Anda di halaman 1dari 80

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG

PADA BIOROCK DI KAWASAN PERLINDUNGAN LAUT


PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

Oleh:
Yanuar Muhammad
C64104031

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG PADA BIOROCK


DI KAWASAN PERLINDUNGAN LAUT PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini

Bogor, Agustus 2009

YANUAR MUHAMMAD
C64104031
RINGKASAN

YANUAR MUHAMMAD. Struktur Komunitas Ikan Karang pada Biorock di


Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan BEGINER SUBHAN

Penelitian ini berada di Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka,


Kepulauan Seribu, Jakarta. Lokasi pengamatan dibagi menjadi 2 bagian yaitu
stasiun biorock dengan posisi geografis 5o44’184” lintang selatan dan
106o36’528” bujur timur dan stasiun non-biorock dengan posisi geografis
5o44’293” lintang selatan dan 106o36’537” bujur timur. Pengamatan dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu pada bulan Juni 2008 dan bulan November 2008.
Pengamatan di stasiun biorock dilakukan untuk melihat perkembangan
komunitas ikan karang yang terjadi setelah adanya terumbu buatan biorock yang
ditransplantasikan selama 5 bulan. Pengambilan data ikan karang terbagi
menjadi 2 metode yaitu metode stationary visual sensus menurut Hill dan
Wilkinson (2004) untuk stasiun biorock dan metode visual sensus menurut
English et al. (1994) untuk stasiun non-biorock. Analisis data yang digunakan
yaitu kelimpahan ikan karang dan indeks komunitas ikan karang
(keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi) menurut Odum (1971).
Parameter lingkungan yang diukur pada stasiun pengamatan meliputi
parameter fisika-kimia perairan dan parameter kualitas perairan. Parameter
fisika-kimia perairan yang diukur meliputi parameter suhu, salinitas, kecerahan,
kecepatan arus, dan pH. Secara umum parameter fisika-kimia yang terukur di
stasiun pengamatan memiliki kesesuaian terhadap terumbu karang untuk dapat
hidup. Parameter kualitas perairan yang diukur meliputi Ortho Fosfat (P-PO4)
dan Nitrat (NO3-N). Hasil yang didapatkan dari parameter kualitas perairan ini
menunjukkan bahwa kondisi perairan di stasiun pengamatan berada dalam
tingkat kesuburan yang rendah, tidak tercemar dan berada dalam kondisi
perairan air laut yang normal.
Selama pengamatan berlangsung, sebanyak 7 famili, 10 genus, 15 spesies
dan 44 individu ikan karang tercatat di stasiun biorock. Kekayaan ini lebih kecil
dibandingkan dengan kekayaan ikan karang yang tercatat di stasiun non-biorock
yaitu 13 famili, 63 spesies, dan 1748 individu. Indeks keanekaragaman di kedua
stasiun menunjukkan bahwa keanekaragaman ikan karang berada dalam
kategori sedang yaitu 1,63 dan 2,06 untuk stasiun biorock serta 2,68 dan 2,39
untuk stasiun non-biorock. Indeks keseragaman di kedua stasiun menunjukkan
nilai indeks keseragaman yang tinggi yaitu 0,91 dan 0,89 untuk stasiun biorock
serta 0,69 dan 0,62 untuk stasiun non-biorock. Nilai indeks tersebut
menunjukkan bahwa terjadi pola penyebaran individu per spesies yang merata
sehingga terdapat kestabilan dalam komunitas. Dominansi pada 1 spesies di
kedua stasiun pengamatan tidak ada, pernyataan ini diketahui dari nilai indeks
dominansi di kedua stasiun pengamatan yang rendah yaitu 0,21 dan 0,15 untuk
stasiun biorock serta 0,11 dan 0,15 untuk stasiun non-biorock.
Beberapa spesies ikan karang yang tercatat di kedua stasiun pengamatan
diantaranya Chaetodon octofasciatus, Halichoeres richmondi, Pentapodus
trivittatus, Scarus rivulatus, Scolopsis margaritifer, Scolopsis monogramma.
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG
PADA BIOROCK DI KAWASAN PERLINDUNGAN LAUT
PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
Yanuar Muhammad
C64104031

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG PADA BIOROCK DI
KAWASAN PERLINDUNGAN LAUT PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
Nama : Yanuar Muhammad
NRP : C64104031

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M. Sc Beginer Subhan, S. Pi


NIP. 19641014 198803 2 001 NIP. 19800118 200501 1 003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof.Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc


NIP. 19610410 198601 1 002

Tanggal Lulus: 14 Agustus 2009


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,

karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Skripsi ini berjudul Struktur Komunitas Ikan Karang Pada Biorock Di

Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penulis haturkan

kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Bapak Beginer Subhan, S.Pi selaku

dosen pembimbing dalam penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku dosen penguji tamu dan

Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T selaku komisi pendidikan Departemen

Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor, pada ujian skripsi atas evaluasi dan saran yang diberikan

kepada penulis.

3. Bapak dan ibu tercinta yang memberikan kasih sayang dan motivasi kepada

ananda sampai dengan ananda berhasil meraih gelar sarjana di Departemen

Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

4. Rekan-rekan yang tergabung dalam tim biorock : Regiana Permana,

Ramadian Bachtiar, Fredy Augusta, Tanty Maulina, Ahmad Taufik Ghozali

dan Medriko Desistiano.

5. Warga ITK terutama angkatan 41 yang memberikan kebersamaan dan

motivasinya selama ini.

6. Teman-teman FDC yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang

sangat berharga.
7. Seluruh staf dosen, pengajar dan tata usaha di lingkungan Departemen Ilmu

dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan informasi rehabilitasi terumbu karang di Indonesia.

Bogor, Agustus 2009

Yanuar Muhammad
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan ....................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4


2.1. Komunitas ikan karang .............................................................. 4
2.2. Hubungan antara ikan karang dengan terumbu karang ............. 8
2.3. Hubungan antara ikan karang dengan terumbu buatan ............. 9
2.4. Terumbu buatan ........................................................................ 10
2.5. Terumbu buatan biorock ............................................................ 13

3. METODE PENELITIAN ................................................................... 18


3.1. Lokasi dan Waktu penelitian ..................................................... 18
3.2. Alat dan bahan ......................................................................... 19
3.3. Sistem terumbu buatan biorock ................................................. 21
3.4. Metode pengumpulan data ........................................................ 24
3.5. Pengolahan data ......................................................................... 27
3.6. Analisis data ................................................................................ 29
3.6.1. Kelimpahan ikan .............................................................. 29
3.6.2. Indeks keanekaragaman (H’) .......................................... 29
3.6.3. Indeks keseragaman (E) ................................................. 30
3.6.4. Indeks dominansi (C) ...................................................... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 32


4.1. Parameter fisika kimia perairan dan kualitas air .......................... 32
4.2. Struktur komunitas ikan karang .................................................. 35
4.2.1. Stasiun terumbu buatan biorock ...................................... 35
4.2.2. Stasiun non-biorock........................................................... 40
4.3. Perhitungan struktur komunitas ikan karang di stasiun
pengamatan .............................................................................. 42
4.3.1. Kelimpahan ikan karang (N) ............................................ 42
4.3.2. Indeks keanekaragaman (H’) .......................................... 44
4.3.3. Indeks keseragaman (E) ................................................. 44
4.3.4. Indeks dominansi (C) ...................................................... 45

5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 47


5.1. Kesimpulan ................................................................................ 47
5.2. Saran ......................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 48

LAMPIRAN ............................................................................................ 51
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 67
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat-alat yang digunakan pada proses pengamatan ........................ 20

2. Contoh lembar data pengamatan ikan karang dengan metode


stationary visual sensus .................................................................... 25

3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang dengan metode


visual sensus .................................................................................... 27

4. Parameter fisika kimia perairan pada stasiun pengamatan ............... 32

5. Parameter kualitas perairan yang terukur pada


stasiun pengamatan .......................................................................... 33
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. (a) Model kerangka biorock dan (b) contoh pertumbuhan karang


pada sistem terumbu buatan biorock di Tanjung Lesung, Banten ....... 16

2. Akresi yang terbentuk pada saat (a) awal pemasangan, (b) 4 hari,
(c) 4 minggu, (d) 2 bulan, (e) setelah 4 bulan ..................................... 17

3. Peta lokasi penelitian ....................................................................... 18

4. Bentuk (a) katoda dan (b) anoda pada stasiun biorock ....................... 22

5. Rancangan denah sistem biorock....................................................... 23

6. Padatan kapur yang terbentuk pada katoda di stasiun biorock ......... 23

7. Rancangan pengamatan ikan karang pada stasiun biorock dengan


menggunakan metode stationary visual sensus ................................ 25

8. Komposisi kekayaan jumlah individu berdasarkan famili ikan karang


pada stasiun non-biorock selama pengamatan................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data ikan karang di stasiun biorock................................................... 51

2. Data ikan karang di stasiun non-biorock............................................ 52

3. Contoh perhitungan........................................................................... 57

4. Contoh perhitungan kekayaan ikan karang dengan


Microsoft Excel.................................................................................. 59

5. Contoh perhitungan pola pemangsaan ikan karang dengan


Microsoft Excel.................................................................................. 60

6. Contoh perhitungan kelimpahan ikan karang dengan


Microsoft Excel.................................................................................. 61

7. Contoh perhitungan indeks komunitas ikan karang dengan


Microsoft Excel.................................................................................. 62

8. Foto biota-biota yang ada di stasiun biorock


selama pengamatan.......................................................................... 63

9. Foto kondisi stasiun pengamatan...................................................... 64

10. Foto karang transplantasi di stasiun biorock...................................... 66


1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Program rehabilitasi terumbu karang semakin berkembang dengan

bertambahnya kerusakan terumbu karang yang terjadi pada daerah pesisir di

seluruh Indonesia. Kerusakan terumbu karang ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu faktor yang terjadi karena bencana alam ataupun faktor

yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Faktor yang disebabkan oleh bencana

alam sangat sedikit dan jarang sekali terjadi di Indonesia. Contohnya adalah

gempa bumi yang dapat merusak ekosistem terumbu karang di sekitar pesisir.

