Anda di halaman 1dari 27

Asas Fisikokimiawi Kerja Obat

Semua molekul obat berinteraksi dengan reseptor


lipoprotein, enzim, biomembran, asam nukleat, atau
molekul-molekul kecil (mikronutrien) dalam tubuh hayati
(manusia dan hewan)

Antaraksi tersebut memicu sederetan kejadian yang meng-


hasilkan perubahan faal makroskopik yang disebut dengan
efek obat

Interaksi primer dan nisbi antara molekul obat dan struktur


makromolekul, terjadi dalam tingkat sel

Manusia merupakan sel banyak (multiseluler) sehingga


melibatkan parameter yang banyak dalam mempelajari
interaski obat dengan reseptor dalam sel tersebut.
Pengangkutan obat dari tempat pemberiannya ke lokasi
kerjanya, maupun hubungan obat-stimulus, sangat
tergantung pada sifat fisikokimia dan geometri yang telah
menyatu dengan molekul obat tersebut.

Ada Korelasi sifat fisikokimia makromolekul hayati yang ber-


interaksi dengan obat yang digunakan, tetapi pengetahuan
manusia tentang sifat fisikokimia makromolekul hayati
relatif tertinggal sehingga ada kesulitan memahaminya

Karena itu, untuk menghasilkan rancangan obat secara


rasional yang merupakan tujuan akhir Kimia Medisinal
kita harus mempelajari sifat fisikokimia molekul obat,
serta sasarannya dan mengkorelasikannya semua sifat
molekul itu dengan efek hayati yang merupakan hasil
antaraksi obat reseptor.
1. PERANAN DAN STRUKTUR AIR

Dasar kehidupan adalah air, kandungan utama jasad hidup


dan semua selnya adalah air

Selain sebagai pelarut umum atau pendispersi, air juga


berperan dalam reaksi, sehingga fungsinya lebih besar
daripada sebagai medium.

Air adalah senyawa kimia luar biasa, yang sangat reaktif,


daya larut, aktivitas permukaan, ikatan hidrogen, ikatan
hidrofob, pengionan, dan berbagai efek konformasi makro-
molekul, misalnya pada reseptor obat semuanya melibat-
kan air.
H O O
H H H
H O O H H
H H O
O H
H H H
H O
O
H H H
O
H
o H H H
o H
O
H H H
o H
IKATAN HIDROGEN TETRAHEDRAL

- Air yang umum adalah pentagonal


- Air zam-zam adalah Hexagonal
a. Struktur Ruahan
Titik lebur, titik didih, dan kalor penguapan air lebih tinggi
dibandingkan senyawa hidrida sejenis seperti H2S, H2Se,
dan H2Te atau senyawa isoelektronik lainnya seperti HF,
CH4, atau NH3.

Ketiga sifat tersebut merupakan penentu ukuran gaya antar


molekul yang kuat yang terdapat diantara molekul air,
dan berfungsi untuk mencegah kristel es berantakan, atau
molekul meninggalkan fase cair dengan mudah waktu
pemanasan.

Struktur tersebut menyebabkan kepolaran air menjadi tinggi,


yaitu sudut ikatan 104,5 o
Oksigen lebih elektronegatif menarik kuat elektron pada
ikatan O-Hyang menyebabkan H bermuatan parsial (+)
dan O bermuatan parsial negatif (- )
Karena struktur air tidak linier sehingga memiliki momen
dwikutub (dua kutub), yang mana muatan parsial positif
dan negatif dalam molekul yang satu akan menarik secara
elektrostatik lawannya pada molekul air lainnya yang
menghasilkan ikatan hidrogen

Ikatan nonkovalen tersebut dapat terjadi juga dengan gugus


OH, karbonil, NH, sehingga ada respon dengan molekul
obat yang masuk dalam tubuh

Es, setiap atom oksigen terikat dengan 4 atom H yang terdiri


dari dua ikatan kovalen dan 2 ikatan nonkovalen. Pada saat
es mencair sekitar 20% ikatan nonkovalen putus, tetapi gaya
tarik menarik antar molekul masih kuat bahkan dalam bentuk
uap air. Karena itu air-cair tertata baik
Sifat Melarut Air
Air dapat berantaraksi dengan senyawa terion atau polar
merusak kisi kristal senyawa tersebut. Karena ion terhidrasi
sehingga menjadi lebih stabil dari sebelumnya dan terjadilah
pelarutan.

