Oleh:
RACHMAWATI RUSYDI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
RACHMAWATI RUSYDI
C34060003
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M
NIP. 195911271986011005 NIP. 198304052005012001
Mengetahui,
Tanggal Pengesahan: .
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Rachmawati Rusydi
C34060003
KATA PENGANTAR
Penulis
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xii
1 PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latar Belakang....... 1
1.2 Tujuan Penelitian.... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA.. 4
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Genjer (Limnocharis flava)... 4
2.2 Komposisi Gizi Tanaman Genjer... 5
2.2.1 Protein.. 6
2.2.2 Lemak.. 7
2.2.3 Karbohidrat.. 8
2.2.4 Mineral. 9
2.2.5 Air.... 10
2.2.6 Vitamin A. 11
2.3 Anatomi dan Jaringan Tumbuhan.. 12
2.3.1 Akar.. 13
2.3.2 Batang.. 15
2.3.3 Daun. 18
2.3.3.1 Stomata... 20
2.4 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan. 21
2.5 Persiapan Preparat dengan Metode Parafin.... 22
2.5.1 Fiksasi.. 22
2.5.2 Dehidrasi.. 23
2.5.3 Penjernihan, infiltrasi dan penanaman dengan metode parafin... 24
2.5.4 Penyayatan dan penempelan sayatan....... 25
2.5.5 Pewarnaan........ 26
2.6 Komponen Bioaktif........................................ 27
2.6.1 Terpenoid/steroid. 27
2.6.2 Alkaloid dan metabolit nitrogen lainnya.. 28
2.6.3 Metabolit fenol. 30
2.7 Proses Pengukusan. 32
3 METODE PENELITIAN... 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.... 33
3.2 Bahan dan Alat....... 33
3.3 Prosedur Penelitian. 34
3.3.1 Pengukuran dimensi tanaman genjer... 35
viii
Nomor Halaman
1 Data hasil pengukuran tanaman genjer.. 88
2 Komposisi larutan seri Johansen, larutan FAA, dan tahapan
pewarnaan jaringan. 89
3 Hasil analisis proksimat tanaman genjer segar dan kukus.. 90
4 Data hasil analisis total karoten tanaman genjer dan stomata daun 91
5 Data rendemen ekstrak kasar daun dan batang genjer... 92
6 Gambar proses pembuatan preparat jaringan dengan metode
parafin............................................................................................. 93
7 Gambar proses pengukuran tanaman beserta alat ukurnya 94
8 Gambar bahan dan alat analisis proksimat.. 95
9 Gambar hasil pengujian fitokimia daun dan batang genjer.... 96
10 Lokasi pengambilan sampel dan pemeliharaan sampel. 97
1 PENDAHULUAN
hingga 100 cm. Batang tanaman memiliki panjang 5-75 cm, tebal, berbentuk
segitiga dengan banyak ruang udara, terdapat pelapis pada bagian dasar. Helaian
daun bulat, luasan berbentuk bulat panjang atau bulat telur berukuran 5-30 cm x
4-25 cm, berwarna kuning-hijau, bergurat, 9-13 gurat utama dengan sejumlah
gurat paralel melintang yang bertindak sebagai gurat sekunder (Bergh 1994).
Bunga berjumlah 3 hingga 15, panjang ibu tangkai bunga mencapai 90 cm,
tegak ketika berbunga, melengkung bawah ketika berbuah, bunga di dalam axil
dari tanaman berselaput. Tangkai bunga memiliki panjang 2-7 cm, kelopak
berjumlah 3 dengan panjang 2 cm, mahkota berjumlah 3 dengan bentuk bulat telur
hingga bulat dan panjang 1,5-3 cm, berwarna kuning. Benang sari berjumlah lebih
dari 15 dan dikelilingi oleh lingkaran staminodia, indung telur berjumlah 10-20.
Komponen buah tersusun dari daun buah matang bersama globose atau benda
berbentuk elips yang lebar dan diameter 1,5-2 cm, tertutup oleh kelopak. Biji
berbentuk seperti sepatu kuda dengan panjang 1-1,5 mm, dilengkapi dengan
mahkota yang melintang, berwarna coklat gelap. Kotiledon memiliki panjang
8-11,5 mm (Bergh 1994).
Tanaman genjer dapat mereproduksi secara vegetatif dan dengan biji. Biji
yang terkandung dalam kapsul matang atau folikel merupakan biji yang ringan
dan dapat disebarkan oleh aliran air. Reproduksi secara vegetatif, yakni kapsul
yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-biji untuk dilepas. Kapsul yang
kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman
inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga
sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun, tanaman ini
dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman
(Department of Primary Industries and Fisheries 2007).
juga dapat dijadikan tanaman penghias di kolam. Tanaman genjer juga sering
dijadikan pupuk hijau dalam pembajakan di sawah (Bergh 1994).
Daun dan bunga dari tanaman genjer (Limnocharis flava) berkhasiat
sebagai penambah nafsu makan. Kandungan kimia dari daun dan bunga tanaman
genjer diantaranya kardenolin, flavonoida dan polifenol. Pengolahan genjer
sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga
setengah matang dan dikonsumsi sebagai lalapan (Anonim 2009). Komposisi gizi
tanaman genjer (Limnocharis flava) adalah:
2.2.1 Protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N serta mengandung fosfor dan belerang. Sebuah asam amino terdiri
dari sebuah gugus amino (-NH2), sebuah karboksil (-COOH), sebuah atom
hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai
karbon , serta gugus R merupakan rantai cabang. Protein berfungsi sebagai
enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis,
7
memiliki ikatan ganda yang biasanya ditunjukkan sebagai jenis isolene atau asam
lemak non-konjugasi (Belitz et al. 2009).
Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga
molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam
proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan asam lemak, kemudian
kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak. Lemak nabati
mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno 2008).
Fraksi lipida terdiri atas minyak/lemak, malam (wax), fosfolipida, sterol,
hidrokarbon, dan pigmen. Pigmen yang termasuk dalam fraksi lipid diantaranya
klorofil, karotenoid, xantofil yang merupakan komponen penting dalam
penangkapan cahaya dan proses pengangkutan elektron dari fotosintesis (Winarno
2008; Murphy 1999). Lemak jarang terkandung dalam jaringan daun, batang, dan
akar, tetapi sering dijumpai pada biji dan kadang pada daging buah. Di dalam sel
tumbuhan, lemak disimpan dalam oleosom pada sitoplasma (Lakitan 2007).
Jenis asam lemak yang umum terkandung pada jaringan tumbuhan adalah
laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat Pembentukan asam
lemak diawali oleh karboksilasi asetil Ko-A yang memiliki prekursor berupa
karbon dioksida. Dalam jaringan yang mendukung fotosintesis (berwarna hijau),
yaitu daun, karbon dioksida ditempatkan dalam stroma dari kloroplas untuk
membentuk triosa fosfat. Triosa fosfat kemudian diubah menjadi pirufat dan
membentuk asetil Ko-A oleh enzim glikolitik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
sintesis asetil Ko-A untuk pembentukan asam lemak terjadi di dalam kloroplas
(Murphy 1999).
2.2.3 Karbohidrat
Karbohidrat memiliki bentuk molekul yang dikesankan sebagai komposisi
unsur yang dinamakan Cx(H2O)y), yang mengandung atom karbon bersama
dengan hidrogen dan oksigen dalam rasio yang sama. Komponen karbohidrat
alami yang dihasilkan oleh organisme tidak dalam bentuk formula empiris yang
sederhana, melainkan dalam bentuk oligomer (oligosakarida) atau polimer
(polisakarida) dari gula sederhana (BeMiller dan Whistler 1996).
9
Co, Ni, esensial dalam konsentrasi < 50 mg/hari. Ultra-trace elements terdiri atas
Al, As, Ba, Bi, B, Br, Cd, Cs, Ge, Hg, Li, Pb, Rb, Sb, Si, Sm, Sn, Sr, Ti, W, Tl,
merupakan elemen yang pada dasarnya telah diuji dalam percobaan hewan lebih
dari beberapa generasi dan gejala kekurangannya telah ditemukan di bawah
kondisi ekstrim (Belitz et al. 2009).
Komposisi akhir dari bagian-bagian tanaman yang dapat dimakan
dipengaruhi dan dikontrol oleh kesuburan tanah, genetik tanaman, dan lingkungan
pertumbuhan tanaman. Mineral dalam abu merupakan bentuk metal oksida,
sulfida, fosfat, nitrat, klorida, dan halida lainnya. Mineral tidak dapat dirusak
dengan pemaparan panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim. Sejumlah mineral
memiliki kelarutan di dalam air. Secara umum, perebusan dalam air menyebabkan
hilangnya mineral lebih banyak pada sayuran daripada pengukusan (Miller 1996).
Sebagian besar unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari larutan tanah
melalui akar, kecuali karbon dan oksigen yang diserap dari udara oleh daun.
Penyerapan unsur hara secara umum lebih lambat dibandingkan dengan
penyerapan air oleh akar tanaman (Lakitan 2007). Unsur mineral terbanyak dalam
sayuran adalah potasium, selanjutnya kalsium, sodium, dan magnesium. Anion
mayor yang terkandung dalam sayuran adalah fosfat, klorida, dan karbonat (Belitz
et al. 2009).