Berbeda dengan faktor yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Contohnya

adalah penggunaan bom dan potasium untuk menangkap ikan, bagan, jaring

bermata kecil, penambangan terumbu karang untuk dijadikan hiasan akuarium.

Oleh karena itu program rehabilitasi terumbu karang perlu dilakukan secara

terpadu dan berkelanjutan guna memperbaiki dan mengembalikan ekosistem

terumbu karang kembali seperti semula.

Kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan,

terutama pulau-pulau yang berdekatan dengan Jakarta (tutupan karang keras

< 5%). Porsi terbesar kerusakan terumbu karang adalah akibat ulah manusia,

diantaranya penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air,

penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang, serta penebangan

mangrove (Estradivari et al., 2007).

Lokasi penelitian ini terletak di sekitar Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka, Kepulauan Seribu. Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka

berada diantara Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Pulau Pramuka

mengalami degradasi persentase penutupan karang keras dari tahun 2004

sebesar 34,71% menjadi 16,01% pada tahun 2005. Indeks keanekaragaman


ikan karang di Pulau Pramuka pun menurun dari tahun 2004 sebesar 2,46

menjadi 2,15 pada tahun 2005. Sedangkan Pulau Panggang memiliki penurunan

kelimpahan jenis ikan karang dari tahun 2004 hingga 2005 dari 45 spesies

menjadi 32 spesies ikan karang (Estradivari et al., 2007). Degradasi persentase

penutupan karang keras dan penurunan kelimpahan ikan karang tersebut

merupakan indikator perlunya diadakan suatu program rehabilitasi terumbu

karang dengan menggunakan karang buatan (artificial reef) di daerah tersebut.

Salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan program

rehabilitasi terumbu karang adalah Mineral Accretion atau biorock. Biorock

merupakan metode pembuatan karang buatan dengan menggunakan prinsip

elektrolisis yang menggunakan tegangan listrik dengan voltase rendah.

Kerangka biorock dimasukkan ke dalam air laut sehingga menyebabkan mineral

terlarut yang ada di dalam air laut diubah menjadi padatan kapur atau CaCO3

dan Mg(OH)2 yang mempunyai struktur sama dengan terumbu karang asli.

Metode biorock dapat mempercepat pertumbuhan karang yang

ditransplantasikan dan mempunyai nilai artistik karena strukturnya dapat

dibentuk sesuai dengan kebutuhan (Hilbertz, 2005a). Metode biorock telah

sukses diterapkan di beberapa negara seperti Indonesia, Jamaica, Maldives,

Mexico, Panama, Papua New Guinea, Saya de Malha, Seychelles, Thailand, dan

Palau. Di Indonesia sendiri biorock sudah diterapkan di beberapa daerah seperti

Pemuteran, Bali; Gili Trawangan, Lombok; Tanjung Lesung, Banten. Saat ini

biorock sedang dikembangkan di daerah Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka, Kepulauan Seribu.

Terumbu karang sangat erat hubungannya dengan komunitas ikan karang.

Kelimpahan ikan karang yang tinggi dapat dijadikan salah satu indikator bahwa

kondisi ekosistem terumbu karang yang ada di daerah tersebut baik. Secara

umum daerah yang memiliki penutupan karang hidup yang luas maka
keanekaragaman ikan karang yang ada di daerah tersebut juga tinggi. Ikan

karang memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat mencari makan, tempat

berkembang biak, tempat berlindung dari predator, dan juga sebagai daerah

asuhan.

Berdasarkan kondisi ekosistem terumbu karang yang semakin menurun di

daerah tersebut dan perkembangan informasi metode biorock yang semakin

berkembang saat ini maka penulis mencoba untuk mengkaji pengaruh metode

biorock ini terhadap keberadaan ikan karang di daerah tersebut dengan judul

struktur komunitas ikan karang pada biorock di Kawasan Perlindungan Laut

Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Diharapkan dengan adanya

penelitian ini dapat menambah informasi baru tentang proses seleksi ekologis

yang terjadi pada ikan karang di terumbu buatan biorock.

Penelitian yang sama pernah dilakukan di Tanjung Lesung, Banten oleh

Medriko Desistiano mengenai perbandingan kelimpahan ikan karang pada

terumbu buatan biorock dengan transplantasi karang pada Agustus-November

2007 dan Tanty Maulina mengenai pengaruh proses biorock terhadap struktur

komunitas ikan karang pada terumbu buatan.

1.2. Tujuan

Mengkaji struktur komunitas ikan karang pada biorock di Kawasan

Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunitas ikan karang

Komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang hidup pada

habitat yang sama (Odum, 1971). Ikan karang merupakan ikan yang sejak masa

juvenile hingga dewasa hidup di daerah terumbu karang. Ikan-ikan terumbu

adalah setiap individu ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang (Choat

and Bellwood, 1991). Sehingga komunitas ikan karang merupakan kumpulan

dari populasi-populasi ikan yang hidup pada sistem terumbu karang dari mulai

juvenile hingga dewasa.

Menurut Sale (1991), beberapa kelompok ikan karang yang umum

ditemukan dan erat hubungannya dengan lingkungan terumbu karang yaitu:

(1.) Famili Labroid: Labridae atau wrasses, Scaridae atau parrotfishes dan

Pomacentridae atau damselfishes.

(2.) Famili Acanthuroid: Acanthuridae atau surgeonfishes, Siganidae atau

rabbitfishes dan Zanclidae atau moorish idols.

(3.) Famili Chaetodontoid: Chaetodontidae atau butterflyfishes dan

Pomacanthidae atau angelfishes.

Sedangkan beberapa famili lain yang ditemukan pada terumbu karang dan

telah dipelajari oleh para peneliti ekologi yaitu:

(1.) Blenniidae (blennies) dan Gobiidae (gobies) yang mempunyai karakteristik

sebagai ikan demersal.

(2.) Apogonidae atau cardinalfishes yang mempunyai karakteristik kelimpahan

yang tinggi, aktif di malam hari, predator invertebrata dan ikan-ikan kecil

serta banyak ditemukan di daerah Indopasifik bagian barat.


(3.) Ostraciidae (boxfishes), Tetraodontidae (puffers) dan Balistidae

(triggerfishes) yang mempunyai karakteristik warna mencolok, bentuk tubuh

tebal dan membulat.

(4.) Holocentridae (squirrelfishes), Serranidae (rock cods dan groupers),

Lutjanidae (snappers), Lethrinidae (emperors) yang jumlahnya berlimpah,

piscivorus, dan merupakan predator besar.

Berdasarkan peranannya dalam terumbu karang maka ikan karang dibagi

menjadi ikan yang berperan sebagai ikan target, ikan indikator atau ikan mayor.

Ikan target merupakan kelompok ikan yang dijadikan target atau ikan ekonomis

penting atau ikan konsumsi, contohnya: Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae,

Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae, Labridae, Haemulidae. Ikan

mayor merupakan ikan yang jumlahnya banyak terdapat di terumbu karang,

seperti: Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae,

Apogonidae. Ikan indikator merupakan penentu kesuburan terumbu karang

karena kedekatannya dengan terumbu karang, contohnya: famili Chaetodontidae

(English et al., 1994; FDC, 2008).

Berdasarkan periode aktif mencari makan maka ikan karang dibagi menjadi

3 kelompok besar, yaitu (Hobson, 1991; TERANGI 2004):

(1.) Ikan Nocturnal yaitu kelompok ikan yang aktif mencari makan di malam

hari, seperti famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae,

Muraenidae, Serranidae, Mullidae.

(2.) Ikan Diurnal yaitu kelompok ikan yang aktif mencari makan di siang hari,

seperti famili Labridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Scaridae,

Acanthuridae, Bleniidae, Balistidae, Pomacanthidae, Monacanthidae,

Ostracionthidae, Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa famili

Mullidae.
(3.) Ikan Crespuscular yaitu kelompok ikan yang aktif diantara pergantian siang

ke malam atau sebaliknya seperti famili Sphyraenidae, Serranidae,

Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Lamnidae,

Spyrnidae, dan beberapa Muraenidae.

Pola pemangsaan yang terdapat pada ikan karang dibedakan menjadi

beberapa tingkatan yaitu (Froese dan Pauly, 2008):

(1.) Karnivora

Merupakan ikan karang pemakan daging atau hewan lainnya, diantaranya

famili Serranidae, Haemulidae, Aulostomidae, Scorpaenidae, Apogonidae,

Carangidae, Dasyatidae, Labridae, dan Lutjanidae.

(2.) Koralivora

Merupakan ikan pemakan koralit karang, diantaranya terdapat pada famili

Chaetodontidae.

(3.) Herbivora

Merupakan ikan karang pemakan alga dan tumbuhan, diantaranya terdapat

pada famili Acanthuridae, Pomacanthidae, Scaridae, dan Siganidae.

(4.) Omnivora

Merupakan ikan karang pemakan hewan dan tumbuhan, diantaranya

terdapat pada famili Balistidae, Gobiidae, Pomacentridae, Tetraodontidae.

(5.) Planktivora

Merupakan ikan karang pemakan plankton, diantaranya terdapat pada

famili Caesionidae.

