;PCA;MCA) pada A. scholaris dan M. triloba 12
8 Test of quality of group means A. scholaris 13
9 Test of quality of group means M. triloba 13
10 Korelasi seluruh variabel morfologi daun A. scholaris dan M. triloba
terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode PCA 14
11 Korelasi semua variabel morfologi daun M. triloba dan A. scholaris
terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode MCA 15
12 Hasil data mining untuk A. scholaris dan M. triloba (GenBank 2014) 17
13 Komposisi nukleotida dari 6 individu A. scholaris region matK 18
14 Jarak genetik nukleotida dan jarak lokasi pengambilan sampel pada A.
scholaris region matK 19

DAFTAR GAMBAR
1 Karakter morfologi variabel pengukuran A. scholaris (1) dan M.
triloba (2) 5
2 Daun A. scholaris (1), M. triloba (2) 7
3 Dendogram hasil CA untuk A. scholaris (skala menggunakan standar
deviasi) 11
4 Dendogram hasil CA untuk M. triloba (skala menggunakan standar
deviasi) 11
5 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk
dari dua analisis multivariat yang berbeda pada A. scholaris. (A) dan
(C) adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai
Y); (B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama;
(A) dan (B): PCA;(C) dan (D): MCA. 15
6 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk
dari dua analisis multivariat yang berbeda pada M. triloba. (A) dan
(C) adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai
Y); (B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama;
(A) dan (B): PCA; (C) dan (D): MCA. 16
7 Pohon filogeni 6 spesies A. scholaris yang diamati pada region matK 20
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan dataran rendah Jambi merupakan hutan hujan tropika yang masih
tersisa di Indonesia. Hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (Odum 1993), yang menjadi karakteristik khas dari hutan hujan
tropis (Steege dan Hammond, 2001). Luas hutan hujan tropis di dunia hanya
meliputi tujuh persen dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50
persen total jenis yang ada di seluruh dunia (Irwanto 2007). Ekosistem hutan
hujan tropis dan seluruh keanekaragaman hayati di dalamnya memiliki nilai
penting bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Kekayaan dan potensi ekonomi dari hutan hujan tropis seringkali menjadi
ancaman yang dapat mengurangi luasan hutan. Ancaman tersebut berupa
gangguan (disturbance) yang didefinisikan oleh Smith (1990) sebagai suatu
aktivitas atau energi dari luar yang dapat memengaruhi ekosistem, komunitas,
populasi, tanah, dan keanekaragaman hayati yang tersedia, dan dapat
memfasilitasi masuknya jenis-jenis baru. Hutan dataran rendah primer di
Indonesia telah lama terancam oleh deforestasi dan degradasi hutan yang
menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati akibat penghancuran habitat
hutan tropis yang unik (Margono 2014). Aktifitas manusia telah mengakibatkan
pengurangan luasan hutan alami dan memunculkan beragam tipe lahan di Jambi,
yang dapat didefinisikan sebagai sistem transformasi hutan (CRC 2012). Hasil
dari pemetaan lansekap yang dilakukan oleh Dewi et al. (2008), terdapat 12 tipe
lahan yang terbentuk di Jambi, salah satunya adalah hutan karet (Jungle rubber).
Terbentuknya hutan karet salah satunya diakibatkan oleh sistem yang telah
sangat lama digunakan oleh para petani yaitu sistem perladangan berpindah
(swidden agriculture). Hutan karet terbentuk karena masa pemberaan lahan
(Ningsih 2009). Masa pemberaan lahan memberikan variasi umur pada setiap
lahan. Umur lahan mempengaruhi proses perubahan alami dan terarah yang
teramati dari komposisi vegetasi, yang dikenal dengan istilah suksesi (Barbour et
al. 1999). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung
cukup lama, maka struktur komunitas dan komposisi vegetasi yang terbentuk bisa
mendekati stuktur dan komposisi hutan alami.
Jenis tumbuhan yang berperan penting dalam suksesi adalah jenis
tumbuhan pionir seperti pulai (Alstonia scholaris R. Br.) dan macaranga
(Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.). Jenis pohon pionir memegang peranan
yang sangat vital dalam mengembalikan kondisi hutan yang terdegradasi karena
jenis-jenis pohon pionir mampu tumbuh pada kondisi yang kurang mendukung
bagi jenis-jenis pohon yang mapan pada kondisi hutan yang sudah mencapai
klimaks. Menurut Manan (1979), jenis pionir mula-mula tumbuh pada tempat
terbuka. Jenis-jenis tersebut berumur pendek dan segera digantikan oleh jenis-
jenis yang tahan naungan dan akhirnya didominasi oleh jenis klimaks.
Pertumbuhan jenis pohon pionir dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh seperti
jenis tanah, dan iklim. Perbedaan lingkungan akan menimbulkan perbedaan
keragaan pohon pionir atau yang disebut plastisitas tumbuhan (Koch et al. 2006).
Perbedaan pertumbuhan pohon akibat pola plastisitasnya terhadap perbedaan
2

lingkungan ini tentunya akan menunjukkan pola keragaman baik secara fenotipe
maupun genetiknya yang membentuk tingkat keragaman biodiversitas. Oleh
karena itu perlu diamati sejauh mana perubahan penggunaan lahan di Jambi
mempengaruhi pola platisitas tersebut.
Keragaman fenotipe suatu makhluk hidup ditentukan oleh faktor genetika
dan lingkungan. Sifat fenotipe dapat diamati secara kasat mata baik bentuk, warna
maupun ukuran. Dalam penelitian ini akan dikaji lebih dalam mengenai perbedaan
fenotipe antara jenis Alstonia scholaris dan Macaranga triloba yang tumbuh pada
dua lansekap (bentang lahan) yang berbeda ditinjau dari morfologi daun.
Indentifikasi morfologi daun dipilih karena mudah diamati, serta merupakan
oragan vital bagi keberlangsungan hidup tumbuhan. Selain dilihat dari sisi
perbedaan fenotipe, variasi Alstonia scholaris dan Macaranga triloba juga dilihat
berdasarkan keragaman nukleotidanya berdasarkan sekuen DNA Barcode atau
marka lainnya. Gambaran variasi morfologi daun dari A. scholaris dan M.triloba
diharapkan dapat memberikan informasi sejauh mana respon morfologi daun
kedua jenis tersebut terhadap lingkungan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis membuat rumusan


penelitian sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan respon morfologi yang ditunjukkan oleh karakter
morfologi daun antara kedua jenis di dua lansekap yang berbeda?
2. Bagaimana status keragaman A. scholaris dan M. triloba berdasarkan
DNA barcode yang diperoleh dari pangkalan data molekuler?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:


1. Memberikan informasi mengenai perbedaan morfologi A. scholaris dan M.
triloba yang tumbuh pada dua lansekap yang berbeda.
2. Mengetahui keragaman genetik A. scholaris dan M. triloba berdasarkan
DNA barcode dari bank data DNA.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk:


1. Memberikan penjelasan mengenai respon tumbuh A. scholaris dan M.
triloba pada dua lansekap yang berbeda berdasarkan karakter morfologi
daun yang diamati.
2. Mengetahui keragaman genetik A. scholaris dan M. triloba berdasarkan
DNA barcode.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian mencakup kajian mengenai variabilitas


morfologi daun A. scholaris dan M. triloba yang tumbuh di dua lansekap yang
berbeda. Penelitian ini juga mencakup kajian mengenai keragaman genetik A.
3

scholaris dan M. triloba berdasarkan kesamaan sekuen DNA barcode dari data
sekunder. Variabel pengukuran yang digunakan adalah panjang daun, panjang
petiole, lebar daun, jarak daun terlebar ke petiole, besar sudut pertulangan daun,
dan jumlah tulang daun (Kremer et al. 2001). Variasi di dalam dan antar lansekap
dari morfologi daun dijelaskan melalui analisis statistik multivariat. Analisis DNA
mengenai hubungan keragaman genetik dijelaskan melalui keragaman
nukleotidanya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Hutan, Fakultas Kehutanan,


