RISNA TRISNAWATI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Studi pembiakan vegetatif
Intsia bijuga (Colebr.) O.K. melalui grafting
Oleh :
Risna Trisnawati, Andi Sukendro, dan Irdika Mansur.
By :
Risna Trisnawati, Andi Sukendro, dan Irdika Mansur.
RISNA TRISNAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Pembiakan
vegetatif Intsia bijuga (Colebr.) O.K melalui Grafting adalah hasil karya saya
sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Risna Trisnawati
E44051775
Judul Penelitian : Studi Pembiakan Vegetatif Intsia bijuga (Colebr.) O.K. Melalui
Grafting
Nama : Risna Trisnawati
NIM : E44051775
Menyetujui
Menyetujui
Ketua Departemen Silvikultur
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul Studi Pembiakan vegetatif Intsia bijuga
(Colebr.) O.K melalui Grafting. Penelitian ini mencakup kegiatan
penyambungan (grafting) antara batang bawah (rootstock) tanaman merbau yang
mempunyai ukuran diameter 4-8 mm dengan batang atas (scion) yang berasal dari
tanaman dewasa. Pada pelaksanaannya parameter yang diamati adalah persen
hidup tanaman hasil sambungan yang diharapkan dapat menjadi ukuran
keberhasilan sambungan pada Intsia bijuga (Colebr.) O.K. Skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada
proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis dibimbing oleh Ir. Andi
Sukendro, M.Si. dan Dr. Ir. Irdika Mansur M.For.Sc. selaku pembimbing
penelitian.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir
kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak sekali
kendala dan hambatan yang dihadapi. Namun berkat dukungan dan bantuan dari
semua pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ir. Andi Sukendro, M.Si. dan Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. atas segala
arahan, petunjuk dan bimbingannya.
2. Bapak dan Ibu atas doa dan kasih sayangnya yang diberikan selama ini. Untuk
kakak-kakakku yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam segala
hal dan penyemangat dalam menggapai cita.
3. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen
Manajemen Hutan, Ir. Edhi Sandra, M.Si. selaku dosen penguji wakil dari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, dan Dr. Ir.
Nyoman J Wistara, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen Hasil
Hutan.
4. Staf Pengajar di Departemen Silvikultur dan Fakultas Kehutanan IPB serta
seluruh guru yang telah memberikan segenap ilmu dengan penuh keikhlasan.
5. Staf TU Departemen Silvikultur atas bantuan dan dukungannya.
6. Feri Andry Susantho, A.Md. beserta keluarga atas dukungan dan rasa cinta
yang telah diberikan.
7. Tim Penelitian Grafting yang membantu selama penelitian (Weri, Fidry,
Maretha, Tatik, Hilda, Rifa, Rima, Tomi, Yogi, Fa’i, Bramas, dedi dan
Doddy). Teman-teman Silvikultur 42, Chandra, Ajeng, Sambang, Yohana,
Devi, Asep, Fifi, Kiki, Ghina, Yuli, Farah, Rifki, Benny, Agha dan semuanya
yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu atas perjuangan dan dukungan
selama menjadi mahasiswa.
8. Teman-teman kos Citra Islamic 1, Susan, Amel, Dini, Alin dan adik-adik
kelas atas perhatian, bantuan dan dukungannya. Teman-teman PPEH, PPH,
dan PKL atas kerjasama dan kebersamaannya.
9. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................. 4
1.3 Hipotesis ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Intsia bijuga (Colebr.) O.K. ......... 5
2.1.1 Taksonomi dan tatanama ............................................. 5
2.1.2 Deskripsi botani .......................................................... 5
2.1.3 Penyebaran dan habitat ............................................... 6
2.1.4 Silvikultur .................................................................... 6
2.1.5 Kegunaan dan manfaat ................................................ 7
2.2 Tinjauan Umum tentang Pembiakan Vegetatif .................... 8
2.2.1 Definisi dan macam pembiakan vegetatif ................... 8
2.2.2 Alasan dilakukannya pembiakan vegetatif .................. 9
2.3 Pembiakan Vegetatif Grafting ............................................. 10
2.3.1 Pengertian .................................................................... 10
2.3.2 Faktor penentu keberhasilan sambungan .................... 12
2.3.3 Proses pertautan pada grafting .................................... 12
2.3.4 Pengaruh batang bawah terhadap batang atas ............. 14
2.3.5 Perbanyakan batang bawah ......................................... 14
2.3.6 Aplikasi teknik grafting pada tanaman kehutanan ...... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 16
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................... 16
3.3 Metode Penelitian ................................................................. 16
3.3.1 Pemilihan batang bawah (rootstock) ........................... 16
3.3.2 Pemilihan batang atas (scion) ...................................... 16
3.3.3 Pelaksanaan sambungan .............................................. 17
3.3.4 Pemeliharaan ............................................................... 17
3.3.5 Pengamatan ................................................................. 18
3.3.6 Rancangan percobaan .................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ..................................................................................... 20
4.1.1 Keberhasilan grafting (sambungan) ............................ 20
4.1.2 Kerentanan terhadap penyakit ..................................... 21
4.1.3 Kesegaran bahan sambungan ...................................... 22
4.2 Pembahasan .......................................................................... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 30
5.2 Saran ..................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 31
LAMPIRAN ............................................................................................ 33
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh besar diameter 20
dan fase scion terhadap parameter bibit merbau ...........................
2. Uji lanjut Duncan rata-rata persentase kerentanan terhadap 21
penyakit tanaman merbau ..............................................................
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Histogram persen keberhasilan grafting akhir pengamatan .......... 21
2. Tanaman hasil grafting terserang penyakit (jamur) ...................... 22
3. Grafik kesegaran tanaman selama 10 minggu ............................... 23
4. Tanaman merbau hasil grafting...................................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Rekapitulasi hasil pengamatan tanaman grafting merbau ............. 34
2. Pengamatan kesegaran tanaman .................................................... 35
3. Pengaruh batang bawah terhadap ketahanan hama dan penyakit .. 35
4. Pengolahan data ............................................................................. 36
BAB I
PENDAHULUAN
dalam, tanaman lebih kuat karena batang bawahnya tahan terhadap keadaan tanah
yang tidak menguntungkan, temperatur rendah, atau gangguan-gangguan lain
yang terdapat di dalam tanah serta tanaman yang dihasilkan merupakan gabungan
dari dua sifat unggul dengan membuang dua sifat yang tidak diinginkan.
Grafting dalam dunia kehutanan tidak dimaksudkan untuk perbanyakan
tanaman dalam arti bibit untuk penanaman skala luas, melainkan untuk
menyelamatkan genetik pohon unggul. Oleh karena itu, keberhasilan grafting
akan mendukung pembangunan kebun benih klonal.
Dewasa ini, beberapa tanaman kehutanan telah dieksploitasi sehingga
ketersediaan tanaman tersebut di alam semakin menurun, bahkan terancam punah.
Salah satu jenis tanaman yang menjadi perhatian saat ini adalah merbau (Intsia
bijuga [Colebr.] O.K.), yang populasinya semakin terbatas di alam karena adanya
eksploitasi dan kesulitan dalam perbanyakan generatif di alam. Selain itu, jenis ini
memiliki banyak kegunaan yaitu sebagai bahan bangunan, lantai, alat-alat rumah
tangga, papan, bantalan, tiang listrik dan telepon, perkapalan dan jembatan.
Melihat banyaknya manfaat dan kegunaan yang diberikan tanaman merbau
dan semakin kompleksnya kebutuhan manusia, bukan tidak mungkin untuk tahun-
tahun kedepan permintaan akan kayu merbau akan semakin meningkat juga. Peta
hasil olahan Greenpeace menunjukkan bahwa dari seluruh luas hutan yang saat ini
menjadi tempat pertahanan terakhir populasi merbau di Pulau Papua 83 % sudah
dibalak atau dialokasikan untuk pembalakan komersial, sehingga tinggal 17 %
habitat merbau yang masih tumbuh asli dan belum dirusak atau ditebang.
Diperkirakan populasi merbau di Indonesia akan punah dalam waktu 35 tahun
mendatang, bahkan bisa lebih cepat.
