Anda di halaman 1dari 63

LAJU PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG Acropora

loripes MENGGUNAKAN METODE TRANSPLANTASI


MODUL RANGKA SPIDER DI PERAIRAN DESA LES
KABUPATEN BULELENG, BALI

MUHAMMAD ALI SUBHAN

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
LAJU PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG Acropora
loripes MENGGUNAKAN METODE TRANSPLANTASI
MODUL RANGKA SPIDER DI PERAIRAN DESA LES
KABUPATEN BULELENG, BALI

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD ALI SUBHAN


11140950000012

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
KATA PENGANTAR

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬


Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kelimpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan
kemudahan dalam menyusun proposal penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Proposal
penelitian berjudul “Laju Pertumbuhan Terumbu Karang Acropora loripes
Menggunakan Metode Transplantasi Modul Rangka Spider Di Perairan Desa
Les Kabupaten Buleleng, Bali”.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak atas segala
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun
proposal ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eeka Putri, M. Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin
pelaksanaan penelitian.
2. Dr. Priyanti, M.Si dan Narti Fitriana, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu adiministrasi untuk penelitian dan
skripsi.
3. Prof. Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku pembimbing 1 yang telah
membimbing saya dalam menyusun skripsi.
4. Mardiansyah, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah membimbing saya dalam
menyusun skripsi.
5. Yunaldi, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing kerja studi
pendahuluan di Lapangan.
6. LINI Aquaculture Training Centre (LATC) Buleleng, Bali yang telah
menyediakan tempat, alat, dan bahan dalam pelaksanaan penelitian.
7. Orang tua penulis yang telah memberikan izin, dukungan materi dan moril,
serta mendoakan sampai saat ini.

v
8. Teman-teman Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2014 yang telah memberi banyak
dukungan moril kepada penulis.

Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca


untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

Jakarta, 23 Januari 2020

Penulis

vi
ABSTRAK

Muhammad Ali Subhan. Laju Pertumbuhan Terumbu Karang Acropora


loripes Menggunakan Metode Transplantasi Modul Rangka Spider Di
Perairan Desa Les Kabupaten Buleleng, Bali. Skripsi. Program Studi Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2019. Dibimbing oleh Lily Surayya Eka Putri dan Mardiansyah.

Kondisi terumbu karang yang buruk di perairan Bali memberikan dampak yang
buruk kepada masyarakat khususnya nelayan ikan hias, sehingga diperlukan
adanya rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekosistem terumbu karang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan karang Acropora loripes
menggunakan metode transplantasi modul rangka spider pada dua kedalaman
berbeda serta untuk mengetahui pengaruh transplantasi karang terhadap kehadiran
ikan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimental
dengan observasi langsung. Fragmen karang Acropora loripes sebanyak 88
fragmen ditransplantasikan menggunakan metode modul rangka spider pada
kedalaman 6 dan 10 meter. Monitoring dilakukan 4 kali selama satu bulan untuk
mengangamati pertumbuhan, kelangsungan hidup karang serta kehadiran ikan
pada akhir penelitian. Hasil penelitan ini yaitu pertumbuhan selama satu bulan
yaitu 0,59 cm pada stasiun 1 dan 0,85 cm pada stasiun 2. Laju pertumbuhan pada
akhir penelitian dengan kecepatan pertumbuhan tertinggi yaitu 0,14 cm/minggu
pada stasiun 1 dan 0,21cm/minggu pada stasiun 2. Kehadiran ikan karang terdapat
10 spesies ikan yang di temukan pada kedua stasiun dengan jumlah total 41
individu pada stasiun 1 dan 36 individu pada stasiun 2. Pertumbuhan terumbu
karang Acropora loripes menunjukan hasil yang baik pada akhir penelitian
sedangkan kehadiran ikan karang menunjukan hasil positif terhadap tingkat
kelangsungan hidup karang. Kondisi komunitas ikan karang pada stasiun 1
termasuk dalam kategori stabil, sedangkan pada stasiun 2 termasuk dalam kategori
labil.

Kata kunci: Acropora loripes, laju pertumbuhan, terumbu karang, transplantasi

vii
ABSTRACT

Muhammad Ali Subhan. Acropora loripes Coral Reef Growth Rate Using
the Spider Frame Module Transplant Method in Les Village, Buleleng
Regency, Bali . Undergraduete Thesis. Department of Biology, Faculty of
Science and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2019. Advised by Lily Surayya Eka Putri and Mardiansyah.

The poor condition of coral reefs in the waters of Bali has a bad impact on the
community, especially ornamental fish fishermen, so rehabilitation is needed to
restore the function of coral reef ecosystems. The aims of study to analyze the
growth of Acropora loripes corals using the spider frame module transplantation
method at two different depths and to analyze the effect of coral transplantation
on fish recruitment. The method used in this research is experimental method with
directly observation. A. loripes of 88 fragments were transplanted using
the spider frame module method at depths of 6 and 10 meters. Monitoring is done
4 times for one month to observe growth rate, coral survival rate and fish
recruitment at the end of observation. The results of this research are growth for
one month that is 0.59 cm at station 1 and 0.85 cm at station 2. Growth rate at
the end of the study with the highest growth rate of 0.14 cm/week at station 1 and
0,21cm/week at station 2. Reef fish recruitment There were 10 fish species found
at both stations with a total of 41 individuals at station 1 and 36 individuals at
station 2. The growth of A. loripes coral reefs showed good results at the end of
the study while the recruitment of reef fish showed positive results on the survival
rate of corals. The fishes reef community condition at station 1 is included in the
stable category, while at station 2 it si included in the labile category

Keywords: Acropora loripes, coral reef, growth rate, transplant.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ................................................................................................ 3
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 5
2.2. Ekosistem Terumbu Karang ................................................................... 6
2.3. Klasifikasi Dan Deskripsi Karang Acropora loripes .............................. 8
2.4. Laju Pertumbuhan Karang ...................................................................... 9
2.5. Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang ................................. 10
2.6. Transplantasi Terumbu Karang ............................................................ 12

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 15
3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................... 15
3.4. Cara Kerja ............................................................................................. 16
3.4. Analisis Data......................................................................................... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan ....................................................... 22
4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora loripes ...................... 25
4.3. Pertumbuhan Total Karang Acropora loripes ...................................... 27
4.4. Laju Pertumbuhan Karang Acropora loripes........................................ 29
4.5. Kehadiran Ikan Karang ......................................................................... 31

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 36
5.2. Saran ..................................................................................................... 36

DAFTAR PUSATAKA ........................................................................................ 37


LAMPIRAN.......................................................................................................... 41

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Jenis pekerjaa penduduk Desa Les berdasarkan jenis kelamin tahun
2010........................................................................................................... 6
Tabel 2. Kondisi fisika dan kimia perairan. .......................................................... 22
Tabel 3. Jenis ikan yang ditemukan pada stasiun penelitian. ................................ 31
Tabel 4. Struktur komunitas ikan .......................................................................... 32
Tabel 5. Data pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka spider
stasiun 1 .................................................................................................. 43
Tabel 6. Data pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka spider
stasiun 2 .................................................................................................. 44
Tabel 7. Data kelangsungan hidup (survival rate) fragmen karang Acropora
loripes pada rangka spider ...................................................................... 44

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir .................................................................................. 5
Gambar 2. Polip dan sekeleton karang (Veron, 2000) ............................................ 7
Gambar 3. Acropora loripes (dok. pribadi)............................................................. 9
Gambar 4. Lokasi Penelitian. ................................................................................ 15
Gambar 5. Letak transplan Acropora loripes menggunakan modul rangka spider
di perairan Desa Les. .......................................................................... 16
Gambar 6. Modul Rangka Spider (Rani et al., 2017) ........................................... 17
Gambar 7. Prosedur Penelitian .............................................................................. 18
Gambar 8. Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) Acropora loripes........... 25
Gambar 9. Grafik pertumbuhan total karang Acropora loripes setelah 1 bulan.... 27
Gambar 10. Grafik laju pertumbuhan karang Acropora loripes setiap minggu
pada bulan Juni. .................................................................................. 29
Gambar 11. Regresi linear transplantasi karang terhadap kehadiran ikan (stasiun
1) ........................................................................................................ 34
Gambar 12. Regresi linear transplantasi karang terhadap kehadiran ikan (stasiun
2) ........................................................................................................ 34

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan penelitian ...................................................... 41
Lampiran 2. Hasil pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka
spider selama bulan Juni. ................................................................. 42
Lampiran 3. Uji Normalitas pertumbuhan total karang Acropora loripes ............ 45
Lampiran 4. Uji lanjutan paired T-Test pertumbuhan total karang Acropora
loripes. ............................................................................................. 46
Lampiran 5. Regresi linear tingkat kelangsungan hidup karang Acropora loripes
pada modul rangka spider dengan jumlah kehadiran ikan. ............. 47

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wilayah pesisir merupakan wilayah penting sebagai produktivitas biologi,
geokimia dan berbagai kegiatan manusia. Daerah ini sangat penting sebagai
penyedia makanan, rekreasi dan transportasi yang mewakili bagian penting dari
perekonomian dunia. Konsekuensi dengan meningkatnya aktivitas manusia di
wilayah pesisir yaitu dengan menurunnya kualitas kesehatan lautan (Hetherington
et al., 2005). Salah satu daerah dengan kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan dari mulai menangkap ikan hingga pariwisata yaitu Desa Les,
Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali.
Desa Les secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Tejakula,
memiliki luas wilayah 769 hektar dengan wilayah pesisir seluas 135 hektar dan
pantai yang membujur dari barat ke timur sepanjang dua kilometer. Sebagian
masyarakat Desa Les memiliki mata pencaharian sebagai nelayan salah satunya
sebagai nelayan ikan hias tradisional serta eksportir karang hias. Eksploitasi
berlebihan serta penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan
racun dan bahan peledak mengakibatkan rusaknya terumbu karang alami di sekitar
perairan Desa Les (Gayatri et al, 2008). Menurut Giyanto et al., (2017) tutupan
terumbu karang di Pulau Bali dari 19 stasiun pengamatan hanya satu stasiun yang
dikategorikan sangat baik, 12 stasiun dikategorikan buruk sedangkan 7 stasiun
siasanya dikategorikan cukup. Kondisi tutupan karang yang buruk dipengaruhi
oleh berbagai hal dari mulai kegiatan manusia hingga perubahan iklim. (Hadi et
al., 2018; Giyanto et al., 2017).
Kondisi terumbu karang yang buruk di perairan Bali memberikan dampak
yang buruk kepada masyarakat khususnya nelayan ikan hias, sehingga diperlukan
adanya rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekosistem terumbu karang.
Berbagai upaya dilakukan untuk memulihkan terumbu karang dikawasan perairan
Bali, salah satu upaya yang dilakukan yaitu menggunakan metode transplantasi
karang. Transplantasi karang merupakan teknik penanaman karang baru dengan
menggunakan metode fragmentasi dengan benih karang yang diambil dari indukan
koloni karang tertentu (Soedharma & Arafat, 2007). Transplantasi terumbu karang

1
2

bertujuan untuk meregenerasi terumbu karang yang rusak serta untuk


meningkatkan persen tutupan terumbu karang (Harriot & Fisk, 2008).
Transplantasi terumbu karang telah mengalami banyak perkembangan dan
inovasi untuk merehabilitasi terumbu karang. Salah satu upaya rehabilitasi terumbu
karang yang telah dilakukan di Indonesia antara lain dengan menggunakan modul
rangka spider. Menurut Rani et al., (2017) metode rangka spider efektif
merehabilitasi terumbu karang genus Acropora, Porites dan Pocillopora pada
kedalaman 3-4 meter dan di anggap lebih mudah dilakukan. Selain itu, variasi dari
jenis karang yang ditransplantasikan sudah berkembang, bukan hanya karang keras
tetapi beberapa jenis karang lunak sudah mulai ditransplantasikan (Prastiwi et al.,
2012).
Pertumbuhan karang sangat bergantung pada kecerahan perairan sehingga
diperlukan wilayah perairan yang baik agar transplantasi karang berjalan dengan
baik. Kedalaman efektif bagi distribusi vertikal terumbu karang yaitu sekitar 10
meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena kebutuhan sinar matahari
masih dapat terpenuhi pada kedalaman tersebut (Dahuri et al., 2008). Perairan yang
jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat
dalam, sehingga karang mampu hidup di perairan yang cukup dalam. Secara umum
karang tumbuh baik hingga kedalaman dari 20 meter (Supriharyono, 2007).
Jenis karang Acropora loripes merupakan salah satu jenis karang yang
digunakan sebagai ornamental fish oleh nelayan dan eksportir. Kegiatan
pengambilan karang di alam yang meningkat menjadikan jenis karang ini jarang
dijumpai terutama di perairan Desa Les. Eksploitasi besar-besaran nelayan hias di
utara Bali pada tahun 90-an menyebabkan rusaknya ekosistem karang di pesisir
utara Bali (Gayatri et al, 2008). Beberapa Jenis Acropora spp. merupakan karang
hias yang diperdagangkan karena memiliki nilai estetika yang tinggi sehingga
sering diambil dan diburu oleh nelayan dan eksportir ornamental fish sebagai
hiasan akuarium (Rani & Awaludinnoer, 2010). Meningkatnya industri ornamental
fish menyebabkan perburuan yang makin tinggi di alam. Masyarakat Desa Les
telah melakukan komitmen dalam menjaga perairan dengan melakukan upaya-
upaya rehabilitasi terumbu karang dengan transplantasi menggunakan beton serta
dengan mengikuti sertifikasi nelayan ramah lingkungan (Gayatri et al, 2008).
Rehabilitasi terumbu karang di perairan desa Les telah dilakukan dengan
metode fishdome akan tetapi belum ada data penelitian tentang transplantasi
3

terumbu karang. Penelitian transplantasi menggunakan modul rangka spider untuk


mengetahui pertumbuhan fragmen karang khususnya jenis Acropora loripes.
Rehabilitasi merupakan cara untuk membantu pemulihan suatu ekosistem yang
telah rusak. Pulihnya ekosistem karang akan berdampak baik bagi populasi ikan
karang serta akan meningkatkan fungsi ekonomi dan ekologi pada suatu perairan
(Edwards & Gomez 2010). Penelitian transplantasi terumbu karang menggunakan
modul rangka spider telah dilakukan oleh Rani et al., (2017) di Pulau Liukan Loe,
Kabupaten Bulukumba dengan nilai rata-rata pertumbuhan mutlak karang yang
ditransplantasikan berkisar 0,05 – 0,2 cm/2 minggu. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi studi awal tentang pertumbuhan karang dan dampaknya terhadap
kehadiran ikan di perairan Desa Les serta menjadi referensi oleh kelompok
masyarakat nelayan yang ada di Desa Les maupun bagi khalayak luas sebagai
metode transplantasi terumbu karang alternatif.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pertumbuhan Acropora loripes yang ditransplantasi menggunakan
metode modul rangka spider di perairan Desa Les?
2. Bagaimana pengaruh kedalaman terhadap pertumbuhan Acropora loripes yang
ditransplantasi menggunakan metode modul rangka spider di perairan Desa Les?
3. Bagaimana komunitas ikan setelah dilakukan transplantasi karang Acropora
loripes menggunakan modul rangka spider di perairan Desa Les?