Institut Pertanian Bogor yang dilakukan selama 6 bulan dari bulan Januari sampai
dengan Juni 2014. Sampel daun yang digunakan berasal dari dari sub- proyek B03
CRC (Collaborative Research Center) 990/EFForTS (http://www.uni-
goettingen.do/efforts.com) yang dilakukan di dua lansekap yaitu hutan karet hutan
Harapan/Harapan Jungle Rubber (HJ) dan hutan karet Taman Nasional Bukit
Duabelas/Bukit Duabelas Jungle Rubber (BJ) di Jambi. Kondisi lingkungan dari
kedua lansekap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Keadaan lingkungan lansekap penelitian (HJ dan BJ)

Lansekap
Keadaan
lingkungan Harapan Jungle Rubber (HJ)* Bukit Duabelas Jungle Rubber
(BJ)**
Letak 1044’ – 1058’ LS dan 102029’ 2º2’16”-2º21’14” LS dan
– 102049’ BT 103º7’55”-103º27’39” BT
Topografi Datar sampai bergelombang Datar sampai agak curam
sedang
Ketinggian 50 – 400 mdpl 30 – 120 mdpl
Temperatur 28 0C – 36 0C 26,23 0C
Udara
Curah Hujan 3.294 - 3.669 mm/tahun 2.305,5 mm/tahun
Jenis Tanah Podsolik merah kuning, Aluvial, Latosol, Planosol,
Aluvial Podsolik merah kuning
Klasifikasi Iklim A Iklim A
Iklim
(Schmidt
Fergusson)
Sumber: *= PT. Reki (2009); **= Kemenhut (2006)
4

Bahan

Contoh daun yang berasal dari dua lansekap tersebut di atas berupa
herbarium/voucher A. scholaris dan M. triloba yang sudah dewasa/berkembang
penuh (full developed) yang diambil secara acak. Voucher yang digunakan secara
lengkap tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Data herbarium

Lansekap dan Plot Jenis Jumlah sampel Kode/Nama plot


Hutan Harapan Alstonia scholaris 10 HJ1 2
Hutan Harapan Alstonia scholaris 8 HJ2 7
Hutan Harapan Alstonia scholaris 9 HJ3 10
Hutan Harapan Alstonia scholaris 8 HJ4 2
Hutan Harapan Macaranga triloba 9 HJ1 9
Hutan Harapan Macaranga triloba 10 HJ2 8
Hutan Harapan Macaranga triloba 10 HJ3 3
Hutan Harapan Macaranga triloba 10 HJ4 6
Sub total 74
TN Bukit Duabelas Alstonia scholaris 10 BJ2 10
TN Bukit Duabelas Alstonia scholaris 9 BJ3 7
TN Bukit Duabelas Alstonia scholaris 7 BJ4 4
TN Bukit Duabelas Macaranga triloba 8 BJ3 3
TN Bukit Duabelas Macaranga triloba 6 BJ3 10
TN Bukit Duabelas Macaranga triloba 10 BJ4 3
TN Bukit Duabelas Macaranga triloba 10 BJ5 10
Sub total 60
Total 134
Ket: HJ= Harapan Jungle rubber; BJ= Bukit Dua Belas Jungle rubber; 1= nomor plot; 2= urutan
pohon dominan dalam plot

Alat

Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah alat ukur (penggaris
ukuran 30 cm, busur derajat, alat tulis, tally sheet, benang, dan meteran jahit) alat
hitung (kalkulator), dan alat dokumentasi (kamera digital dan kertas label). Alat
yang digunakan dalam analisis data meliputi perangkat PC (Personal Computer)
atau laptop dibantu dengan software pendukung seperti: Microsoft Excel 2007,
Minitab14, SPSS13.0, SAS 9.1 portable, Clustal X2, MEGA 6.0, TreeView X, dan
BioEdit.
5

Prosedur Penelitian

Identifikasi morfologi daun


Metode penilaian morfologi daun merujuk pada Kremer et al. (2001)
dengan beberapa modifikasi yang bertujuan untuk menyederhanakan prosedur.
Adapun variabel yang diukur dan diamati untuk setiap daun dibagi menjadi 3
penilaian yaitu:
1. Empat karakter dimensional
Panjang Daun (LL), Panjang Petiole (PL), Lebar Daun (LW), jarak
daun terlebar ke petiole (WP).
2. Variabel yang dihitung
Jumlah tulang daun (NV). Tulang daun yang dihitung dalam
penelitian ini adalah tulang daun primer dan sekunder yang terlihat jelas
pada daun.

1 2

Gambar 1 Karakter morfologi variabel pengukuran A.


scholaris (1) dan M. triloba (2)
3. Variabel yang dikonversi
Lamina shape (LS) = 100 ×WP / LL
Petiole ratio (PR) = 100 × PL / (LL + PL)
Lobe width ratio (LWR) = 100 × LW / LL

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan tersarang (Nested Design) dengan dua faktor yaitu lansekap dan plot.
Data yang diperoleh berdasarkan pengukuran kemudian dianalisis menggunakan
model linier:
𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝑗(𝑖) + 𝜀(𝑖𝑗)𝑘𝑗
dimana:
Yijk = Nilai pengamatan level ke-j yang bersarang dalam level ke-i pada
ulangan ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh faktor A (lansekap) pada level ke-i
j(i) = Prngaruh faktor B (plot) pada level ke-j yang bersarang pada faktor A
(lansekap) level ke-i
𝜀 (ij)k = Nilai galat akibat level ke-j yang bersarang pada level ke-i pada ulangan
ke-k
i = Level-level faktor A (lansekap)
6

j = Level-level faktor B (plot) yang bersarang di tiap level A


k = Jumlah ulangan

Analisis DNA
Pengambilan data penelitian pada bagian ini merupakan data sekunder.
Data yang diambil berupa sekuens DNA barcode A. scholaris pada region matK
dan M. triloba pada region rbcL. Metode pengambilan data sekunder yang
dilakukan pada penelitian ini adalah data mining. Pengumpulan data sekuens
DNA menggunakan metode data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja
pada laboratorium. Data ini diambil dari database GenBank dalam situs National
Center for Biotechnology Information (NCBI) (http://www.ncbi.nlm.nih.g-
ov/genbank/) untuk A. scholaris pada region matK dan M. triloba pada region
rbcL.