2.2.5 Air
Air terikat merupakan istilah yang umum dipakai untuk air yang terdapat
dalam bahan makanan. Air terikat dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup
air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut
derajat keterikatan air, air terikat di dalam bahan dibagi atas empat tipe, yaitu
(Winarno 2008):
a) Tipe 1 adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu
ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N. Air ini tidak
membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air dapat dihilangkan
dengan pengeringan biasa.
b) Tipe 2 adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler. Air jenis ini lebih sukar
11
Tabel 2 Sistem jaringan, jaringan, dan jenis sel penyusun jaringan tanaman
Sistem jaringan Jaringan Jenis sel
Jaringan parenkima Sel-sel parenkima
Sistem jaringan Jaringan kolenkima Sel-sel kolenkima
dasar Jaringan sklerenkima Sel-sel sklerenkima (sklereid,
serat)
Xilem Trakeid, elemen pembuluh, sel
parenkima, serat
Sistem jaringan
Floem Elemen pembuluh saringan,
pengangkut
companion cells, sel-sel
parenkima, serat
Epidermis Sel-sel parenkima, sel-sel penjaga,
Sistem jaringan trikoma
pelindung Peridermal Sel-sel gabus, sel-sel kambium
gabus, parenkima gabus.
Sumber: Berg (2008)
2.3.1 Akar
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk memperkuat
berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam
tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan
tempat penimbunan zat makanan cadangan. Anatomi akar primer yang dipotong
membujur adalah tudung akar, epidermis akar, korteks, endodermis, dan stele
(Nugroho et al. 2006).
Akar tanaman Monocotyledoneae dewasa biasanya berupa akar serabut
dan berkembang dari batang. Umumnya, akar ini tidak mengalami penebalan
sekunder. Tipe paling umum akar pada Monocotyledoneae adalah sistem akar
serabut (Mulyani 2006). Gambaran anatomi akar primer adalah sebagai berikut.
a) Tudung akar, merupakan penutup ujung akar yang tersusun dari sel-sel
parenkima. Selain melindungi meristem, sel-sel tudung akar berfungsi dalam
pengaturan pertumbuhan (misalnya tanggapan gravitasi) dan dalam produksi
serta sekresi sejumlah getah. Tudung akar berasal dari aktivitas meristem
apikal akar dan terdiri atas sejumlah akar yang terletak di tengah, sel-sel
kolumela yang lurus longitudinal, dan sel-sel peripheral terluar. Kolumela
mengandung sekumpulan pati amiloplas, sedangkan sel peripheral
mengeluarkan getah yang disebut mucigel (Dickison 2000).
14
2.3.2 Batang
Batang tanaman memiliki tiga fungsi utama, yaitu mendukung daun dan
struktur reproduksi, menyediakan pengangkut bagian dalam, dan menghasilkan
jaringan baru (Berg 2008). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang
dan penampang melintang akar hanyalah ukuran unsur-unsur pengangkutan dalam
batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan
Dunham 1992). Pada organ batang terdapat tiga bagian pokok yang berkembang
dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan
derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al. 2006).
a) Epidermis tersusun oleh satu lapis sel dan biasanya berbentuk rektanguler
tersusun rapat tanpa adanya ruang antar sel, dinding luar mengalami penebalan
dari zat kutin. Susunan ini menyebabkan terjadinya pengurangan transpirasi
dan melindungi jaringan di sebelah dalamnya dari kerusakan mekanik dan
16
serangan hama. Derivat epidermis adalah stomata, trikoma, sel silika, dan sel
gabus (Nugroho et al. 2006).
b) Korteks yang paling sederhana seluruhnya terdiri atas sel parenkim berdinding
tipis. Daerah di luar korteks yang berbatasan dengan epidermis terdiri atas
kolenkim atau serabut. Korteks batang ini dapat juga berisi sklereida, sel
sekretori, dan latisifer (Mulyani 2006). Beberapa tumbuhan memiliki parenkim
korteks bagian tepi yang mengandung kloroplas sehingga dapat berfotosintesis,
yang disebut klorenkim (Nugroho et al. 2006). Sel parenkim korteks juga dapat
menyimpan granula dan kristal pati (Berg 2008).
c) Stele merupakan daerah sebelah dalam dari endodermis yang terdiri atas
perikamium, parenkim, dan berkas pengangkut (Nugroho et al. 2006). Terdapat
dua tipe jaringan pembuluh, yaitu floem yang biasanya terletak di bagian luar
dan xilem yang biasanya terletak di bagian dalam. Xilem berfungsi untuk
mengangkut air dan mineral terlarut dari akar menuju batang, sedangkan floem
berfungsi mengangkut karbohidrat terlarut (sukrosa) dari daun menuju batang
(Berg 2008). Posisi xilem dan floem dalam berkas pembuluh dapat dibedakan
(Hidayat 1995):
1) Ikatan pembuluh kolateral, floem bertempat di sebelah luar xilem.
2) Ikatan pembuluh bikolateral, seperti kolateral namun terdapat floem di
sebelah dalam xilem sehingga ada floem eksternal dan floem internal.
3) Ikatan pembuluh konsentris amfikribral, floem mengelilingi xilem dan
sering terdapat pada paku.
4) Ikatan pembuluh konsentris amfivasal, xilem mengelilingi floem.
5) Ikatan pembuluh radial, letak berkas xilem bergantian dan berdampingan
dengan berkas floem.
Batang Monocotyledoneae memiliki tipe berkas pengangkut kolateral
tertutup, yakni bila di antara xilem dan floem tidak terdapat kambium, tetapi
terdapat parenkim penghubung. Sebagian besar Monocotyledoneae, sistem
pembuluh primer terdiri atas sejumlah berkas pengangkut yang tersebar tidak
beraturan sehingga tidak dapat dibedakan secara tegas batas antara korteks,
silinder pembuluh, dan empelur. Batang monokotil tidak mengalami pertumbuhan
sekunder dan berkas pengangkutnya mempunyai selubung sklerenkim. Penebalan
17
2.3.3 Daun
Daun biasanya tersusun oleh berbagai macam jaringan, tetapi secara garis
besar tersusun atas jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya), jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat, jaringan sekretori. Sebagian
besar tumbuhan Monocotyledoneae dan beberapa jenis Dicotyledoneae memiliki
tipe daun isobilateral, yakni struktur daun dengan jaringan tiang yang seragam
antara permukaan atas dan bawah (Nugroho et al. 2006).
a) Epidermis daun beragam dalam jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan
stomata, munculnya trikoma dan susunannya, serta adanya sel khusus. Jaringan
epidermis permukaan daun dibedakan menjadi permukaan adaksial dan
permukaan abaksial. Permukaan adaksial adalah permukaan daun yang lebih
dekat dengan ruas di atasnya dan biasanya menghadap ke atas, sedangkan
permukaan bawah merupakan permukaan abaksial (Fahn 1991).
b) Mesofil daun terdiri atas jaringan parenkim yang terdapat di sebelah dalam
epidermis. Mesofil mengalami diferensiasi membentuk jaringan fotosintetik
yang berisi kloroplas. Kebanyakan tumbuhan terdapat dua tipe parenkim dalam
mesofil, yaitu parenkim palisade (jaringan tiang) dan parenkim spons (jaringan
bunga karang). Sel parenkim palisade memanjang dan pada penampang
melintangnya tampak berbentuk batang yang tersusun dalam deretan. Sel
palisade terdapat di bawah epidermis unilateral (selapis) atau multilateral
(berlapis banyak) (Mulyani 2006). Sel palisade tegak pada permukaan daun,
rapat satu sama lain, dan banyak mengandung kloroplas, berfungsi untuk
menangkap cahaya. Jaringan bunga karang tersusun oleh sel-sel yang tak
teratur, berdinding tipis, lepas, dan mengandung kloroplas dalam jumlah sedikit
(Nugroho et al. 2006).
c) Jaringan pengangkut pada daun sebagian besar tanaman adalah secara kolateral,
dengan susunan xilem pada posisi secara adaksial dan floem secara abaksial.
Xilem terdiri atas sejumlah sel-sel protoxilem dan metaxilem sedangkan floem
mengandung protofloem dan metafloem. Pembuluh daun monokotil biasanya
dicirikan oleh serangkaian pembuluh longitudinal yang memanjang sejajar
sejauh helaian daun. Pembuluh utama pada daun monokotil terhubungkan
dengan pembuluh yang melintang secara transversal (Dickison 2000).
19
2.3.3.1 Stomata
Stoma (jamak: stomata) adalah lubang atau celah yang terdapat pada
epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau, dibatasi oleh sel khusus yang
disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel yang bentuknya sama atau
berbeda dengan sel-sel epidermis lainnya dan disebut sel tetangga. Sel tetangga
berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel penutup yang
mengatur lebar celah (Nugroho et al. 2006).
Sel penjaga atau sel penutup berperan mengatur pertukaran gas dari daun.
Pada malam hari pertukaran gas sedikit dibutuhkan sehingga celah stomata
hampir tertutup. Selain itu, suhu malam hari lebih rendah dibandingkan siang hari
sehingga kehilangan air dari daun dalam jumlah minimal (Scott 2008).