1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Pertumbuhan Acropora loripes yang ditransplantasikan menggunakan metode
rangka spider di perairan Desa Les tumbuh dengan baik.
2. Kedalaman berpengaruh terhadap pertumbuhan Acropora loripes yang
ditransplantasi menggunakan metode modul rangka spider di perairan Desa Les.
3. Komunitas ikan mengalami peningkatan setelah dilakukan transplantasi karang
Acropora loripes menggunakan modul rangka spider di perairan Desa Les

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
4

1. Mengetahui pertumbuhan Acropora loripes menggunakan metode transplantasi


modul rangka spider.
2. Mengetahui perbedaan pertumbuhan Acropora loripes pada variasi kedalaman
yang berbeda.
3. Mengetahui apakah transplantasi karang Acropora loripes menggunakan metode
modul rangka spider berpengaruh terhadap komunitas ikan karang.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi penelitian awal di Desa Les
dalam mengetahui pertumbuhan karang khususnya jenis Acropora loripes
menggunakan metode transplantasi modul rangka spider serta dampaknya
terhadap kehadiran ikan karang, sehingga berkontribusi dalam upaya restorasi
ekosistem terumbu karang di perairan Desa Les Kecamatan Tejakula, Kabupaten
Buleleng, Bali.
5

1.5. Kerangka Berfikir

Perubahan iklim
Kerusakan oleh Kerusakan terumbu
(Climate Change) &
manusia karang di perairan
Penyakit karang
(antropogenik) Desa Les
(Coral Diseases)

Rehabilitasi terumbu
karang

Transplantasi terumbu
karang

Metode transplantasi
modul rangka spider

Analisis Data

peningkatan laju
Rekrutmen ikan
pertumbuhan dan
karang pada daerah
tingkat kelangsungan
transplan
hidup fragmen karang

Peningkatan kualitas
ekosistem terumbu
karanag

Gambar 1. Kerangka berpikir


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian


Desa Les merupakan salah satu desa yang berada dalam Kecamatan
Tejakula yang memiliki batas teritori wilayah, yakni: sebelah utara berbatasan
dengan laut Bali, sementara sebelah selatan berbatasan dengan hutan Bangli,
Kecamatan Kintamani. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Desa
Penuktukan, sementara di sebelah barat berbatasan dengan Desa Tejakula.
Beberapa desa di Kecamatan Tejakula umumnya dibatasi oleh sungai musiman
yang melintas diantara dua desa (Pemprov Bali, 2015).
Desa Les terdiri atas sembilan dusun, yakni dusun Kanginan, Butiyang,
Panjingan, Tegallinggah, Kawanan, Selonding, Tubuh, Lempedu, dan Dusun
Panyumbahan. Luas wilayah Desa Les adalah 769 hektar, termasuk didalamnya
hutan seluas 200 hektar dan wilayah pesisir seluas 135 hektar. Sebagian besar
wilayah Desa Les merupakan tegalan atau ladang dan hutan lindung. Daerah
persawahan hanya empat persen sedangkan wilayah pemukiman umum hanya
enam persen dari total luas desa. Pantai Desa Les membujur dari barat ke timur
sepanjang dua kilometer (Pemprov Bali, 2015).
Topografi Desa Les bila dilihat secara melintang, laut Bali berada di
sebelah utara desa dan perbukitan di sebelah selatan. Hal ini membuat suhu
ratarata di daerah pesisir ini cukup sejuk. Suhu rata-rata Desa Les adalah antara
25 oC sampai 31 oC. Suhu akan sangat dingin bila malam dan pagi hari karena ada
aliran udara yang berasal dari gunung. Kondisi pantai berbatu mulai dari
bongkahan batu ukuran kecil hingga sedang dan berpasir warna kelabu hingga
hitam dimana warna kelabu ini merupakan hasil sisa dari letusan gunung api yakni
Gunung Agung (Gayatri et al, 2008).
Mata pencaharian penduduk Desa Les beranekaragam, seperti nelayan ikan
konsumsi, nelayan ikan hias, pekerja bangunan, pedagang, dan beberapa pengusaha
dengan sebagian besar terkonsentrasi pada sektor pekerjaan nonformal bertani dan
berternak. Jumlah nelayan ikan hias yang masih aktif ada sekitar 50 orang dan
sekitar 100 orang lainnya merupakan nelayan ikan konsumsi. Ada empat kelompok
nelayan di desa ini, salah satunya mengkhususkan diri sebagai kelompok nelayan
ikan hias (Pemprov Bali, 2010).

5
6

Tabel 1. Jenis pekerjaa penduduk Desa Les berdasarkan jenis kelamin tahun 2010
No Pekerjan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Petani 129 483 612
2 Buruh Tani 53 25 78
3 PNS 49 30 79
4 Pedagang Keliling 1 0 1
5 Nelayan 2023 1196 3219
6 Pengerajin 0 10 10
7 Montir 4 0 4
8 TNI 4 0 4
9 POLRI 5 0 5
Pengusaha
10 Kecil/Menengah 5 2 7
11 Pengusaha Besar 2 0 2
12 Karyawan 356 483 839
13 Peternak 140 210 350
Jumlah Penduduk 2771 2439 5210
Sumber: Pemprov Bali, 2010)

2.2. Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang tersusun dari
ribuan hewan kecil yang disebut polip (Gambar 2). Satu individu karang diwakili
oleh satu polip yang tersusun oleh saluran pencernaan yang sederhana dan tiga
lapisan tubuh. Seluruh jaringan karang polip didukung oleh kerangka kapur yang
merupakan hasil sekresi hewan karang. Kerangka kapur yang terbentuk memiliki
pola dan alurnya masing-masing sehingga menjadi dasar penamaan berbagai jenis
karang secara konvensional. Hewan karang biasanya melakukan aktivitas makan
menggunakan tentakel-tentakel disekitar mulutnya untuk memperoleh energi.
Karang telah melakukan proses evolusi yang panjang sehingga dapat bersimbiosis
dengan alga bersel satu (Symbiodinium) yang mampu berfotosintesis sehingga
karang dapat memperoleh energi lebih banyak lagi (Giyanto et al., 2017).
Pengetahuan yang rendah tentang terumbu karang menyebabkan kepedulian
masyarakat rendah terhadap karang dan terumbu karang. Terumbu karang adalah
sebuah ekosistem yang kompleks yang dibangun terutama oleh karang beserta
biota-biota karang yang hidup di dasar dan kolom air. Terumbu karang terbentuk
oleh adanya proses biota-biota karang ke substrat perairan, pembentukan kerangka
kapur, segmentasi, degradasi, dan erosi yang terjadi berulang-ulang dalam jangka
waktu yang sangat panjang hingga membentuk habitat yang stabil (Giyanto et al.,
2017).
7

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di laut tropis,


meskipun di beberapa daerah tropis dijumpai pula terumbu karang namun jenis dan
pertumbuhannya tidak sebanyak dan sebaik di laut tropis (Nybakken, 2000).
Terumbu karang terutama karang batu memiliki arsitektur khas yang dibentuk oleh
ribuan hewan kecil yang disebut polip. Individu polip memiliki tubuh seperti
tabung dengan mulut di bagian atas yang dikelilingi oleh tentakel sebagai media
penangkap makanan. Menurut Timotius (2003), hewan karang atau polip memiliki
bagian-bagian tubuh yang terdiri dari: mulut yang dikelilingi tentakel, rongga
tubuh (coelenteron) yang berfungsi sebagai saluran pencernaan yang terdiri dari
dua lapisan tubuh yaitu endodermis dan ektodermis yang secara umum disebut
gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan, kemudian terdapat
jaringan mesoglea merupakan jaringan pengikat tipis diantara kedua ektodermis
dan endodermis. Jaringan tersebut terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan
polisakarida. Pada sebagian besar karang, jaringan epidermis menghasilkan
material guna membentuk rangka luar karang berupa kalsium karbonat (CaCO3).

Gambar 2. Polip dan sekeleton karang (Veron, 2000)

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan akan


perubahan habitat, sehingga mudah mengalami penurunan keanekaragaman jenis.
Rusaknya terumbu karang dapat terjadi akibat banyak hal seperti perubahan
signifikan faktor kimia fisik maupun akibat kegiatan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung (Nybakken, 2000). Rusaknya terumbu karang harus diatasi
8

secara menyeluruh meliputi kegiatan konservasi, perlindungan dan pencegahan


rusaknya terumbu karang akibat aktivitas manusia. Al-Qur’an telah menjelaskan
perihal kerusakan lingkungan yaitu dalam surat Ar-Ruum ayat 41:

‫ضَ ال َّ ِذ ي‬ ْ َ ‫ظ َ َه َرَ ال ْ ف َ س َ ادَ ف ِ ي ال ْ ب َ ِرَ َو ال ْ ب َ ْح ِرَ ب ِ َم ا كَ سَ ب‬


ِ َّ ‫تَ أ َي ْ ِد ي ال ن‬
َ ْ ‫اسَ لِ ي ِذ ي ق َ ه ْمَ ب َ ع‬
( َ 41) ‫عَ ِم ل وا ل َ ع َ ل َّ ه ْمَ ي َ ْر ِج ع ون‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Rusaknya alam khususnya ekosistem terumbu karang bertentangan dengan
prinsip islam. Islam mengajarkan untuk selalu menjaga lingkungan yang
merupakan penunjang hidup bagi semua makhluk hidup. Dalam Al-Qur’an, ada
beberapa ayat yang menjadi rujukan sebagai ajakan untuk menjaga lingkungan
salah satunya yaitu surat Al-A’raf ayat 56:

(56)ََ‫ن َرحْ َم َةَ اللَّ َِه قَ ِريبَ ِمنََ ْالمحْ ِسنِين‬ َ ‫الح َها َوادْعوهَ خ َْوفًا َو‬
ََّ ِ‫ط َمعًا إ‬ ِ ‫ص‬ ْ ِ‫ض بَ ْع َدَ إ‬ ْ ‫َوال ت ْفسِدوا فِي‬
َ ِ ‫األر‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan).Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al A'raf: 56).

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT menegaskan kepada umat


manusia agar tidak membuat kerusakan di muka bumi salah satunya dengan
menjaga lingkungan. Segala hal yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi
harus dipergunakan dengan sebagaimana mestinya dan penuh tanggung jawab.

2.3. Klasifikasi dan Deskripsi Karang Acropora loripes


Menurut Veron (2000) Acropora loripes adalah spesies karang bercabang
(Branching) yang dapat ditemukan pada daerah tropis Indo-pasifik (Gambar 3)
yang diklasifikasikan ke dalam filum Cnidaria/Madreporaria, kelas Anthozoa,
subkelas Zoantharia, ordo Scleractinia, famili Acroporidae, genus Acropora,
spesies Acropora loripes.
Acropora loripes merupakan karang asli Indo-Pasifik tropis, dengan
jangkauan membentang dari Thailand, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, dan
Australia (Veron, 2000). Secara umum hidup dari kedalaman 5 hingga 25 meter
dibawah permukaan laut diberbagai tipe habitat. Acropora loripes merupakan
9

hermaprodit dan koloni yang berbeda di suatu daerah menyinkronkan pembiakan


mereka. Jenis ini biasanya berkembang biak selama bulan November dan
Desember pada hari kelima atau keenam setelah bulan purnama (Wallace, 20001)

Gambar 3. Acropora loripes (dok. pribadi).