Pengolahan Data

Analisis data morfologi daun


1. Pengaruh Perbedaan Lansekap dan Plot Terhadap Variasi Morfologi Daun
Pengaruh perbedaan lansekap terhadap variasi morfologi daun
dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (ANNOVA). Data-data
karakteristik morfologi daun pada perbedaan lansekap diolah dengan software
Ms.Excel dan SAS 9.1 portable.
2. Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba di HJ dan BJ.
Variasi morfologi daun A. scholaris dan M. triloba dianalisis dengan
Cluster Analisis (CA) dan dilakukan dengan software SPSS 13.0. Hasil dari
CA akan ditampilkan dalam bentuk dendogram. Cluster Analysis (CA)
digunakan untuk mengelompokkan sampel A. scholaris dan M. triloba
berdasarkan variasi morfologi daunnya. CA akan mengelompokkan obyek
yang memiliki kemiripan ke dalam satu kelompok (group) (Henderson 2006).
3. Sebaran Variasi morfologi A. scholaris dan M. triloba terhadap perbedaan
lansekap (HJ dan BJ).
Digunakan tiga analisis multivariat berbeda untuk menganalisis data
sebaran variasi morfologi A. scholaris dan M. triloba terhadap perbedaan
lansekap. Tiga buah analisis dipilih agar pengolahan data sebaran variasi
morfologi daun terhadap perubahan lansekap lebih representatif. Analisis
yang digunakan yaitu Canonical Diskriminant Analysis (CDA) dari 8
variabel morfologi daun yang diamati dan diukur, menggunakan lansekap
sebagai variabel klasifikasi. Analisis ke dua yaitu Principal Component
Analysis (PCA) dari 8 variabel morfologi daun yang diamati dan Multiple
Correspondence Analysis (MCA) dari 8 variabel morfologi daun yang
diamati. Tiga metode analisis yang digunakan bertujuan untuk
menggabungkan variabel asli ke variabel sintetis independen yang
menjelaskan bagian terbesar dari total variasi yang diamati antara pohon-
pohon. Tiga metode analisis digunakan dengan tujuan mengelompokkan
variabel morfologi daun yang diamati kedalam dua lansekap (HJ dan BJ).
Ketiga analisis multivariat ini akan dikerjakan menggunakan software SPSS
13.0.
7

Analisis sekuens DNA

Sekuens DNA A. scholaris dan M. triloba dirunutkan dengan menggunakan


program perangkat lunak Clustal X2 (http://www.clustal.org), BioEdit
(http://www.mbio.ncsu.edu/bioedit.html), dan TreeViewX (http://www.treeview.n
et/tv/download.asp). Sekuens DNA yang telah dirunutkan kemudian dianalisis
keragaman basa nukleotidanya menggunakan software MEGA6.0
(http://www.megasoftware.net).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Daun Jenis A. scholaris dan M. triloba

Daun termasuk organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya tiap
tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Daun A. scholaris tersusun melingkar
dari 4-8 di axils atas, lamina atau badan daun berbentuk obovate hingga elips atau
elips-lanset, berbulu gundul atau jarang berbulu. Daun meruncing ke arah dasar.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua, ujung daun bulat meruncing ke arah
basis. Daun M. triloba memiliki petiole silinder, daun berbentuk pisau bulat telur
ditutupi oleh rambut-rambut tegak berwarna keperakan. Daun berwarna hijau dan
memiliki 3 lobus. Karakteristik daun M. triloba adalah lebar dibagian bawahnya
dan menyempit bertahap hingga ujung daun. Keragaan daun A. scholaris dan M.
triloba disajikan pada Gambar 2.

1 2
Gambar 2 Daun A. scholaris (1), M. triloba (2)

Tabel 3 Karakteristik daun A. scholaris


Pengkururan langsung
Variabel Literatur (cm)
(cm)
Panjang petiole (PL) 1,25 ± 0,48 1 - 1,5
Panjang daun (LL) 10,49 ± 2,58 11,5 – 23
Lebar daun (LW) 3,66 ± 0,93 4 - 7,5
Jumlah pertulangan daun (NV) 91,94 ± 8,91 54 – 92
Bentuk daun Elips lanset Elips lanset
Sumber: (http://www.worldagroforesstry.com)
8

Tabel 4 Karakteristik daun M. triloba


Pengkururan langsung
Variabel Literatur (cm)
(cm)
Panjang petiole (PL) 18,51±7,66 10 – 25
Panjang daun (LL) 22,60 ± 8,06 15 – 35
Lebar daun (LW 20,68 ± 7,25 12 – 24
Jumlah lobus 3 3
Bentuk daun Pisau bulat telur Pisau bulat telur
Sumber: Norfaizal et al. (2012); (http://www.worldagroforesstry.com)

Tabel 3 dan 4 menyajikan karakteristik daun A. scholaris dan M. triloba


berdasarkan beberapa karakter morfologinya berdasarkan literatur dan pengukuran
langsung. Data pada kedua tabel menunjukkan kesesuaian antara literatur dan
pengukuran langsung beberapa karakter morfologi daun A. scholaris dan M.
triloba.
Data karakteristik morfologi daun yang diambil berasal dari tegakan-
tegakan A. scholaris dan M. triloba yang luas, sehingga diduga bahwa variabel
pengukuran mungkin dipengaruhi oleh ukuran daun (Kramer et al. 2001). Oleh
karena itu, korelasi antara panjang daun (LL) dan semua variabel lain yang diukur
dikomputasi atas seluruh kumpulan data A. scholaris dan M. triloba.

Tabel 5 Korelasi antara LL dengan variabel lain untuk daun A. scholaris dan M.
triloba
Koefisien korelasi
Variabel
A. scholaris M. triloba
PL 0.297* 0.819*
LW 0.721* 0.915*
WP 0.804* 0.548*
NV 0.399* 0.460*
LS -0.209* -0.157ns
PR -0.307* -0.038ns
LWR -0.293* -0.227ns

Ket: *= signifikan pada α=5%; ns= tidak signifikan pada α=5%

Hasil pengolahan data untuk A. scholaris dan M. triloba (Tabel 5)


menunjukkan bahwa variabel ciri-ciri dimensional PL, LW, WP, dan NV
menunjukkan korelasi positif, sedangkan variabel transformasi seperti LS, PR,
dan LWR justru menunjukkan korelasi negatif. Korelasi positif menunjukkan
perbandingan lurus, artinya peningkatan nilai PL, LW, WP, dan NV akan
meningkatkan nilai LL. Korelasi negatif menunjukkan pengaruh terbalik antara
LL dengan LS, PR, dan LWR. Artinya, jika panjang daun meningkat ketiga
variabel tersebut justru turun. Perbedaan terjadi antara variabel transformasi kedua
9

jenis, pada M. triloba 3 variabel transformasi memiliki korelasi yang tidak


signifikan terhadap LL, sementara 3 variabel transformasi pada A. scholaris
menunjukkan korelasi yang signifikan.
Variabel ciri-ciri dimensional pada A. scholaris yang memiliki korelasi
paling kuat diantara yang lainnya adalah LW dan WP, dengan nilai masing-
masing 0,721 dan 0,804. Variabel dimensional lainnya seperti PL dan NV
memiliki korelasi yang lemah dengan LL. Artinya perubahan nilai PL dan NV
tidak cukup kuat untuk mempengaruhi perubahan nilai LL. Hal ini juga terlihat
dari pengamatan saat pengukuran sampel, yaitu daun yang memiliki luasan sama,
seringkali memiliki panjang petiole dan jumlah tulang daun yang berbeda.
Terjadi variasi nilai korelasi LL dengan variabel ciri-ciri dimensional seperti
PL, LW, WP, dan NV untuk M. triloba. Nilai korelasi antara LL dan LW sebesar
0,915. Nilai ini merupakan nilai korelasi terbesar dari variabel lainnya. Variabel
dimensional lain yang memiliki korelasi sangat kuat adalah PL (panjang petiole).
Nilai korelasi LL dengan PL sebesar 0,819. Korelasi yang kuat antara LL dengan
LW dan PL juga terlihat saat pengukuran sampel daun, dimana daun M. triloba
yang diamati memiliki bentuk pisau bulat telur, karakteristik daun M. triloba
adalah lebar dibagian bawahnya dan menyempit bertahap hingga ujung daun,
sehingga kenaikan panjang daun akan menyebabkan kenaikan lebar daun dan
panjang petiole (Noofaizal et al. 2012). Variabel ciri-ciri dimensional lain seperti
WP dan NV hanya berkorelasi cukup kuat atau sedang. Artinya perubahan nilai
WP dan NV berkorelasi dengan perubahan nilai LL namun pengarunya tidak
begitu kuat.