Ikan-ikan herbivora dibagi menjadi beberapa kelompok menurut besarnya

pengaruh konsumsi alga yaitu scraping herbivora, denuding herbivora, dan non-

denuding herbivora. Scraping herbivora merupakan ikan herbivora yang

mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kelimpahan alga karena dapat

memakan beberapa spesies alga dalam wilayah yang luas, seperti famili
Scaridae (parrotfishes). Denuding herbivora merupakan ikan herbivora yang

dapat mengurangi biomasa alga jika terjadi kepadatan yang tinggi, seperti famili

Siganidae dan Acanthuridae. Non-Denuding herbivora mempunyai kemampuan

yang terbatas dalam mengurangi biomasa alga, seperti famili Pomacentridae

(Steneck, 1988; Hallacher, 2003).

Tipe pemangsaan ikan karang yang paling banyak di ekosistem terumbu

karang adalah karnivora, yaitu lebih kurang 50% - 70% dari seluruh jenis ikan.

Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok ikan karang terbesar

kedua yaitu lebih kurang 15% dari spesies yang ada dan yang paling penting dari

kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan

sebagai omnivora dan multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae,

Chaetodontidae, Monachantidae, Ostraciontidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan

pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu ikan dari famili

Clupidae dan Antherenidae (Nybakken, 1992).

Pada habitat terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi

terdapat daerah yang berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah yang beralga

dan juga perairan yang dangkal dan dalam, tetapi dengan beragamnya daerah

ini memungkinkan ikan karang untuk terlokalisasi di daerah terumbu tertentu

saja. Mereka tidak berpindah, dan banyak spesies yang lebih kecil seperti ikan

belosoh, ikan tembakul, dan ikan betok yang terkenal dalam mempertahankan

wilayahnya (Nybakken, 1992).

Ikan karang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Bentuk adaptasi

ini terlihat pada warna ikan karang dan bentuk tubuhnya. Ikan-ikan karang yang

hidup di dasar substrat (bottom dwellers) dan tergolong sebagai perenang

substrat berpasir beradaptasi dengan warna tubuhnya yang menyerupai substrat

dan sering menyembunyikan tubuhnya pada substrat berpasir, contohnya


Stingray (Dasyatidae), Sand-divers (Famili Psettodidae, Cynoglossidae,

Soleidae, Samaridae), Stargazers (Famili Mullidae) (Kuiter dan Debelius, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunitas ikan karang antara lain adalah

habitat ikan yang terlindung dari angin (windward), fisiografi dasar perairan yang

menentukan distribusi dan kelimpahan ikan-ikan karang (Amesbury in Hutomo,

1986).

Distribusi ikan karang juga berhubungan dengan karakteristik habitat dan

interaksi ikan karang, baik yang merupakan hubungan antar spesies

(interspesies) maupun hubungan antara individu dalam spesies (intraspesies).

Pola distribusi spasial dari ikan karang memiliki perbedaan antara spesies ikan

karang yang hidup soliter dengan ikan karang yang terbentuk secara kelompok

(scooling) yang tediri atas ikan-ikan yang berkumpul secara territorial maupun

ikan-ikan yang berkumpul secara non-teritorial (Hallacher, 2003).

2.2. Hubungan antara ikan karang dengan terumbu karang

Choat dan Bellwood (1991) mendeskripsikan hubungan antara ikan karang

dengan terumbu karang ke dalam 3 hubungan yaitu :

(1.) Interaksi langsung, sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa

terutama bagi ikan-ikan muda.

(2.) Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang

dan biota yang hidup pada karang terutama alga.

(3.) Interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan

sedimen.

Menurut Nybakken (1992), interaksi ikan karang yang terjadi dalam

ekosistem terumbu karang adalah :

(1.) Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan

koloni karang, yaitu spesies yang memakan polip-polip karang, seperti ikan
buntal (Tetraodontidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), dan

sekelompok multivora (omnivora) yang memindahkan polip karang untuk

mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau berbagai invertebrata

yang hidup di dalam lubang kerangka (Acanthuridae dan Scaridae).

(2.) Grazing, dilakukan oleh ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae,

Acanthuridae, dan Scaridae yang merupakan herbivora pemakan alga

sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang

dapat terkendali.

Ikan herbivora memiliki 3 peran penting dalam proses yang terjadi di

ekosistem terumbu karang yaitu sebagai penyambung rantai untuk aliran energi

antara produsen primer dan konsumen ekosistem terumbu karang selanjutnya

(karnivora) (Choat, 1991), mempunyai pengaruh dalam distribusi, ukuran,

komposisi internal, dan tingkat produksi tumbuh-tumbuhan pada karang (Hay,

1991), dan interaksi yang terjadi diantara ikan herbivora dapat menyusun model

perkembangan demografis dan tingkah laku ikan karang secara umum.

Ikan koralivora mempunyai mobilitas pergerakan yang cepat dan sering

ditemukan tidak jauh dari daerah yang memiliki penutupan karang keras yang

baik. Pemangsaan ikan koralivora dapat membawa dampak negatif secara

langsung terhadap terumbu karang karena karang merupakan makanannya dan

juga dapat membawa dampak secara tidak langsung terhadap kondisi terumbu

karang baik negatif maupun positif karena ikan koralivora mengurangi kompetisi

habitat yang terjadi antara terumbu karang dengan aktifitas organisme substrat

lainnya (Glynn, 1990).

2.3. Hubungan antara ikan karang dengan terumbu buatan

Ikan karang dan terumbu buatan sangat erat hubungannya karena dengan

pertumbuhan terumbu karang yang baik maka akan menarik beberapa


organisme perairan terutama ikan karang untuk mendapatkan habitat yang baru

sesuai dengan fungsi dan peranan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang.

Proses pembuatan terumbu buatan yang mula-mula dilakukan dengan

menempatkan material-material natural berukuran kecil sebagai usaha untuk

menarik dan meningkatkan populasi ikan (Rachmawati, 2001).

Ikan karang sebagai bagian dari ekosistem terumbu buatan merupakan

jenis yang menghabiskan sebagian besar siklus hidupnya di daerah terumbu

buatan. Secara umum, ikan yang datang ke terumbu buatan dapat

dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu (Rachmawati, 2001) :

(1.) Ikan ruaya permukaan dan kolom air (migratory surface and mid-water

fish).

(2.) Ikan ruaya dasar perairan (migratory bottom fish).

(3.) Ikan menetap (resident) atau seluruh siklus hidupnya berhubungan dengan

terumbu buatan.

Berdasarkan posisi dari ikan karang yang berada pada terumbu buatan

maka ikan karang pada terumbu buatan ini juga dapat dikelompokkan menjadi

ikan karang yang hidup jauh dari terumbu buatan, ikan karang yang dekat

dengan terumbu buatan dan ikan karang yang terdapat di dalam terumbu buatan

(Rachmawati, 2001).

2.4. Terumbu buatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang sangat

berperan penting dalam daur hidup terumbu karang yaitu :

(1.) Suhu

Suhu optimum untuk terumbu karang dapat hidup adalah 25 oC – 30 oC

(Soekarno et al., 1983). Terumbu karang dapat hidup pada kondisi

perairan yang hangat.


(2.) Salinitas

Perubahan salinitas air laut yang menyimpang tidak dapat ditoleransi oleh

terumbu karang. Binatang karang hidup subur pada salinitas yang tetap di

atas 30 o/oo tetapi di bawah 35 o/oo (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

(3.) Sedimentasi

Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikan karang bila

ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga menutup polip karang.

Oleh karena itu kecepatan sedimentasi yang rendah lebih disukai karang

untuk hidup (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

(4.) Substrat

Terumbu karang dapat hidup dengan baik jika tersedia substrat yang keras.

(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

(5.) Kedalaman

Terumbu karang tidak dapat berkembang pada perairan yang lebih dalam

dari 50-70 m. Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman 25 m

atau kurang (Nybakken, 1992).

Terumbu buatan adalah material atau bangunan berupa struktur benda-

benda keras yang ditempatkan dari darat ke laut terutama pada dasar perairan

yang tidak produktif yang berfungsi sebagai habitat bagi biota laut dalam rangka

meningkatkan sumberdaya perikanan (Rachmawati, 2001). Terumbu buatan

dapat terbentuk dari bongkahan batu kapur, beton yang di desain secara khusus

(seperti Reefballs), keramik (seperti Ecoreefs), dan juga rangkaian kabel (seperti

Biorock) yang menarik mineral (Brusit dan Aragonit) (Edwards dan Gomez,

2008).
Menurut Chou (1997) fungsi utama yang diberikan oleh terumbu buatan

yaitu:

(1.) Tempat berkumpulnya organisme terutama ikan sehingga dapat

menambah efisiensi penangkapan.

(2.) Meningkatkan produktifitas alam dengan menyediakan habitat baru untuk

organisme menempel yang berkontribusi pada rantai makanan.

(3.) Menyediakan habitat baru spesies target.

(4.) Melindungi organisme kecil atau juvenile dan sebagai nursery ground.

(5.) Pelindung pantai dari gelombang serta sebagai tempat naungan organisme

dari arus yang kuat dan pemangsaan.

(6.) Meningkatkan kompleksibilitas habitat dasar.

Terumbu buatan tidak dimaksudkan sebagai alternatif pengganti terumbu

karang alami yang produktifitasnya tinggi, tetapi sebagai struktur yang

diharapkan dapat meningkatkan kualitas habitat berbagai jenis biota laut.

Perbedaan antara terumbu buatan dengan terumbu karang adalah sebagai

berikut (Rachmawati, 2001):

(1.) Struktur. Terumbu karang tergantung pada faktor lingkungan, tetapi

terumbu buatan adalah buatan manusia yang bahan dasarnya tidak

tergantung pada lingkungan.