Genus Acropora memiliki beberapa variasi bentuk percabangan secara
umum yaitu korimbosa, arboresen, kapitosa dan lain-lain dengan ciri khas adanya
axial koralit dan radial koralit. Bentuk radial koralit juga memiliki beberapa variasi
bentuk seperti tubular nariform dan lain-lain. Perairan Indonesia sendiri memiliki
sekitar 113 spesies karang genus Acropora yang tersebar di seluruh perairan
Indonesia (Suharsono, 2008). Spesies Acropora loripes memiliki bentuk
percabangan jenis karang hispidose atau korimbosa. Radial koralit relatif besar
berbentuk tabung yang tenggelam dengan bukaan yang membulat kecil. Ciri khas
pada spesies ini yaitu adanya warna keungu-unguan atau cokelat pada bagian ujung
koloni. Spesies ini tersebar di seluruh perairan Indonesia serta banyak dijumpai di
daerah tubir (Suharsono, 2010).

2.4. Laju Pertumbuhan Karang


Laju pertumbuhan karang didefinisikan sebagai pertambahan masa
skeleton (kerangka kapur) per satuan waktu, volume per satuan waktu atau
pengikatan komponen penyusun kerangka seperti kalsium per satuan waktu.
Koloni karang hermatipik mengandung alga yang hidup bersimbiosis mutualisme
dengan karang. Alga simbion atau zooxanthellae hidup pada polip karang yang
menyuplai kebutuhan zat anorganik dari fotosintesis zooxanthellae. Sisa
metabolisme karang berupa nutrien penting seperti amonia, fosfat dan CO2
menjadi nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh zooxanthellae (Lesser, 2004).
10

Menurut Supriharyono (2007) faktor lingkungan yang mengontrol distribusi


pertumbuhan vertikal karang, laju kalsifikasi atau laju pembentukan terumbu,
bentuk terumbu dan atol, dan individu dari koloni karang adalah cahaya dan
zooxenthellae. Pertumbuhan karang dihasilkan dari peningkatan masa rangka
calcareous dan jaringan hidup. Rangka karang tersusun dari aragonite, bentuk
serabut crystalline dari kalsium karbonat (CaCO3) dan calcite yang merupakan
bentuk umum dari kalsium karbonat (Goreau et al., 2008). Pertumbuhan karang
dipengaruhi oleh beberapa fakor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi
fisika dan kimia lingkungan serta jumlah dan nutrisi makanan, sedangkan faktor
internal meliputi umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan
memanfaatkan makanan (Boli, 1994).

2.5. Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang


Faktor yang paling penting yang membatasi laju pertumbuhan terumbu
karang salah satunya yaitu cahaya, hal ini berhubungan dengan laju fotosintesis
oleh zooxanthellae yang bersimbiotik dalam jaringan karang. Terumbu karang rata-
rata tumbuh pada kedalaman maksimal 25 meter atau kurang, terumbu karang tidak
mampu berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter. Cahaya yang
kurang menyebabkan laju fotosintesis terumbu karang berkurang sehingga
kemampuan karang dalam menghasilkan kalsium karbonat akan berkurang pula.
Titik kompensasi karang terhadap cahaya yaitu sekitar 15-20% dari intensitas
permukaan (Nybakken, 2000).
Faktor kedalaman berkaitan dengan pengaruh cahaya, semakin dalam
semakin sedikit penetrasi cahaya yang masuk. Perairan yang jernih memungkinkan
penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga karang
mampu hidup di perairan yang cukup dalam. Secara umum karang tumbuh baik
hingga kedalaman dari 20 meter (Supriharyono, 2007). Kedalaman efektif bagi
distribusi vertikal terumbu karang yaitu sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal
ini disebabkan karena kebutuhan sinar matahari masih dapat terpenuhi pada
kedalaman tersebut (Dahuri et al., 2008).
Suhu optimal berkembangnya terumbu karang berkisar 23-25 oC per tahun.
Kenaikan atau penurunan suhu secara drastis dapat menghambat pertumbuhan
hewan karang bahkan menyebabkan kematian (Nybakken, 1992). Suhu perairan
pada daerah tropis relatif konstan dan semua proses metabolisme berlangsung pada
11

suhu relatif tetap, sehingga perubahan suhu walaupun hanya 1-3 oC dapat
mengganggu metabolisme binatang karang. Tingkat metabolisme dan kecepatan
tumbuh yang tinggi pada binatang karang lebih sensitif terhadap kenaikan suhu
dibanding dengan binatang karang dengan metabolisme yang lambat serta
perubahan yang rendah. Indikasi peningkatan suhu 2-3 oC selama 6 bulan terakhir
dengan suhu tertinggi 33 oC menyebabkan 80%-90% binatang karang pada rataan
terumbu karang mati dengan kematian utama pada jenis karang bercabang yaitu
genus Acropora dan Pocillopora (Suharsono, 2010).
Pertumbuhan terumbu karang optimal pada kisaran salinitas 34-36‰
(Supriharyono, 2009). Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan
hewan karang. Daerah tropis memiliki rata-rata salinitas air laut sekitar 35‰,
namun pengaruh salinitas karang pada kehidupan hewan karang sangat bervariasi
tergantung kondisi perairan setempat atau pengaruh alam, seperti run off dan badai
hujan. Sebaran salinitas air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola siklus
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2005). Terumbu karang
mampu bertahan pada salinitas diluar salinitas 34-36‰ tetapi pertumbuhan
terumbu karang mengalami pelambatan dibandingkan pada salinitas normal
(Dahuri et al., 2008). Hadi et al. (2017) menjelaskan bahwa genus Acropora hanya
dapat bertahan beberapa jam saja pada salinitas 42‰, sedangkan genus Porites
mampu bertahan hingga salinitas 50‰.
Pertumbuhan karang sangat sensitif dengan penetrasi cahaya yang masuk,
oleh karena itu endapan baik di air maupun diatas karang mempunyai pengaruh
negatif terhadap karang karena dapat menghalangi cahaya yang dibutuhkan untuk
fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang (Nybakken, 2000). Terumbu
karang memiliki mekanisme perlindungan terhadap sedimen yang menutupi karang
dengan mengeluarkan cairan mukus. Kemampuan karang dalam menangkal
pengaruh sedimen berkaitan dengan ukuran karang. Semakin besar ukurannya
semakin kecil sedimen yang menutupinya. Sedimen yang kaya unsur hara juga
menyebabkan peningkatan kesuburan di perairan sekitar terumbu karang dan
mempercepat laju pertumbuhan makroalga. Biomassa makroalga yang besar dapat
menutupi karang dan menyebabkan kematian terhadap karang sepertihalnya
dengan tertutup oleh partikel sedimen (Rachmawati, 2001).
Proses pertumbuhan karang memerlukan arus. Gelombang yang kuat tidak
akan merusak koloni karang dengan kerangka-kerangka yang padat dan masif.
12

Gelombang laut memberikan sumber air yang bagus, memberi oksigen dalam air
laut dan menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang. Gelombang juga
memberi plankton yang baru bagi koloni karang (Nybakken, 2000). Menurut
Rachmawati (2001) gelombang yang cukup kuat menghalangi pengendapan
sedimen pada koloni karang. Struktur terumbu karang mampu bertahan dari
gelombang besar khususnya struktur terumbu karang yang masif. Pada daerah yang
terkena gelombang yang cukup kuat, bagian ujung sebelah luar terumbu akan
membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal
dan ujung yang datar. Sebaliknya, pada perairan yang lebih tenang akan berbentuk
koloni yang berbentuk memanjang dan bercabang yang lebih ramping
(Rachmawati, 2001).
Terumbu karang hidup di perairan dengan nutrien anorganik yang rendah
(Wibowo, 2010). Perairan yang memiliki nutrien yang tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman dan alga di perairan tersebut akan meningkat. Terumbu
karang dapat dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan alga karena meningkatnya
nutrien anorganik. Alga khususnya makroalga berkompetisi dengan terumbu
karang pada substrat bahkan dapat menyebabkan tertutupnya koloni karang dan
menyebabkan kematian karang (Dead By Algae). Salah satu hipotesis yang
berkaitan dengan peningkatan nutrient adalah seiring peningkatan nutrien,
pertumbuhan alga semakin meningkat. Hal ini memungkinkan alga bersaing
dengan organisme karang ataupun organisme sessile (Tanner, 1995).

2.6. Transplantasi Terumbu Karang


Transplantasi terumbu karang merupakan metode penanaman dan
penumbuhan koloni karang dengan metode fragmentasi degan indukan yang
diambil dari koloni karang tertentu. Tujuan transplantasi karang yaitu untuk
mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan,
atau sebagai cara untuk memperbaiki kawasan terumbu karang. Kegiatan
pengelolaan terumbu karang terutama pada daerah yang bernilai ekonomi tinggi,
transplantasi karang dipelajari dan dikembangkan sebagai suatu teknologi (Harriot
dan Fisk, 1988). Transplantasi terumbu karang diharapkan dapat mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah rusak serta dapat membangun daerah
terumbu karang baru. Dalam prosesnya transplantasi terumbu karang tidak hanya
sebagai sarana untuk memperbaiki dan merehabilitasi daerah terumbu karang akan
13

tetapi sebagai sarana konservasi spesies terumbu karang yang langka dan terancam
punah (Sadarun, 1999).
Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang telah dilakukan di dunia
seperti yang dilakukan oleh Edward dan Gomes (2008) di beberapa wilayah seperti
Polynesia Perancis, Saint-Leu di Pulau La Réunion, Pulau Mayotte, Kepulauan
Komoro, Pulau Moturiki, Fiji dan di beberapa negara Kaledonia Baru.
Transplantasi terumbu karang di Indonesia telah dilakukan oleh Boli sejak 1994
dengan melakukan penanaman beberapa jenis karang bercabang Acropora di Pulau
Lancang dan Pulau Pari.
Transplantasi terumbu karang telah mengalami banyak perkembangan dan
inovasi untuk merehabilitasi terumbu karang. Salah satu upaya rehabilitasi terumbu
karang yang telah dilakukan di Indonesia antara lain dengan menggunakan modul
rangka spider. Menurut Rani et al., (2017) metode rangka spider efektif
merehabilitasi terumbu karang genus Acropora, Porites dan Pocillopora pada
kedalaman 3-4 meter dan di anggap lebih mudah dilakukan. Selain itu, variasi dari
jenis karang yang ditransplantasikan sudah berkembang, bukan hanya karang keras
tetapi beberapa jenis karang lunak sudah mulai ditransplantasikan (Prastiwi et al.,
2012).
Pengembangan teknik transplantasi karang masih banyak mengalami
kendala. Secara umum, terdapat dua faktor yang menjadi kendala dalam
keberhasilan pengembangan transplantasi karang, yaitu faktor manusia dan faktor
lingkungan. Faktor manusia yang dapat menghambat ialah kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kelestarian terumbu karang serta budaya tidak
menjaga lingkungan seperti membuang sampah di sungai sehingga sampah terbawa
air hingga ke laut, sedangkan faktor lingkungan yang menjadi kendala yaitu dari
segi aspek hama, penyakit, parasit karang serta perubahan faktor fisik dan kimia
lingkungan yang drastis (Soedharma & Subhan, 2008).
Rehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui upaya transplantasi
karang diperlukan untuk menjaga keberlangsungan ekosistem terumbu karang
yang rusak. Transplantasi terumbu karang diharapkan dapat mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat diterapkan guna membangun
daerah terumbu karang yang baru (DPKP Balikpapan, 2010). Berbagi metode
transplantasi karang yang sering diakukan yang telah dirangkum DPKP Balikpapan
(2010) yaitu metode jaring yaitu metode transplantasi dengan menggunakan jaring
14

atau waring bekas dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan
kebutuhan.Metode patok yaitu metode transplantasi dengan menggunakan patok
kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di dasar perairan.
Metode jaring dan substrat yaitu metode transplantasi dengan
menggunakan jaring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen,
keramik atau gerabah dengan ukuran 10 x 10 cm. Metode jaring dan rangka yaitu
metode transplantasi dengan menggunakan rangka besi yang dicat anti karat yang
ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung
bujur sangkar terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm, di
bagian atas bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring.
Metode jaring, rangka dan substrat yaitu metode transplantasi yang
merupakan perpaduan antara metode jaring substrat dan metode jaring rangka.
Ukuran diameter substrat ± 10 cm dengan tebal 2 cm, panjang patok 5 – 10 cm,
bahan patok terbuat dari peralatan kecil yang diisi semen dan diberi cat agar tidak
mengakibatkan pencemaran.Modul rangka spider terbuat dari besi baja berdiameter
12 mm yang dibentuk menyerupai rangka meja dengan kaki seperti laba-laba.
Tinggi rangka 70 cm dengan diameter bagian bawah 100 cm dan jarak antar kaki
30 cm.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu dimulai dengan persiapan
selama 3 bulan dari bulan Maret hingga Mei serta pengambilan data selama satu
bulan dari bulan Juni hingga bulan Juli tahun 2019 di Perairan Desa Les Kawasan
Penelitian Lini Aquaculture Training Centre (LATC) LINI Foundation Desa Les,
Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Gambar 4).

Gambar 4. Lokasi Penelitian.


3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu SCUBA (Self Contained
Underwater Breathing Apparatus), tali transek, alat tulis, Global Positioning
System (GPS) digunakan untuk mengetahui posisi setiap stasiun, rol meter, kamera
underwater, tang, mistar besi, termometer raksa, refraktometer, floating droudge
dan secchi disk. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul rangka
spider, fragmen karang Acropora loripes serta kabel tie sebagai pengikat fragmen
ke modul.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan observasi selama satu
bulan yaitu dengan mentransplantasi fragmen karang Acropora loripes pada modul
rangka spider pada dua kedalaman yang berbeda di perairan Desa Les. Modul
rangka spider yang berisi fragmen karang diletakan pada kedalaman 6 (stasiun 1)
dan 10 meter (stasiun 2) dengan masing-masing berjumlah 22 modul (Gambar 5).
15
16

Setiap modul rangka spider terdapat 2 fragmen karang yang diamati dengan total
44 fragmen pada setiap stasiun (jumlah total 88 fragmen). Data monitoring yang
dikumpulkan yaitu data panjang fragmen karang (variabel scale) yang diukur
secara digital menggunakan perangkat lunak CPCe 4.1 (Kusumo, 2013) serta
tingkat kelangsungan hidup (survival rate) dan kehadiran ikan karang pada daerah
transplantasi. Monitoring dilakukan selama satu bulan dengan 4 kali pengamatan.