Pengaruh Perbedaan Lansekap dan Plot Pengambilan Sampel Terhadap


Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba

Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat berpindah tempat


sehingga tumbuhan harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat
tumbuhan tersebut tumbuh. Perbedaan kondisi lingkungan pada tempat tumbuh
dapat mempengaruhi struktur, fisiologi, dan reproduksi suatu tumbuhan (Jones
dan Luchsinger 1987). Faktor lingkungan yang mempengaruhi variasi dari suatu
spesies tumbuhan dapat berupa faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik dapat
meliputi suhu, kelembaban, curah hujan, tanah, dan cahaya. Faktor biotik meliputi
interaksi intraspesifik dan interspesifik seperti predasi dan kompetisi (Cox dan
Moore 1980). Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perbedaan lansekap
terhadap variabel morfologi daun A. scholaris dan M. triloba dapat dilihat pada
Tabel 6. Hasil sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 8 karakter
morfologi daun, perbedaan lansekap hanya memberikan pengaruh yang nyata
terhadap variabel NV untuk A. scholaris dan tidak memberikan pengaruh nyata
pada semua variabel untuk jenis M. triloba. Perbedaan plot memberikan pengaruh
hanya pada variabel NVdan PR untuk A. scholaris dan variabel LL, PL, LW, NV,
LS, dan LWR pada M. triloba.
10

Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh lansekap dan plot terhadap variasi morfologi daun A.
scholaris dan M. triloba

Variabel
Jenis Perlakuan
LL PL LW WP NV LS PR LWR
tn tn tn tn * tn tn
A. Lansekap 0,5753 0,3843 0,4961 0,4961 0,0038 0,8250 0,3224 0,7780tn
scholaris
Plot 0,6891tn 0,0583tn 0,6792tn 0,6795tn 0,0273* 0,6318 0,0267* 0,1495
tn tn tn tn tn tn tn
M. Lansekap 0,2985 0,0924 0,01426 0,8458 0,7713 0,6279 0,1244 0,0591tn
triloba
Plot 0,0001** 0,0080** 0,0002** 0,5663tn 0,0064** 0,0185* 0,6499tn 0,0028**
Ket: **= Perlakuan berpengaruh nyata pada α 1%; *= Perlakuan berpengaruh nyata pada α=5%; tn= Perlakuan tidak
berpengaruh nyata pada α=5%.

Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Di Hutan Karet Harapan


dan Hutan Karet Bukit Duabelas

Variasi yang terjadi karena adanya kondisi lingkungan menunjukkan bahwa


suatu tumbuhan melakukan adaptasi (Jones dan Luchsinger 1987). Sebagai bentuk
adaptasi terhadap kondisi alam atau tekanan lingkungan, tumbuhan dapat
mengalami plastisitas fenotipe, yaitu kemampuan suatu individu untuk
memodifikasi beberapa sifat khusus selama masa perkembangannya (Jones dan
Wilkins 1974). Tumbuhan menyediakan banyak bukti mengenai perubahan
lingkungan tempat tumbuh, salah satunya melalui organ daun. Daun merupakan
salah satu organ yang berkembang dengan cukup cepat dan tergolong sensitif.
Cox dan Moore (1980) menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara iklim dan
karakter daun. Ukuran daun dan tepi daun dapat menyediakan informasi bagi
proses adaptasi tumbuhan terhadap rata-rata curah hujan dan suhu.

Alstonia scholaris
Hasil Cluster Analysis (CA) pada Alstonia scholaris yang berupa
dendogram menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok (group) yang terbentuk
berdasarkan variasi morfologi daunnya. Kelompok 1 merupakan kelompok
dengan anggota paling banyak dan koefisien jarak paling dekat diantara ketiga
kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa plot yang tergabung dalam
kelompok 1 tersebut memiliki banyak kesamaan. Dendogram hasil CA pada A.
scholaris juga menunjukkan adanya satu plot yang outgroup. Plot tersebut adalah
plot BJ2. Secara lengkap dendogram hasil CA pada A. scholaris dapat dilihat pada
Gambar 3.
11

Gambar 3 Dendogram hasil CA untuk A. scholaris (skala menggunakan standar


deviasi)

Macaranga triloba
Hasil Cluster Analysis (CA) untuk M. triloba pada 8 plot yang diamati
menunjukkan adanya 2 kelompok (group) berdasarkan variasi morfologi daunnya.
Dendogram hasil CA disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan dendogram terlihat
bahwa berdasarkan variasi morfologi daunnya plot HJ2, BJ4, HJ1, HJ4, HJ3, dan
BJ5 memiliki banyak kesamaan jika dibandingkan dengan plot BJ3 3. Hal tersebut
ditandai dengan koefisien jarak (distance coefficient) antar plot HJ2, BJ4, HJ1,
HJ4, HJ3, dan BJ5 lebih dekat jika dibandingkan dengan plot BJ3 3. Koefisien
jarak menunjukkan besarnya nilai perbedaan antar kelompok sehingga semakin
besar nilai koefisien jarak maka semakin besar pula perbedaan antar kedua
kelompok (McGarigal et al 2000). Koefisien jarak yang terbesar diantara 8 plot
yang diamati adalah pada plot BJ310, plot ini digolongkan sebagai outgroup, hal
ini berarti berdasarkan variasi morfologi daun plot BJ3 10 sangat berbeda dengan
7 plot lainnya.

Gambar 4 Dendogram hasil CA untuk M. triloba (skala menggunakan standar


deviasi)
12

Sebaran Variasi Morfologi Daun A. scholaris dan M. triloba Terhadap


Perbedaan Lansekap (HJ dan BJ)

Tiga metode analisis multivariat digunakan pada keseluruhan data sampel


daun A. scholaris dan M. triloba. Variabel sintetis pertama pada masing-masing
metode yang digunakan berkontribusi paling tinggi terhadap total varian seperti
yang diharapkan, dilanjutkan oleh variabel sintesis kedua. Nilai pada variabel
sintesis menunjukkan keragaman yang dapat diwakilkan dari masing-masing
metode.

Tabel 7 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis pertama
dan kedua dari analisis multivariat yang digunakan (CDA;PCA;MCA)
pada A. scholaris dan M. triloba

A. scholaris M. triloba
CDA MCA PCA CDA MCA PCA
Variabel
100% 43,18% 36,20% 100% 53,65% 43,30%
Sintesis 1
Variabel
0% 38,79% 26,00% 0% 46,87% 22,00%
Sintesis 2
Total 100% 81,97% 62,20% 100% 99,42% 65,30%

Tabel 7 menunjukkan kecenderungan yang sama pada hasil analisis


multivariat pada A. scholaris dan M. triloba. Tiga analisis multivariat yang
digunakan mampu menjelaskan lebih dari 50% total varian yang ada, sehingga
representatif untuk menunjukkan sebaran variasi morfologi daun A. scholaris dan
M. triloba pada dua lansekap yang berbeda. Variabel sintesis pertama pada CDA
untuk kedua jenis memberikan sumbangan varian sebesar 100%, artinya total
varian dari data variasi morfologi daun A. scholaris dapat dijelaskan oleh variabel
sintesis pertama CDA. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui variabel
apa saja yang berperan dalam pembentukan variabel sintesis pertama dalam CDA
pada kedua jenis.
Tabel 8 menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan metode CDA untuk
jenis A. scholaris, nilai F menunjukkan bahwa ketika 3 variabel yaitu: NV, PR,
dan LL, memberikan pengaruh paling besar pada variabel sintesis 1 yang
terbentuk. Ketiga variabel tersebut juga signifikan mempengaruhi klasifikasi
morfologi daun A. scholaris ke dalam 2 lansekap (HJ dan BJ).
13