Keseluruhan bagian stomata umumnya dibatasi terhadap permukaan
bagian bawah dari lamina (lapisan terluar epidermis) disebut hypostomatous.
Stomata ada kalanya terletak di kedua lapisan bagian atas dan bawah epidermis
disebut amphistomatous atau stomata terbatas hanya pada lapisan atas yang
disebut epistomatous. Jenis-jenis stomata dari angiospermae berdasarkan
penampakan stomata dewasa adalah (Dickison 2000):
a) Anomositik, yaitu stoma dikelilingi oleh sejumlah sel yang ukuran, bentuknya
tidak terbedakan dari sel epidermis lainnya.
b) Anisositik, yaitu stoma yang dikelilingi oleh tiga tetangga yang salah satunya
lebih kecil dibandingkan dua sel lainnya.
21
c) Parasitik, yaitu stoma didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang sejajar
terhadap sumbu panjang dari celah dan sel penjaga.
d) Diasitik, yaitu stoma yang ditutupi oleh sepasang sel tetangga, yang dinding
kedua sel tetangga tegak lurus terhadap sumbu panjang sel penjaga.
e) Tetrasitik, yaitu stoma dikelilingi oleh empat sel tetangga; dua lateral dan dua
terminal.
f) Aktinositik, yaitu stoma dikelilingi oleh sel tetangga yang melingkar atau
memanjang secara radial, membentuk suatu cincin pada setiap stoma.
g) Siklositik, yaitu stoma yang dikelilingi oleh empat atau lebih sel tetangga yang
membentuk cincin pada setiap stoma.
h) Heksasitik, stoma didampingi oleh enam sel tetangga yang terdiri dari dua
lateral berpasangan paralel terhadap sumbu panjang celah, dan dua terminal.
Gambar dari jenis-jenis stoma dapat dilihat pada Gambar 6.
harus dapat menghilangkan air dengan sempurna (Humason 1967). Sampel yang
difiksasi dengan FAA, mulai didehidrasi dalam alkohol 50% (Sass 1951).
Dehidrasi dengan Tertiary Butyl Alcohol (TBA) merupakan metode yang
lebih memuaskan. Rangkaian larutan dari air, etil, dan tertiary butyl alcohol dapat
dilihat pada Tabel 3 (Johansen 1940).
sebagian besar formula adalah gum arab, albumin, atau gelatin (Sass 1951). Bahan
perekat albumin dapat dibuat dengan campuran (Maidie et al. 1974):
1) Putih telur 50 cc
2) Gliserin 50 cc
3) Thymol atau Na-salicylat 1 gram
2.5.5 Pewarnaan
Sebelum sayatan dapat diwarnai, parafin harus dihilangkan dengan
menggunakan xilol. Slide ditempatkan pada rak dan dimasukkan dalam wadah
xilol selama 5 menit, xilol hendaknya dapat menutupi slide. Slide kemudian
dipindahkan ke dalam campuran etanol absolut dan xilol dengan jumlah yang
sama. Pemindahan selanjutnya dilakukan ke dalam campuran alkohol absolut dan
eter selama 5-10 menit. Slide lalu diangin-anginkan hingga sayatan menunjukkan
tanda keputih-putihan. Kemudian slide dicelupkan dalam serangkaian alkohol,
dimulai dengan 95%, 70%, 35% masing-masing 5 menit (Johansen 1940).
Safranin merupakan salah satu zat warna yang termasuk dalam golongan
azine. Golongan azine adalah golongan zat warna yang mengandung cincin
orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom
N. Safranin adalah suatu chloride dan zat warna basa yang kuat, sangat cocok
untuk mewarnai kromatin dan terutama kromosom (Suntoro 1983). Kelarutannya
dalam air adalah 5,45% dan 3,41% dalam alkohol. Safranin digunakan untuk
morfologi dan sitologi. Setelah jaringan diwarnai dengan safranin, pewarna yang
berlebihan harus dicuci dengan air sehingga tidak meninggalkan sisa pada
jaringan (Johansen 1940).
Larutan baku safranin berkonsentrasi 3% di dalam alkohol 50%. Bila akan
digunakan, larutan baku diencerkan 1-4 kali dengan alkohol 50%. Pewarnaan
yang sangat insentif akan dapat diperoleh dengan mengencerkan satu volume
anilin aquosa (1 cc anilin dengan 20 cc akuades). Setelah menggunakan fiksatif
Flemming, zat warnanya dihilangkan dengan akuades dan selanjutnya
dideferensiasi dengan alkohol 70% hingga hanya ada warna merah yang tertinggal
di dalam sitoplasma selama 0,5-10 menit. Kemudian preparat didehidrasi dengan
cepat (Suntoro 1983).
27
siklik lima atau enam karbon. Distribusi alkaloid terbatas pada tumbuhan tingkat
tinggi, sekitar 20% dari spesies Angiospermae. Metabolit-nitrogen juga terbatas di
alam. Keterbatasan distribusi metabolit ini disebabkan oleh ketersediaan unsur
dari metabolit ini juga terbatas. Metabolit-nitrogen merupakan turunan dari satu
atau lebih asam amino protein (Harborne 1999).
Metabolit-nitrogen lainnya yang berperan penting adalah glukosinolat,
cianogenik glikosida, dan asam amino non-protein. Bentuk lebih lanjut dari
metabolit-nitrogen adalah betalain, pigmen tanaman. Asam amino lisin, ornitin,
fenilalanin, tirosin, triptofan, dan histidin merupakan sumber N dari mayoritas
alkaloid pada tanaman (Edwards dan Gatehouse 1999).
Alkaloid biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut alkohol yang
bersifat asam lemah (HCl 1M atau asam asetat 10%), kemudian diendapkan
dengan amoniak pekat. Pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan ekstraksi
pelarut (ekstraksi cair-cair). Adanya alkaloid pada ekstrak nisbi kasar dapat diuji
dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid (Harborne 1987). Klasifikasi
alkaloid dan metabolit-nitrogen lainnya dapat dilihat Tabel 5. Struktur senyawa
alkaloid dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
dilihat pada Tabel 6 dan struktur dari beberapa metabolit fenolik di tanaman dapat
dilihat pada Gambar 9.
Tabel 7 Lanjutan
3) Tahap analisis Ekstrak daun dan batang Tabung reaksi, beaker
fitokimia genjer, kloroform, amoniak, glass, kompor listrik, pipet
asam sulfat 2N, anhidrida tetes, pipet 1-10 ml, dan
asetat, HCl 2N, asam sulfat mortar
pekat, serbuk magnesium,
amil alkohol, alkohol, etanol
70%, FeCl3 5%, air panas,
pereaksi molisch, pereaksi
Dragendorf, Wagner, dan
pereaksi Meyer, pereaksi
Liebermen Burchad, pereaksi
biuret, serta ninhidrin 0,1%
4) Tahap analisis Sampel, akuades, K2SO4, Dandang, oven, cawan
proksimat dan selenium, H2SO4 pekat dan porselen, gegep, desikator,
total karoten 1,25%, H2O2, asam borat 4%, timbangan, tanur
NaOH, Na2S2O3, HCl 0,2 M, pengabuan, kertas saring,
n-heksan, alkohol, KOH 5% kapas, selongsong lemak,
dalam metanol, aseton, gas labu lemak, soxhlet,
N2, Na2SO4 erlenmeyer, gelas piala,
labu kjeldahl, alat destilasi,
biuret, gelas ukur, pipet
volumetrik, corong
Buchner, spektrofotometer
Tanaman
genjer
dipotong dan dirapihkan kemudian ditempelkan pada holder lalu disayat. Hasil
sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan
ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot plate dengan
suhu 45 C selama 3-5 jam.
Proses pewarnaan dilakukan dengan safranin 2% dalam air dan fast green
0,5% dalam etanol 95% serta safranin 2% dan aniline blue dalam alkohol 88%.
Pewarnaan diawali dengan perendaman gelas obyek ke dalam larutan xilol 1 dan 2
masing-masing selama 15 menit, dilanjutkan perendaman dalam etanol absolut
(100%), 95%, 70%, 50%, dan 30% masing-masing selama 3 menit. Setelah itu,
obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 2% selama 2
hari. Selanjutnya, gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke dalam
etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan absolut masing-masing selama 3 menit.
Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna fast green 0,5% selama 10 menit
lalu etanol absolut 1 dan 2 selama 3 menit. Gelas obyek kemudian direndam
dalam xilol 1 dan xilol 2 selama 10 menit. Pewarnaan dengan aniline blue
dilakukan sebagai pengganti fast green. Gelas obyek dimasukkan ke dalam aniline
blue + alkohol 88% selama 10 menit, setelah etanol 70%. Kemudian obyek
dimasukkan ke dalam etanol 95% + HCl 2 tetes selama beberapa detik dan
dilanjutkan ke dalam etanol 95% selama 3 menit, seterusnya.
Proses selanjutnya adalah penutupan dengan pemberian entellan atau
canada balsam pada gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup. Proses
pengambilan gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CH20 dan
kamera digital merek Olympus DP12. Diagram alir pembuatan preparat dapat
dilihat pada Gambar 12.