Gambar 5. Letak transplan Acropora loripes menggunakan modul rangka spider


di perairan Desa Les.

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Persiapan dan Kontruksi Modul
Sebelum melakukan monitoring dan pengukuran sampel dilakukan persiapan
alat dan bahan serta dilakukan survei terlebih dahulu. Survei dilakukan di perairan
Desa Les untuk memastikan lokasi yang cocok untuk peletakan modul rangka
spider. Setelah itu dilakukan pembuatan modul rangka spider sebagai media
peletakan fragmen karang yang akan diteliti. Modul rangka spider (Gambar 6)
terbuat dari besi baja berdiameter 12 mm yang dibentuk menyerupai rangka meja
dengan kaki seperti laba-laba. Tinggi rangka 70 cm dengan diameter bagian bawah
100 cm dan jarak antar kaki 30 cm. Pada rangka besi untuk mencegah karat, rangka
spider dilapisi dengan pasir laut yang direkatkan menggunakan resin.
17

Gambar 6. Modul Rangka Spider (Rani et al., 2017)

Modul rangka spider yang dibuat berjumlah 44 buah dengan total fragmen
yang diamati berjumlah 88 fragmen. Modul ditempatkan di dua kedalaman berbeda
yaitu pada kedalaman 6 meter dan 10 meter, masing-masing kedalaman berjumlah
22 buah modul rangka spider dengan dua fragmen per modul rangka spider.
3.4.2. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di pesisir Desa Les dengan jarak stasiun pertama
yaitu sejauh 25 meter tegak lurus dari bibir pantai dengan kedalaman 6 meter.
sedangkan stasiun 2 berjarak 40 meter dari bibir pantai dengan kedalaman 10
meter. Jarak antar stasiun 1 dan stasiun 2 yaitu sejauh 10 meter ke arah laut lepas.
Kedua stasiun memiliki substrat yang sama yaitu pasir vulkanis. Kondisi
lingkungan pada terdapat perbedaan, stasiun 1 yaitu berdekatan dengan terumbu
karang alami sedangkan pada stasiun 2 merupakan hamparan pasir saja.
3.4.3. Pengadaan Sampel Karang dan Pemasangan Fragmen
Fragmen karang yang ditransplantasikan berasal dari induk karang Acropora
loripes yang merupakan karang bercabang dan ditemukan di seluruh perairan
Indonesia khususnya kawasan tubir. Induk koloni karang Acropora loripes didapat
dari budidaya terumbu karang hias Gilimanuk. Induk koloni karang ini kemudian
dipotong menggunakan tang menjadi beberapa bagian dengan ukuran 4-13 cm.
Fragmen karang yang telah dipotong dipasang pada modul rangka spider
beserta label dengan menggunakan kabel tie. Fragmen karang yang diamati tingkat
kelangsungan hidupnya dengan 2 fragmen karang sebagai sampel pengukuran
pertumbuhan fragmen karang.
18

3.4.4. Pengambilan Data


Pengambilan data meliputi data Pengukuran fragmen dan tingkat
kelangsungan hidup fragmen dilakukan prosedur monitoring fragmen karang
selama satu minggu sekali dalam satu bulan untuk pengambilan foto karang dengan
skala serta melihat kelangsungan hidup fragmen karang. Data kehadiran ikan juga
diambil pada minggu ke-4 (pengamatan terakhir) dengan metode pengambilan data
ikan secara diam (fish stationery plot survey) untuk melihat efek transplantasi
terhadap kehadiran ikan. Data ikan hasil pengamatan kemudian diidentifikasi
menggunakan buku Reef Fish Identification – Tropical Pacific. Pengumpulan data
pertumbuhan karang dilakukan secara kuantitatif dengan mengumpulkan variabel
scale dengan menggunakan metode pengukuran digital. Perangkat lunak yang
digunakan yaitu CPCe 4.1 (Kusumo, 2013) digunakan untuk mengukur fragmen
karang yang telah difoto dengan skala, kemudian dilakukan digitasi panjang karang
dengan menarik garis sesuai panjang fragmen karang yang ditransplantasi.
Perangkat lunak ini secara otomatis akan menghasilkan data panjang dalam satuan
cm.

Gambar 7. Prosedur Penelitian

3.4.5. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan


Parameter fisika kimia perairan yang diambil meliputi suhu, salinitas,
kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, amonia dan pH. Pengukuran
parameter fisika berupa suhu, kecepatan arus, kedalaman perairan, dan kecerahan
perairan dilakukan secara langsung (in situ). Parameter suhu dilakukan dengan
menggunakan thermometer air raksa dengan cara meletakkan kedalam perairan
kemudian dilihat nilai suhu perairannya, kecepatan arus dengan menggunakan
floating droudge dan stopwatch dimana floating droudge dilempar ke perairan dan
dihitung menggunakan stopwatch. Waktu dihitung saat pertama kali floating
19

droudge menyentuh air sampai tali floating droudge menegang, kemudian nilai
waktu tersebut dibagi dengan nilai miring (logaritma) dari jarak floating droudge
terhadap kapal dan tinggi antar ujung tali saat floating droudge dijatuhkan dengan
permukaan air.
Parameter kecerahan menggunakan secchi disk dengan cara merataratakan
nilai kedalaman saat secchi disk mulai menghilang/tidak terlihat dalam air (d1)
dengan saat secchi disk mulai terlihat ketika diangkat (d2). Nilai kedalaman tersebut
dibagi dua kemudian dikalikan 100 persen. Pengukuran kedalaman dengan melihat
depth gauge pada peralatan SCUBA. Parameter kimia yang diambil yaitu salinitas,
amonia dan pH dengan mengambil sampel air dislokasi penelitian. Salinitas diukur
menggunakan hand refraktometer sedangkan kadar amonia dan pH diukur
menggunakan reagen.

3.5. Data Penelitian


3.5.1. Analisis Fragmen dan Kelangsungan Hidup
Data pengamatan panjang fragmen dan tingkat kelangsungan hidup diolah
menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dianalisis secara deskriptif.
Perhitungan pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dihitung
secara matematis dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker (1975)
sebagai berikut:
β = Lt-Lo
Keterangan dari rumus diatas yaitu β merupakan rertambahan panjang/tinggi
fragmen karang, Lt rata-rata panjang/tinggi fragmen karang setelah pengamatan
ke-t, Lo rata-rata panjang/tinggi fragmen karang awal. Laju pertumbuhan karang
yang ditransplantasikan, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Ricker,
1975):
𝐿𝑖 + 1 − 𝐿𝑖
α =
𝑡𝑖 + 1 − 𝑡𝑖
Keterangan dari rumus diatas yaitu, α laju pertambahan panjang atau lebar
fragmen karang transplantasi, Li+1 rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu
ke-i+1, Li rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i, t i+1 waktu ke-i+1
dan ti adalah Waktu ke-i.Tingkat kelangsungan hidup pada karang yang
ditransplantasi dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker
(1975) sebagai berikut :
20

𝑁𝑡
SR = 𝑥 100%
𝑁𝑜
Keterangan dari rumus diatas yaitu SR Tingkat Kelangsungan Hidup
(Survival Rate), Nt Jumlah individu pada akhir penelitian dan No yaitu Jumlah
individu pada awal penelitian.

3.5.2. Analisis komunitas ikan karang


Data pengamatan komunitas ikan hidup diolah menggunakan perangkat
lunak Microsoft Excel dianalisis secara deskriptif. Komunitas ikan terdiri dari
indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (D)
digunakan untuk mengetahui gambaran kondisi struktur komunitas karang dan ikan
pada setiap stasiun pengamatan. Indeks keanekaragaman mengacu pada rumus
(Odum 1998) sebagai berikut:

𝐻 ′ = − ∑(𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖)

Nilai Pi diperoleh dengan rumus


𝑛𝑖
𝑃𝑖 =
𝑁
Keterangan dari rumus diatas yaitu H’ merupakan Indeks keanekeragaman
jShannon-Wiener, ni Jumlah individu setiap jenis dan N adalah juimlah individu
seluruh jenis dengan H’ < 1 dikategorikan sebagai keanekaragaman rendah; bila H’
≥ 1 dan < 3 dikategorikan sebagai keanekaragaman sedang; dan bila H’ ≥ 3
dikategorikan sebagai keanekaragaman tinggi. Nilai indeks keseregaman (E)
dihitung dengan menggunakan rumus (Odum 1998) sebagai berikut:
𝐻′
𝐸=
𝐻 𝑚𝑎𝑥

Keterangan dari rumus diatas yaitu E merupakan indeks keseragaman, H’


nilai indeks keanekaragaman, H Max nilai keseragaman maksimum, (Ln S) dengan
S merupakan jumlah taksa. Nilai E berkisar antara 0,0 – 1,0 dengan kriteria jika
nilai E mendekati 0,0 keseragaman komunitas ikan semakin kecil, ada
kecenderungan terjadi dominasi oleh jenis-jenis tertentu, tetapi jika nilai E
mendekati 1,0 maka keseragaman komunitas akan semakin besar yang berarti
sebaran jumlah individu spesies sama. Nilai indeks Dominansi (D) dihitung dengan
menggunakan rumus (Odum 1998) sebagai berikut:
21

𝑛𝑖 2
𝐷- = ∑ ( )
𝑁
Keterangan dari rumus diatas yaitu D merupakan indeks dominansi, ni
jumlah individu setiap jenis dan N jumlah individu seluruh jenis. Jika nilai D
mendekati 0,0 maka komunitas yang diamati tidak ada spesies yang secara ekstrim
mendominasi spesies lainnya. Hal ini menunjukkan kondisi struktur komunitas
dalam keadaan stabil, tetapi bila D mendekati nilai 1,0 maka didalam struktur
komunitas dijumpai ada spesies yang mendominasi.

3.5.3. Analisis Data


Nilai parameter fisika dan kimia diolah secara deskriptif. Perbedaan nilai
pencapaian pertumbuhan fragmen karang antar kedalaman dianalisa menggunakan
uji paired sample T-Test yang diolah menggunakan perangkat lunak SPSS IBM
versi 16.0. Hubungan antara kehadiran ikan karang dengan karang hidup dianalisa
menggunakan regresi linear. Analisis regresi linear diolah menggunakan perangkat
lunak Microsoft Excel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan


Parameter fisika kimia yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH,
amonia (NH3-N), salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Nilai parameter fisika
kimia perairan. Suhu selama penelitian berkisar 26-28oC, nilai pH berkisar 8-8,3,
amonia 0,15 mg/l, salinitas 34 %o, nilai kecerahan berkisar 178-1040 cm dan
kecepatan arus berkisar 0,009-0,036 m/s, secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Kondisi fisika dan kimia perairan stasiun 1.


Stasiun 1 Baku
Mutu
MINGGU Rata- St.
NO Parameter (KepMen
rata Dev.
1 2 3 4 LH
51/2004)
1 Suhu (oC) 27 28 26 27 27 0,71 28 – 32
2 pH 8,3 8,3 8 8,3 8 0,13 7 - 8,5
3 Amonia (mg/l) 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0 0,3
4 Salinitas (permil) 34 34 34 34 34 0 33 - 34
5 Kecerahan (cm) 178 226 284 694 346 204,68 33 - 34
Kecepatan arus
6 0,09 0,13 0,23 0,28 0,18 0,08 -
(m/s)

Tabel 3. Kondisi fisika dan kimia perairan stasiun 2.