Tabel 8 Test of quality of group means A. scholaris


Variabel Wilks' Lambda F df1 df2 Sig. Ket

LL .982 4.251 1 235 .040 s

PL .985 3.468 1 235 .064 ns

LW .995 1.300 1 235 .255 ns

WP .985 3.587 1 235 .059 ns

NV .885 30.596 1 235 .000 s

LS .998 .446 1 235 .505 ns

PR .975 5.994 1 235 .015 s

LWR .996 .982 1 235 .323 ns

Ket: s= signifikan pada α=5%; ns= tidak signifikan pada α=5%

Tabel 9 Test of quality of group means M. triloba


Variabel Wilks' Lambda F Df1 Df2 Sig. Ket

LL .978 1.619 1 71 .207 ns

PL .952 3.562 1 71 .063 ns

LW .971 2.133 1 71 .149 ns

WP .998 .117 1 71 .733 ns

NV .991 .661 1 71 .419 ns

LS 1.000 .024 1 71 .877 ns

PR .970 2.177 1 71 .145 ns

LWR .982 1.274 1 71 .263 ns

Ket: ns= tidak signifikan pada α=5%

Berdasarkan nilai F pada Tabel 9, tiga variabel yang memberikan pengaruh


besar pada variabel sintesis pertama adalah PL, PR, dan LW, namun ketiga
variabel tersebut tidak signifikan mampu mengelompokkan variabel kedalam dua
lansekap. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai α.
Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil dari Wilks’ Lamda yang tinggi. Nilai
Wilks’ Lamda berada dalam interval 0-1 dimana semakin nilainya mendekati 0
menunjukkan semakin signifikan variabel tersebut membedakan kelompok lokasi.
Sebaliknya jika nilainya mendekati 1 maka variabel tersebut semakin tidak
mampu untuk membedakan kelompok lokasi.
Terdapat 2 variabel sintesis yang memberikan sumbangan varian terbesar
pada metode PCA untuk A. scholaris. Variabel sintesis pertama memberikan
sumbangan 36,2%, sementara variabel sintesis kedua memberikan sumbangan
14

26,0% terhadap total varian. Variabel morfologi daun yang memberikan pengaruh
besar terhadap variabel sintesis pertama A. scholaris adalah PL, LL, LW,
sedangkan untuk variabel sintesis kedua adalah LS, LWR, dan PR. Analisis
menggunakan PCA untuk M. triloba, menunjukkan variabel sintesis pertama
memberikan sumbangan 43,3% terhadap seluruh varian, variabel sintesis kedua
memberikan sumbangan sebesar 22,0% terhadap seluruh varian. Variabel
morfologi daun yang memberikan pengaruh besar terhadap variabel sintesis
pertama adalah LL, LW, dan WP, sedangkan variabel morfologi daun yang
berpengaruh pada variabel sintesis kedua adalah PR, PL, dan NV. Selengkapnya
disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Korelasi seluruh variabel morfologi daun A. scholaris dan M. triloba


terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode PCA
A. scholaris M. triloba
Variabel
VS1 VS2 VS1 VS2
LL -0,486 -0,274 -0,520 -0,246
PL -0,490 -0,018 -0,344 0,521
LW -0,485 -0,088 -0,485 -0,106
WP -0,411 0,346 -0,480 -0,278
NV -0,303 -0,180 -0,381 0,308
LS -0,087 0,660 -0,017 -0,068
PR -0,138 0,367 -0,024 0,668
LWR 0,025 0,441 0,007 0,181
Ket: VS= Variabel sintesis

Analisis data menggunakan MCA untuk M. triloba menunjukkan dari total


99,42% varian yang dapat dijelaskan oleh variabel sintesis pertama dan kedua,
variabel sintesis pertama memberikan sumbangan 53,6% dari total varian,
sedangkan variabel sintesis kedua menyumbang 46,87% terhadap total varian.
Variabel morfologi daun yang memberikan pengaruh besar terhadap variabel
sintesis pertama adalah NV, LW, dan LL (Tabel 11). Hasil yang berbeda didapat
dari analisis statitik multivariat terhadap sebaran variasi morfologi daun A.
scholaris menggunakan metode MCA. Variabel sintesis pertama menyumbang
43,18% terhadap total varian, sementara variabel sintesis kedua menyumbang
38,7% terhadap total varian. Variabel yang memberikan pengaruh besar terhadap
variabel sintesis pertama dan kedua adalah LL, LW, WP, dan NV (Tabel 11).
15

Tabel 11 Korelasi semua variabel morfologi daun A. scholaris dan M. triloba


terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan metode MCA
A. scholaris M. triloba
Variabel
VS1 VS2 VS1 VS2

LL .729 .674 .807 .860

PL .215 .228 .741 .555

LW .751 .453 .811 .718

WP .684 .493 .544 .156

NV .575 .654 .815 .947

LS .263 .202 .224 .151

PR .117 .168 .150 .141

LWR .120 .231 .200 .221

Ket: VS= Variabel sintesis

BJ 40
3 BJ BJ
HJ BJ HJ
BJ HJ HJBJ HJ BJ BJHJ BJ BJ
HJ BJ BJHJ BJ HJ
2 HJ HJ HJ
HJ HJ HJ BJ HJ
BJ
HJ HJ HJ BJ
BJ HJ
BJHJ HJ
HJ BJ BJ HJ HJ BJ BJ HJ HJ
HJ
HJ HJHJ
HJ HJ HJHJHJ HJ BJ
HJHJ BJ
HJHJHJ HJ
HJ
HJ HJ 30
HJ HJ HJ HJHJHJ HJ HJ BJ
1 HJ HJ HJ HJ HJHJ
HJ
HJ HJ
HJ
BJ HJHJHJ
BJ
HJ
HJ
HJ BJ BJHJ
Number Of Trees

HJ
HJ HJ
BJ HJHJ
HJ HJHJ HJ BJ
HJ
HJ HJ BJ BJ
BJ HJ HJ
HJ HJ HJHJ HJ
HJHJ
HJ HJ BJ HJ HJ HJ
HJ HJ BJ
0 HJ BJ HJ HJ
HJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJ HJHJ BJ HJ
PCA2

HJ HJ BJ HJHJ HJ
BJ BJ HJ HJHJ HJBJ HJ BJ 20
BJ HJ HJ HJ BJ
HJ BJ
BJ BJ HJ HJ
-1 BJ
HJ BJ BJ HJ BJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJBJ BJHJBJ BJ BJ
BJ
BJ BJHJ BJ
BJBJBJ HJ BJ
BJ BJ BJ HJ HJ
BJ BJ BJ
-2 BJ HJ HJ
BJ BJ
BJ HJ HJ
BJ HJ HJ HJ 10
BJ BJ HJ
BJ BJ BJ
BJ BJ
-3 BJ BJ
BJ

-4 0
-5,0 -2,5 0,0 2,5 5,0 -4,5 -3,0 -1,5 0,0 1,5 3,0 4,5

A PCA1 B PCA 1

4 60
HJ

3 BJ
HJ
HJHJHJ
50
2 HJ
HJ
BJ BJ
HJBJ
HJ
HJBJ
BJ
HJ HJHJHJ HJ
BJHJ
BJHJ BJ BJ
BJ
1 BJHJ HJ HJ BJHJBJ
BJ HJ
BJ 40
Number Of Trees