Oleh karena itu, merbau telah dimasukkan dalam daftar "menghadapi resiko
kepunahan tinggi di alam bebas dalam waktu dekat" oleh Badan Konservasi
Dunia (WCU). Menurut the World Conservation Union (IUCN) merbau
digolongkan sebagai spesies yang rentan terancam kepunahan (vulnerable),
sementara the World Conservation Monitoring Centre menggolongkan kayu
merbau Indonesia sebagai spesies yang terancam (threatened). Dan akibat tekanan
perdagangan telah menyusutkan populasi kayu ini di alam, sehingga sejak tahun
1992 jenis ini telah diusulkan untuk diatur perdagangannya melalui Apendiks II
3
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pembedaan
diameter untuk bahan rootstock dan jenis fase untuk bahan scion terhadap
keberhasilan pembiakan vegetatif tanaman Merbau (Intsia bijuga [Colebr.] O.K.)
melalui grafting.
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Tanaman Merbau (Instia bijuga [Colebr.] O.K) dapat dikembangbiakkan
melalui grafting.
2. Perbedaan besarnya ukuran diameter bahan rootstock berpengaruh terhadap
persen keberhasilan grafting dan kerentanan terhadap penyakit.
3. Perbedaan fase jenis scion akan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberhasilan grafting.
mengandung 3-8 biji. Benih merbau berbentuk bulat pipih dan berwarna cokelat
tua kemerah-merahan (Sutisna et al. 1998).
Bunga mekar pada bulan November sampai Januari dan buah tua pada bulan
Mei sampai Agustus. Benih siap dipanen setelah masak fisiologi yang ditandai
dengan warna buah cokelat tua sampai kehitam-hitaman, kulit buahnya sudah
keras dan benih sudah berwarna cokelat tua kemerahan (Sutisna et al. 1998).
Kayu teras merbau berwarna sangat bervariasi dari kelabu, cokelat, dan
kuning cokelat sampai cokelat merah cerah atau hampir hitam. Kayu gubal
berwarna kuning pucat sampai kuning muda, tebal 5-7,5 cm dan dapat dibedakan
dengan jelas dari kayu teras. Tekstur kayu kasar dan merata dengan arah serat
kebanyakan lurus, kadang-kadang tidak teratur dan terpadu. Permukaan kayu licin
dan mengkilap indah (Sutisna et al. 1998).
2.1.4 Silvikultur
Permudaan alam pohon merbau jarang terdapat karena biji yang jatuh ke
tanah sukar berkecambah, kecuali jika jatuh di atas tanah yang baik dan mendapat
cahaya penuh. Permudaan buatan belum banyak dilakukan. Biji harus disemaikan
di bawah sinar matahari penuh. Sebelum ditanam bagian kulit biji dekat lembaga
harus di kikir dan bijinya direndam dalam air dingin selama 4 x 24 jam. Daya
kecambah biji merbau ini mencapai 75 %. Anakan yang telah mencapai tinggi 30
cm dapat dipindahkan ke lapangan dengan jarak tanam 3 m x 2 m. Dapat juga
7
dilakukan dengan stump yang berukuran panjang batang 30 cm, panjang akar 20
cm dan diameter batang 0,5-1,5 cm. Penanaman merbau dengan stump
menghasilkan persen tumbuh di atas 90 % (Martawijaya et al. 1989).
Musim bunga dan buah merbau terjadi pada bulan Juni-Oktober. Buahnya
merupakan polong yang berbiji besar dan gepeng. Jumlah biji 354 butir per kg
atau 200 butir per liter. Biji disimpan setelah dikeringkan di udara selama 10 hari.
Biji yang telah kering dan disimpan dalam tempat yang tertutup dapat tahan
sampai satu tahun. Hama penyakit pada tanaman muda merbau dimakan pelanduk
dan kijang, sedang buah muda di makan kera, kalong dan tupai (Martawijaya et
al. 1989).
papan merbau tidak akan mempengaruhi besarnya nilai kadar air pada papan
yanga akan dihasilkan setelah proses pengeringan. Dari hasil pengamatan dalam
penelitian terhadap mutu hasil proses pengeringan pada merbau hanya didapatkan
cacat bentuk berupa cacat membusur (bowing), cacat tersebut termasuk ke dalam
cacat membusur kelas ringan (Kurniawan 2008).