Stasiun 2 Baku
MINGGU Mutu
Rata- St.
NO Parameter (KepMen
rata Dev.
1 2 3 4 LH
51/2004)
1 Suhu (oC) 27 27 26 26 26,5 0,50 28 - 32
2 pH 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 0 7 - 8,5
3 Amonia (mg/l) 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0 0,3
4 Salinitas (permil) 34 34 34 34 34 0 33 - 34
5 Kecerahan (cm) 213 356 438 1040 511,75 315,43 33 - 34
Kecepatan arus
6 0,24 0,27 0,36 0,36 0,31 0,05 -
(m/s)

Salah satu faktor pembatas pertumbuhan karang adalah suhu. Suhu yang
berubah secara mendadak sekitar 4-6oC dibawah atau diatas ambang batas dapat
mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat menyebabkan kematian
(Supriyono 2007). Suhu di lokasi penelitian rata-rata 26,5-27 oC (Tabel 2 & 3) dan
nilai tersebut berada di bawah baku mutu (28 – 32 oC) berdasarkan KepMen LH

22
23

51/2004, akan tetapi hasil tersebut masih berada pada suhu optimal pertumbuhan
karang. Suhu optimal karang sendiri menurut Nybakken (2000) berkisar antara 25-
28 oC, hal ini menunjukkan bahwa suhu perairan di lokasi penelitian masih berada
pada suhu optimal bagi terumbu karang tumbuh. Kebanyakan karang akan
mengalami kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu <16 oC
dan >33,5oC (Supriyono, 2000).
Suhu di lokasi penelitian dipengaruhi oleh angin muson timur yang
membawa angin panas dari arah tenggara Bali menuju laut Jawa. Perairan Bali
mengalami penurunan suhu yang terjadi pada bulan Juni, hal tersebut
mengindikasikan terjadinya fenomena upwelling (Nikyuluw, 2005). Menurut Gaol
et al., (2014) pada bulan Juni suhu perairan bagian selatan Indonesia mengalami
penurunan dengan suhu rata-rata 27oC, sedangkan pada perairan bagian utara suhu
rata-rata sekitar 29oC. Memasuki musim timur suhu perairan di bagian selatan
perairan Indonesia menurun (27.0-27.5)oC sementara suhu di perairan bagian utara
katulistiwa Indonesia berkisar antara 28-30oC. Mulai bulan Juni indikasi upwelling
mulai terlihat di sepanjang selatan Jawa-Bali-Sumbawa (Gaol et al., 2014).
Nilai pH pada lokasi penelitian berkisar antara 8 – 8,3 dengan nilai pH
terendah pada pengamatan minggu ketiga di stasiun pertama (Tabel 2 & 3). Kisaran
nilai pH pada lokasi penelitian masih termasuk dalam nilai baku mutu berdasarkan
KepMen LH 51/2004 yaitu berkisar 7 - 8,5. Nilai pH di lokasi penelitian
dipengaruhi salah satunya oleh proses upwelling yang bersifat musiman, yaitu pada
musim timur (Mei – September). Gerakan naiknya massa air laut dari bawah ke
permukaan pada proses upwelling ini membawa serta air yang suhunya lebih
dingin, salinitas tinggi, karbon dan zat-zat hara ke permukaan (Tito et al., 2016).
Kadar amonia pada lokasi penilitian selama 4 minggu stabil pada nilai 0,15
mg/L (Tabel 1 & 3). Nilai tersebut masih dibawah dari standar maksimum baku
mutu KepMen LH 51/2004 untuk biota laut yaitu 0,30 mg/L. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar amonia di lokasi penelitian masih dalam batas aman untuk biota laut.
Amonia dalam air merupakan salah satu sumber pencemar yang membahayakan
bagi biota laut (Prasetyo et al., 2018). Amonia perairan berasal dari senyawa-
senyawa nitrogen yang dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, jika amonia
di perairan terdapat dalam jumlah yang banyak (>1.1 mg/L) dapat disimpulkan
telah terjadi pencemaran (Effendi, 2003).
24

Salinitas atau kadar garam perairan di lokasi penelitian selama 4 minggu


tergolong stabil pada nilai 34 o/oo (Tabel 2 & 3). Nilai tersebut masih berada pada
kisaran standar bakumutu yaitu 33 – 34 o/oo berdasarkan KepMen LH 51/2004.
Stabilnya nilai salinitas di lokasi penilitan dipengaruhi oleh rendahnya curah hujan
serta pasokan air tawar dari darat dikarenakan pada bulan Juni wilayah Bali berada
pada puncak musim kemarau (Tito et al., 2016). Menurut Rachmawati (2001)
beberapa faktor yang mempengaruhi salinitas perairan yaitu masukkan air tawar,
badai, dan hujan. Secara umum terumbu karang dapat tumbuh dengan baik pada
daerah pesisir dengan salinitas 30 – 35 o/oo meskipun terumbu karang dapat
bertahan pada salinitas diluar kisaran tersebut, tetapi perumbuhannya menjadi
terhambat.
Kecerahan di lokasi penelitian berada pada kisaran 178 – 1040 cm dengan
nilai terendah 178 cm pada minggu pertama dan tertinggi 1040 cm pada minggu
ke-4 (Tabel 2 & 3). Berdasarkan KepMen LH 51/2004 kecerahan yang baik bagi
pertumbuhan terumbu karang yaitu >500 cm sehingga terumbu karang
mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk proses fotosintesis. Rendahnya
nilai kecerahan pada lokasi penelitian pada minggu pertama hingga minggu ke-3
dikarenakan adanya proses upwelling akibat musim timur yang membawa substrat
dari dasar perairan dan menyebabkan nilai kecerahan menjadi rendah (As-Syakur
& Wiyanto, 2016). Kondisi perairan pada lokasi penelitian terdiri dari bongkahan
batu vulkanik serta pasir berwarna hitam dan pasir embut berwarna kelabu sisa
letusan gunung berapi (Gayatri et al, 2008) yang mudah tersapu arus dan
gelombang sehingga dapat mempengaruhi kecerahan perairan.
Nilai kecepatan arus tertinggi yaitu sebasar 0,36 m/s sedangkan terendah
yaitu 0,09 m/s (Tabel 1) Kecepatan arus di lokasi penelitian tergolong rendah dan
sedang karena dibawah 0,5 m/s yang merupakan indikator arus kuat (Yusuf et al.,
2012). Pergerakan arus pada suatu wilayah sangat penting karena dapat
mempengaruhi kualitas perairan dengan membawa partikel-partikel dari lepas
pantai maupun sedimen (Prianto et al., 2012). Kondisi kecepatan arus pada stasiun
1 dengan rata-rata 0,18 disebabkan letak stasiun 1 berada berdekatan dengan
terumbu karang alami sehingga arus yang diterima mengalami pelambatan karena
sudah terpecah oleh gugusan terumbu karang disekitarnya, sedangkan pada stasiun
2 berada pada hamparan pasir kosong sehingga kecepatan arus pada stasiun 2
tergolong sedang (0,30 m/s).
25

Menurut Nontji (2005) arus sangat penting bagi terumbu karang karena
sebagai pengadukan bahan makanan untuk polip karang, membersihkan endapan-
endapan yang menempel pada karang serta mensuplai oksigen dari laut bebas. Arus
yang baik bagi pertumbuhan terumbu karang adalah >0,2 m/s. arus yang kuat dapat
membantu mengangkat sedimen pada karang dan membawa sedimen ke lokasi lain
sehingga perairan tersebut menjadi lebih jernih ( Haruddin, 2011).

4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Karang Acropora loripes


Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) karang Acropora loripes diamati
setiap seminggu sekali selama bulan Juni. Nilai tingkat kelangsungan hidup
didapatkan dari jumlah sampel karang yang mati dibagi jumlah karang awal
kemudian disajikan dalam bentuk persen. Sampel karang pada setiap stasiun
berjumlah 44 sampel dengan komposisi 2 sampel pada setiap modul rangka spider
dan total keseluruhan sampel berjumlah 88 sampel fragmen karang Acropora
loripes. Tingkat kelangsungan hidup karang di perairan Desa Les disajikan secara
lengkap dalam bentuk grafik pada gambar 8.

100%
100% 98% 98% Stasiun 1
Stasiun 2
93%
91% 91%
89%
Presentase Hidup

90%
84%
82%

80%

70%
0 1 2 3 4
Minggu Pengamatan

Gambar 8. Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) Acropora loripes

Kelangsungan hidup karang Acropora loripes sejak awal pengamatan


hingga akhir penelitian terus mengalami penurunan. Minggu pertama pengamatan
kelangsungan hidup Acropora loripes yaitu sebesar 91% di stasiun 1 dan 98% di
stasiun 2 dengan jumlah sampel yang hidup yaitu sebanyak 40 fragmen di stasiun
1 dan 43 fragmen di stasiun 2. Kelangsungan hidup Acropora loripes di minggu ke
26

4 adalah sebesar 82% di stasiun 1 dan 91% di stasiun 2 dengan jumlah sampel yang
masih hidup sebanyak 36 fragmen di stasiun 1 dan 40 fragmen di stasiun 2.
Hasil diatas menunjukan bahwa transplantasi karang jenis Acropora loripes
menggunakan modul rangka spider di perairan Desa Les tergolong berhasil.
Menurut Mompala et al. (2017), kegiatan transplantasi karang dinyatakan berhasil
apabila memiliki tingkat kelangsungan hidup antara 50 hingga 100%. Kondisi
fragmen karang pada awal penelitian terlihat karang mengeluarkan lendir (mukus),
kemudian pada pengamatan minggu ke-2 sudah tidak terlihat mukus pada karang.
Pengeluaran mukus pada karang merupakan respons stres karang akibat induk
karang yang dipatahkan dan ditempatkan pada suatu wadah tertentu (Siahainenia
et al., 2019). Menurut Sadarun (1999) karang jenis Acropora kembali normal dari
mengalami stres dalam waktu yang singkat yaitu pada kisaran 5 – 13 hari. Awal
pertumbuhan karang ditandai dengan mulai menutupnya luka bekas potongan pada
saat fragmentasi, kemudian karang akan melekat pada substrat (Kambey, 2013).
Faktor utama yang menyebabkan tingginya nilai tingkat kelangsungan hidup
karang pada penelitian ini yaitu dengan meminimalisir tingkat stres pada karang.
Salah satu upaya mengurangi stres pada karang pada penelitian ini yaitu dengan
melakukan aklimatisasi pada suhu lingkungan dan menjaga agar karang tidak
terekspos udara langsung. Menjaga karang agar tidak terekspos udara terbuka
dilakukan untuk mencegah karang kekeringan serta mencegah dari pengaruh
negatif sinar ultra violet yang dapat merusak jaringan hidup karang (Rani et al.,
2017). Upaya aklimatisasi juga dilakukan oleh Haris et al., (2017) pada
transplantasi karang hias jenis Acropora sp di perairan Desa Tonyaman, Polewali
Mandar, yaitu dengan melakukan penyiraman dengan air laut secara terus menerus
pada saat pengangkutan.
Secara umum kematian karang pada penelitian ini disebabkan karena tertutup
oleh alga (Dead by algae) (gambar 9). Makroalga yang tumbuh di sekitar fragmen
dan modul memiliki efek yang sama seperti tertutupnya karang oleh sedimen, yaitu
berkurangnya pasokan cahaya serta polip karang tidak mampu menangkap
makanan pada perairan (Rachmawati, 2001). Kompetisi antara alga dan karang
biasanya dimenangkan oleh alga, hal tersebut disebabkan karena karang
mengeluarkan energi lebih besar untuk memperbaiki jaringan yang rusak akibat
ditumbuhi alga atau pengeluaran energi secara aktif bersaing dengan alga agar tidak
menutupi karang (Tunner, 1995)
27

Penyebab kematian lainnya yaitu sedimentasi berlebih yang disebabkan


upwelling karena memberikan efek terangkatnya sedimen ke permukaan
(Nikyuluw, 2005). Kecepatan sedimentasi yang tinggi akan membuat karang terus
menerus mengeluarkan mukus untuk membersihkan diri dari sedimen. Karang
mengeluarkan energi lebih untuk menyingkirkan sedimen dan akhirnya mati jika
laju sedimentasi lebih tinggi daripada kemampuan karang membersihkan diri
(Kambey, 2013)

4.3. Pertumbuhan Total Karang Acropora loripes


Pertumbuhan total karang adalah selisih perubahan tinggi atau diameter
karang pada akhir pemilitian dengan awal penelitian. Hasil pengukuran
pertumbuhan tinggi Acropora loripes selama penelitian dapat dilihat pada gambar
4. Pengukuran panjang karang pada penelitian ini dilakukan seminggu sekali
selama bulan Juni.
Rata-rata pertumbuhan total karang Acropora loripes di stasiun 1 sebesar
0,59 cm sedangkan di stasiun 2 sebesar 0,85 cm (Gambar 9). Hasil penelitian
menunjukan rata-rata pertumbuhan tinggi total karang Acropora loripes di stasiun
2 lebih besar daripada pertumbuhan tinggi total karang di stasiun 1. Berdasarkan
hasil analisis Paired-Samples T Test pada taraf kepercayaan 95% (alpha<0,05)
menunjukan bahwa nilai signifikansi 0,015 (alpha <0,05) untuk pertambahan tinggi
antar stasiun. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa antara stasiun 1
dan stasiun 2 berbeda nyata atau terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua
stasiun.

1,20

1,00
Pertumbuhan karang (cm)

0,80

0,60

0,40

0,20
0,59 0,85
0,00
1 2
Stasiun

Gambar 9. Grafik pertumbuhan total karang Acropora loripes setelah 1 bulan.