Air memiliki tetapan dielektrik yang tinggi yang mengabaikan


daya tarik elektrostatik ion-ion sehingga memperlancar hidrasi
selanjutnya

Gugus fungsi polar senyawa organik nonionik seperti aldehid,


keton, dan amina (senyawa yang memmpunyai pasangan
elektron bebas) mudah membentuk ikatan hidrogen dengan
air dan melarut dalam jumlah banyak atau sedikit, tergantung
perbandingan polar dan bagian nonpolar dalam molekul itu.
Molekul air tidak dapat menggunakan keempat ikatan hidrogen
yang ada terhadap molekul hidrofob, sehingga menyebabakan
hilangnya entropi, meningkat kepadatan

Antaraksi antara linlarut dengan suatu fase padat misaalnya


obat dengan reseptor lipoprotein dipengaruhi oleh air, bungkus
hidrat yang tergabung dengan salah satu fase akan dihancurkan
atau dibentuk dalam interaksi ini dan menyebabkan perubahan
konformasi pada reseptor obat makromolekul dan akhirnya
menunjang peristiwa faal

2. KELARUTAN
Struktur hidup yang paling besar adalah air, sehingga reaksi
biokimia mikromolekul tergantung pada air dan reaksi biokimia
makromolekul tergantung pada membran plasma yang meru-
pakan lipid dan dapat melarutkan molekul hidrofob polar atau
non polar
Dalam setiap peristiwa, sifat fisika yang paling penting
terhadap semua mikromolekul yang memberikan arti pada
peristiwa faal dan farmakologis adalah kelarutan

Secara teori, tak ada satupun molekul yang tidak larut dalam
suatu kompartemen, namun berbeda derajat kelarutan

Kelarutan memberikan fungsi terhapat sejumlah parameter


molekul. Pengionan, struktur dan ukuran molekul, stereo
kimia, dan struktur elektronik mempengaruhi antaraksi dasar
antara pelarut dan terlarut.

Pelarutan yaitu peristiwa pemutusan ikatan hidrogen pelarut


dan terlarut masuk dalam sela-sela molekul pelarut.
Air membentuk ikatan hidrogen dengan ion atau nonion polar
seperti OH, -NH, -SH, dan C=O, atau dengan pasangan
elektron bebas yang tak terikat pada oksigen atau nitrogen

Ion atau nonionik atau molekul akan terbungkus sampul


hidrat dan memisah dengan bongkahan padat dan perisitiwa
tersebut dinamakan melarut. Antaraksi nonpolar dan lipid
juga terjadi hal yang demikian (antaraksi hidrofob) yaitu
terjadi dispersi terlarut

Beberapa senyawa seperti anestetik ester p-aminobenzoat


(anestetik lokal) aktivitas farmakologisnya berbanding lurus
dengan kelarutan dalam lipid, hal ini bersifat kelarutan satu
fase. Contoh lainnya adalah kolerasi aktivitas bakterisida
alkoholalifatik dengan kelarutannya.
toksisitas butil

heksil

oktil

KELARUTAN
3. KOEFISIAN PARTISI

Permasalahan efek kelarutan terhadap kerja obat adalah


kesetimbangan kelarutan dalam fase lipid dan fase air dalm
membran sel atau bahkan dalam penimbunan jaringan lemak.

Kasus tersebut dibahas dalam koefisien partisi.

Koefisien partisi senyawa (misalnya obat) didefinisikan sebagai


tetapan kesetimbangan kadar senyawa/obat dalam fase air
dan fase lipid

[obat]lipid
P = [obat]air
Pengukuran koefisien partisi obat sukar ditentukan dalam
sistem hidup, sehingga cara yang telah baku dilakukan
pengujian secara in invitro, yaitu penggunakan n-oktanol
sebagai fase lipid dan buffer fosfat pH 7,4 sebagai fase air.

Koefisien partisi sangat mempengaruhi ciri pengangkutan


obat, cara obat mencapai lokasi kerja dari sisi pemakaian
(misalnya lokasi injeksi, saluran cerna)

Obat disebarkan oleh darah maka obat harus menembus


dan melintasi sejumlah sel untuk mencapo lokasi kerjanya.