BJ
HJ HJ
BJ BJ
HJHJ
BJ
HJ HJ
BJBJ
BJ
HJ HJ
BJ
HJ HJ
HJ
HJ HJ HJ BJ
BJ BJHJHJ
BJ
BJ HJ
HJ
BJ BJ
HJ
HJHJ
BJ
HJ
HJHJHJBJ
BJ
HJ
HJ
HJ HJ
HJHJHJ
BJHJHJHJ
HJ HJ BJHJ
HJ HJ
HJ
HJHJ
HJ
BJ BJ
HJ BJHJ
HJ
BJHJ
BJ
HJ BJ
HJ HJ
BJ
BJ
BJ HJ BJ BJ BJHJ BJ HJBJ HJ HJ
HJ HJ BJBJ
HJ
0 HJ BJHJ
HJHJ
BJ BJ
HJBJ
HJ HJ BJBJ
HJ
BJ BJ
MCA2

HJ
HJ HJBJ HJ
HJ HJ
HJ BJHJ
BJ HJ
BJHJ
BJ BJ HJBJBJ HJHJ
HJ
BJ
HJ HJ HJHJ
HJ BJ 30
HJ
HJ HJ HJ HJHJ
BJHJ
BJ
-1 BJBJ
BJ BJ
HJ
BJ HJ
HJ HJ BJBJ
HJ BJ
-2 HJ HJ BJ BJ HJ 20
HJ

-3
10
-4 BJ
BJ

-5 0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 -4 -3 -2 -1 0 1 2
C MCA1 D MCA1

Gambar 5 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari
dua analisis multivariat yang berbeda pada A. scholaris. (A) dan (C)
adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai Y);
(B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama; (A)
dan (B): PCA;(C) dan (D): MCA.
16

4 BJ
16

3 BJ 14
BJ

HJ HJ BJBJ
2 BJ HJ BJ BJ 12
HJ
HJ
HJ

Number Of Trees
HJ
BJ BJ BJ HJ HJ
1 HJ HJ HJ HJHJ 10
HJ BJ BJ BJ
HJ HJ HJHJ
PCA 2

BJ HJ HJ
BJ BJBJ BJ BJ HJ HJ
0 HJ BJ HJ HJ 8
HJ BJ BJHJ
BJ HJ
BJ BJ HJ
BJ HJ HJ
-1 BJ BJ
BJ HJ 6
HJ HJ
BJ HJ
HJ HJ
BJ
-2 4
BJ BJ

-3 HJ
2

-4 0
-6 -4 -2 0 2 4 -6 -4 -2 0 2
A PCA 1
B PCA 1

2 14
BJ HJ HJ BJ BJ
BJ BJ BJ HJ
1 HJ HJBJ
BJ
HJBJ HJ HJ BJ
BJHJ
HJ
HJ HJ HJHJ
BJ HJ
HJ
BJBJ HJ HJBJ 12
BJ HJ
HJ BJ HJ BJ HJ HJHJ HJ BJ HJ HJ
HJ
0 HJ BJ
BJ HJ BJHJ BJHJ BJ BJ HJ BJBJ
HJ HJ HJ HJ BJ BJ
BJ
BJ HJ
10
-1 BJ

Number Of Trees
-2 8
MCA2

-3
6
-4 HJ
4
-5

-6
BJ 2

-7 0
-2 -1 0 1 2 -1,6 -0,8 0,0 0,8 1,6
C MCA1
D MCA1

Gambar 6 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari
dua analisis multivariat yang berbeda pada M. triloba. (A) dan (C)
adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk
(variabel sintesis pertama sebagai X, variabel sintesis kedua sebagai Y);
(B) dan (D) menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama; (A)
dan (B): PCA; (C) dan (D): MCA.
Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua pada dua metode
analisis multivariat yang digunakan, yaitu PCA dan MCA, disajikan dalam
diagram pencar, sementara distribusi dari variabel sintesis pertama terhadap
jumlah spesiemen yang diamati disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 5 dan
6). Hasil analisis menggunakan CDA tidak ditampilkan karena hasilnya tidak
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Diagram pencar dan histogram yang
dihasilkan oleh kedua analisis multivariat yang berbeda menunjukkan persebaran
yang acak dengan pola yang berbeda yang mengindikasikan perbedaan rentang
adaptasi dan plastisitas. Secara umum daun A. scholaris dan M. triloba yang
diamati tidak menunjukkan pengelompokan berdasarkan lansekap.
Kesamaan hasil pada diagram pencar dan histogram berdasarkan PCA dan
MCA pada A. scholaris dan M. triloba ini menunjukkan bahwa berdasarkan dua
metode tersebut, delapan variabel yang diukur dari masing-masing daun A.
scholaris dan M. triloba, tidak mampu mengklasifikasikan kedua jenis tersebut ke
dalam dua lansekap yang berbeda. Hal tersebut diduga dapat disebabkan adanya
variasi kontinu pada karakter morfologi A. scholaris dan M. triloba karena
karakter morfologi yang digunakan termasuk dalam karakter metrik. Briggs dan
Walters (1984) menyebutkan bahwa penggunaan karakter metrik dalam
identifikasi jenis berdasarkan morfologi menyebabkan adanya variasi yang
bersifat kontinu sehingga tidak dapat menunjukkan batas variasi morfologi yang
jelas. Selain itu sebaran acak pada variasi morfologi A. scholaris dan M. triloba
diduga karena kedua spesies ini merupakan spesies yang memiliki plastisitas
17

tinggi. Davies dan Ashton (1999) menyatakan bahwa M. triloba adalah jenis yang
memiliki salah satu tumbuhan pionir yang beradaptasi tinggi untuk tumbuh di
lahan terbuka pada kondisi ekologi yang beragam. Hal ini mengakibatkan
perbedaan lingkungan dapat menimbulkan respon beragam pada morfologi daun.

Keragaman Sekuen DNA A. scholaris dan M. triloba

Hasil yang didapat pada bab sebelumnya menyatakan bahwa keragaman


A.scholaris dan M. triloba berdasarkan morfologi daunnya sangat tinggi. Kajian
lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui apakah kergaman A.scholaris dan M.
triloba berdasarkan keragaman genetik juga tinggi. Keragaman genetik
mempunyai arti penting dalam stabilitas dan ketahanan populasi, kehilangan
keragaman genetik akan mengurangi kemampuan spesies tersebut untuk
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Keragaman genetik juga mempunyai
dampak secara langsung maupun tidak terhadap populasi, komunitas, dan
ekosistem (Hughes et al 2008). Salah satu cara mengetahui keragaman genetik
suatu jenis tanaman adalah dengan melihat keragaman sekuen DNAnya. DNA
pada suatu tanaman dapat berasal dari kloroplas dan nucleus. DNA yang berasal
dari kloroplas cenderung konservatif atau tidak mudah berubah, dan telah
disepakati sebagai untuk digunakan dalam barcode (Kolondam et al. 2012). Dua
region pada DNA kloroplas diamati dalam penelitian ini, yaitu region matK untuk
jenis A. scholaris dan region rbcL untuk jenis M. triloba. Keragaman sekuens
DNA A. scholaris dan M. triloba yang didapat dari data mining pada database
GenBank dalam situs National Center for Biotechnology Information (NCBI)
(http://www.ncbi.nlm.nih.g-ov/genbank/) disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil data mining untuk A. scholaris dan M. triloba (GenBank 2014)
Asal Panjang
Genbank
Spesies Region Sumber Basa
Accession
(Bp)
India
A. scholaris matK Mahadani et al. (2011) JN228931 825
A. scholaris matK Toyama et al. (2014) AB925226 Kamboja 765
A. scholaris matK Chen et al. (2010) GQ434101 China 811
A. scholaris matK Bremer et al. (2002) AJ429321 - 1672
A. scholaris matK Endress et al. (1996) Z70189 - 1518
A. scholaris matK Kong et al. (2014) KJ510993 China 819
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358346 Selatan 792
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358318 Selatan 818
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358316 Selatan 818
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ35810 Selatan 820
Asia
M. triloba rbcL Banfer et al. (2006) DQ358305 Selatan 821
18