Selain itu, hasil penelitian lain menjelaskan bahwa keawetan alami kayu
merbau disebabkan oleh kandungan ekstraktif yang terdapat dalam kayu tersebut.
Kayu merbau tergolong kayu berkomponen ekstraktif tinggi dimana mengandung
ekstrak terlarut aseton sebanyak 196.47 gr atau 10.904 % berdasarkan berat kering
oven. Ekstraktif kayu merbau terutama ekstrak fraksi n-heksana dapat
meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan rayap kayu kering. Konsentrasi
larutan ekstrak kayu merbau berpengruh nyata terhadap retensi dan kehilangan
berat. Retensi larutan ekstrak kayu merbau akan semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan konsentrasi (Malau 1995).
c. Cepat berbuah
d. Dapat diperbanyak dalam jumlah besar
e. Dapat dilakukan berbagai kombinasi
juga lebih ekonomis menggunakan bahan perbanyakkan, tiap mata tunas dapat
menjadi satu tanaman baru (Hartmann et al., 1997).
Metode budding yang sering digunakan antara lain okulasi sisip (chip
budding), okulasi tempel dan sambung T (T-budding). Pemilihan metode
tergantung pada beberapa pertimbangan, yaitu jenis tanaman, kondisi batang atas
dan batang bawah, ketersediaan bahan, tujuan propagasi, peralatan serta keahlian
pekerja (Ashari, 1995).
Menurut Hartman et al. (1997), grafting merupakan suatu seni menyambung
dua potong jaringan tanaman yang hidup sedemikian rupa sehingga kedua
jaringan tersebut bersatu, tumbuh dan berkembang menjadi tanaman. Bagian
bawah dari sambungan yang akan berkembang menjadi sistem perakaran dari
tanaman sambungan disebut batang bawah (stock/rootstock), sedangkan potongan
kecil dari tunas yang mengandung dua atau beberapa mata tunas dorman, yang
ketika disambungkan batang bawah akan menjadi bagian atas dari tanaman yang
akan tumbuh menjadi ranting dan cabang dari tanaman sambungan tersebut
disebut batang atas (scion).
Pada pengertian lain, grafting atau ent adalah menggabungkan batang atas
dan batang bawah dari tanaman yang berbeda sedemikian rupa sehingga tercapai
persenyawaan. Kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru.
Tujuan dari grafting ini adalah membuat bibit tanaman unggul, memperbaiki
bagian-bagian pohon yang rusak, dan juga untuk membantu pertumbuhan
tanaman (Wudiyanto 1994).
Secara terperinci juga dijelaskan keuntungan pembiakan vegetatif melalui
sambungan, yaitu :
a. Mengekalkan sifat-sifat klon yang tidak dilakukan oleh pembiakan vegetatif
lainnya seperti stek, cangkok dan lainnya
b. Bisa memperoleh tanaman yang kuat karena batang bawahnya tahan terhadap
keadaan tanah yang tidak menguntungkan, temperatur yang rendah, atau
gangguan-gangguan lain yang terdapat di dalam tanah
c. Memperbaiki jenis-jenis tanaman yang telah tumbuh, sehingga jenis yang
tidak diinginkan diubah dengan jenis yang dikehendaki
d. Dapat mempercepat berbuahnya tanaman
12
yang dihasilkan oleh sel-sel parenkim (Hartmann et al, 1997). Menurut Ashari
(1995) sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah masing-masing
mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim
tertentu mengadakan deferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari
kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk
jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari
batang bawah ke batang atas dan sebaliknya dapat berlangsung kembali.
Agar proses pertautan dapat berlanjut, sela atau jaringan meristem antara
daerah potongan harus terjadi kontak untuk menjalin secara sempurna, Ashari
(1995) mengemukakan bahwa hal ini hanya mungkin jika kedua jenis tanaman
cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu
lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan.