3.3.3 Analisis fitokimia tanaman genjer (Harbone 1987)
Analisis fitokimia tanaman genjer diawali dengan pembuatan ekstrak
genjer meliputi ekstrak daun genjer dan ekstrak batang genjer dengan
menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Proses ekstraksi
meliputi penghancuran sampel, maserasi, penyaringan, dan evaporasi. Diagram
alir pembuatan ekstrak daun dan batang genjer dapat dilihat pada Gambar 13.
38
Tanaman genjer
Sampel
Penimbangan
Maserasi
Ampas
Filtrat n-heksana
Ampas
Filtrat etil asetat
Ampas
Filtrat metanol
1) Alkaloid
Pengukuran kandungan alkaloid dilakukan dengan melarutkan ekstrak
sampel dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian diuji dengan tiga pereaksi
alkaloid, yaitu Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Sampel positif mengandung
alkaloid bila terbentuk endapan berwarna merah sampai jingga pada pereaksi
Dragendorff, endapan putih kekuningan pada pereaksi Meyer, dan endapan coklat
pada pereaksi Wagner.
2) Steroid/triterpenoid
Sejumlah ekstrak sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung
reaksi yang kering, lalu ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan
3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama
kali, kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.
3) Flavonoid
Sejumlah ekstrak sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan
0,4 ml amil alkohol (campuran HCL 37% dan etanol 95% dengan volume yang
sama) dan ditambahkan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya
warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
flavonoid.
4) Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan
adanya saponin.
5) Fenol hidrokuinon
Sebanyak 1 gr sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3
5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa
fenol dalam bahan.
6) Uji molisch
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml
H2SO4 pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu di antara dua
lapisan cairan.
41
7) Uji benedict
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna
hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.
8) Uji biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi biuret.
Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu
menunjukkan hasil positif adanya senyawa peptida.
9) Uji ninhidrin
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambahkan beberapa tetes larutan
ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.
Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan reaksi yang positif terhadap
adanya asam amino.
3.3.4 Analisis proksimat dan total karoten
Analisis proksimat dilakukan terhadap tanaman genjer segar dan tanaman
genjer setelah proses pengukusan dengan pembedaan bagian daun dan batang,
ulangan sebanyak 4 kali. Analisis proksimat terdiri atas kadar air, kadar abu, kadar
protein kasar, kadar lemak kasar, dan serat kasar.
1) Kadar air (AOAC 2007)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (15 menit) dan dibiarkan sampai
dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya
konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 105 C selama 5 jam. Setelah selesai proses,
cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan
selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air sampel adalah:
%N=
% N=
t=
s2 p =
Keterangan:
n1 : Jumlah contoh dari tanaman genjer segar
n2 : Jumlah contoh dari tanaman genjer setelah pengukusan
x1 : Nilai rataan dari komposisi gizi tanaman genjer segar
x2 : Nilai rataan dari komposisi gizi tanaman setelah pengukusan
d0 : Selisih dari x1 dan x2
s1 : Simpangan baku dari komposisi gizi tanaman genjer segar
s2 : Simpangan baku dari komposisi gizi tanaman genjer setelah pengukusan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun
Batang
Akar
Tanaman genjer memiliki daun berwarna hijau muda hingga hijau tua
dengan bentuk oval dan bulat telur. Tepi daun berombak dan daunnya merupakan
daun tunggal, yakni satu batang hanya memiliki satu daun. Daun memiliki urat-
urat halus yang memotong urat halus utama longitudinal. Batang tanaman
berbentuk hampir segitiga dan berwarna hijau muda. Batang juga menopang buah
dan bunga. Akar tanaman berupa akar serabut dan memiliki rambut-rambut halus.
Tanaman ini memiliki bunga dengan kelopak berwarna kuning dan buah yang
berbentuk bulat. Setiap buah terdiri atas selaput berlapis yang berisi biji berwarna
coklat.
4.1.1 Deskripsi histologi daun
Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat berupa kolenkim dan
sklerenkim. Permukaan atas dan bawah daun genjer dilapisi oleh jaringan
48
epidermis. Menurut Berg (2008) bahwa jaringan epidermis terdiri atas sel-sel
parenkima, sel-sel penjaga, dan trikoma. Epidermis daun genjer tidak memiliki
trikoma yaitu struktur padat seperti tonjolan, struktur kelenjar, dan duri.
Sel-sel penyusun epidermis memiliki bentuk yang tidak seragam dan tidak
beraturan, tersusun rapat membentuk lapisan padat dan tidak terdapat ruang antar
sel. Lapisan epidermis bagian atas dan bawah daun terdiri atas satu lapis sel
tunggal. Dinding sel penyusun epidermis memiliki panjang sisi dinding bagian
atas lebih besar daripada di bagian bawah. Sisi dinding bagian samping dari sel
penyusun epidermis memiliki permukaan bundar dan berukuran lebih kecil
dibandingkan sisi dinding atas dan bawah dari sel tersebut. Panjang dinding suatu
sel epidermis sebesar 10 m. Ketebalan lapisan epidermis sebesar 2,5 m.
Penampang melintang daun genjer dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Penampang melintang daun genjer (Limnocharis flava) (10 x 10) [A:
epidermis atas, B: parenkim palisade, C: parenkim spons, D: berkas
pembuluh, E: seludang pembuluh, F: epidermis bawah]
(Dickison 2000). Pengamatan stomata di bagian epidermis atas dan bawah daun
genjer dapat dilihat pada Tabel 8.
1 2
Gambar 16 Stomata daun epidermis atas (1: 40x10, 2: 10x10) [A, D: sel tetangga,
B: sel penjaga, C: celah stomata, E: inti sel tetangga]
1 2
Gambar 17 Stomata daun epidermis bawah (1: 40x10, 2: 10x10) [A, D: sel
tetangga, B: sel penjaga, C: celah stomata, E: inti sel tetangga]
Jaringan epidermis daun genjer dilapisi oleh suatu lapisan senyawa yang
dinamakan kutikula. Lapisan kutikula dibentuk dengan menempatkan kutin di
antara mikroserabut selulosa lapisan dinding paling luar, tempat terdapatnya
pektin dan hemiselulosa (Mulyani 2006). Daun genjer berkutikula tipis. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk
perlindungan, tetapi untuk pengeluaran zat makanan, senyawa air, dan pertukaran
gas. Kutikula dan dinding selnya sangat tipis (Mulyani 2006).
Mesofil daun genjer terdiri atas parenkim palisade dan parenkim spons.
Parenkim palisade terletak di bawah lapisan epidermis daun bagian atas. Parenkim
palisade pada penampang melintang jaringan daun genjer tampak tegak lurus dan
berbentuk seperti lobus yang bercabang, tersusun dalam deretan. Parenkim
palisade tersebut tersusun hanya selapis dan rapat satu sama lain. Parenkim
palisade ini terdapat di bagian atas penampang jaringan dan banyak mengandung
kloroplas. Kloroplas ditunjukkan oleh titik-titik yang tersebar di dalam parenkim
palisade. Menurut Nugroho et al. (2006), sel palisade tegak pada permukaan daun,
51
rapat satu sama lain, dan banyak mengandung kloroplas, berfungsi untuk
menangkap cahaya. Ketebalan parenkim palisade mencapai 25 m. Parenkim
palisade daun genjer membentuk ruang antar sel di antara lobus-lobus sel, yakni
tampak celah-celah di antara sel-sel parenkim palisade pada penampang melintang
daun, sehingga udara dapat menjangkau parenkim palisade.
Parenkim spons tanaman genjer terletak di bawah parenkim palisade dan
di atas epidermis bawah. Parenkim spons, pada penampang melintang daun
genjer, berbentuk seperti lobus yang berongga. Parenkim spons juga mengandung
kloroplas namun tidak sebanyak kloroplas pada parenkim palisade. Berdasarkan
teori bahwa, jaringan bunga karang (spons) tersusun oleh sel-sel yang tak teratur,
berdinding tipis, lepas, dan mengandung kloroplas dalam jumlah sedikit (Nugroho
et al. 2006). Rongga-rongga yang terbentuk dari lobus-lobus palisade dan spons
diduga merupakan rongga udara pada daun genjer. Rongga udara ini
menyebabkan daun genjer bersifat ringan dan mengapung jika diletakkan di atas
air. Menurut Fahn (1991), ruangan udara ini adalah lakuna yang biasanya
dipisahkan oleh partisi tipis satu atau dua lapisan sel yang mengandung kloroplas.
Lakuna berisi diafragma yang merupakan lapisan tunggal sel-sel dengan
interselular yang kecil dan tampak sebagai pori, berfungsi membiarkan laluan gas
dan bukannya air.
Berkas pembuluh pada penampang melintang daun genjer tampak
membentuk sistem yang berkaitan dan terkumpul di tengah penampang melintang
daun. Berkas pembuluh ini merupakan tulang daun genjer. Berkas pembuluh ini
terdiri atas xilem dan floem. Sel xilem pada berkas pembuluh daun genjer tampak
berukuran besar dan berbentuk tak beraturan. Xilem terletak dekat parenkim spons
dan parenkim palisade. Sel floem tampak berukuran kecil, tak beraturan, dan
tersebar di bawah pembuluh xilem. Berkas pembuluh dikelilingi oleh lapisan
seludang pembuluh yang terdiri atas sel-sel parenkim, disamping itu terdapat pula
perluasan seludang pembuluh. Perluasan seludang pembuluh terdapat di bawah
pembuluh floem. Menurut Dickison (2000) bahwa susunan xilem pada posisi
adaksial (dekat dengan ruas atas daun) sedangkan floem pada posisi abaksial
(dekat dengan ruas bawah daun).