28

Pertumbuhan total Acropora loripes lebih baik di stasiun 2 dibandingkan


dengan stasiun 1. Karang Acropora loripes di habitat aslinya tersebar di seluruh
perairan Indonesia dan di daerah tubir (Suharsono, 2010). Pertumbuhan Acropora
loripes pada stasiun 2 lebih baik karena memiliki kontur yang cenderung tubir
seperti pada habitat aslinya, sedangkan pada stasiun 1 modul rangka spider
diletakan pada zona intertidal. Stasiun 1 terletak dekat karang alami yang
merupakan zona intertidal, yaitu zona perairan yang masih dipengaruhi pasang
surut air laut. Menurut Rachmawati (2010) daerah yang memiliki gelombang yang
cukup kuat membuat bentuk terumbu menjadi karang masif atau bentuk bercabang
dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar dan cenderung melebar.
Berdasarkan hal tersebut mengindikasikan pertumbuhan karang pada stasiun 1
yang dipengaruhi oleh gelombang dan pasang surut air laut menyebabkan
pertumbuhan karang cenderung melebar.
Secara umum pertumbuhan karang Acropora loripes pada kedua stasiun
mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu dengan rata-rata 0,585 cm di stasiun
1 dan 0,853 cm di stasiun 2. Transplantasi karang Acropora loripes telah dilakukan
di perairan Pulau Badi, Makassar menggunakan metode rak besi, berbeda
kedalaman dan fragmen yang berasal dari budidaya dan dari alam (Rani &
Awaluddinnoer, 2010). Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa
pertumbuhan total karang selama 3 bulan yaitu sebesar 0,76 – 0,96 cm (kedalaman
3 meter) dan 0,85 – 0,93 cm (kedalaman 7 meter) untuk induk yang berasal dari
alam. Hasil pertumbuhan induk yang berasal dari hasil transplantasi tidak jauh
berbeda yaitu 0,82 – 0,87 cm (kedalaman 3 meter) dan 0,87 – 1.00 cm (kedalaman
7 meter). Hasil tersebut menunjukan pertumbuhan total karang Acropora loripes
pada penelitian ini lebih baik dibanding penelitan sebelumnya dengan jenis karang
yang sama.
Karang Acropora loripes yang ditransplantasi menggunakan modul rangka
spider pada penelitian ini secara umum mengalami pertumbuhan panjang yang
tidak berbeda jauh dibandingkan dengan karang keluarga Acroporidae lainnya
(Rani et al., 2017). Berdasarkan hasil penelitian Khalik (2009) tentang
pertumbuhan beberapa jenis karang Acroporidea dengan substrat alami selama 3
bulan didapatkan hasil pertumbuhan total antara 1,5 – 2,47 cm selama 3 bulan atau
0,5 – 0,823 cm/bulan. Pertumbuhan total karang jenis Acropora tergolong cepat
29

dibanding dengan jenis lain seperti masif dan submasif serta karang cabang lain
seperti Pocillopora dan Porites. Tingginya pertumbuhan karang jenis Acropora
disebabkan karena struktur rangka kapurnya yang lebih berpori dibanding jenis lain
yang lebih padat (Rani et al., 2017).

4.4. Laju Pertumbuhan Karang Acropora loripes


Nilai pertumbuhan karang setiap minggu kemudian dirata-ratakan untuk
mendapatkan nilai rata-rata laju pertumbuhan per minggu. Laju pertumbuhan
karang Acropora loripes yang ditransplantasikan di perairan Desa Les disajikan
dengan grafik pada gambar 10.

0,50
0,45 Stasiun 2
0,40 Stasiun 1
Pertumbuhan (cm)

0,35 0,21
0,30 0,18
0,25
0,14
0,20
0,15 0,14 0,14
0,10 0,09
0,05
0,00 0,00
1 2 3 4
Minggu

Gambar 10. Grafik laju pertumbuhan karang Acropora loripes setiap minggu pada
bulan Juni.
Laju perumbuhan karang mulai meningkat pada minggu ke 2 yaitu 0,09
cm/minggu di stasiun 1 dan 0,14 di stasiun 2. Pada minggu ke-4, laju pertumbuhan
Acropora loripes berada pada laju pertumbuhan tertinggi selama penelitian yaitu
0.14 cm/minggu dan 0.21 cm/minggu. Laju pertumbuhan karang dikedua stasiun
memiliki perbedaan (yang nyata) berdasarkan hasil analisis Paired-Samples T Test
pada taraf kepercayaan 95% (P<0,05) dengan nilai signifikansi sebesar 0,04.
Laju pertumbuhan karang pada berbagai penelitian biasanya disajikan dalam
sentimeter per bulan seperti pada penelitian Iswara (2010) didapatkan laju
pertumbuhan karang sebesar 0,85 cm/bulan pada karang Acropora spp. yang
ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. Penelitian lain juga
diperoleh kisaran laju pertumbuhan karang jenis Acropora sp. berkisar 0,93 – 1,00
cm/bulan pada media terumbu buatan dan 1,00 cm/bulan pada media besi pada
30

perairan Kareko, Lembeh Utara (Mompala, et al., 2017). Hasil laju pertumbuhan
karang genus Acropora pada penelitian-penelitian sebelumnya sedikit lebih besar
daripada laju pertumbuhan Acropora loripes pada perairan Desa Les yaitu sebesar
0,69 cm/bulan pada stasiun 1 dan 0,84 cm/bulan pada stasiun 2 (gambar 10).
Perbedaan laju pertumbuhan tersebut disebabkan oleh berbedanya kondisi oleh
kondisi lingkungan perairan serta spesies karang yang diamati (Supriharyono,
2007).
Perbedaan laju pertumbuhan karang pada kedua stasiun karena ada
perbedaan faktor fisika perairan seperti kecepatan arus dan cahaya. Kecepatan arus
pada stasiun 1 cenderung lebih rendah daripada stasiun 2 begitu juga dengan
intensitas cahaya pada stasiun 2 memiliki penetrasi cahaya yang lebih baik (Tabel
1). Menurut Suharsono (2010), jenis karang Acropora loripes memiliki habitat asli
pada daerah tubir yang memiliki arus kuat sehingga karang mendapatkan pasokan
makanan dan oksigen yang cukup. Perbedaan laju pertumbuhan pada kedua stasiun
disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor biotik (predasi, simbiosis, parasitisme)
ataupun abiotik (suhu, intensitas cahaya, arus dan salinitas) (Nybakken, 2000).
Laju pertumbuhan karang Acropora loripes terus mengalami peningkatan
setiap minggunya dan diperkirakan akan terus meningkat karena nilai laju
pertumbuhan pada akhir pengamatan belum mencapai nilai maksimum
pertumbuhan. Nilai maksimum pertumbuhan karang membutuhkan waktu
penelitian yang lama kurang lebih satu tahun pengamatan sehingga diketahui
periode maksimum dimana laju pertumbuhan karang menjadi stabil (Kambey,
2013). Laju pertumbuhan atau kecepatan karang dalam memproduksi terumbu
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor yang paling penting yaitu
pengaruh penetrasi cahaya matahari yang penting bagi zooxanthellae untuk
fotosintesis (Supriharyono, 2007).
Jenis karang Acropora memiliki jumlah pertunasan yang sedikit serta
memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibanding dengan karang yang memiliki
pertunasan banyak (Kaleka, 2004). Jenis karang Acropora loripes memiliki jenis
percabangan korimbosa atau menyerupai semak dengan tunas dan percabangan
yang banyak dan cenderung tumbuh melebar (Suharsono, 2010) sehingga memiliki
pertumbuhan yang lebih lambat daripada jenis Acropora lainnya. Laju
pertumbuhan karang cenderung mendapatkan cahaya yang baik karena dipengaruhi
oleh sifat fototropik, hal tersebut berhubungan dengan kemampuan Zooxanthellae
31

dalam jaringan karang yang akan meningkatkan kemampuan fotosintesis sehingga


laju kalsifikasi akan semakin cepat (Muko & Iwasa, 2011).

4.5. Kehadiran Ikan Karang


Ikan karang pada ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari rantai
makanan serta sebagai pemantau status ekologi pada terumbu karang (Samways,
2005). Kedua stasiun sebelumnya merupakan daerah kosong dengan substrat pasir
yang tidak ditemukan adanya kehadiran populasi ikan. Hasil penelitian ditemukan
4 famili ikan pada kedua stasiun yaitu famili Pomacenthridae, Chaetodontidae,
Nemipteridae dan famili Acanthuridae. Jenis ikan yang ditemukan pada kedua
stasiun disajikan secara lengkap pada tabel 2.

Tabel 4. Jenis ikan yang ditemukan pada stasiun penelitian.


No Famili Spesies Stasiun 1 Stasiun 2
1 Pomacenthridae Abudefduf vaigiensis 6 0
2 Chromis margaritifer 18 11
3 Chromis ternatensis 10 0
4 Lethrinus sp 0 2
5 Neoglyphidodon melas 5 21
6 Pomacentrus pavo 7 0
7 Chaetodontidae Chaetodon kleinii 1 0
8 Chaetodon triangulum 1 0
9 Nemipteridae Scolopsis bilineatus 0 1
10 Acanthuridae Zebrasoma scopas 1 1
Jumlah (ind) 49 36

Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 8 spesies yang ditemukan pada


stasiun 1 dan 5 spesies pada stasiun 2 dengan 3 spesies ditemukan dikedua stasiun.
Kelompok ikan yang paling banyak ditemukan yaitu famili Pomacenthridae dengan
total 6 spesies pada kedua stasiun. Spesies dengan jumlah individu paling banyak
pada stasiun 1 yaitu jenis Chromis margaritifer dengan jumlah 18 individu,
sedangkan pada stasiun 2 jenis Neoglyphidodon melas paling banyak ditemukan
yaitu sebanyak 21 individu. Jenis-jenis ikan yang ditemukan umumnya hidup
dalam kelompok seperti ikan betok Chromis ternatensis, C. margaritifer dan ikan
damsel Neoglyphidodon melas (Black Damsel) serta Pomacentrus pavo (Blue
Damsel). Hasil tersebut menunjukkan hasil yang positif untuk ekosistem terumbu
karang di perairan Desa Les. Menurut Manembu et al., (2014), kenaikan jumlah
32

individu dari lokasi yang sebelumnya kosong merupakan indikator dalam


peningkatan ekosistem karang.
Jenis yang paling banyak ditemukan yaitu famili Pomacenthridae
merupakan jenis ikan penetap (resident) serta memiliki tingkah laku teritorial
sehingga jarang pergi jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungnya
(Kusnanto, 2015). Modul rangka spider yang terbuat dari besi yang dilapisi pasir
pantai sehingga mudah ditumbuhi oleh alga yang menjadi makanan ikan herbivora.
Habitat yang cocok akan menentukan kelimpahan ikan karang pada daerah
tersebut, jenis ikan karang famili Pomacenthridae cenderung berkumpul pada
celah-celah karang bercabang (Rondonuwu et al., 2017) sehingga transplantasi
terumbu karang jenis Acropora loripes banyak didatangi ikan famili
Pomacenthridae. Menurut Dhaniyat et al., (2003) kemunculan ikan karang
didaerah transplantasi cenderung didominasi oleh ikan pemakan alga dari famili
Pomacenthridae. Ikan karang mayoritas bersifat diurnal serta pada umumnya
memiliki preferensi makan herbivora (Terangi, 2004).
Kondisi struktur komunitas ikan karang pada daerah penelitian dapat dilihat
menggunakan indeks ekologi yaitu indeks keanekaragaman (H’), Indeks
keseragaman (E), dan indeks dominasi (C) yang tersidia pada tabel 3. Berdasarkan
hasil penelitian nilai keanekaragaman ikan di kedua stasiun memiliki kategori
rendah yaitu 1,70 pada stasiun 1 dan 1,04 pada stasiun 2. Nilai keseragaman ikan
pada stasiun 1 termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 0,82 dan termasuk
dalam kategori sedang pada stasiun 2 yaitu sebesar 0,60. Nilai indeks dominansi
(D) distasiun 1 termasuk dalam kategori rendah yaitu 0,22 sedangkan pada stasiun
2 memiliki kategori tinggi dengan nilai 1.

Tabel 5. Struktur komunitas ikan


Struktur Komunitas Ikan Karang Stasiun
1 2
Indeks Keanekaragaman (H') 1,70 1,04
Indeks Keseragaman (E) 0,82 0,60
Indeks Dominansi (D) 0,22 1

Nilai indeks keanekaragaman pada kedua stasiun termasuk dalam kategori


rendah yaitu 1,70 pada stasiun 1 dan 1,04 pada stasiun 2, hal tersebut dikarenakan
33

daerah transplan pada penelitian ini baru mencapai waktu satu bulan sehingga
keanekaragaman jenis ikan yang berkumpul masih sedikit. Penelitian lain
dilakukan di perairan Desa Tanjung Tiram, Kabupaten Konawe Selatan
memperoleh nilai indeks keanekaragaman berkisar 2,04 -2,45 (kategori sedang)
yang telah dipasang terumbu karang buatan selama 3 bulan (Yudizar, Kasim, &
Nur 2019). Hasil penelitian Anastion (2017) pada tempat yang sama yaitu juga
memperoleh nilai indeks keanekaragaman juga dalam kategori sedang dengan
waktu pengamatan setelah satu tahun peletakan terumbu buatan. Begitu pula
dengan penelitian di tempat lainnya yaitu di Pulau Wangi-wangi Wakatobi, yang
telah diturunkan selama 1,5 tahun diperoleh nilai keanekaragaman dalam kategori
sedang yaitu H’= 2,68 (Prasetiawan). Satria dan Mujiyanto (2011) juga
menemukan nilai keanekaragaman ikan karang pada terumbu karang buatan di
Perairan Teluk selama setahun Saleh yaitu berkisar antara 2,204 – 2,852 dalam
kategori sedang.
Hasil analisis indeks keseragaman (E) ikan karang pada stasiun 1 termasuk
dalam kategori tinggi dengan nilai 0,82 dan hasil analisis indeks dominansi (D)
termasuk dalam kategori rendah dengan nilai 0,22. Nilai tersebut berbanding
terbalik dengan stasiun 2 dengan hasil analisis indeks keseregaman termasuk dalam
kategori sedang (komunitas labil) dengan nilai 0,60 dan nilai indeks dominansi
termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai 1,00 (terdapat spesies yang
mendominasi). Hasil tersebut menunjukan komunitas ikan pada stasiun 1 dalam
kondisi stabil sedangkan kondisi komunitas ikan karang pada stasiun 2 dalam
kondisi labil. Kusnanto (2015) menyatakan bahwa tingkat keseragaman yang tinggi
menunujukkan bahwa ekosistem berada dalam kondisi stabil. Tingkat dominansi
yang rendah menunjukkan di lokasi penelitian tidak adanya dominansi oleh spesies
ikan karang tertentu dan tidak ada tekanan terhadap ekosistem begitu pula
sebaliknya.
Menurut Young et al. (2012), tinggi rendahnya keanekaragaman jenis ikan
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kualitas lingkungan. Letak
stasiun 1 yang berdekatan dengan terumbu karang alami menyebabkan kondisi
komunitas ikan karang lebih stabil dibanding dengan stasiun 2. Komunitas ikan
karang pada stasiun 2 dinyatakan labil karena ada satu spesies ikan yang
mendominasi yaitu Neoglyphidodon melas merupakan famili Pomacenthridae
34

yang termasuk ikan pionir, selain itu jenis karang yang di transplantasi juga
berpengaruh terhadap jenis ikan yang datang (Yunaldi, et al. 2011).
Bedasarkan jumlah individu spesies ikan yang ditemukan serta jumlah
fragmen Acropora loripes yang hidup pada akhir penelitian didapatkan hasil
persamaan regresi linier yang disajikan pada gambar 13 dan 14.