(2.) Bentuk, ukuran dan lokasi. Terumbu karang tergantung pada lingkungan

sementara terumbu buatan tidak.

(3.) Bahan dasar. Terumbu karang merupakan endapan masif CaCO3 yang

pertumbuhannya lambat, sedangkan terumbu buatan beragam seperti

kayu, logam, beton, dan lain-lain yang dapat dibuat dalam waktu cepat.

(4.) Rekrutment. Biota karang di terumbu buatan tergantung dari intensitas

fotosintesis organisme yang tumbuh pada dasar serta bentuknya.


(5.) Produktifitas primer. Terumbu karang memiliki produktifitas primer yang

tinggi, sedangkan terumbu buatan tergantung dari intensitas fotosintesis

organisme yang tumbuh pada bahan dasar.

(6.) Ruang. Berupa celah dan lubang pada terumbu karang terbentuk secara

alami, pada terumbu buatan ruang tersebut tergantung pada bentuknya.

Keunggulan terumbu buatan dibandingkan dengan terumbu karang yaitu

(Rachmawati, 2001) :

(1.) Dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan spesifik di lokasi yang diinginkan

dalam waktu yang relatif singkat.

(2.) Dapat menggunakan berbagai jenis bahan dasar.

(3.) Dapat meningkatkan sumberdaya perikanan pada lokasi yang dikehendaki.

2.5. Terumbu buatan biorock

Mineral accretion atau biorock adalah metode pembuatan struktur terumbu

yang mirip dengan terumbu karang alami dengan menggunakan listrik

bertegangan rendah yang dialirikan ke dalam perairan melalui proses elektrolisis

sehingga menyebabkan mineral terlarut membentuk endapan dan menempel

pada struktur kerangka (Hilbertz, 2005a).

Proses elektrolisis yang terjadi merupakan reaksi pengendapan mineral

terlarut yang terjadi antara katoda dan anoda. Anoda merupakan elektroda yang

menyebabkan elektron datang dari sel karena proses oksidasi, sedangkan

katoda merupakan elektroda yang menyebabkan elektron memasuki sel karena

proses reduksi. Katoda ini yang menjadi tempat terbentuk dan menempelnya

ceament (padatan mineral) dan terlindung dari korosi karena yang terjadi

bukanlah oksidasi tetapi kebalikannya (Lee, 2005a in Isnul, 2007). Padatan

mineral ini berupa kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium hidroksida


(Mg(OH)2). Kedua padatan mineral ini juga dikenal dengan nama aragonite dan

brucite.

Proses pembentukan padatan mineral (CaCO3 dan Mg(OH)2) dengan

prinsip elektrolisis yaitu (Furqan, 2009):

- Katoda menjadi cukup negatif untuk menarik ion hidrogen dari laut dan

menyumbangkan elektron untuk mengubah ion hidrogen menjadi gas yang

akan naik ke permukaan ketika tegangan melewati elektroda. Reaksi kimia

yang terjadi adalah:

2e- + 2H+ H2 (gas)............................................(1)

- Ion hidrogen di sekitar elektroda akan semakin habis, maka terjadi reaksi

kimia:

H2CO3 H+ + HCO3- 2H+ + CO32- ............................. (2)

- Pada saat ion hidrogen di dekat katoda habis, berdasarkan prinsip Le

Chatelier’s reaksi akan bergerak ke kanan untuk membentuk ion H pada

perairan. Hal ini juga akan meningkatkan konsentrasi ion karbonat (CO32-)

pada perairan sehingga terjadi pengendapan kalsium karbonat di atas

katoda. Konsentrasi ion CO32- yang semakin besar ini membentuk reaksi:

Ca2+ + CO32- CaCO3 (solid) .................................. (3)

- Ketika ion hidrogen di sekitar katoda berubah menjadi gas hidrogen, daerah

di dekat katoda menjadi kehabisan ion H dan sesuai dengan hukum

kesetimbangan kimia, maka hal ini akan meningkatkan pH di daerah sekitar

katoda membuat larutan menjadi basa. Reaksi yang terjadi:

H2O + 2OH- H+ + OH-.......................................... (4)

- Kesetimbangan tersebut mendorong ion H+ kembali seperti semula dan

membuat konsentrasi ion OH- meningkat sehingga reaksi yang terjadi adalah:

Mg2++ 2OH- Mg(OH)2 (solid) ................................. (5)


Metode biorock dapat mengembalikan ekosistem terumbu karang yang

telah rusak walaupun pada ekosistem tersebut memiliki kualitas perairan yang

rendah dan dapat mempertahankan hidup dari ancaman bleaching (Goreau,

2000). Keuntungan yang terdapat dalam metode biorock sebagai terumbu

buatan adalah mempercepat laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan

pada kerangka, struktur terumbu biorock dapat segera menyatu sebagai habitat

alami untuk biota lain, sebagai substrat baru untuk penempelan alami larva

karang, dan penghalang gelombang bagi daerah pesisir (Hilbertz, 2005a).

Saat ini terumbu buatan biorock telah diterapkan di beberapa daerah di

Indonesia seperti Pemuteran, Bali; Gili Trawangan, Lombok; Tanjung Lesung,

Banten. Pada daerah tersebut penerapan metode biorock berhasil dengan

membentuk terumbu buatan sesuai dengan yang dikehendaki. Kesimpulan yang

didapat dari penerapan metode biorock di Tanjung Lesung, Banten adalah

biorock tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap keanekaragaman

ikan dan biorock tidak memberikan pengaruh pada komposisi pola pemangsaan

komunitas ikan karang dimana ikan karnivora tetap menjadi kelompok ikan

terbesar dalam komunitas (Maulina, 2009).

Contoh foto penerapan biorock di Tanjung Lesung, Banten dapat dilihat

pada Gambar 1.
(a) (b)
Sumber: Dokumentasi Tim Riset Unggulan Terpadu (RUT) XXII LPPM-IPB
Gambar 1. (a) Model kerangka biorock dan (b) contoh pertumbuhan karang
pada sistem terumbu buatan biorock di Tanjung Lesung, Banten

Proses akresi mineral yang terjadi saat pembuatan struktur terumbu pada

biorock dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

(c) (d)
(e)
Sumber: www.globalcoral.org
Gambar 2. Akresi yang terbentuk pada saat (a) awal pemasangan, (b) 4 hari, (c)
4 minggu, (d) 2 bulan, (e) setelah 4 bulan
3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada stasiun

biorock dan stasiun non-biorock. Pengambilan data pada stasiun biorock

dilakukan sebanyak 2 kali yaitu selama bulan Juni 2008 dan November 2008.

Pada bulan Juni 2008 dilakukan pengamatan sebelum transplantasi induk (pre-

transplan) dan pada bulan November 2008 dilakukan pengamatan perubahan

yang terjadi setelah 5 bulan transplantasi induk (setelah 5 bulan transplan).

Pengambilan data pada stasiun non-biorock dilakukan sebanyak 2 kali yaitu

pada bulan Juni 2008 dan November 2008. Peta lokasi penelitian dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian


Pengambilan data pada stasiun biorock terletak pada posisi geografis

5o44’184” Lintang selatan dan 106o36’528” Bujur Timur dan pengambilan data

pada stasiun non-biorock terletak pada daerah tubir Gosong Pramuka dengan

posisi geografis 5o44’293” Lintang Selatan dan 106o36’537” Bujur Timur. Stasiun

biorock yang menjadi lokasi penelitian terletak berdekatan dengan lokasi

keramba Gosong Pramuka.

Lokasi penelitian pada stasiun biorock memiliki kedalaman sekitar 10

meter dengan kondisi substrat berpasir dan tidak ada ekosistem terumbu karang

yang terdapat pada lokasi tersebut. Pembangkit listrik yang digunakan terletak

tepat di atas stasiun biorock berada.

3.2. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi dalam 2 metode yang

digunakan yaitu metode stationery visual sensus dan metode visual sensus.

Pada metode stationery visual sensus, alat utama yang digunakan adalah

transek kuadrat sebagai luasan daerah pengamatan dan alat tulis sebagai

pencatat data. Pada metode visual sensus alat utama yang digunakan adalah

roll meter sebagai alat ukur dan alat tulis sebagai pencatat data. Alat-alat yang

digunakan pada proses pengamatan terbagi menjadi 2 bagian yaitu pada proses

pengambilan data di lapangan dan proses pengolahan data. Informasi mengenai

alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.


Tabel 1. Alat-alat yang digunakan pada proses pengamatan
Pengamatan Alat Fungsi
Pengambilan
GPS Garmin 60i Mengetahui lokasi penelitian
Data
Termometer
France Mengukur suhu
(air raksa, 250 oC)
Kompas Menentukan arah
Floating drouge Mengukur kecepatan arus
Refraktometer Mengukur salinitas
ATAGO S/Mill-E
Secchi disc Mengukur kecerahan perairan
Kertas pH Mengukur pH
Kamera
Underwater Canon Mengambil gambar di dalam
G7 10 MP dan perairan
housing
Botol sampel Mengambil sampel air laut

Roll meter (100 m) Mengambil data visual sensus


Digunakan sebagai transek
Tali Rafia kuadrat untuk mengambil data
stasionery visual sensus
Digunakan untuk menancapkan
Pasak (20 cm)
tali rafia ke substrat pasir
Alat bantu pengambilan data di
Peralatan SCUBA
bawah air
Box Meletakkan peralatan penelitian
Komputer
Pengolahan
(core 2 duo, 1 Gb Mengolah data
Data
RAM)
Mengidentifikasi ikan karang
Program FishBase
dan mengetahui jenis
2004
makanannya
Buku Identifikasi
ikan (Kuiter dan Mengidentifikasi jenis dan
Tonozuka, 2001; informasi ekologi ikan karang
Allen, et.al., 2005)

Bahan yang digunakan di stasiun biorock adalah kerangka besi digunakan

sebagai katoda dan Titanium yang berbentuk jaring sebagai anoda. Selain itu
bahan lain yang digunakan adalah perangkat pembangkit listrik tenaga surya

atau solar panel untuk mengalirkan listrik pada proses biorock tersebut.