Koefisien menentukan jaringan mana saja yang dapat dicapai


oleh senyawa obat tersebut.

Obat yang sangat larut dalam air kemungkinan tidak dapat


melewati lipid untuk mencapai organ yang kaya lipid seperti
otak dan jaringan saraf
Senyawa dapat melintasi darah-ke otak dengan cara berdifusi
dari fase air yang satu (darah) ke yang lain (cairan sereb-
rospinal)

Senyawa yang sangat lipofil akan terperangkap pada jaringan


lemak dan tidak dapat meninggalkan tempat tersebut sehingg
tidak dapat mencapai sasaran dengan cepat.

3.1. Hipotesis Overton-Meyer tentang Aktivitas Anestetik

Anestesi adalah hilangnya kesadaran somatik secara sempurna.


Overton dan Meyer pada abad 19 mencoba menerangkan
anestetik yang ditimbulkan suatu senyawa obat. Mereka
berhipotesis:
a. semua senyawa netral yang larut dalam lipid memiliki sifat
depresi terhadap saraf
2. Aktivitas senyawa anestetik sangat maksimal pada jaringan
yang kaya lipid sepeti otak dan sumsum tulang belakang

3. Efek menjadi meningkat dengan naiknya koefisien partisi


tanpa menghiraukan struktur tersebut.

Konsentrasi senyawa anestetik untuk menghasilkan anas-


tesi yang maksimal adalah sangat beragam, namun
konsentrasi dalam fase lipid (membran sel) berkisar
20 50 mM, untuk semua senyawa.

Tahun 1954 Mullins memodifikasi hipotesis overton-meyer,


bahwa selain konsentrasi anestetik dalam membran, penting
pula volumenya yang dinyatakan dengan fraksi volum
(mol fraksi x volum molal parsial)
Penalaran ini menunjukkan bahwa anestetika memuaikan
membran sel, dan anestesi terjadi pada saat nilai pemuaian
kritis tercapai yaitu sekitar 0,3 0,5% volume mula-mula.
Daerah permukaan membran itu akan memuai beberapa
% seperti yang diukur oleh Mullins pada sel darah merah.

KOEFISIEN PARTISI LIPID-AIR BEBERAPA


SENYAWA DEPRESAN
SENYAWA KOEFISIEN KADAR KADAR
DEPRESAN PARTISI DALAM AIR DALAM LIPID
(mol/L) (mol/L)
Etanol 0,10 0,33 0,33
n-butanol 0,65 0,03 0,020
Valeramida 0,30 0,07 0,021
Benzamida 2,5 0,013 0,033
Salisilamida 5,9 0,0033 0,021
o-nitroanilina 14,0 0,0025 0,035
Timol 950,0 4,7 x 10-5 0,045
3.2. Kaidah Ferguson

Tahun 1939, Ferguson memperluas hipotesis OM untuk


senyawa anestetik yang diberikan sebagai fase gas dengan
cara dihirup, tetapi tanpa memperhatikan biofase, yaitu
sisi kerja, konsentrasi mutlak dalam fase gas atau cair.

Efeknya diamati dalam rentang termodinamik yang konstan.


Untuk tujuan ini aktivitas termodinamik suatu zat adalah:

Untuk anesteika gas:


pt
a = ps

pt = tekanan uap parsial zat itu dalam udara, dana ps =


tekanan uap zat tersebut.
Untuk zat yang terlarut dalam cairan terdapat korelasi:

a = St/So

St adalah kosentrasi molar obat terlarut yang diperlukan


bagi aktivitas hayati dan So kelarutan molar obat tersebut.

Nilai tertinggi aktivitas termodinamik adalah satu, yang


merupakan titik jenuhnya.

Penetapan aktivitas termodinamik berguna untuk


membedakan obat berstruktur khas dan obat berstruktur
biasa.

Obat berstruktur tak khas (biasa) bekerja pada aktivitas


termodinamik tinggi antara 0,01 dan 1 yang berarti hanya
aktif pada dosis tinggi
3.3. Anestetika Umum

Kelompok obat tak-khas merupakan anestetika umum.