12
y = 0,2429x + 4,8678
jumlah karang hidup (fragmen)

10 R² = 0,7639

0
0 5 10 15 20 25
jumlah kehadiran ikan

Gambar 11. Regresi linear transplantasi karang terhadap kehadiran ikan (stasiun
1)

12
jumlah karang hidup (fragmen)

10

4
y = 0,309x + 5,5755
2 R² = 0,9199

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
jumlah kehadiran ikan

Gambar 12. Regresi linear transplantasi karang terhadap kehadiran ikan (stasiun
2)
35

Grafik regresi linear stasiun 1 dan 2 masing-masing menunjukan hasil


positif yaitu y = 0,2429x + 4,8678 pada stasiun 1 dan y = 0,309x + 5,5755 dengan
pada stasiun 2. Hasil regresi linear pada kedua stasiun menunjukan bahwa
transplantasi karang memberikan efek positif bagi populasi ikan pada lokasi
penelitian yaitu semakin banyak fragmen karang yang hidup maka jumlah
kehadiran ikan akan semakin tinggi. Terumbu karang buatan berfungsi sebagai
spawning ground, nursery groud, dan feeding ground bagi ikan karang sehingga
terumbu karang buatan dapat mengundang ikan disekitarnya (Manembu, et al.,
2014).
Berdasarkan data diatas terdapat perbedaan hasil regresi linear pada kedua
stasiun yaitu R2 sebesar 76% pada stasiun 1 dan 92% pada stasiun 2. Kehadiran
ikan pada kedua stasiun dipengaruhi oleh lokasi stasiun dimana pada stasiun 2
berada pada daerah yang terbuka bersubstrat pasir, sedangkan pada stasiun 1
dikelilingi oleh karang alami. ikan karang pada stasiun 2 cenderung menetap
karena tidak ada daerah perlindungan lain disekitarnya. ikan karang akan akan
menetap pada wilayah yang memiliki sumberdaya yang cukup serta akan memilih
tempat yang sesuai untuk bersembunyi dari predator (Yunaldi et al., 2011).
Penyebab berkumpulnya ikan pada daerah transplantasi karang karena
adanya proses kolonisasi suksesi oleh alga (perifiton), keberadaan perifiton yang
menempel pada terumbu buatan merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil
(Yunaldi et al., 2011). Jenis karang juga memiliki peran bagi jenis ikan yang
datang, seperti famili Pomacenthridae yang memiliki bentuk tubuh yang kecil
sehingga memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat berlindung (Yudizar et al.,
2019). Pupulasi ikan karang sangat berhubungan dengan tutupan terumbu karang,
peningkatan tutupan terumbu karang akan diikuti dengan peningkatan jumlah
spesies dan individu karang (Manembu, et al., 2012). Kontribusi transplantasi
terumbu karang sangat menunjang peningkatan kualitas ekosistem terumbu karang
dan berimplikasi langsung terhadap biodiversitas ikan karang (Manembu, et al.,
2014).
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pertumbuhan terumbu karang Acropora loripes yang di transplantasi
menggunakan modul rangka spider di perairan Desa Les menunjukan hasil yang
signifikan dengan total pertumbuhan yaitu 0,59 cm pada stasiun 1 dan 0,85 cm pada
stasiun 2. Laju pertumbuhan terus menunjukan peningkatan hingga akhir penelitian
dengan kecepatan pertumbuhan tertinggi yaitu 0,14 cm/minggu pada stasiun 1 dan
0,21cm/minggu pada stasiun 2.
Perbedaan kedalaman memiliki pengaruh penting bagi pertumbuhan karang
berkaitan dengan intensitas cahaya serta kecepatan arus sehingga mengakibatkan
perbedaan pertumbuhan pada kedua stasiun. Kehadiran ikan karang pada daerah
tranplan menunjukan hasil positif dimana semakin banyak karang yang hidup
semakin banyak ikan yang hadir. Terdapat 10 spesies ikan yang di temukan pada
kedua stasiun dengan jumlah total 41 individu pada stasiun 1 dan 36 individu pada
stasiun 2. Kondisi komunitas ikan karang pada stasiun 1 termasuk dalam kategori
stabil, sedangkan pada stasiun 2 termasuk dalam kategori labil.

5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan menggunakan karang spesies lain untuk
melihat efektivitas modul rangka spider sebagai media transplantasi terumbu
karang serta perlu dilakukan pengamatan secara periodik agar dapat mengetahui
fase stagnan laju pertumbuhan terumbu karang. Perlu dilakukan monitoring setiap
hari untuk melakukan perawatan pada modul transplan agar tidak kotor atau rusak.

36
DAFTAR PUSATAKA

As-Syakur, A. R., &َWiyanto D. W. (2016). Study of Hidrological Condition for


Artificial Reef Location in Tanjung Benoa Bali. Jurnal Kelautan. 9 (1): 85–
92.

Boli P. (1994). Respon Pertumbuhan Karang Batu Pada Kondisi Lingkungan


Perairan Yang Berbeda di Kepulauan Seribu. (Tesis). Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Burke, L., Selig, E., & Spalding, M. (2002). Terumbu karang yang terancam di
Asia Tenggara (ringkasan untuk Indonesia). World Resources Institute,
Washington DC.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, & Sitepu MJ. (2008). Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan Kota Balikpapan (DPKP) Balikpapan.


(2010). Petunjuk Teknis Pembuatan Terumbu Karang Buatan dan
Transplantasi Karang. Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan Kota
Balikpapan. DPKP Balikpapan, Balikpapan.

Edwards, A.J. & Gomez, E.D. (2008). Reef Restoration Concepts and Guidelines:
making sensible management choices in the face of uncertainty. Yayasan
TERANGI, Jakarta, iv + 38 hlm.

Edwards, A.J. (ed.) (2010). Reef Rehabilitation Manual. Coral Reef Targeted
Research & Capacity Building for Management Program. St Lucia,
Australia. ii + 166 pp.

Gaol, J. L., Risti, E. A., & Marisa M. L. (2014). Pemetaan Suhu Permukaan Laut
Dari Satelit Di Perairan Indonesia Untuk Mendukung One Map Policy.
Seminar Nasional Pengindraan Jauh 2014. 1: 433–42.

Giyanto, Abrar, M. Hadi, T. A. Budiyanto, A. Hafizt, M. Salatalohy, A. Iswari, M.


Y. (2017). Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Puslit Oseanografi –
LIPI, Jakarta.

Hadi, T. A. Giyanto. Prayudha, B. Hafizt, M. Budiyanto, A. Suharsono. (2018).


Status Terumbu Karang Indonesia 2018. Puslit Oseanografi – LIPI, Jakarta.

Haris, A., Chair, R., A. T., Andi, I. B., Samawi, F. M., Tambaru, R., Werorilangi,
S., Arniati, & Faisal, A. (2017). Survival And Growth of Transplantation of
Ornament Coral Acropora Sp in The Village of Tonyaman , Binuang District,
Polewali Mandar Regency. Spermonde 2: 1–8.

Haruddin. A., Edi. P, & Sri B. (2011). Dampak Kerusakan Ekosistem Terumbu
Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara Tradisional
Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. EKOSAINS.
III (3): 29-41.

37
38

Harriot VJ & Fisk DA. (1988). Coral transplantation as reef management option.
Proc.6th. Int. Coral Reef Symp. 2, 375-379 p.

Hetherington J., Leous J., Anziano J., Brockett D., Cherson A., Dean E., Dillon J.,
Johnson T., Littman M., Lukehart N., Ombac J., Reilly K., (2005). The
Marine Debris Research, Prevention and Reduction Act: A Policy Analysis.
Columbia University New York, New York.

Kaleka, D.M.W. (2004). Transplantasi Karang Batu Marga Acropora Pada


Substrat Buatan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang. (Disertasi)
Institut Pertanian Bogor,. Bogor.

Kamalikasari, L. (2012). Pengaruh Adaptasi Fragmen Karang Keras Berpolip


Besar Jenis Blastomussa wellsi Pada Kedalaman Berbeda di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kambey, A. D. (2013). The Growth of Hard Coral ( Acropora sp .) Transplants in


Coral Reef of Malalayang Waters , North Sulawesi , Indonesia. Jurnal Ilmiah
Platax 1 (4): 196–203.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2004). Baku Mutu Air Laut Untuk
Biota Laut.Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. No 51

Khalik, I. (2009). Laju Pertumbuhan dan Sintasan Karang Bercabang Acroporidae


Yang Ditransplantasi Pada Substrat Alami (Massive Dead Corals) Di
Perairan Pulau Barrang Lompo, Makassar. (Skripsi) Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Kusnanto. (2015). Struktur Komunitas Ikan Pada Ekosistem Terumbu Buatan DI


Perairan Pulau Karya Dan Pulau Harapan, Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusumo, S. (2013). Panduan Penggunaan CPCe 4.1 Untuk Pengamatan


Pertumbuhan Karang (Uji Coba Transplantasi Karang Hias). (Tesis)
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lesser MP. (2004). Experimental Biology of Coral Reef Ecosystems. Journal of


Experimental Marine Biology and Ecology 300, 217 – 252.

Manembu, I., Adrianto,L., Bengen, D., & Yulianda, F. (2014). The Abundance Of
Coral Fish In Artificial Reefs Area Of Ratatotok Waters , North Sulawesi.
BAWAL 6 (1): 55–61.

Manembu, I., Adrianto, L., Bengen, D. & Yulianda, F.( 2012). Distribusi Kara G
Da Ika Kara G Di Kawasa Reef Ball Teluk Buyat Kabupate Mi Ahasa. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan Tropis VIII (1): 28–32.

Mompala, K, Rondonuwu, A. B., & Rembet. U. N. W. J. (2017). Laju Pertumbuhan


Karang Batu Acropora Sp. Yang Ditransplantasi Pada Terumbu Buatan Di
Perairan Kareko Kecamatan Lembeh Utara Kota Bitung.” Jurnal Ilmiah
Platax 5 (2): 234–42.
39

Muko, Soyoka, & Yoh Iwasa. (2011). “Long-Term Effect of Coral


Transplantation : Restoration Goals and the Choice of
Species.” Journal of Theoretical Biology 280 (1): 127–38.

Nikyuluw, L. L. U. (2005). Kajian Variasi Musiman Suhu Permukaan Laut dan


Klorofil-a dalam Hubungannya dengan Penangkapan Lemuru di Perairan
Selat Bali. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nontji, A. (2005). Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Nybakken, JW. (2000). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia,


Jakarta, 480 hlm.

Odum, E. P. (1998). Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh T. Samingan. Edisi


Ketiga. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Gajah Mada

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. (2010). Laporan Status Lingkungan Hidup


Daerah Provinsi Bali. Pemerintah Provinsi Bali, Bali.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. 2015. Laporan Status Lingkungan Hidup


Daerah Provinsi Bali. Pemerintah Provinsi Bali, Bali.

Prasetiawan, N.R. (2017). Komunitas Ikan Karang Pada Terumbu Karang Buatan
Biorock Di Perairan Pulau Wangi- Wangi, Wakatobi. Prosiding Seminar
Nasional Kelautan,. 4: 14–26.

Prasetyo, A. B. T., Yuliadi, L. P. S., Astuty, S. & Prihadi, D. J. (2018). Keterkaitan


Tipe Substrat Dan Laju Sedimentasi Dengan Kondisi Tutupan Terumbu
Karang Di Perairan Pulau Panggang, Taman Nasional Kepulauan Seribu.”
Jurnal Perikanan Dan Kelautan IX (2): 1–8.

Prastiwi, D.I. Soedharma, D. Subhan, B. (2012). Pertumbuhan Karang Lunak


Lobophytum strictum Hasil Transplantasi pada Sistem Resirkulasi dengan
Kondisi Cahaya Berbeda. Bonorowo wetlands 2 (1), 31-39.

Prianto, A., Ningsih, N. S., Sofian, I. & Hanifah F. (2012). Variabilitas Transpor
Arus Lintas Indonesia Total: 1948-2011. Prosiding Seminar Nasional
Kelautan,. 4: 27-39.

Rachmawati, R. (2001). Terumbu Buatan (Artificial Reef). Pusat Riset Teknologi


Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, 50 hlm.

Rani, C., & Awaluddinnoer. (2010). Sintasan Dan Laju Pertumbuha Fragmen
Karang Acropora Loripes Antara Induk Hasil Transplantasi (F1) Dan Induk
Dari Alam (F0). Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitain Perikanan
Dan Kelautan, 1–7.