3.3. Sistem terumbu buatan biorock

Sistem terumbu buatan biorock menggunakan kerangka besi yang

berbentuk setengah bola dengan diameter lingkaran 4 m untuk kerangka biorock

besar dan diameter 1 m untuk kerangka biorock kecil. Kerangka biorock besar

berjumlah 3 buah dan kerangka biorock kecil berjumlah 12 buah. Kerangka

biorock kecil berada di sekitar kerangka biorock besar. Kerangka besi ini

berfungsi sebagai katoda yang menyuplai elektron kepada ion-ion dalam larutan

untuk mendorong terjadinya reaksi kimia. Elektroda ini adalah tempat padatan

mineral terbentuk dan menempel (sea cement). Anoda yang digunakan adalah

Titanium yang berbentuk seperti jaring. Bentuk anoda dan katoda yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

(a)
(b)
Gambar 4. Bentuk (a) katoda dan (b) anoda pada stasiun biorock

Anoda yang berbentuk seperti jaring tersebut diletakkan di dasar perairan.

Anoda dan katoda sistem biorock dihubungkan langsung dengan solar panel

melalui kabel. Solar panel yang digunakan sebagai pembangkit listrik sebanyak

2 buah. 1 buah solar panel mempunyai tegangan sebesar 12 volt sehingga

tegangan total yaitu 24 volt. Sistem pembangkit listrik yang digunakan diletakkan

di atas bagan terapung tepat di atas stasiun biorock berada.


Rancangan denah sistem biorock pada stasiun pengamatan dapat dilihat

pada Gambar 5.

Gambar 5. Rancangan denah sistem biorock

Contoh padatan kapur atau terumbu buatan hasil dari proses elektrolisis

yang terbentuk pada katoda di stasiun biorock Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Padatan kapur yang terbentuk pada katoda di stasiun biorock


3.4. Metode pengumpulan data

Pengambilan data ikan karang menggunakan metode stationary visual

sensus menurut Hill dan Wilkinson (2004) dan metode visual sensus menurut

English et al. (1994). Metode stationary visual sensus digunakan pada stasiun

biorock dan metode visual sensus digunakan pada stasiun non-biorock.

Perbedaan penggunaan metode ini karena untuk mengambil data pada stasiun

non-biorock dibutuhkan luasan yang lebih besar agar spesies ikan karang yang

terdata lebih banyak sehingga diketahui jenis-jenis ikan karang yang terseleksi

masuk ke dalam habitat terumbu buatan biorock.

Metode stationary visual sensus dilakukan dengan mengamati ikan karang

menggunakan alat SCUBA diving di bawah air. Data yang dicatat adalah nama

dan jumlah spesies ikan karang yang masuk ke dalam transek kuadrat.

Pengamatan dilakukan selama 15 menit dalam 3 kali ulangan yaitu 5 menit untuk

masing-masing ulangan (transek). Data lain yang diambil adalah pencatatan

keterangan tambahan mengenai tingkah laku ikan yang berada di transek

kuadrat biorock. Pengambilan data dilakukan pada pagi hari yaitu antara pukul

07.00 – 09.00 WIB.

Cara pengambilan data ikan karang dengan menggunakan metode

stationary visual sensus di stasiun biorock adalah sebagai berikut:

- Pengamat mengambil posisi diam di sisi transek kuadrat untuk pengamatan.

- Catat jumlah ikan karang yang masuk ke dalam area transek kuadrat. Area

transek kuadrat untuk pencatatan ini menggunakan garis imajiner hingga ke

permukaan perairan membentuk bidang tiga dimensi. Pencatatan dilakukan

selama 5 menit (Hill dan Wilkinson, 2004). Catat hasil pengamatan di lembar

data (Tabel 2).


Tabel 2. Contoh lembar data pengamatan ikan karang dengan metode
stationary visual sensus
Jumlah
Nama Famili Nama Spesies Ulangan
Ulangan 1 Ulangan 2
3

Sumber : Hill dan Wilkinson (2004)

- Setelah pencatatan ikan karang di transek pertama (kerangka) selesai,

dilanjutkan pencatatan pada transek kuadrat selanjutnya hingga 3 transek

kuadrat atau 3 kali ulangan selesai. Rancangan pemasangan transek kuadrat

di stasiun biorock dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Rancangan pengamatan ikan karang pada stasiun biorock dengan


menggunakan metode stationary visual sensus

Metode visual sensus adalah pengamat data ikan karang berenang

menggunakan SCUBA diving di atas transek garis yang ditarik sepanjang 60

meter yang terdiri atas 20 meter untuk setiap kali ulangan dan sudut pandang
untuk luasan ke kiri 2,5 meter dan ke kanan 2,5 meter dari transek garis (English

et al., 1994).

Metode ini digunakan pada stasiun non-biorock yang berada di sekitar tubir

Gosong Pramuka di kedalaman 10 meter sebanyak 3 transek dengan 3 kali

ulangan pada setiap transeknya. Pengambilan data dilakukan setelah data di

stasiun biorock selesai. Data yang dicatat berupa nama dan jumlah spesies ikan

karang yang berada di dalam transek garis.

Cara untuk melakukan pengambilan data dengan menggunakan metode

visual sensus dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Pada awalnya pengamat data ikan karang menyelam di kedalaman 10 meter.

- Bentangkan roll meter sejauh 70 meter kemudian kaitkan ujung roll meter

pada substrat.

- Pengamat data ikan kembali ke posisi semula dengan cara berenang

melingkari bentangan roll meter yang telah dipasang supaya ikan-ikan karang

tidak pergi menghindari roll meter.

- Ambil data sepanjang 20 meter untuk setiap kali ulangan dengan sudut

pandang 2,5 meter ke kiri dan 2,5 meter ke kanan serta ke depan sejauh mata

memandang.

- Lakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan jarak persiapan 5 meter setiap

ulangan.

- Setelah transek pertama selesai, lanjutkan ke transek berikutnya hingga 3

transek selesai.

Lembar data dengan menggunakan metode visual sensus dapat dilihat

pada Tabel 3 di bawah ini.


Tabel 3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang dengan metode visual
sensus
Jumlah (∑)
Nama Spesies
0-20 25-45 50-70

Sumber: English et al. (1994)

3.5. Pengolahan data

Pengolahan data ikan karang di stasiun pengamatan menggunakan

program Microsoft Excel, program FishBase 2004 dan juga buku identifikasi ikan

karang (Kuiter dan tonozuka, 2001). Program Microsoft Excel digunakan untuk

menghitung kekayaan ikan karang, kelimpahan ikan, dan juga indeks komunitas

ikan karang (keanekaragaman, keseragaman dan dominansi). Program

FishBase 2004 dan buku identifikasi digunakan untuk mengidentifikasi ikan

karang dan mengetahui jenis makanan setiap spesies ikan karang.

Langkah-langkah pengolahan data ikan karang dapat dijelaskan sebagai

berikut:

- Nama famili, nama spesies, jumlah spesies ikan karang dan ulangan diketik

ke dalam Microsoft Excel untuk masing-masing stasiun pengamatan (stasiun

biorock dan stasiun non-biorock).

- Penghitungan kekayaan individu ikan karang berdasarkan famili maupun

genus didapatkan dengan menghitung kembali spesies ikan karang dalam

satu famili yang sama, kemudian hasilnya dapat ditampilkan dalam bentuk

grafik dengan fungsi grafik yang ada di Microsoft Excel (Lampiran 4).
- Pola pemangsaan di stasiun pengamatan dapat diketahui dengan

mengidentifikasi jenis makanan setiap spesies ikan karang menggunakan

program FishBase 2004 dan buku identifikasi ikan karang (Lampiran 5).

- Setelah itu, hitung kembali spesies ikan karang berdasarkan satu famili yang

memiliki pola pemangsaan yang sama (karnivora, herbivora, dsb).

- Kelimpahan ikan karang dihitung berdasarkan stasiun pengamatan dan

waktu pengamatan (Lampiran 6).

- Jumlah individu ikan karang setiap spesies dijumlahkan dengan fungsi

penjumlahan yang ada di Microsoft Excel (=SUM).

- Jumlah ikan karang persatuan luas masing-masing stasiun pengamatan

tersebut yang merupakan nilai kelimpahan ikan karang.

- Indeks komunitas ikan karang dihitung dengan mengurutkan semua spesies

berdasarkan stasiun pengamatan dan waktu pengamatan (Lampiran 7).

- Data yang dibutuhkan dalam penghitungan indeks komunitas ini adalah

jumlah individu dan jumlah total spesies ikan karang pada stasiun

pengamatan.

- Penghitungan indeks komunitas dilakukan secara bertahap dengan

menghitung Pi, ln Pi, Pi ln Pi dan Pi2 dengan fungsi rumus yang ada di

Microsoft Excel.

- Setelah itu hitung nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan

dominansi (C) di stasiun pengamatan dengan fungsi rumus yang ada di

Microsoft Excel pula.