52
Batang tanaman genjer berwarna hijau muda, diduga batang tanaman ini
memiliki stomata pada lapisan epidermisnya. Jaringan yang terdapat pada batang
genjer diduga adalah jaringan epidermis dan derivatnya, korteksnya, dan stele.
Lapisan terluar batang tanaman genjer adalah lapisan epidermis. Lapisan
epidermis batang dapat dilihat pada Gambar 19 Z.
Jaringan epidermis batang genjer terdiri atas satu lapis sel dan tersusun
rapat. Pada penampang melintang batang genjer, bentuk sel epidermis tidak
beraturan, umumnya hampir menyamai bentuk persegi panjang. Dinding sel
epidermis bagian atas berukuran lebih panjang daripada dinding sel bagian bawah.
Dinding sel sisi samping tampak tegak dan berukuran lebih kecil dibandingkan
dinding sel bagian atas. Dinding luar sel epidermis tampak tidak mengalami
penebalan dari zat kutin, diduga kutikula yang terdapat pada batang sangat tipis
sehingga penebalan yang terjadi tidak terlihat. Nugroho et al. (2006) menyatakan
bahwa susunan epidermis menyebabkan terjadinya pengurangan transpirasi dan
53
melindungi jaringan di sebelah dalamnya. Dalam hal ini, lapisan epidermis batang
genjer diduga tidak mendukung terjadinya pengurangan transpirasi, karena lapisan
kutikulanya sangat tipis dan memungkinkan transpirasi lebih banyak terjadi.
Derivat epidermis batang genjer adalah stomata.
Korteks batang tanaman genjer terdiri atas sel parenkim. Lapisan korteks
batang dapat dilihat pada Gambar 19 Z. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa sel-
sel parenkim pada korteks mengandung kloroplas yang ditandai dengan adanya
butiran hijau. Disamping itu, sel parenkim korteks juga diduga mengandung pati
yang ditandai oleh adanya butiran berwarna ungu pada sel parenkim tersebut. Di
antara sel-sel parenkim penyusun korteks terdapat ruang antar sel yang mencolok
besarnya, dan dikelilingi oleh sel-sel yang berukuran lebih kecil. Ruang antar sel
tersebut merupakan bagian dalam empelur.
Batang tumbuhan air berisi suatu sistem ruang antar sel yang meluas
sehingga melalui ruang tersebut terjadi difusi gas secara bebas (Fahn 1991). Sel-
sel parenkim pada korteks batang genjer juga berkembang menjadi sistem ruang
antar sel yang sangat luas. Ruang antar sel yang disebut lakuna tampak jelas
berbentuk seperti segi enam ataupun segi lima.
Lakuna ini mendominasi pada penampang melintang batang genjer.
Lakuna dipisahkan oleh diafragma yang tersusun atas satu lapisan sel-sel
parenkim. Sel-sel parenkim yang membentuk ruang antar sel disebut juga
aerenchym. Ruang antar sel ini berfungsi sebagai tempat berlangsungnya
pertukaran udara (Fahn 1991). Ruang antar sel pada batang dekat daun berukuran
lebih kecil dibandingkan ruang antar sel pada batang tengah, sedangkan batang
dekat akar memiliki ruang antar sel lebih banyak dan berukuran lebih kecil
daripada batang dekat daun dan batang tengah. Jaringan batang dekat akar lebih
kompleks dibandingkan bagian batang lainnya, hal ini diduga karena batang dekat
akar merupakan bagian batang paling tua. Disamping itu, batang dekat akar
menjadi bagian tanaman yang pertama kali menerima serapan unsur hara dan
absorbsi gas dari akar untuk ditransportasikan hingga ke daun. Ruang-ruang antar
sel pada batang genjer dapat dilihat pada Gambar 19 berikut.
54
W X
Y Z
Gambar 19 Berkas pembuluh pada batang genjer beserta epidermis dan korteks
batang W: batang dekat daun (4 x 10), X: batang tengah (4 x 10), Y:
batang dekat akar (4 x 10), Z: lapisan epidermis dan korteks batang
genjer (10 x 10) [A: sel epidermis, B: korteks, C: lakuna, D:
diafragma, E: endodermis, F: floem, G: xilem].
Berkas pembuluh pada batang dekat daun dan batang tengah tersusun
tegak lurus terhadap penampang batang genjer yang berbentuk segitiga. Berkas
pembuluh pada batang dekat akar juga tersusun tegak lurus, namun terdapat pula
berkas pembuluh yang tersebar pada lengkungan batang tersebut sebagai
perpanjangan dari kedua sisi dari segitiga batang. Berkas pembuluh batang genjer
dikelilingi oleh sejumlah sel yang merupakan bagian endodermis. Berkas
pembuluh batang terbagi atas floem dan xilem. Floem terdiri atas sel-sel yang
berukuran kecil dan mengelilingi pembuluh xilem. Pembuluh xilem terdapat di
sebelah dalam dari pembuluh floem, yang terdiri atas protoxilem dan metaxilem.
Protoxilem tampak berukuran lebih kecil dibandingkan metaxilem dan tersusun
mengelilingi metaxilem. Metaxilem terletak di tengah berkas pembuluh dan
berukuran sangat besar dibandingkan pembuluh lainnya.
55
Sistem jaringan pembuluh pada batang tanaman genjer adalah tipe berkas
konsentris amfikribral, yaitu floem mengelilingi xilem (amfikribral). Menurut
Hidayat (1995), tipe sistem jaringan pembuluh ini sering ditemukan pada paku
dan sebagai ikatan pembuluh kecil pada bunga, biji, buah Angiospermae. Berkas
pembuluh batang genjer dapat dilihat pada Gambar 19 W, X, dan Y.
4.1.3 Deskripsi histologi akar
Anatomi akar tanaman genjer terdiri atas jaringan epidermis akar
(rhizodermis), korteks, endodermis dan stele. Akar tanaman genjer merupakan
akar serabut dan berkembang dari batang tanaman. Akar tanaman ini memiliki
rambut akar yang berfungsi menyerap air dan garam mineral. Menurut Mulyani
(2006) bahwa tumbuhan air tidak memiliki rambut akar. Tanaman ini menancap
pada substat lumpur di rawa-rawa maupun sawah yang berair, sehingga epidermis
akar membentuk tonjolan berupa rambut akar untuk mendukung fungsi akar.
Morfologi akar tanaman genjer dapat dilihat pada Gambar 20.
bulat berukuran besar dan protoxilem yang berbentuk bulat berukuran sedang dan
mengelilingi metaxilem. Susunan xilem akar, dimana protoxilem terletak di
sebelah luar dari metaxilem disebut eksark (Mulyani 2006). Jumlah kelompok
protoxilem akar tanaman genjer termasuk poliarch, yaitu protoxilem berjumlah
banyak. Berkas pengangkut floem terdapat di sekitar protoxilem bagian luar.
Bentuk berkas floem tidak beraturan berukuran lebih kecil dibandingkan berkas
xilem.
Hasil pengukuran daun genjer yang diteliti meliputi luas dan keliling daun
menunjukkan bahwa luas daun genjer berkisar pada 65,7513,88 cm2 dengan
keliling daun berkisar 29,003,14 cm. Panjang batang genjer yang digunakan
menunjukkan selang ukuran sebesar 21,652,76 cm. Ketebalan batang tanaman
genjer mencapai 0,660,11 cm. Panjang akar tanaman berkisar 10,253,69 cm.
Ukuran dari daun, batang, dan akar tanaman genjer dapat menggambarkan
karakteristik morfologi tanaman genjer yang digunakan dalam penelitian ini.
Ukuran tanaman genjer yang diteliti dapat dilihat secara spesifik dalam diagram
box plot untuk masing-masing besaran dengan ukuran pemusatan adalah kuartil 1
(Q1), median (Q2), kuartil 3 (Q3), batas atas (BA), batas bawah (BB). Sebaran
58
hasil pengukuran terhadap luas dan keliling daun tanaman genjer dapat dilihat
pada Gambar 22 berikut.
BA BA
90 34
32
80 Q3
Q3 30
70 Q2
Q2 28
60
26 Q1
Q1
50
24
40
BB BB
22
Gambar 22 Sebaran luas dan keliling daun tanaman genjer (luas daun (cm2) Q1:
54,55; Q2: 66,15; Q3: 74,30; BA: 94,13; BB: 38,20 dan keliling daun
(cm) Q1: 26,50; Q2: 29,00; Q3: 31,37; BA: 35,00; BB: 20,00)
Sebaran nilai luas daun genjer menunjukkan bahwa sebanyak 75% daun
genjer yang digunakan dalam penelitian ini memiliki luas daun sebesar 74,3 cm2
dan ukuran luas daun ini bervariasi dengan simpangan baku 13,88 cm2. Ukuran
luas daun terpusat pada nilai 54,55 cm2 hingga 74,3 cm2. Rata-rata luas daun
genjer yang digunakan adalah 65,75 cm2.