Dalam melakukan grafting atau budding, perlu diperhatikan polaritas batang
atas dan batang bawah. Untuk batang atas bagian dasar entris atau mata tunas
harus disambungkan dengan bagian atas batang bawah. Jika posisi ini terbalik,
sambungan tidak akan berhasil baik karena fungsi xylem sebagai penghantar hara
dari tanah maupun floem sebagai penghantar asimilat dari daun akan terbalik
arahnya (Ashari, 1995).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyambungan adalah kompabilitas.
Pengertian kompabilitas merupakan kemampuan dua jenis tanaman yang
disambung untuk menjadi tanaman baru. Bahan tanaman yang disambung akan
menghasilkan persentase kompabilitas yang tinggi jika dalam satu spesies atau
satu klon, atau bahkan satu famili, tergantung jenis tanaman masing-masing
(Ashari, 1995).
Menurut Hartmann et al. (1997) inkompatibilitas antara jenis tanaman yang
disambung dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut :
1. Tingkat keberhasilan sambungan rendah
2. Pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya menguning,
rontok dan mati tunas
3. Mati muda pada bibit sambungan
4. Terdapat perbedaan laju tumbuh antara batang bawah dan batang atas
5. Terjadinya pertumbuhan berlebihan baik batang atas maupun batang bawah
14
secara besar-besaran. Untuk jenis pinus sambungan paling banyak dipakai untuk
mengembangkan klon. Percobaan dengan bootle grafting telah berhasil
memuaskan. Selanjutnya dengan cara bootle grafting LPPK telah memperluas
kebun benih Pinus merkusii sampai seluas 10 ha.
Metoda penyambungan dipakai pula untuk membiakkan jenis-jenis pohon
untuk keperluan penelitian. Menurut Kramer dan Kozlowski dalam Husaeni
(1970) telah mengemukakan bahwa jenis-jenis exotik yang tidak tumbuh baik
pada lingkungan yang tersedia, sering dapat ditumbuhkan dengan cara
penyambungan dengan stek lokal. Inarching adalah cara yang lebih mudah untuk
jenis pinus di daerah semi arid California. Pemakaian teknik budding untuk
mengintroduksi bentuk-bentuk pohon unggul ke dalam hutan dan dengan
demikian memperbaiki tegakan yang berkualitas rendah.
Ahli-ahli patologi telah menemukan cara sambungan sebagai alat yang
berguna dalam mempelajari penyakit pohon. Banyak dari penyakit virus pada
pohon dapat dipindahkan dengan cara menyambung dengan pohon yang di infeksi
seperti ranting, dahan, batang, bagian kulit atau akar kepada pohon yang sehat.
Menurut Kramer dan Kozlowski dalam Husaeni (1970) telah mendapatkan
inarching atau bridge grafting sangat berguna dalam menyelamatkan pohon
chesnut yang berpenyakit. Sambungan telah pula dipergunakan untuk
memproduksi pohon-pohon yang kuat dan tahan terhadap penyakit. Batang pohon
peach dapat disambung pada rootstock yang tahan terhadap nematoda.
BAB III
METODE PENELITIAN
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Dari pohon tersebut diambil ranting terminal
yang mempunyai panjang sekitar 30 cm sampai 40 cm dengan diameter maksimal
1 cm.
3.3.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pengaturan suhu dan
kelembaban serta penyiangan. Penyiraman dilakukan dua kali setiap harinya yaitu
sekitar pukul 07.00 dan pukul 17.00. sedangkan pengaturan suhu dan kelembaban
pada saat kondisi suhu dan kelembaban diperkirakan sedang ekstrim yaitu antara
pukul 11.00 sampai dengan pukul 15.00. Sedangkan untuk kelembaban udara
diatur supaya tetap berada diatas 90%. Untuk itu dilakukan dengan
menyemprotkan air serta memberikan naungan paranet 70%. Penyiangan
dilakukan untuk menjaga kesehatan tanaman, maka diperlukan pembersihan
media tumbuh dari tanaman pengganggu.