3.6. Analisis data

3.6.1. Kelimpahan ikan

Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukkan

oleh nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

= ......................................................... (1)

keterangan : N = Kelimpahan individu ikan

ni = Jumlah individu ikan spesies ke-i

A = Luas daerah pengamatan (m 2)

3.6.2. Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran

populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi-

informasi jumlah individu masing-masing jenis ikan dalam suatu komunitas

habitat ikan (Odum, 1971).

Keanekaragaman jenis ikan karang dihitung dengan Indeks Shannon-

Wiener dengan rumus sebagai berikut:

=− ln .....................................(2)

keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener

pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies ke-i

(ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)

i = 1,2,3,..,n

Derajat nilai keanekaragaman suatu komunitas dinyatakan dalam kategori

nilai sebagai berikut:


H’ ≤ 1 = Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan

komunitas rendah

1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan

komunitas sedang

H’ ≥ 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, kestabilan

komunitas tinggi

3.6.3. Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar

spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata penyebaran individu antar

spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat (Odum, 1971).

Rumus yang digunakan adalah:


E= ...................................................... (3)

keterangan : E = Indeks keseragaman

H’ = Keseimbangan spesies/ indeks keanekaragaman

H’ max = Indeks keanekaragaman maksimum = ln S (ln jumlah

spesies)

Pengelompokkan indeks keseragaman (E) dalam suatu komunitas

dinyatakan dalam kategori nilai sebagai berikut:

0 < E ≤ 0,4 = Keseragaman rendah, komunitas tertekan

0,4 < E ≤ 0,6 = Keseragaman sedang, komunitas labil

0,6 < E ≤ 1 = Keseragaman tinggi, komunitas stabil

3.6.4. Indeks dominansi (C)

Nilai indeks keseragaman yang kecil biasanya menandakan adanya

dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. Dominansi suatu

spesies yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau
komunitas yang labil atau tertekan (Odum, 1971). Nilai dominansi ditentukan

dengan rumus:

= ..........................................(4)

keterangan : C = Indeks Dominansi

pi = Proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang ke-i

Pengelompokkan indeks dominansi (C) dalam suatu komunitas dinyatakan

dalam kategori nilai sebagai berikut :

0 < C ≤ 0,3 = Dominansi rendah

0,3 < C ≤ 0,6 = Dominansi sedang

0,6 < C ≤ 1 = Dominansi tinggi


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter fisika kimia perairan dan kualitas air

Parameter fisika kimia perairan yang terukur pada saat pengambilan data

dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Parameter fisika kimia perairan pada stasiun pengamatan


Waktu Pengamatan
Parameter
Juni 2008 November 2008

Suhu (oC) 29 29

Salinitas (o/oo) 32 32

Kecerahan (%) 100 100

Kedalaman (m) 10 10

Kecepatan arus (m/s) 0,06 0,18


pH 8 8

Suhu dan salinitas yang terukur pada bulan Juni dan November 2008

memiliki nilai yang sama yaitu 29 oC dan 32 o/oo. Suhu tersebut masih terdapat

dalam kisaran suhu yang optimum bagi karang untuk dapat tumbuh dengan baik

yaitu 25 oC - 30 oC (Soekarno et al., 1983). Begitu pula dengan salinitas yang

terukur memiliki kisaran nilai yang baik untuk karang dapat tumbuh yaitu 30 o/oo -

35 o/oo (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Kecerahan perairan memiliki toleransi yang baik untuk pertumbuhan

terumbu karang. Secara visual di lapangan kecerahan yang terlihat mempunyai

visibilitas yang tinggi karena perairan tidak keruh dan penetrasi cahaya matahari

masih dapat mencapai substrat. Hal ini mendukung proses fotosintesis yang

terjadi pada alga zooxanthelae dalam pertumbuhan terumbu karang.


Nilai pH perairan pun stabil yaitu bernilai 8. Hal ini sesuai dengan pH air laut

yang bersifat basa atau bernilai lebih dari 7.

Parameter kualitas perairan yang terukur pada saat pengambilan data di

stasiun biorock maupun stasiun non-biorock dapat dilihat pada Tabel 5. Di

bawah ini.

Tabel 5. Parameter kualitas perairan yang terukur pada stasiun pengamatan


Parameter Satuan Hasil

Ortho Fosfat (P-PO4) mg/l < 0,006

Nitrat (NO3-N) mg/l 0,013

Nitrat dan amonium adalah sumber utama di perairan, namun amonium

lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat nitrogen yang terukur pada stasiun

pengamatan adalah 0,013 mg/l dan tidak berada dalam kategori tercemar.

Kadar nitrat nitrogen dalam perairan hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l.

Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran

antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat

lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan)

perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air

secara pesat (blooming) (Effendi, 2003).

Data pengukuran nitrat di Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka yang

pernah dilakukan sebelumnya di kedalaman 10 meter pada bulan Agustus 2007

(tahap I) dan bulan Desember 2007-Februari 2008 (tahap II) yaitu 0,007 mg/l dan

0,011 mg/l (Setyawan, 2008). Nilai pengukuran nitrat tersebut juga berada dalam

kondisi perairan yang tidak tercemar dan tidak terjadi eutrofikasi perairan.
Unsur fosfat tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,

melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (orthofosfat dan

polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Kadar ortho fosfat (P-

PO4) yang terukur pada stasiun pengamatan memiliki nilai kurang dari 0,006

(<0,006). Nilai ini menyimpulkan bahwa kadar ortho fosfat yang terdapat pada

stasiun pengamatan berada dalam kondisi perairan yang tingkat kesuburannya

rendah karena berada dalam kisaran 0 – 0,02 mg/l. Kadar ortho fosfat dalam

perairan pada stasiun pengamatan tergolong pada perairan oligitrofik karena

berada dalam kisaran nilai 0,003 – 0,01 mg/l. Kadar fosfor dalam ortho fosfat

jarang melebihi 0,1 (mg/l) meskipun pada perairan eutrof (Effendi, 2003).

Data pengukuran fosfat di Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka yang

pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan nilai fosfat 0,84 mg/l (tahap I) dan

0,04 mg/l (tahap II) (Setyawan, 2008). Perairan tersebut berada dalam 2 kondisi

yang berbeda. Pada tahap I nilai fosfat yang tinggi disebabkan oleh sampah

domestik dari pulau-pulau di sekitar lokasi penelitian sehingga terjadi eutrofikasi

yang mendorong kesuburan alga. Pada tahap II kesuburan perairan berada

dalam kategori kesuburan perairan sedang yaitu 0,021 – 0,05 mg/l (Effendi,

2003). Perbedaan nilai fosfat antara stasiun pengamatan biorock dan penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya disebabkan oleh perbedaan letak stasiun

pengamatan dan waktu pengambilan data. Lokasi penelitian sebelumnya berada

di utara Gosong Pramuka sedangkan lokasi penelitian biorock berada di selatan

Gosong Pramuka sehingga karakteristik lingkungan pun berbeda. Perbedaan

waktu pengambilan data juga dapat mendorong pergerakan arus di sekitar

stasiun pengamatan.
4.2. Struktur komunitas ikan karang

4.2.1. Stasiun terumbu buatan biorock

Pada stasiun biorock komposisi kekayaan famili, genus maupun spesies

memiliki tingkat jumlah ikan karang yang rendah. Jumlah ikan karang yang

tercatat selama 2 kali pengambilan data mengalami kenaikan jumlah spesies

ikan karang dalam waktu 5 bulan transplantasi..

Famili yang tercatat di stasiun ini sebanyak 7 famili, yaitu famili Ostraciidae,

Chaetodontidae, Labridae, Monacanthidae, Mullidae, Nemipteridae, Scaridae

(Lampiran 1). Famili Ostraciidae dan Monacanthidae merupakan famili yang

jarang ditemukan di dalam perairan dan umumnya hidup secara soliter. Genus

yang tercatat selama pengamatan berlangsung di stasiun ini sebanyak 10 genus,

seperti Abalistes, Acreichthys, Arothron, Chaetodon, Halichoeres, Parupeneus,

Pentapodus, Scarus, Scolopsis, Upeneus. Semua genus yang tercatat ini

sebagian besar merupakan ikan yang memiliki preferensi habitat pada substrat

berpasir. Sedangkan spesies yang tercatat selama pengamatan berlangsung

sebanyak 15 spesies seperti Abalistes stellaris, Acreichthys tomentosus,

Arothron mappa, Chaetodon octofasciatus, Halichoeres richmondi, Parupeneus

barberinus, Parupeneus macronemua, Pentapodus trivittatus, Scarus rivulatus,

Scolopsis aurata, Scolopsis bilineata, Scolopsis margaritifer, Scolopsis

monogramma, Scolopsis temporalis, dan Upeneus tragula (Lampiran 1).

Selama pengamatan berlangsung, terjadi kenaikan jumlah dalam kekayaan

famili, genus, maupun spesies yaitu pada saat pre-transplan berjumlah 4 famili,

6 genus dan 6 spesies menjadi 6 famili, 7 genus, dan 10 spesies setelah 5 bulan

transplan. Spesies ikan karang yang selalu tercatat di stasiun biorock selama

pengamatan dilakukan yaitu Upeneus tragula. Upeneus tragula yang termasuk

ke dalam famili Mullidae. Aktifitas ikan karang ini adalah mencari makan pada

substrat pasir. Karakteristik spesies ikan karang ini yaitu dapat ditemukan pada
substrat berpasir dan lumpur dekat terumbu karang, hidup dalam kelompok kecil,

dan memakan zoobenthos (Kuiter dan Tonozuka, 2001).