Hasil pengukuran keliling daun genjer memperlihatkan bahwa sebanyak
75% dari sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki keliling daun
sebesar 31,37 cm. Rata-rata ukuran keliling daun genjer adalah 29 cm dengan
simpangan baku 3,14 cm. Keragaman nilai keliling daun yang kecil
menggambarkan bahwa ukuran keliling daun berukuran seragam. Nilai dari
ukuran keliling daun genjer ini terpusat pada 26,5 cm hingga 31,37 cm.
Luas daun tanaman genjer (total leaf area) dapat berguna untuk
mengetahui cakupan berat unsur mineral dalam sel, mengetahui kapasitas
asimilasi karbon dari daun, mengetahui pertumbuhan tanaman, dan
menggambarkan rasio dari fotosintesis (Heddy 2001). Luas daun yang diamati ini
didukung oleh data-data mengenai keliling daun yang dapat dicapai oleh daun
genjer selama perkembangannya. Selain itu, karakteristik tanaman genjer dalam
penelitian ini juga dijelaskan melalui ukuran batang genjer meliputi panjang dan
59
tebal batang. Distribusi data panjang dan tebal batang genjer dapat dilihat pada
Gambar 23.
0.9
27.5
BA
Panjang Batang (cm)
BA 0.8
Q3 Q3
22.5 0.7
Q2 Q2
20.0 0.6
Q1 Q1
17.5 0.5
BB BB
15.0 0.4
Gambar 23 Sebaran panjang dan tebal batang tanaman genjer (panjang batang
(cm) Q1: 19,52; Q2: 21,90; Q3: 23,20; BA: 24,70; BB: 15,90 dan
tebal batang (cm) Q1: 0,60; Q2: 0,67; Q3: 0,73; BA: 0,81; BB: 0,43)
22.5
20.0
17.5
Panjang Akar (cm)
BA
15.0
12.5
Q3
10.0
Q2
7.5 Q1
BB
5.0
Gambar 24 Sebaran panjang akar tanaman genjer (Q1: 7,32; Q2: 9,40; Q3: 12,00;
BA: 17,00; BB: 6,00)
persentase air yang dikandung tanaman. Perbandingan kadar air tanaman genjer
segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 25.
Batang tumbuhan air berisi suatu sistem ruang antar sel yang meluas
sehingga melalui ruang tersebut terjadi difusi gas secara bebas. Pada korteks
batang tumbuhan air dan jaringan dasar petiol dan mesofil, terdapat ruang
skizogen antar sel tempat berlangsungnya pertukaran udara. Lakuna terjadi di
tengah-tengah korteks batang. Lakuna berisi diafragma, yakni lapisan tunggal sel-
sel interselular, berfungsi membiarkan laluan gas dan bukannya air (Fahn 1991).
Persentase kandungan air pada batang tanaman genjer lebih besar dibandingkan
pada bagian daun karena struktur jaringan batang tanaman genjer memiliki sistem
ruang antar sel yang lebih besar sesuai dengan besarnya ketebalan batang.
Kuantitas air yang terangkut pada batang lebih besar dan difusi gas dari air ke
dalam sel lebih banyak terjadi. Hal ini menyebabkan bobot batang yang ringan
oleh adanya gas namun mengandung banyak air.
Epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk perlindungan, tetapi untuk
pengeluaran zat makanan, senyawa air, dan pertukaran gas. Kutikula dan dinding
selnya sangat tipis. Sel epidermis berisi kloroplas. Daun yang mengapung
mempunyai stomata hanya pada permukaan atas daun (Mulyani 2006). Sejumlah
air, yang diangkut oleh pembuluh xilem ke daun, dapat menguap saat terjadinya
pertukaran gas melalui stomata daun. Selain itu, epidermis daun juga berperan
64
dalam pengeluaran air dari tanaman sehingga kadar air yang ada pada daun lebih
rendah dibandingkan batang tanaman genjer.
Proses pengukusan menyebabkan kadar air tanaman genjer baik di bagian
daun maupun batang menurun. Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan
suhu air 66-82 C (Romdhijati 2010). Pengaruh dari hilangnya air pada tanaman
adalah tanaman menjadi layu dan kehilangan berat serta secara tidak langsung
menimbulkan perubahan yang diinginkan ataupun yang tidak dinginkan (Fennema
1996). Kadar air daun segar 91,76% menurun menjadi 91,06% dan kadar air
batang segar 95,33% menurun menjadi 94,15%. Penurunan kadar air setelah
pengukusan dapat disebabkan oleh adanya proses pemanasan selama pengukusan
yang mengakibatkan sejumlah air dalam bahan, yaitu air terikat tipe 1, tipe 3
maupun tipe 4, mudah menguap. Pemasakan ini juga memacu pelunakan jaringan
tanaman atau tanaman menjadi layu sehingga tanaman genjer dapat dikonsumsi.
4.3.2 Kadar abu
Kadar abu merupakan salah satu analisa proksimat yang menunjukkan
kandungan mineral dari jaringan tanaman maupun hewan setelah pembakaran.
Mineral dibagi menjadi elemen utama, trace element, dan ultra-trace element
(Belitz et al. 2009). Kandungan air yang sangat tinggi pada tanaman genjer turut
mempengaruhi kandungan mineral yang menjadi lebih kecil jika dibandingkan
dengan sayuran lainnya. Hasil uji statistika terhadap kadar abu tanaman genjer
segar dan setelah pengukusan menunjukkan bahwa kadar abu tanaman genjer
setelah pengukusan (2) mengalami peningkatan persentase atau sama dengan
kadar abu tanaman genjer segar (1).
Hasil kajian dari Direktorat Gizi (1992), diacu dalam Astawan dan Kasih
(2008) serta Saupi et al. (2009) menunjukkan bahwa kadar abu tanaman genjer
segar di Malaysia dalam berat kering adalah 0,790,03% dengan komposisi
mineral penyusunnya adalah kalsium, fosfor, besi, potasium, tembaga,
magnesium, zinc, dan natrium. Penelitian Maisuthisakul et al. (2008)
menunjukkan bahwa kadar abu Limnocharis flava dari Thailand adalah 11,3
gram/100 gram bahan. Gambaran perbandingan kadar abu tanaman genjer segar
dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 26.
65
20 18,54
20 18,63
Jumlah dalam berat kering (%)
18
16 14,9
14
12
10 7,95
8 5,62
6
4
2
0
Daun Batang
Bagian tanaman genjer
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar lemak daun genjer segar lebih
besar dibandingkan bagian batang genjer segar. Tahap awal dari pembentukan
asam lemak adalah karboksilasi asetil Ko-A yang memiliki prekursor berupa
karbon dioksida. Dalam jaringan yang mendukung fotosintesis (berwarna hijau),
yakni daun, karbon dioksida ditempatkan dalam stroma dari kloroplas untuk
membentuk triosa fosfat. Triosa fosfat kemudian diubah menjadi pirufat dan
68
membentuk asetil Ko-A oleh enzim glikolitik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
sintesis asetil Ko-A untuk pembentukan asam lemak terjadi di dalam kloroplas
(Murphy 1999). Menurut Ramadan et al. (2008) bahwa glikolipid merupakan
komponen lemak utama dari seluruh membran kloroplas dan membran
fotosintetik dari Cyanobacteria.
Fraksi lipida terdiri atas minyak/lemak, malam (wax), fosfolipida, sterol,
hidrokarbon, dan pigmen. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak
kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah sebenarnya (Winarno
2008). Lipid juga meliputi pigmen misalnya klorofil, karotenoid, dan xantofil
yang merupakan komponen penting dalam penangkapan cahaya dan proses
pengangkutan elektron dari fotosintesis (Murphy 1999). Semakin banyak
kandungan klorofil pada organ tanaman maka kandungan lemak juga semakin
besar. Daun genjer merupakan organ fotosintesis dan memiliki banyak organel
kloroplas yang dibuktikan oleh kepekatan warna hijau daunnya, sehingga hal ini
menjadi faktor penyebab tingginya persentase kadar lemak pada daun. Batang
genjer juga memiliki organel kloroplas namun tidak sebanyak kloroplas pada
daun. Warna hijau batang genjer yang lebih muda menunjukkan pigmen klorofil
yang lebih sedikit dibandingkan daun. Oleh karena itu, persentase kadar lemak
pada batang lebih rendah dibandingkan daun.
Hasil uji hipotesis dua populasi melalui uji t-student menunjukkan bahwa
kadar lemak tanaman genjer setelah pengukusan (2) mengalami peningkatan
persentase atau sama dengan kadar lemak tanaman genjer segar (1). Kadar lemak
tanaman genjer setelah pengukusan mengalami peningkatan persentase
dibandingkan dengan sebelum pengukusan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gokoglu et al.
(2004) yaitu pengaruh efek metode pemasakan terhadap komposisi proksimat dari
ikan air tawar Oncorhynchus mykiss adalah persentase lemak yang meningkat dari
ikan mentah menjadi ikan rebus. Selain itu, penelitian dari Bernhardt dan Schilch
(2005) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar trans -karoten dan cis -
karoten pada sayuran brokoli setelah pengukusan. -karoten merupakan prekursor
vitamin A yang larut dalam lemak.