18
3.3.6 Pengamatan
Beberapa parameter yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah :
a. Kesegaran bahan sambungan
Pengamatan terhadap kesegaran bahan sambungan dilakukan setiap minggu
selama 10 minggu pengamatan.
Persentase indeks kesegaran bahan sambungan dihitung menggunakan rumus:
b. Keberhasilan sambungan
Persentase keberhasilan sambungan dihitung dengan membandingkan antar
jumlah sambungan yang masih segar sampai akhir penelitian dengan jumlah
sambungan pada awal penelitian. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai
akhir penelitian.
Persentase keberhasilan sambungan dihitung dengan menggunakan rumus:
Dimana :
Yijk : Nilai pengamatan karena karena pengaruh bersama dari faktor ukuran
diameter taraf ke-i dan faktor jenis scion taraf ke-j serta ulangan ke-k.
μ : Nilai rata-rata umum.
Ai : Pengaruh faktor ukuran diameter taraf ke-i.
Bj : Pengaruh faktor jenis scion taraf ke-j.
(AB)ij : Pengaruh interaksi antara ukuran diameter taraf ke-i dan faktor jenis
scion taraf ke-j.
ε ijk : Pengaruh kesalahan percobaan dari ukuran diameter taraf ke-i dan
faktor jenis scion taraf ke-j serta ulangan ke-k.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah keberhasilan sambungan,
kerentanan terhadap penyakit, dan kesegaran bahan sambungan. Untuk
mengetahui respon pengaruh besar diameter dan fase scion terhadap parameter
bibit merbau, maka dilakukan analisis sidik ragam. Untuk mengetahui adanya
pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan maka dilakukan Uji
Berganda Duncan. Hasil analisis sidik ragam untuk parameter yang diukur
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh besar diameter dan fase
scion terhadap parameter bibit merbau
F Hitung
Perlakuan Besar P Fase P Interaksi P
Diameter Scion antara
(D) (S) D dan S
Persentase Keberhasilan 0.111 tn 1.000 tn 0.111 tn
Sambungan
30
25
n
20
rhasila
15
%kebe
10
0
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
Pe rla kua n
(a) (b)
Gambar 2 Tanaman hasil grafting terserang penyakit (jamur)
(a) Tanaman hasil grafting yang kering, (b) adanya hifa pada
bagian yang disambung.
120
100
INDEKS KESEGARAN
A1B1
80 A1B2
A2B1
60 A2B2
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
MINGGU KE-
(a) (b)
Gambar 4 Tanaman merbau hasil grafting
(a) tampak dari depan, (b) tampak dari atas.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan analisis sidik ragam pada Tabel 1 diketahui bahwa perlakuan
diameter batang bawah (rootstock) dan fase scion tidak berpengaruh nyata
terhadap persentase keberhasilan sambungan maupun persentase kerentanan
terhadap penyakit. Sedangkan untuk interaksi antara besar diameter dengan fase
scion berpengaruh nyata terhadap persentase kerentanan terhadap penyakit.
Persentase keberhasilan sambungan tidak berpengaruh nyata disebabkan
oleh sedikitnya jumlah tanaman yang tumbuh (hasil grafting), dimana rata-rata
persen hidup yang berhasil dari semua perlakuan adalah 21.67 %. Hal tersebut
24
diakibatkan adanya pengaruh bahan tanaman untuk dijadikan scion yang diambil
dari pohon induk serta keahlian dalam melakukan penyambungan. Menurut
Saptarini et al. (2002) batang atas untuk bahan sambungan diambil dari cabang
atau ranting pohon induk yang telah terbukti memiliki sifat-sifat unggul, yaitu
telah menghasilkan buah 2-3 musim berturut-turut. Batang atas yang akan
digunakan sebagai bibit sambung dipilih dari cabang atau ranting berumur sedang
(tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda), memiliki ukuran atau diameter yang
sama dengan batang bawah (Wudiyanto 1994).