Kondisi lingkungan awal sebelum pengamatan dilakukan adalah tidak

terdapat terumbu karang sedikit pun dan substrat pada stasiun ini berpasir putih

sehingga hanya ikan-ikan karang berukuran kecil dan masih dalam tahap

juvenile yang banyak terdapat di sana (Lampiran 9). Setelah 5 bulan

transplantasi berlangsung, terjadi perubahan pada katoda atau kerangka besi

yaitu banyak ditumbuhi alga, terdapat beberapa Diadema dan makrobenthos

(Ascidian sp) yang menempel di kerangka besi (Lampiran 8). Pertumbuhan

karang yang ditransplantasikan dan pertumbuhan beberapa biota pioner tingkat

rendah seperti alga dan makrobenthos ini menandakan bahwa terjadi suksesi

primer pada kerangka biorock, sehingga menarik ikan-ikan yang bukan memiliki

preferensi habitat substrat berpasir untuk datang mencari makan dan berlindung

dari predator.

Berdasarkan periode aktif mencari makan, famili ikan-ikan karang yang

ditemukan di stasiun biorock ini tergolong ikan diurnal yaitu ikan yang aktif

mencari makan pada siang hari. Hal ini sesuai dengan waktu pengamatan yang

dilakukan yaitu pada pukul 07.00 wib sampai dengan 09.00 wib, dimana sudah

terdapat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Beberapa

famili ikan karang yang tercatat sedang melakukan aktifitas mencari makan pada

waktu pre-transplan diantaranya famili Mullidae dan Scaridae, sedangkan pada

waktu setelah 5 bulan transplan yaitu famili Mullidae, Chaetodontidae, Scaridae,

Monacanthidae, Nemipteridae, dan Ostraciidae.

Kekayaan jumlah individu ikan karang berdasarkan famili yang tercatat

selama pengamatan juga mengalami komposisi yang beragam walaupun

jumlahnya sedikit yaitu 44 individu. Jumlah individu ikan karang berdasarkan

famili yang tercatat pada saat pre-transplan diantaranya famili Mullidae (8


individu), Nemipteridae (5 individu), Ostraciidae (1 individu), Scaridae (5 individu)

dan setelah 5 bulan transplan berlangsung, jumlah individu yang tercatat

diantaranya famili Chaetodontidae (1 individu), Labridae (1 individu),

Monacanthidae (1 individu), Mullidae (5 individu), Nemipteridae (16 individu), dan

Ostraciidae (1 individu). Pada jumlah individu ikan karang berdasarkan famili ini

terlihat kenaikan jumlah individu ikan karang yang paling besar berasal dari famili

Nemipteridae yaitu sejumlah 16 individu. Menurut Kuiter dan Tonozuka (2001),

famili Nemipteridae memiliki mobilitas untuk perpindahan tempat yang sering

terjadi tetapi perpindahan ini hanya dilakukan tidak jauh dari daerah asalnya.

Preferensi habitat ikan karang ini yaitu substrat berpasir yang memiliki terumbu

karang sehingga dengan adanya terumbu buatan biorock di daerah tersebut

maka akan menambah individu ikan karang dari famili Nemipteridae. Famili

Chaetodontidae tercatat sebanyak 1 individu pada pengamatan setelah 5 bulan

transplantasi. Jumlah individu dari famili Chaetodontidae yang bertambah

banyak dapat dijadikan indikator bahwa proses pertumbuhan karang buatan

biorock terjadi selama waktu tersebut, karena famili Chaetodontidae merupakan

ikan pemakan koralit karang (Froese dan Pauly, 2008).

Struktur tipe pemangsaan famili ikan karang yang terdapat di stasiun terumbu

buatan biorock sebagian besar adalah karnivora yaitu sebesar 80% dari jumlah

ikan karang yang tercatat selama pengamatan. Famili ikan karang yang

termasuk ke dalam kelompok ikan karnivora ini terdiri dari famili Labridae,

Mullidae, dan Nemipteridae. Setelah itu kelompok ikan terbesar kedua adalah

ikan herbivora (11%). Famili ikan karang yang merupakan kelompok jenis ikan

herbivora yaitu famili Scaridae. Sisanya dikelompokkan ke dalam ikan omnivora

dan koralivora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992) yaitu tipe

pemangsaan ikan karang yang paling banyak terdapat di daerah terumbu karang
adalah ikan karnivora (50% - 70%) kemudian setelah itu kelompok ikan herbivora

(15%) dan sisanya digolongkan ke dalam kelompok omnivora.

Kekayaan jumlah individu ikan karang berdasarkan genus pada saat pre-

transplan yaitu Abalistes (1 individu), Parupeneus (7 individu), Pentapodus (1

individu), Scarus (5 individu), Scolopsis (4 individu), Upeneus (3 individu),

sedangkan setelah 5 bulan transplan diantaranya adalah Acreichthys (1 individu),

Arothron (1 individu), Chaetodon (1 individu), Halichoeres (1 individu),

Parupeneus (2 individu), Scolopsis (16 individu), dan Upeneus (3 individu).

Semua pengelompokkan jumlah individu ikan karang berdasarkan genus ini

berada dalam tingkat kekayaan ikan karang yang rendah, tetapi ada perubahan

yang sangat terlihat pada genus Scolopsis (16 individu) setelah 5 bulan

transplantasi terumbu karang buatan biorock berlangsung. Genus Scolopsis

berasal dari famili Nemipteridae sehingga secara umum karakteristiknya banyak

memiliki kesamaan dengan karakteristik dari famili Nemipteridae.

Hasil penelitian yang dilakukan di stasiun biorock Kawasan Perlindungan

Laut Pulau Pramuka memiliki perbedaan dengan hasil penelitian yang pernah

dilakukan di stasiun biorock Tanjung Lesung, Banten. Ikan karang yang paling

banyak tercatat selama pengamatan di stasiun biorock Tanjung Lesung adalah

ikan-ikan dari famili Pomacentridae (Maulina, 2009). Sedangkan ikan-ikan

karang yang paling banyak tercatat di stasiun biorock Kawasan Perlindungan

Laut Pulau Pramuka adalah ikan-ikan karang dari famili Nemipteridae. Famili

Pomacentridae merupakan ikan penetap (resident species), memiliki tingkah laku

teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat

berlindungnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Lingkungan tempat tinggal

ikan-ikan famili Pomacentridae bersubstrat terumbu karang, rubble (patahan

karang) ataupun di dekat anemon (Kuiter dan Tonozuka, 2001). Sedangkan

ikan-ikan famili Nemipteridae merupakan ikan karang yang memiliki mobilitas


perpindahan tempat yang sering dilakukan tetapi tidak jauh dari tempat

tinggalnya yaitu daerah berpasir yang dekat dengan terumbu karang (Kuiter dan

Tonozuka, 2001). Perbedaan substrat pada saat pemilihan lokasi antara stasiun

biorock di Tanjung Lesung dengan Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka

juga berbeda yaitu substrat yang memiliki hamparan karang dengan substrat

yang seluruhnya adalah pasir. Hal inilah yang kemungkinan besar mendorong

karakteristik ikan karang yang ada di kedua stasiun biorock tersebut sehingga

memiliki perbedaan.

Kekayaan famili, spesies maupun jumlah individu antara stasiun biorock

Tanjung Lesung dengan stasiun biorock Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka pun terdapat perbedaan. Kekayaan stasiun biorock Tanjung Lesung

pada pengamatan setelah 5 bulan transplantasi atau pada bulan desember 2008

(pagi) tercatat 11 famili, 24 spesies dan 289 individu (Maulina, 2009).

Sedangkan kekayaan stasiun biorock Kawasan Perlindungan Laut Pulau

Pramuka pada pengamatan setelah 5 bulan transplantasi tercatat 7 famili, 15

spesies dan 44 individu. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh

penggunaan sumber energi yang berbeda pada 2 lokasi stasiun biorock tersebut.

Sumber energi ini merupakan faktor utama selain lingkungan yang mendorong

pertumbuhan karang yang ditransplantasikan. Tegangan yang digunakan pada

kedua lokasi tersebut adalah sama yaitu 12 volt, tetapi sumber tegangan yang

digunakan pada kedua stasiun biorock ini memiliki perbedaan yaitu stasiun

biorock Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka menggunakan solar panel

sedangkan di stasiun biorock Tanjung Lesung menggunakan listrik yang

bersumber dari PLN. Tegangan yang dihasilkan dari solar panel ini tergantung

pada sinar matahari sehingga jika sinar matahari berkurang (cuaca mendung)

maka kemungkinan tegangan yang dihasilkan semakin kecil atau tidak ada sama

sekali. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan karang terhambat sehingga


menyebabkan kekayaan ikan karang yang berada di Kawasan Perlindungan Laut

Pulau Pramuka lebih kecil dibandingkan dengan kekayaan ikan karang yang

berada di Tanjung Lesung.

4.2.2. Stasiun non-biorock

Pengamatan ikan karang pada stasiun non-biorock memiliki jumlah

kekayaan individu maupun kekayaan spesies yang besar karena luasan yang

dipakai pada pengamatan lebih luas yaitu 20 x 5 meter dalam 1 kali ulangan.

Selain itu pula, kondisi stasiun non-biorock yang berada di sekitar tubir Gosong

Pramuka memiliki hamparan substrat terumbu karang sehingga kekayaan ikan

karang lebih banyak terdapat di sana.

Selama pengamatan di stasiun non-biorock komposisi ikan karang yang

tercatat sebanyak 13 famili, 63 spesies, dan 1748 individu. Berbeda dengan ikan

karang yang berada di stasiun biorock dengan kondisi ikan karang yang masih

banyak dalam tahap juvenile sehingga ukurannya kecil-kecil, ikan karang yang

tercatat di stasiun non-biorock memiliki ukuran yang beranekaragam. Tingkah

laku yang dimiliki oleh beberapa ikan karang pun berbeda-beda dari yang

terbentuk secara berkelompok (schooling), berpasangan, sampai dengan yang

hidup secara soliter. Pola tingkah laku lainnya yang dapat terlihat yaitu ada

beberapa ikan karang yang hanya melintas dan ada pula yang menetap (resident

species).