69
30 27,40
10
5
0
Daun Batang
Bagian tanaman genjer
18 16,12
Jumlah dalam berat kering (%)
16
14 11,93 11,3 12,09
12
10
8
6
4
2
0
Daun Batang
Bagian tanaman genjer
300
Jumlah dalam berat kering
260,4
250 219,01
200
(g/g)
150
92,99
100 77,61
50
0
Daun Batang
Bagian tanaman genjer
total karoten pada batang genjer. Kandungan total karoten daun genjer segar
219,01 g/g meningkat menjadi 260,40 g/g, sedangkan batang genjer segar
memiliki total karoten 92,99 g/g menurun menjadi 77,61 g/g. Peningkatan total
karoten daun genjer setelah pengukusan diduga dapat disebabkan oleh terjadinya
pelepasan karotenoid dari suatu matriks yang mengganggu kompleks karotenoid-
protein dengan bantuan pemanasan.
Provitamin A sangat sensitif terhadap oksidasi, ontooksidasi, dan cahaya,
tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Apabila terdapat
oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya,
enzim, ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak (Andarwulan dan Koswara
1992). Kandungan total karoten pada batang genjer menurun setelah pengukusan.
Penurunan total karoten diduga karena terjadinya oksidasi oleh oksigen yang
terjadi selama pengukusan. Selain itu, dehidrasi selama pengukusan lebih terlihat
pada bagian batang genjer dibandingkan daun genjer, misalnya penurunan
persentase kadar air batang genjer yang telah dikukus. Dehidrasi pada batang
genjer yang dikukus menyebabkan stabilitas karotenoid terganggu, sehingga total
karoten menurun. Berdasarkan hasil penelitian Miglio et al. (2008) bahwa
penurunan total karotenoid dapat disebabkan dehidrasi, kontak terhadap oksigen
dan cahaya yang berkepanjangan.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan hingga memenuhi standar baku yang
ditetapkan (Tavipiono 2010). Rendemen ekstrak kasar daun dan batang untuk
masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Rendemen ekstrak kasar daun dan batang tanaman genjer (Limnocharis
flava) pada pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda
Bagian tanaman Pelarut Rendemen (%)
N-heksan 5,32
Daun Etil asetat 11,62
Metanol 31,17
N-heksan 10,22
Batang Etil asetat 6,25
Metanol 31,09
Ekstrak kasar yang diperoleh dalam penelitian ini berupa ekstrak cair.
Rendemen ekstrak terbesar diperoleh dari ekstrak dengan pelarut metanol sebesar
31,17% dari daun segar dan 31,09% dari batang segar. Menurut hasil penelitian
Ahmad et al. (2010) bahwa pengekstrakan dengan metanol menghasilkan
rendemen dua kali lipat daripada n-heksan. Kuantitas ekstrak n-heksan
menghasilkan rendemen yang minimum. Besarnya kuantitas ekstrak metanol
dapat disebabkan oleh tingkat kepolaran pelarut yang dapat mengekstrak sebagian
besar komponen bioaktif yang terkandung pada tanaman genjer.
Penelitian Salamah et al. (2008) menunjukkan bahwa rendemen ekstrak
tertinggi dan sifat antioksidan paling baik diperoleh dari pelarut metanol. Metanol
merupakan pelarut polar yang dapat mengekstraksi zat aktif yang bersifat polar
juga. Rendemen ekstrak metanol paling besar diduga karena tanaman genjer lebih
banyak mengandung komponen yang bersifat polar, misalnya protein
dibandingkan komponen yang bersifat non polar di dalam selnya.
Keberadaan beberapa metabolit sekunder berkaitan dengan perbedaan
organ tumbuhan. Kandungan fitokimia tanaman genjer (Limnocharis flava) di
bagian daun dan batang dapat ditunjukkan oleh Tabel 15.
77
sama dengan flavon atau 2-fenilbenzopiron dan terdiri dari 4000 struktur
(Harborne 1999).
Flavonoid berperan sebagai bahan pemberi rasa dari rempah-rempah dan
sayuran. Selain itu, zat ini juga dapat memberi efek anti oksidasi pada hewan
(Enwere 1998, diacu dalam Ujowundu et al. 2008). Dalam hal ini, flavonoid yang
termasuk dalam komponen fenol menunjukkan fungsi bagi tanaman termasuk
pertahanan dari herbivor dan patogen, penyerapan cahaya, penarik pollinator,
penghambat pertumbuhan dari tanaman pesaing (Wildman 2001). Flavonoid
terdapat di kedua bagian, daun dan batang, sehingga dapat disimpulkan bahwa
komponen flavonoid merupakan komponen bioaktif utama yang dihasilkan oleh
tanaman genjer.
Komponen fenol hidrokuinon ditemukan pada bagian daun dari tanaman
genjer. Uji fenol hidrokuinon positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau
kebiruan pada larutan uji. Fenol hidrokuinon juga termasuk dalam kelompok
metabolit fenol yang memiliki gugus o- atau p-dihidroksi substitusi yang mudah
teroksidasi sama seperti kuinon (Harborne 1999). Komponen fenol dapat
bertindak sebagai terminator oksidasi dengan cara menangkap radikal untuk
membentuk radikal stabil (Rice-Evans et al. 1997, diacu dalam Maisuthisakul et
al. 2008). Hasil penelitian Maisuthisakul et al. (2008) menunjukkan adanya total
fenol sebesar 5,4 mgGAE/ g BDD pada tanaman genjer. Komponen fenol
hidrokuinon diduga bersifat semi polar yang dapat terekstrak dalam pelarut etil
asetat.
Komponen fenol hidrokuinon yang terdeteksi dalam penelitian ini tidak
menjadi komponen bioaktif utama yang dapat disintesis oleh tanaman genjer,
karena komponen ini tidak terdapat di bagian batang dan hanya terdapat di daun
saja. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan protein pada daun yang lebih
tinggi dibandingkan pada batang, dimana sintesis komponen fenol dapat terjadi
melalui deaminasi asam amino protein yaitu fenilalanin. Tanaman genjer ini
diduga cenderung membentuk flavonoid daripada fenol hidrokuinon dalam
metabolisme sekundernya. Flavonoid juga termasuk dalam metabolit fenol yang
terbentuk dari asam amino protein melalui jalur shikimate. Menurut teori bahwa
fenol turut andil dalam biosintetis dari fenilalanin, merupakan salah satu dari tiga
79
asam amino protein yang dibentuk dari sedoheptulosa melalui jalur shikimate.
Asam p-hidroksisinamik dibentuk dari fenilalanin melalui deaminasi dan p-
hidroksilasi, yang menempati peranan sentral dalam pembentukan beragam kelas
dari fenol tanaman (Harborne 1999).
Gula pereduksi adalah glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi
senyawa pengoksidasi (senyawa penerima elektron). Gula pereduksi akan
dioksidasi pada gugus karbonilnya, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi
(Lehninger 1982). Uji gula pereduksi dilakukan melalui uji benedict yang
memberikan reaksi positif berupa terbentuknya warna hijau pada larutan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gula pereduksi terkandung pada daun dan batang
genjer. Gula pereduksi di bagian daun teridentifikasi kuat pada larutan etil asetat
dan teridentifikasi lemah pada larutan metanol. Bagian batang mengandung gula
pereduksi yang teridentifikasi kuat dalam larutan metanol. Gula pereduksi ini
memiliki sifat mudah dilarutkan dalam air karena memiliki molekul polar.
Adanya gula pereduksi merupakan hasil metabolisme primer berupa
karbohidrat, terutama glukosa dan gula-gula lainnya. Komponen gula yang
terkandung di dalam tanaman genjer berperan dalam menyediakan dan
metabolisme energi, menyediakan material untuk sintesis beberapa komponen
struktural pada tanaman, yakni struktur protein dan berikatan dengan komponen
fenolik yang terdapat pada dinding sel (Smith 1999). Sifat gula pereduksi yang
dapat mereduksi komponen pengoksidasi diduga berpotensi dalam mengurangi
senyawa pengoksidasi seperti hidrogen peroksida, ferisianida, atau ion kupri
(Cu2+).
Kandungan asam amino pada tanaman genjer teridentifikasi kuat pada
bagian daun, sedangkan di bagian batang dapat teridentifikasi namun diduga
memiliki kadar yang kecil. Uji kualitatif asam amino dilakukan melalui uji
ninhidrin dengan reaksi positif yang ditimbulkan berupa pembentukan warna ungu
pada larutan. Asam amino sebagai komponen bioaktif dari tanaman genjer diduga
merupakan asam amino non protein. Asam amino yang dapat terdeteksi pada
tanaman genjer memiliki sifat polar karena dapat terekstrak dalam pelarut metanol
yang bersifat polar. Hal ini berarti bahwa asam amino tersebut diduga memiliki
sifat hidrofilik (menyukai air). Berdasarkan teori bahwa gugus R dari asam amino
80
polar lebih larut di dalam air karena mengandung gugus fungsional yang
membentuk ikatan hidrogen dengan air (Lehninger 1982).