Menurut Hartman et al. (1997), penggabungan batang atas dan batang
bawah dapat terbentuk dengan cara membuat batang atas sedemikian rupa
sehingga terjadi hubungan pada lapisan kambium antara batang atas dan batang
bawah sehingga menghasilkan sel parenkim yang disebut kalus. Sel-sel parenkim
dari batang atas dan batang bawah jalin-menjalin akan tetapi masing-masing sel
tidak melebur. Kemudin kalus berdiferensiasi membentuk kambium baru yang
mengkait dengan kambium asli. Sel-sel parenkim baru membentuk jaringan
vaskular baru yaitu xylem dan floem sekunder. Sel-sel parenkim (kalus)
memeperbanyak diri dalam 1-7 hari, parenkim tersebut berasal dari sel pembuluh
tapis dan xylem muda, lapisan kambium hanya berperan kecil dalam
perkembangan awal dari kalus.
Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan sambungan adalah
inkompatibilitas spesies tanaman yang digunakan, teknik grafting yang dilakukan,
kondisi lingkungan yaitu kelembaban dan suhu udara, aktifitas batang bawah,
pelaksanaan sambungan, penyakit, zat pengatur tumbuh dan terbentuknya kalus
pada penyambungan. Selain itu faktor yang menunjang keberhasilan sambungan
adalah adanya keseimbangan tertentu antara karbohidrat, nitrogen, kofaktor yang
dapat mempercepat proses penyembuhan luka, auksin, dan umur batang yang
digunakan (Hartman et al. 1997).
Tanaman hasil grafting yang masih hidup atau berhasil dapat dilihat dengan
ciri-ciri daun dari scion masih berwarna hijau dan segar, pada bagian batang tidak
mengalami perubahan warna menjadi cokelat atau hitam. Berdasarkan hasil
pengamatan (Gambar 1) diketahui bahwa rata-rata persentase keberhasilan
sambungan sampai akhir pengamatan (10 minggu setelah melakukan sambungan)
25
Gejala yang timbul pada tanaman yang terserang penyakit yaitu tanaman
yang digrafting menjadi kering akibat terkena jamur pada bagian batang yang
disambung. Terlihat adanya bercak hitam dan hifa yang menempel pada
sambungan plester paralonya dan bagian batang yang disambung berwarna
kecokelatan atau hitam. Hal tersebut diakibatkan ketika dalam proses
menyambung, terdapat celah diantara batang bawah dengan batang atas sehingga
memungkinkan terserang penyakit dan bagian batang yang dilukai terkontaminasi
alat grafting. Akibatnya tanaman yang disambung rentan terserang hama penyakit.
Tanaman-tanaman yang terserang penyakit ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal yaitu kesterilan alat bahan grafting, oleh karena itu kondisi alat dan
bahan harus dijaga kesterilannya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hal
yang dapat dilakukan untuk menjaga kesterilan alat dan bahan yaitu
membersihkan alat dengan alkohol 70 % serta membersihkan bahan grafting
menggunakan air bersih.
Batang bawah atau rootstock merupakan bagian bawah dari tanaman hasil
grafting yang nantinya akan berkembang menjadi akar untuk tanaman baru.
Batang bawah yang hendaknya memiliki sifat : 1) Mempunyai daya adaptasi yang
luas terhadap sifat tanah yang jelek, tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
2) Mempunyai batang yang kuat serta mempunyai kecepatan tumbuh yang sesuai
dengan batang atas, agar dapat hidup bersama (Hartman dan Kester 1978). Batang
bawah atau rootstock yang terserang penyakit ini memiliki ciri antara lain : mata
tunas scion berjamur, mata tunas scion berwarna hitam, batang scion berjamur,
sambungan berjamur dan batang scion berwarna kecokelatan dan kering (Gambar
2). Menurut Semangum (1994) dalam Harimurti (2008), hama dan penyakit yang
sering menyerang tanaman grafting yaitu Trips (Thrips tabacci) dan kutu putih
(Pseudococcus lapellegi). Trips dan kutu putih banyak menyerang pucuk tanaman
dan flush yang baru muncul.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 minggu, tanaman hasil
sambungan yang berdiameter batang bawah antara 4-6 mm terserang penyakit
sebanyak 4 tanaman, sedangkan tanaman hasil sambungan dengan ukuran
diameter 6.1-8 mm terserang penyakit sebanyak 7 tanaman. Oleh karena itu,
diketahui bahwa rata-rata persentase tanaman terserang penyakit pada batang
27
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan, hasil analisis dan pembahasan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanaman merbau (Intsia bijuga [Colebr.] O.K.) dapat dikembangbiakkan
secara vegetatif dengan metode grafting, namun persen keberhasilan grafting
masih rendah (20 % sampai 30 %).