Berdasarkan pengambilan data menggunakan metode data mining, terdapat


6 sekuens DNA dari 6 individu berbeda untuk jenis A. scholaris. Sementara itu,
untuk jenis M. triloba, didapatkan 6 sekuens DNA dari 1 individu. Perbedaan
sekuen tersebut hanya didasarkan pada perbedaan panjang basa. Data sekuens
yang didapat untuk jenis M. triloba dirasa tidak mewakili tujuan penelitian, yaitu
untuk melihat keragaman genetik M. triloba pada perbedaan lingkungan, karena
berasal dari individu yang sama di tempat yang sama, oleh karena itu analisis
keragaman genetik hanya dilakukan untuk jenis A. scholaris saja.
Hasil sekuen yang didapat untuk jenis A. scholaris di lakukan alignment
dengan menggunakan software ClustalX2 kemudian sekuen DNA dirunutkan
melalui program BioEdit. Hasil runutan sekuen DNA untuk 6 individu A.
scholaris menunjukkan rata-rata nukleotida yang banyak ditemukan adalah
nukleotida T(U) sebesar 35,9%, diikuti dengan A sebesar 29,8% dan C sebesar
17,9%. Nukleotida yang paling sedikit ditemukan adalah G dengan rata-rata
sebesar 16,4%. Secara lengkap komposisi dari nukleotida yang terdapat pada
masing-masing sekuen disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Komposisi nukleotida dari 6 individu A. scholaris region matK

Spesies T(U) (%) C (%) A (%) G (%) Sumber


JN228931 35,9 18,3 29,5 16,4 Mahadani et.al
AB925226 36,1 17,8 29,9 16,2 Toyama et al.
GQ434101 36,0 19,4 28,5 16,2 Chen et al.
AJ429321 35,5 16,9 30,7 17,0 Bremer et al.
Z70189 35,9 17,8 29,9 16,4 Endress et.al
KJ510933 36,5 18,1 29,3 16,1 Kong et al.
Rata-rata 35,9 17,9 29,8 16,4

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam pendeteksian perbedaan


nukleotida atau nukleotida yang bermutasi (Sambrook dan Russel 2001).
Keragaman genetik dapat muncul karena adanya mutasi, aliran gen, migrasi, dan
proses seleksi (Finkeldey 2005). Hasil pengamatan dari runutan sekuen DNA
menunjukkan bahwa keragaman nukleotida dalam spesies (intraspesies) pada jenis
A. scholaris beragam. Hal ini dipengaruhi oleh panjang basa yang beragam pula.
Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili
dapat diukur dengan kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang
berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing
individu. Matriks jarak genetik nukleotida A. scholaris antara spesies yang
diamati disajikan dalam Tabel 14.
19

Tabel 14 Jarak genetik nukleotida dan jarak lokasi pengambilan sampel pada A.
scholaris region matK
Spesies KJ510933 AB925226 JN228931 GQ434101
(Asal (China) (Kamboja) Z70189 (India) AJ429321 (China)
)
KJ510933
(China)
- 2454.10 - 2665.60 - 0.00
AB925226
(Kamboja)
0.0028 - - 3033.87 - 2454.10
Z70189 0.0028 0.0000 - - - -
JN228931
(India)
0.0028 0.0000 0.0000 - - 2665.60
AJ429321 0.0028 0.0000 0.0000 0.0000 - -
GQ434101
(China)
0.0028 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -

Jarak genetik adalah perselisihan genetik antara spesies atau antara


populasi dalam satu spesies tertentu. Jarak genetik yang kecil menunjukkan
hubungan genetik yang dekat dan sebaliknya, jarak genetik yang besar
menunjukkan hubungan genetik yang jauh (Finkeldey 2005). Tabel 14
menyajikan jarak genetik keenam individu A. scholaris yang diamati (di bawah
diagonal) serta jarak lokasi asal sampel (di atas diagonal) dalam satuan km. Jarak
lansekap asal sampel dianalisis menggunakan bantuan google map
(https://maps.google.com/). Berdasarkan data pada tabel dapat dilihat bahwa
spesies dengan kode KJ510933 memiliki hubungan genetik yang berbeda dari ke
5 spesies lainnya. Hal ini terlihat dari jarak genetik KJ510933 terhadap ke 5
spesies lainnya yaitu sebesar 0,0028. Sementara, dari data tabel dapat dilihat
bahwa 5 spesies A. scholaris lainnya yang diamati yaitu: AB925226; Z70189;
JN228931; AJ429321; dan GQ434101, menunjukkan hubungan genetik yang erat
karena jarak genetiknya sebesar 0.0000.
A. scholaris menyebar di Australia, Bangladesh, Brunei, Cambodia, China,
India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea,
Philippines, Solomon Islands, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam (Orwa et al.
2009). Berdasarkan Tabel 14 dilihat bahwa jarak lokasi pengambilan sampel tidak
mempengaruhi jarak genetik dari sampel tersebut. Artinya keragaman sekuen
DNA pada A.scholaris beragam baik pada lokasi yang sama, misalnya antara
individu KJ5100933 yang berasal dari China dan individu GQ434101 yang juga
bersaal dari China, maupun dari lokasi yang berbeda. Hal ini diduga disebabkan
lokasi pengambilan sampel masih dalam wilayah penyebaran A. scholaris,
sehingga perbedaan lokasi tidak terlalu mempengaruhi keragaman genetiknya.
Hubungan genetik atar spesies atau populasi juga dapat di gambarkan
menggunakan pohon filogeni (Phylogeny tree). Pohon filogeni atau pohon evolusi
adalah diagram percabangan atau pohon yang menunjukkan hubungan evolusi
antara berbagai spesies makhluk hidup berdasarkan kemiripan dan perbedaan
karakter fisik dan/atau genetik mereka. Pohon filogeni dari 6 spesies A. scholaris
yang diamati disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 menyatakan bahwa individu A.
scholaris dengan kode KJ510933 merupakan spesies dengan hubungan genetik
paling jauh diantara 5 spesies yang lain. Hal ini selaras dengan data yang didapat
pada jarak genetik.
20

AJ429321
GQ434101
JN228931
AB925226
Z70189
KJ510933

0.0002
Gambar 7 Pohon filogeni 6 spesies A. scholaris yang diamati pada region matK

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa:


1. Ada pengaruh perbedaan plot di dalam lansekap untuk beberapa variabel
morfologi daun A. scholaris dan M. triloba. Perlu verifikasi kualitas tanah
dan iklim mikro untuk mengkaji pengaruh tersebut secara detail.
2. Hasil analisis sebaran variasi morfologi daun A. scholaris dan M. triloba dari
tiga analisis multivariat yang digunakan menunjukkan adanya perbedaan daya
plastisitas kedua jenis, dimana M. triloba memiliki rentang plastisitas yang
lebih lebar ditinjau dari hasil pada diagram pencar.
3. Keragaman sekuen DNA pada A.scholaris beragam baik pada lokasi yang
sama maupun dari lokasi yang berbeda.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai variasi morfologi daun


dengan metode lain agar perbedaan tempat tumbuh dapat dikaji lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA

[CRC] Collaborative Research Center. 2012. Collaborative research center 990:


ecological and socioeconomic function of tropical lowland rainforest
transformation system (Sumatra, Indonesia). [Internet]. [diunduh Jun 18].
Tersedia pada: www.uni-goettingen.de/en/310995.html.
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2006. 50 Taman Nasional Indonesia. Bogor
(ID): Kementrian Kehutanan.
Banfer G, Moog U, Fiala B, Mohamed M, Weising K, Blattner FR. 2006. A.
chloroplast genealogy of myrmecophytic Macaranga spesies
(Euphorbiaceae) in Shoutest Asia reveals hybridization, vicariance and long
distance dispersals. J. Mol. Ecol. 15(14):4409-4424.
21

Barbour MG, Burk JH, Pitts WD, William FS. 1999. Terrestrial Plant Ecology.
Third Edition. California (US): Addision Wesley Longman, Inc.
Bremer B, Bremer K, Heidari N, Erixon P, Olmstead RG, Anderberg AA,
Kallersjo M, Barkhordarian E. 2002. Mol. Phylogenet. Evol. 24(2):274-301.
Briggs D, Walters SM. 1884. Plant Variation And Evolution. 2nd ed. Cambridge
(UK): Cambridge University Press.
Cassie RM. Multivariate analysis in ecology. Proceeding of the New Zealand
ecological society. 16:53-57.
Chen S, Yao H, Han J, Liu C, Song J, Shi L, Zhu Y, Gao T, Pang X, et al. 2010.
Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying
medicinal plant spesies. J. Plos. ONE. 5(1):E8613.
Cox CB, Moore PD. 1980. Biogeography: An ecological and evolutionaru
approach “3rd ed”. New York (US): John Willey & Sons Inc.
Davies SJ, Ashton PS. 1999. Phenology and fecundity in 11 sympatric pioneer
species of Macaranga (euphorbiaceae) in borneo. American Journal of
Botany. 86(12): 1786 – 1795.
Dewi S, Ekadinata A, Nugroho DK. 2008. Land cover changes in different forest
transition stages in Indonesia: East Kalimantan, Jambi and Lampung.
Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF).
Endress ME, Sennblad B, Nilsson S, Civeyrel L, Chase MW, Huysmans S,
Grafstroem E, Bremer B. 1996. A phylogenetic analysis of Apocynaceae
s.str. and some related taxa in Gentiales, A multidiciplinary approach. 1996.
Opera Bot. Belg. 7:59-102.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ,
Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Goettingen: Institut of Forest
Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen.
Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics.
Henderson A. 2006. Traditional morphometrics in plant systematic and its role in
palms systematic. Botanical Journal of the Linneas Society. 151:103-111.
Hughes AR, Inouye BD, Jhonson J, Underwood N, Vellend M. 2008. Ecological
consequences of genetic diversity. Ecology Letters. 11:609-623.
Irwanto. 2007. Analisis vegetasi untuk pengelolaan kawasan hutan lindung
marsegu, Kabupaten Seran bagian barat, Provinsi Maluku [Tesis].
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Jones SB, Luchsinger AE. 1986. Plant systematics, Second Edition. New York
(US): McGraw-Hill Book Company.
Jones SB, Luchsinger AE. 1987. Plant Systematic 2nd edition. New York (US):
McGraw-Hill.
Koch K, Hartman KD, Schreiber L, Barthlott W, Neinhuis C. 2006. Influences of
air humidity during the cultivation of plants on wax chemical composition,
morphology and leaf surface wettability. Env. Exp. Bot. 56:1-9.
Kolondam BJ, Lengkong E, Polii-Mandang J, Pinaria A, Rutunuwu S. 2012.
Barcode dna berdasarkan gen rbcL dan matK Anggrek Payus Limondok
(Phaius tancarvilleae). Bioslogos. 2(2):58-62.
Kong D, Ma C, Zhang Q, Li L, Chen X, Zeng H, Guo D. 2014. Leading
dimensions in absorptive root trait variation across 96 subtropical forest
spesies. New. Phytol, in press.
22

Kremer A et al.. 2001. Leaf morphological differentiation between Quercus robur


and Querqus petraea in stable across Western European mixed oak stands.
For. Science: 59(777-787).
Mahadani P, Sharma GD, Ghosh SK. 2011. Evaluation of matK sequence for
species level DNA passport in medicinal Rauvolfioidae (Apocynaceae)
plants from northeast India. [Internet]. [diunduh 2014 Jun 18]. Tersedia
pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/AB925226.1.
Manan S. 1979. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Bogor (ID):
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Margono BA, Potapov PV, Turubanova S, Stolle F, Hansen MC. Primary forest
cover loss in Indonesia over 2000-2012. [internet]. [diunduh 2014 Jul 13].
Tersedia pada:http://www.uni-goettingen.de.sci-hub.org/document/downloa
d/e6ee0fcaedcae51098a62d8df2e38aaa.pdf.
McGarigal K, Cushman S, Stafford S. 2000. Multivariate statistic for wildlife and
ecology research. New York (US): Spinger-Verlag.
Norfaizal GM, Khatijah H, Ruzi ARM. 2012. Leaf anatomical study of five
Macaranga spesies (Euphorbiaceae). J. Trop. Agric. And Fd. Sc. 40(2):289-
296.
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Anthony S. 2009. Agroforestree
database: a tree reference and selection guide version 4.0. world
agroforestry center, Kenya. [Internet]. [diunduh 2014 Jun 12]. Tersedia
pada: http://www.worldagroforestry.org/treedb2/AFTPDFS/Alstonia_schola
ris.pdf.
REKI PT. 2009. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi
Ekosistem (RKUPHHK) dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Periode
Tahun 2008 – 2017 Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
Tidak Dipublikasikan.
Smith RL. 1990. Ecology and Field Biology. New York (US): Harper and Row.
Supranto. 2010. Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta (ID): PT Asdi
Mahasatya.
Toyama H, Kajisa T, Tagane S, Mase K, Chhang P, Samreth V, Ma V, Sokh H,
Ichihashi R, et al. 2014. The effect of forest dynamics on community
phylogenetic structure in 32 permanent forest plots of Kampong Thom,
Cambosia. [Internet]. [diunduh 2014 Jun 18]. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/JN228931.1.
23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 21 April 1992 dari


Ayah Alm. Muhammad Toha dan ibu Summayah. Penulis adalah putri pertama
dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotagajah dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, diterima di Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan dan mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi yaitu
sebagai anggota lembaga kemahasiswaan IFSA LC IPB pada divisi Public
Relation (PR) pada tahun 2011, anggota seedling group Himpunan profesi Tree
Grower Community pada tahun 2011, anggota Scientific Improvement (SI)
Himpunan profesi Tree Grower Community pada tahun 2013. Selain itu penulis
juga aktif di kepanitiaan yakni sebagai panitia Forester Cup 2011, panitia
SEAFYM (South East Asia Forest Youth Meeting) 2011, panitia Belantara 2012,
sekretaris EKSFLORASI 2013, panitia TGC in action 2013, dan panitia Bina
Corps Rimbawan 2013. Penulis pernah menjadi asisten praktikum dalam mata
kuliah Silvika pada tahun 2013. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di TN Gunung Ciremai - Indramayu. Penulis melakukan
Praktek Pembinaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Sukabumi tahun 2013. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi
(PKP) di Persemaian Permanen BPDAS Citarum – Ciliwung pada bulan Februari
sampai dengan April 2014. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB,
penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Variasi Morfologi Daun Jenis Pionir
Pulai (Alstonia scholaris R. Br.) dan Macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell.
Arg.) di Hutan Karet Jambi” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar,
MforSc dan Dr Ir Sri Rahayu, MSi.

Anda mungkin juga menyukai