Selain itu, semakin tingginya aktivitas sintesis asam amino yang terjadi di
dalam daun memungkinkan aktivitas pembentukan metabolit sekunder yang
melibatkan asam amino juga semakin tinggi. Hasil penelitian Maisuthisakul et al.
(2009) memberikan gambaran bahwa hubungan antara kandungan total fenolik
dan komposisi kimia tanaman adalah komponen fenolik dihasilkan dari jalur
shikimic acid yang terjadi dalam respirasi tanaman. Komponen fenolik seperti
acid cinnamic, p-coumaric, caffeic, ferulic, chlorogenic, protocatechuic, dan
gallic acid merupakan turunan dari asam amino fenilalanin dan tirosin.
Komponen bioaktif alkaloid, steroid dan saponin tidak terdeteksi pada
tanaman genjer. Komponen alkaloid merupakan basa-basa organik yang memiliki
sebuah atom nitrogen, biasanya terkait ke dalam suatu sistem siklik lima atau
enam karbon. Distribusi alkaloid terbatas pada tumbuhan tingkat tinggi, sekitar 20
% dari spesies angiospermae (Harborne 1999). Ketersediaan metabolit-nitrogen
seperti alkaloid umumnya sedikit pada tanaman diduga karena ketersediaan unsur
dari metabolit-nitrogen yang terbatas.
Komponen steroid dan saponin merupakan metabolit yang termasuk dalam
kelompok terpenoid. Steroid memiliki struktur sama dengan struktur lemak yang
mengandung suatu rangkaian triterpen siklik. Steroid tanaman dikenal dengan
fitosterol (Belitz et al. 2009). Kandungan lemak pada tanaman genjer baik di daun
maupun di batang lebih rendah dibandingkan komposisi gizi lainnya. Rendahnya
persentase lemak pada tanaman genjer diduga menyebabkan sintesis komponen
steroid sangat sedikit dan zat pembentuk steroid juga terbatas pada tanaman
tersebut.
Saponin terdiri atas suatu aglikon (sapogenin) dan satu atau dua gula.
Saponin banyak ditemukan dalam legume dan berperan dalam memberikan rasa
kacang kedelai (Belitz et al. 2009). Saponin merupakan komponen yang dapat
larut dalam air dan lemak dan memiliki sifat seperti sabun (Scott 2008).
Komponen saponin tidak dapat terdeteksi pada tanaman genjer diduga karena
unsur pembentuk saponin sangat terbatas pada tanaman genjer seperti aglikon.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan daun terdiri atas selapis
epidermis dan derivatnya berupa stomata bertipe parasitik, selapis parenkim
palisade, lapisan parenkima spons dengan sejumlah lakuna, dan stele beserta
seludang pembuluhnya. Daun bertipe amphistomatous. Jaringan batang memiliki
selapis epidermis dengan kutikula yang tipis, korteks mengandung kloroplas, pati
dan memiliki sistem lakuna, stele bertipe konsentris amfikribral. Jaringan akar
terdiri atas rhizodermis, korteks dengan sistem lakuna, endodermis berlapis
banyak, stele dengan susunan xilem tipe eksark dan kelompok protoxilem tipe
poliarch.
Sejumlah lakuna menyebabkan persentase kadar air sangat tinggi dan
menurunkan persentase zat gizi lainnya. Persentase kadar air, abu, dan serat kasar
paling tinggi di bagian batang, sedangkan persentase kadar lemak dan protein
paling tinggi di bagian daun. Proses pengukusan mengakibatkan persentase serat
kasar tanaman menurun, tetapi meningkatkan persentase mineral, lemak, dan
protein. Penurunan kadar air genjer kukus tidak signifikan dibandingkan genjer
segar. Kadar total karoten daun meningkat setelah pengukusan, namun total
karoten menurun pada batang genjer.
Komponen bioaktif pada daun tanaman genjer adalah flavonoid, fenol
hidrokuinon, gula pereduksi, dan asam amino. Komponen bioaktif pada batang
tanaman genjer berupa flavonoid, gula pereduksi, dan asam amino. Flavonoid dan
gula pereduksi merupakan metabolit sekunder utama pada daun dan batang genjer.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah pengujian lebih
lanjut terhadap aktivitas antioksidan dari komponen bioaktif, karotenoid, dan
mineral dari tanaman genjer segar maupun setelah pengukusan. Pengidentifikasian
berbasis DNA terhadap tanaman genjer dan penelitian tentang pemanfataan serat
tanaman genjer sebagai bahan fortifikasi dalam produk olahan perikanan
diharapkan dapat dilakukan dalam penelitian mendatang. Di samping itu,
pemanfaatan tanaman genjer sebagai pakan ikan komersil dapat dilakukan dalam
82
Abilash PC, Pandey VC, Srivastava P, Rakesh PS, Chandran S, Singh N, Thomas
AP. 2009. Phytofiltration of cadmium from water by Limnocharis flava
(L.) Buchenau grown in free-floating culture system. Journal of
Hazardous Materials. Vol. 170: 791-797.
Ahmad A, Alkarkhi AF, Hena S, Siddique BM, Dur KW. 2010. Optimization of
soxhlet extraction of herba Leonuri using factorial design of experiment.
International Journal of Chemistry. Vol. 2 (1): 198-205.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Andarwulan N dan Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Pers.
Anonim. 2009. Umnocharis flava (L) Buch. www. warintek.ristek.go.id/
pangan_kesehatan/tanaman_obat/.../4-059.pdf [20 November 2009].
AOAC International. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International
18th Edition 2005 Revision 2. USA: AOAC International.
Astawan M dan Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and
Extended Edition. German: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
BeMiller JN dan Whistler RL. 1996. Carbohydrates. Di dalam: Fennema OR,
editor. Food Chemistry. United States of America: Marcel Dekker, Inc.
hlm. 157-224.
Berg L. 2008. Introductory Botany Plants, People, and The Environment. United
States of America: Thomson Brooks Cole.
Bergh vdM.H. 1994. Limnocharis flava (L.) Buchenau. Di dalam: Siemonsma JS
dan Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia. Bogor: Prosea.
hlm 192-194.
Bernhardt S & Schlich E. 2005. Impact of different cooking methods on food
quality: retention of lipophilic vitamins in fresh and frozen vegetables.
Journal of Food Engineering. Vol. 6 (40).
Chesworth JM, Stuchbury T, Scaife JR. 1998. Agricultural Biochemistry. London:
Chapman & Hall.
Davidson MW. 2005. Jaringan daun. http://micro.magnet.fsu.edu
/cells/leaftissue/images/leafstructurefigure1.jpg [24 Maret 2010].
Department of Primary Industries and Fisheries. 2007. Limnocharis: Limnocharis
flava. www.dpi.qld.gov.au [5 Januari 2010].
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. United States of America:
Elsevier.
84
Igwe CU, Nwaogu LA, Ujuwondu CO. 2007. Assessment of the hepatic effects,
phytochemical and proximate compositions of Phyllanthus amarus.
African Journal of Biotechnology. Vol. 6 (6): 728-731.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York dan London: McGraw-Hill
Book Company Inc.
Kristiono SS. 2009. Analisis mikroskopis dan fitokimia semanggi air (Marsilea
crenata Presl (Marsileaceae) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Lakitan B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaja: penerjemah.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Lewu MN, Adebola PO, Afolayan AJ. 2009. Effect of cooking on the proximate
composition of the leaves of some accessions of Colocasia esculenta (L.)
Schott in KwaZulu-Natal Province of South Africa. Journal of
Biotechnology. Vol. 8 (8): 1619-1622.
Maidie MS, Budiarso IT, Rumawas W. 1974. Ilmu Penyakit Hewan Bagian
Ketiga: teknik histologi dan histopatologi. Bogor: Biro Penataran, Institut
Pertanian Bogor.
Maisuthisakul P, Pasuk S, Ritthiruangdej P. 2008. Relationship between
antioxidant properties and chemical composition of some Thai plants.
Journal of Food Composition and Analysis. Vol. 21: 229-240.
Miglio C, Chiavaro E, Visconti A, Fogliano V, Pellegrini N. 2008. Effect of
different cooking methods on nutritional and physicochemical
characteristics of selected vegetables. Journal of Agriculture and Food
Chemistry. Vol. 56 (1): 139-147.
Miller DD. 1996. Minerals. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry.
United States of America: Marcel Dekker, Inc. hlm. 617-649.
Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Murphy DJ. 1999. Plant lipids their metabolism, function, and utilization. Di
dalam: Lea PJ & Leegood RC, editor. Plant Biochemistry and Molecular
Biology. England: John Wiley & Sons Ltd. hlm. 119-136.
Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Parker RS. 1996. Absorption, metabolism, and transport of carotenoids. FASEB
Journal. Vol. 10: 542-551.
Plantamor. 2008. Genjer. http://www.plantamor.com/index.php?plant=777
[30 Januari 2010].
86
Lampiran 4 Data hasil analisis total karoten tanaman genjer dan data stomata daun
Hasil analisis total karoten tanaman genjer
Total karoten (g/g)
No Sampel
I II
1 Batang kukus 77,6870 77,5350
2 Daun kukus 276,0240 244,7895
3 Daun segar 217,8497 220,1869
4 Batang segar 90,1122 95,8799
= x 100%
= 3,58 %
93
Ninhidrin batang
97