2. Besarnya ukuran diameter bahan rootstock (4-8 mm) tidak berpengaruh nyata
terhadap persen keberhasilan grafting dan ketahanan penyakit tanaman
merbau.
3. Kondisi scion pada fase dorman maupun aktif tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap tingkat keberhasilan grafting tanaman merbau.
5.2 Saran
1. Perlunya optimasi teknik grafting untuk meningkatkan keberhasilan dan
menurunkan serangan penyakit.
2. Perlunya dibangun kebun benih klonal atau kebun pangkas untuk menjamin
bahan scion yang berkualitas sehingga terjamin keberlangsungan grafting.
3. Penelitian anatomi bidang penyambungan pada hasil grafting perlu dilakukan
untuk mengetahui perkembangan kalus, kambium, xylem dan floem sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Hartman HT, Kester DE. 1978. Plant Propagation Principle and Practice. Second
edition. New Jersey : Pentice Hall. Inc. Englewood.
Hartman HT, Kester DE. 1983. Plant Propagation Principle and Practice. Fourth
edition. New Jersey : Pentice Hall. Inc. Englewood.
Hartman HT, Kester DE, Davies FT, Geneve RL. 1997. Plant Propagation
Principle and Practice. Sixth edition. New Jersey : Pentice Hall. Inc.
Englewood.
Mahlstede JP, Heber ES. 1957. Plant Propagation. New York : John wiley and
Sons, Inc.
Malau A. 1995. Pengujian epikasi ekstrak kayu merbau (instia bijuga O.Ktze.)
terhadap rayap kayu kering (Ryptotermes cynocephalus Light.). [Skripsi].
Fakultas Kehutanan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Rifa’i F. 2003. Pengaruh batang bawah dan jenis bibit serta studi anatomi bidang
penyambungan pada bibit grafting Duku (Lansiumdomesticum corr.).
[Skripsi]. Fakultas Pertanian. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Supriyanto. 1997. Teknik Tanaman Stek Pucuk Aspek Fisiologis. Materi Pelatihan
Stek Pucuk di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Serang.
Ket : Perlakuan A1B1 : Diameter 4-6 mm dan Mata Tunas Scion Dorman
Perlakuan A1B2 : Diameter 4-6 mm dan Mata Tunas Scion Aktif
Perlakuan A2B1 : Diameter 6.1-8 mm dan Mata Tunas Scion Dorman
Perlakuan A2B2 : Diameter 4-6 mm dan Mata Tunas Scion Aktif
MP : Mata Tunas Pecah (bertunas)
GD : Gugur Daun
MTJ : Mata Tunas Berjamur
BJ : Batang Scion Berjamur
BK : Batang Scion Kering
SB : Sambungan Berjamur
Analisis sidik ragam pengaruh diameter dan jenis fase scion terhadap keberhasilan
sambungan
Diameter 1 6
2 6
Scion 1 6
2 6
Statistik Deskripsi
Peubah tak bebas: persenhidup
Std.
Diameter Scion Mean Deviation N
1 1 26.6667 23.09401 3
2 20.0000 0.00000 3
2 1 26.6667 23.09401 3
2 13.3333 11.54701 3
2 16.6667 8.16497 6
6.519 3 8 0.015
Analisis sidik ragam pengaruh diameter dan jenis fase scion terhadap ketahanan
penyakit
Diameter 1 6
2 6
Scion 1 6
2 6
Statistik Deskripsi
Peubah tak bebas: persenpenyakit
Std.
Diameter Scion Mean Deviation N
1 1 0.0000 0.00000 3
2 1.3333 0.57735 3
2 1 1.6667 0.57735 3
2 0.6667 0.57735 3
2 1.0000 0.63246 6
5.333 3 8 0.026