Rani, C., Tahir, A., Jompa, J., Faisal, A., Yusuf, S., Werorilangi, S., & Arniati.
(2017). Keberhasilan Rehabilitasi Terumbu Karang Akibat Peristiwa
Bleaching Tahun 2016 Dengan Teknik Transplantasi. Spermonde 3 (1): 13–
19.
40

Ricker, WE. (1975). Computation dan interpretation of biological statistic of fish


population. Bulletin of Fish Research Board of Canada, Canada.

Sadarun. (1999). Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta.


(Skripsi) Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Samways, M.J. (2005). Breakdown of butter flyfish (Chaetodontidae) territories


associated with the onset ofamass coral bleaching event.Aquatic
Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems.15 (S1). S101– S107.

Setiawan, F., Janny D.K., & Georis J.F.K. (2013). Struktur Komunitas Ikan karang
di perairan terumbu karang taman nasional bunaken, sulawesi utara. Jurnal
Perikanan dan Kelautan tropis. 9(1):13-18

Siahainenia, L, S. F. Tuhumury, P. A. Uneputty, & N. C. Tuhumury. (2019).


“Survival and Growth of Transplanted Coral Reef in Lagoon Ecosystem of
Ihamahu, Central Maluku, Indonesia.” IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 1 (1): 1–5.

Soedharma, D. dan D. Arafat. (2007). Perkembangan Transplantasi Karang


Indonesia. Pusat Pengkajian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Soedharma, D. dan B. Subhan. (2008). Transplantasi Karang Saat Ini dan


Tantangannya di Masa Depan. In: Prosiding Munas Terumbu Karang I,
Jakarta, Hal 50-58.

Subhan, B., D. Soedharma, H. Madduppa, D. Arafat, D. Heptarina. (2008). Tingkat


Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang Jenis Euphyllia sp.,
Plerogyra sinusa dan Cynarina lacrymaris yang Ditransplantasikan di
Perairan Pulau Pari, Jakarta. In : Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset
Perikanan, Malang, Hal 1-8..

Suharsono. (2008). Bercocok Tanam Karang dengan Transplantasi. Coremap


Program: Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta.

Suharsono. (2010). Jenis-jenis Karang Indonesia. LIPI Press, Anggota Ikapi,


Jakarta, iv+372 hlm.

Supriharyono. (2007). Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit


Djambatan, Jakarta, X + 129 p.

Supriharyono. (2009). Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah


Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rondonuwu, A.B., Lumingas, L.J. L., Bataragoa, N.E. (2017). Coral Fishes of
Chaetodontidae in North Salawaty and South Batanta Districts, Raja Ampat
Regency, West Papua Province. Jurnal Ilmiah Platax Vol. 5:(2), 21–28.
41

Tanner, JE. (1995). Competition between scleretinian corals and macroalgae: An


experimental investigation of coral growth, survival and reproduction. J. Exp.
Marine Biology Ecology 190, 151-168.

Terangi, (2004).Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual


Indonesia. Terumbu karang Indonesia (Terangi), Jakarta

Timotius, S. (2003). Biologi Terumbu Karang. Yayasan Terumbu Karang


Indonesia (Terangi), Jakarta.

Tito, C. K., Ampou, E. E., Widagti, N., & Triyulianti, I. (2016). Kondisi PH Dan
Suhu Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Nusa Penida Dan
Pemuteran Bali. Jurnal Teknik Lingkungan 5 (1): 1-13.

Veron, J.E.N. (2000). Corals of the world. Vol 1. Townsville: AIMS, 463 pp.

Wallace, Carden (1999). Staghorn Corals of the World: A Revision of the Genus
Acropora.Csiro Publishing. ISBN 0643102817.

Wibowo, AS. (2010). Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan


Transplantasi Karang Stylophora pistillata, dan Pocillopora verrucosa di
Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Gayatri, Yahya Y., Ryanyka. (2008). Laporan Pengelolaan Perikanan Kecamatan


Tejakula 2006. Reef Check Fondation, Buleleng.

Yudizar, A., Kasim, M., & Nur A. I. (2019). Struktur Komunitas Ikan Karang Pada
Terumbu Karang Buatan Di Perairan Desa Tanjung Tiram Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber
Daya Perairan 4 (1): 75–82.

Yunaldi, Arthana, I. W., & Astarini I. A. (2011). Studi Perkembangan Struktur


Komunitas Ikan Karang Di Terumbu Buatan Berbentuk Hexadome Pada
Berbagai Kondisi Perairan Di Kabupaten Buleleng, Bali. ECOTROPHIC 6
(2): 107–12.

Yusuf, M., Handoyo, G. & Wulandari S. Y. (2012). “Karakteristik Pola Arus


Dalam Kaitannya Dengan Kondisi Kualitas Perairan Dan Kelimpahan
Fitoplankton Di Perairan Kawasan Taman Nasional Laut Karimunjawa.
Buletin Oseanografi Marina 1: 63–74.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan penelitian

(A) (B)
(C)

(E) (F)
(D)

(H) (I)
(G)
Keterangan:
(A) Distribusi karang dari perusahaan karang hias Gilimanuk
(B) Aklimatisasi karang
(C) Proses pengikatan karang pada modul
(D) Pengukuran karang dan penghitungan karang hidup
(E) Pengukuran pH perairan
(F) Pengukuran kadar amonia perairan
(G) Pengukuran karang menggunakan program CPCe
(H) Pengamatan kehadiran ikan pada daerah transplan
(I) Foto karang hidup pada modul

41
42

Lampiran 2. Hasil pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka


spider selama bulan Juni.

laju
minggu minggu minggu minggu pertumbuhan pertumbuhan
tag 1 2 3 4 total total
1 3,77 3,92 4,40 4,56 0,79 0,20
2 4,66 3,30 4,72 2,55 0,00 0,00
3 6,19 6,00 6,10 6,52 0,32 0,08
4 4,96 5,43 6,29 5,72 0,75 0,19
5 5,68 5,55 6,11 6,47 0,79 0,20
6 4,98 5,16 7,07 6,18 1,19 0,30
7 4,60 5,18 5,55 5,33 0,73 0,18
8 4,04 4,31 4,22 4,48 0,00 0,11
9 6,38 5,92 7,61 7,11 0,73 0,18
10 4,89 4,61 5,36 5,35 0,45 0,11
11 5,18 5,65 5,79 5,51 0,33 0,08
12 4,01 3,89 2,05 3,40 0,00 0,00
13 4,08 4,94 4,73 5,22 1,14 0,29
14 5,47 5,46 6,36 6,53 1,06 0,27
15 3,67 2,88 2,81 3,29 0,00 0,00
16 3,47 3,23 3,53 3,60 0,13 0,03
17 4,67 4,74 5,53 5,86 1,19 0,30
18 5,29 5,67 5,81 5,87 0,58 0,14
19 5,92 5,72 6,29 6,51 0,59 0,15
20 4,93 4,92 5,11 5,78 0,85 0,21
21 3,56 3,66 3,73 3,84 0,28 0,07
22 2,93 3,37 3,43 3,51 0,58 0,15
23 2,92 3,29 3,68 4,45 1,53 0,38
24 4,68 4,84 5,41 5,48 0,80 0,20
25 3,70 3,44 3,51 4,02 0,33 0,08
26 4,56 4,90 4,89 5,34 0,78 0,20
27 4,39 4,33 4,56 5,48 1,08 0,27
28 4,84 4,94 4,87 5,21 0,37 0,09
29 4,80 4,71 4,97 4,93 0,13 0,03
30 4,82 5,23 4,84 5,52 0,70 0,18
31 3,64 3,13 3,02 3,06 0,00 0,00
32 4,25 3,98 3,05 1,84 0,00 0,00
33 3,72 4,15 4,06 3,97 0,26 0,06
34 5,99 5,50 6,55 7,12 1,13 0,28
35 6,32 6,65 6,10 6,82 0,50 0,13
36 3,05 3,50 3,81 4,00 0,96 0,24
37 4,25 2,30 2,24 3,33 0,00 0,00
38 3,84 3,94 4,49 4,57 0,73 0,18
39 6,03 7,08 6,47 6,47 0,44 0,11
43

40 5,79 2,54 4,81 3,11 0,00 0,00


41 4,03 3,50 3,91 4,50 0,47 0,12
42 7,03 7,28 8,07 8,04 1,01 0,25
43 5,75 5,78 6,41 6,93 1,19 0,30
44 3,55 2,96 3,68 4,40 0,85 0,21
rata-
rata 4,66 4,58 4,91 5,04 0,59 0,15
*satuan: Centimeter
Tabel 6. Data pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka spider
stasiun 1

laju
minggu minggu minggu minggu pertumbuhan pertumbuhan
tag 1 2 3 4 total total
45 8,232 8,079 8,678 9,135 0,903 0,226
46 4,572 4,410 5,049 5,673 1,101 0,275
47 5,798 6,796 6,863 6,930 1,132 0,283
48 6,805 6,849 7,405 7,606 0,801 0,200
49 5,453 5,645 6,059 6,873 1,420 0,355
50 4,195 4,199 4,379 4,847 0,652 0,163
51 10,689 11,148 11,607 12,066 1,377 0,344
52 3,598 4,327 5,056 5,485 1,887 0,472
53 13,164 13,345 13,526 14,396 1,232 0,308
54 8,845 9,031 9,606 9,891 1,046 0,262
55 9,812 9,881 10,322 8,084 0,000 0,000
56 8,862 9,129 9,076 10,490 1,628 0,407
57 8,251 8,886 6,236 5,022 0,000 0,000
58 4,211 3,584 4,206 4,828 0,617 0,154
59 6,387 5,190 6,182 7,174 0,787 0,197
60 7,067 7,025 7,257 7,508 0,441 0,110
61 9,338 10,475 10,454 10,591 1,253 0,313
62 9,533 9,577 9,786 10,372 0,839 0,210
63 6,962 7,084 7,206 7,328 0,366 0,092
64 8,021 8,922 9,613 9,733 1,712 0,428
65 9,511 9,565 9,619 9,753 0,242 0,061
66 4,601 4,941 5,065 5,405 0,804 0,201
67 5,448 5,685 5,583 5,481 0,033 0,008
68 7,609 8,688 9,158 9,061 1,452 0,363
69 3,947 4,242 4,482 4,722 0,775 0,194
70 4,176 4,221 4,898 5,575 1,399 0,350
71 7,326 7,774 8,130 8,486 1,160 0,290
72 8,051 8,051 8,925 8,782 0,731 0,183
73 4,865 4,865 4,851 2,888 0,000 0,000
74 5,205 6,083 6,299 6,515 1,310 0,328
75 4,787 4,075 4,694 5,313 0,526 0,132
44

76 5,561 6,317 6,372 6,427 0,866 0,217


77 4,857 5,147 5,437 5,727 0,870 0,218
78 7,322 7,729 8,342 8,402 1,080 0,270
79 7,456 7,794 8,394 8,994 1,538 0,385
80 5,625 5,683 6,363 6,864 1,239 0,310
81 5,869 5,556 5,791 6,048 0,179 0,045
82 5,224 5,420 5,659 5,898 0,674 0,169
83 4,188 4,540 4,566 4,592 0,404 0,101
84 4,986 5,724 5,843 5,962 0,976 0,244
85 4,332 4,567 3,182 3,796 0,000 0,000
86 3,318 3,327 3,486 3,874 0,556 0,139
87 4,089 4,432 4,144 4,720 0,631 0,158
88 6,501 5,955 6,514 7,073 0,572 0,143
rata-
rata 6,469 6,681 6,917 7,145 0,846 0,211
*satuan: Centimeter
Tabel 7. Data pengamatan fragmen karang Acropora loripes pada rangka spider
stasiun 2

STASIUN MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4


1 91% 89% 84% 82%
2 98% 98% 93% 91%
Tabel 8. Data kelangsungan hidup (survival rate) fragmen karang Acropora loripes
pada rangka spider
45

Lampiran 3. Uji Normalitas pertumbuhan total karang Acropora loripes

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Dr Sig. Statistic df Sig.

STASIUN 1 .102 44 .200* .947 44 .041

STASIUN2 .071 44 .200* .972 44 .363

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


46

Lampiran 4. Uji lanjutan paired T-Test pertumbuhan total karang Acropora loripes.

T-Test

[DataSet1]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SHALLOW .58548 44 .416762 .062829

DEEP .85298 44 .501487 .075602

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Stasiun 1 & Stasiun 2 44 -.026 .868

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 S1-S2 -.267500 .660246 .099536 -.468233 -.066767 -2.687 43 .010


47

Lampiran 5. Regresi linear tingkat kelangsungan hidup karang Acropora loripes


pada modul rangka spider dengan jumlah kehadiran ikan.
Regression Stasiun 1

X Y
(Kehadiran (Jumlah
ikan) Karang)
23 10
6 5
10 9
8 7
1 5

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method

1 Kehadiran ikana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Jumlah karang

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .874a .764 .685 1.27953

a. Predictors: (Constant), Kehadiran ikan

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 4.868 .942 5.166 .014

Kehadiran ikan .243 .078 .874 3.115 .023

a. Dependent Variable: Jumlah karang


48

Regression Stasiun 2

X Y
(Kehadiran (Jumlah
ikan) Karang)
6 8
5 7
15 10
7 8
3 6

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method

1 kehadiran ikana . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: jumlah karang

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .959a .920 .893 .48483

a. Predictors: (Constant), kehadiran ikan

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 5.575 .437 12.767 .001

kehadiran ikan .309 .053 .959 5.868 .010

a. Dependent Variable: jumlah karang

Anda mungkin juga menyukai