Farmakologis anestetika sifatnya rumit dan luas, yaitu
meliputi kecepatan narkosis, kecepatan pulih kembali, dan
banyak efek samping yang mungkin terjadi

Gas Xe bekerja pada aktivitas termodinamik rendah ayitu,


0,01 dan ini sangat baik namun zat tersebut sangat mahal
sehingga tidak digunakan

Gas nitrogen monoksida (gas gelak) adalah anestetika tertua.


Siklopropana adalah anestetika yang baik tetapi mudah
meledak

Cairan yang mudah menguap setperti dietileter telah digunakan


sejak abad ke-17
GAS

Xe = Xenon
N2O = Dinitrogen Monoksida
= siklopropana

CAIRAN MUDAH MENGUAP

C2H3OC2H5 = dietil ete


CHCl3 = Kloroform
CHF2OCF2CHFCl = Enfluaran
F3CCHClBr = Halotan
CH3OCF2CHCl2 = Metoksifluran
ANESTETIKA INTERVENA

O
N CH3
C 2H 5
S C O
CH-CH2-CH2-CH3
N
O CH3
TIOPENTAL

O
N
C2H5 HO
O
CH-CC-C2H5 Alfaxolan
N
O CH3
CH3

METOKSITAL
Antagonis anestetika
CH3 CH3
C O C O

HO HO
16
Alfaxolan Alfaxolan

H3C C2H5

O N O
BEMEGRID
Dietileter memiliki narkosis yang lambat dan pemulihan
yang lambat

Efek dari dietileter adalah iritasi, dan mudah meledak dan


menyebabkan anestesi berat (saat ini tidak digunakan lagi)

Kloroform telah digunakan 1847, cukup manjur tetapi merusak


hati dan ginjal

Halotan, banyak digunakan untuk anestesi modern, anestesi


cepat dan pulih cepat, tidak mudah terbakar tetapi juga dapat
merusak hati secara ringan (tidak berarti)

Enfluran, sama seperti halotan cukup baik dan lebih tidak


berarti terhadap gangguan hati
Tiopental, dua senyawa anesteika yang sangat baik karena
daya himbas yang cepat

Pada tiopental salah satu dari tioga oksigen laktam diganti oleh
sulfur, dan kedua rantai alkil memberikan sifat liofil pada
molekul itu

Metoheksital, mengandung gugus N-metil yang juga dapat


meningkatkan sifat liofil dan juga mencegah tautomeri mem-
bentuk asam barbiturat bentuk laktim dengan pembentukan
ion enolat.

Adanya ikatan tak jenuh pada ikatan rantai samping


metoheksital meningkatkan laju penguraian obat melalui
oksidasi hayati, maka dosis tinggi dapat diberikan dengan
aman
O O
N N
O HO
N N
O OH
Laktim
Bentuk Laktam

O
N
HO
N
O-
Enolat
Anestetika intravena yang kurang lazim adalah alfaxalon,
turunan steroid. Menurut struktur ada hubungannya dengan
hormon progesteron (hormon wanita) dan mengandung
gugus 3-OH yang aksial. Jika terdapat ikatan rangkap
pada C-16, maka ia bersifat antagonis dari anestetika.

3.3.1. Mekanisme Anestesi

Hipotesis yang dikembangkan sekarang tentang mekanisme


anestesi mengacu pada hipotesis Overton-Meyer yang
mencoba menghubungkan kuantitatif antara anestetika dan
sifat narkotiknya. OM (Kaufman, 1977) didasarkan pada
anggapan adanya antaraksi anestetika dengan lipid dalam
membran sel.
Ferguson, memperkenalkan konsep aktivitas termodinamik
yang membahas tentang anestetika dalam fase gas maupun
cair (terlarut dalam cairan)

Mullins menyatakan bahwa anestesi memerlukan anestetika


dalam fraksi volum kritis dalam membran. Ia percaya bahwa
molekul zat anestetika tertampung dalam ruang volume bebas
membran sel.

Kelanjutan gagasan ini adalah suatu penemuan pengukuran


biofisika dengan menggunakan RMI bahwa anestetika
menyebar dan mengganggu membran dan menghasilkan
perubahan fase (fluidisasi) dua lapisan lipid dalam membran
yaitu dari gel menjadi kristal-cair.

Anda mungkin juga menyukai