Komposisi kekayaan jumlah individu berdasarkan famili yang terdapat pada

stasiun non-biorock terdapat pada Gambar 8.


Famili :
Apogonidae (143) Caesionidae (15)
Chaetodontidae (47) Ephippidae (5)
Holocentridae (1) Labridae (70)
Lutjanidae (1) Nemipteridae (38)
Pomacanthidae (5) Pomacentridae (1394)
Scaridae (11) Serranidae (14)
Zanclidae (4)

Gambar 8. Komposisi kekayaan jumlah individu berdasarkan famili ikan karang


pada stasiun non-biorock selama pengamatan

Jumlah individu terbesar di stasiun ini berasal dari famili Pomacentridae

yaitu sebanyak 1394 individu. Hal ini karena sebagian besar spesies ikan

karang pada famili Pomacentridae hidup secara berkelompok (schooling)

sehingga kekayaan individu yang berada pada stasiun ini sangat banyak. Selain

itu menurut pembagian ikan karang berdasarkan peranannya, famili

Pomacentridae termasuk ke dalam salah satu kelompok famili ikan mayor

sehingga jumlahnya banyak terdapat di daerah terumbu karang (English et al.,

1994; FDC, 2008). Jumlah individu terbesar kedua yaitu famili Apogonidae.

Famili Apogonidae merupakan ikan karang yang sering ditemukan di perairan

dangkal dengan substrat karang branching (Acropora branching) ataupun banyak

terdapat Diadema (Kuiter dan Tonozuka, 2001). Saat pengambilan data di ketiga

transek stasiun non-biorock, terlihat secara visual bahwa jenis karang branching

mendominasi penutupan substrat dasar di sana.

Pola pemangsaan yang terbentuk di stasiun non-biorock sebagian besar

berasal dari jenis ikan omnivora yaitu sebesar 80% dari keseluruhan ikan-ikan
yang teridentifikasi selama pengamatan. Hal ini karena jumlah individu famili

Pomacentridae sangat besar (Lampiran 2). Famili Pomacentridae memakan

zooplankton dan benthik alga (Kuiter dan Tonozuka, 2001). Jenis terbesar

kedua berasal dari jenis ikan karnivora yaitu sebesar 16% dari seluruh jumlah

ikan karang yang berada di stasiun non-biorock. Ikan-ikan karnivora pada

stasiun non-biorock ini terdiri dari famili Apogonidae, Labridae, Lutjanidae,

Holocentridae, Zanclidae, Nemipteridae, dan Serranidae. Sisanya digolongkan

ke dalam jenis herbivora (1%), koralivora (3%), dan Planktivora (1%). Hasil pola

pemangsaan ikan karang yang terbentuk di stasiun non-biorock berbeda dengan

pola pemangsaan yang ada di stasiun biorock karena scooling famili

Pomacentridae banyak tercatat pada saat pengambilan data.

Beberapa spesies ikan karang di stasiun non-biorock tercatat pula di stasiun

biorock, diantaranya Chaetodon octofasciatus, Halichoeres richmondi,

Pentapodus trivittatus, Scarus rivulatus, Scolopsis margaritifer, Scolopsis

monogramma. Semua spesies ikan ini merupakan ikan karang yang memiliki

karakteristik habitat dengan substrat terumbu karang, sehingga kemungkinan

spesies ikan karang pada terumbu buatan biorock ini berasal dari stasiun non-

biorock yang memiliki hamparan substrat terumbu karang.

4.3. Perhitungan struktur komunitas ikan karang di stasiun pengamatan

4.3.1. Kelimpahan ikan karang (N)

Kelimpahan ikan karang merupakan jumlah individu yang melewati atau

berada di transek per total luasan transek. Kelimpahan ikan karang yang

terhitung selama pengamatan antara stasiun biorock dan stasiun non-biorock

memiliki perbedaan.

Selama pengamatan berlangsung, Kelimpahan ikan karang yang terhitung di

stasiun biorock sebesar 44 ind/27 m2. Pada saat pre-transplan nilai kelimpahan
ikan karang sebesar 19 ind/27 m 2 kemudian terjadi perkembangan setelah 5

bulan transplan menjadi sebesar 25 ind/27 m2. Kenaikan jumlah kelimpahan

yang terjadi selama 5 bulan transplantasi adalah 6 ind/27 m 2. Kelimpahan setiap

spesies yang tercatat selama pengamatan per total luasan transek sangat kecil.

Spesies yang memiliki kelimpahan ikan karang tertinggi yaitu Scolopsis bilineata

dan Upeneus Tragula sebesar 6 ind/27 m2 (Lampiran 3).

Berbeda dengan kelimpahan ikan karang yang terbentuk di stasiun non-

biorock yaitu 1748 ind/900 m2. Kelimpahan ikan karang di stasiun non-biorock

mengalami peningkatan nilai kelimpahan ikan karang dari 856 ind/900 m2

menjadi 894 ind/900 m2. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 38 ind/900 m2.

Kelimpahan paling besar terdapat pada spesies Pomacentrus alexanderae

sebanyak 127 ind/900 m2 pada waktu pengamatan bulan Juni 2008 dan 280

ind/900 m2 pada waktu pengamatan bulan November 2008. Pomacentrus

alexanderae merupakan spesies ikan karang yang hidup berkelompok atau

scooling.

Kenaikan ataupun penurunan kelimpahan ikan karang di stasiun non-biorock

tidak mempengaruhi kelimpahan pada stasiun biorock karena tidak ada

perlakuan yang diberikan pada stasiun ini sehingga pada stasiun ini digunakan

sebagai kontrol lingkungan saja.

Stasiun biorock memiliki kelimpahan ikan karang sebesar 44 ind/27 m 2 dan

stasiun non-biorock memiliki kelimpahan ikan karang sebesar 1748 ind/900 m 2.

Secara deskriptif, jika memiliki luas daerah pengamatan yang sama maka nilai

perbandingan kelimpahan ikan karang antara kedua stasiun adalah 1 : 1,2,

sehingga kelimpahan ikan karang di stasiun non-biorock lebih besar daripada

kelimpahan ikan karang di stasiun biorock.

Nilai kelimpahan ikan karang ini juga memiliki perbedaan dengan nilai rata-

rata kelimpahan ikan karang yang ada di stasiun biorock Tanjung Lesung,
Banten yaitu sebesar 224 ind/20 m 2 sehingga nilai kelimpahan ikan karang di

stasiun biorock Kawasan Pulau Pramuka lebih kecil daripada nilai kelimpahan

ikan karang yang ada di stasiun biorock Tanjung Lesung (Maulina, 2009).

4.3.2. Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman menunjukkan jumlah taksa yang berbeda, di mana

spesies memberikan keanekaragaman spesifik dan genus memberikan

keanekaragaman generik.

Nilai indeks keanekaragaman (H’) di stasiun biorock pada saat pre-transplan

yaitu 1,63, sedangkan setelah 5 bulan transplan mengalami peningkatan yaitu

2,06. Peningkatan nilai indeks ini disebabkan oleh kenaikan jumlah spesies yang

tercatat setelah adanya terumbu buatan biorock di sana.

Nilai indeks keanekaragaman ini masih lebih rendah dibandingkan dengan

nilai yang ada di stasiun biorock Tanjung Lesung yaitu berkisar antara 1,99

sampai dengan 3,23 (Maulina, 2009).

Nilai indeks keanekaragaman di stasiun non-biorock pada bulan Juni 2008

sebesar 2,68 dan pada bulan November 2008 sebesar 2,39. Nilai indeks

keanekaragaman pada kedua stasiun berada dalam kategori sedang (1<H’<3)

yang berarti bahwa penyebaran setiap spesies ikan karang sedang sehingga

kestabilan dalam komunitas yang terjadi berada dalam kondisi yang normal.

4.3.3. Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman menyatakan penyebaran individu antar spesies yang

berbeda (Bengen, 2000). Nilai indeks keseragaman di stasiun biorock pada saat

pre-transplan yaitu 0,91 dan setelah 5 bulan transplan yaitu 0,89. Nilai ini

menyatakan bahwa di stasiun biorock memiliki pola penyebaran individu per

spesies yang merata karena nilai indeks yang terhitung mendekati nilai 1 atau
dalam kategori keseragaman yang tinggi. Sedangkan nilai indeks keseragaman

di stasiun non-biorock pada bulan Juni 2008 sebesar 0,69 dan pada bulan

November 2008 sebesar 0,62.

Nilai indeks keseragaman yang terhitung di stasiun non-biorock lebih kecil

daripada di stasiun biorock karena pada saat pengamatan banyak tercatat jenis-

jenis ikan karang dari famili Pomacentridae yang ada di stasiun tersebut.

Contohnya pada pengamatan bulan Juni 2008 terdapat spesies-spesies ikan

karang dari famili Pomacentridae yang jumlahnya lebih banyak daripada spesies

yang lain, seperti Pomacentrus alexanderae (127 individu), Chromis viridis (178

individu), Neopomacentrus anabatoides (130 individu), Pomacentrus smithi (113

individu), sedangkan pada pengamatan bulan November 2008 yaitu Chromis

viridis (100 individu), Pomacentrus alexanderae (280 individu), Pomacentrus

smithi (160 individu) sehingga menyebabkan pola individu dalam spesies yang

tidak merata.

4.3.4. Indeks dominansi (C)

Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui indikasi dominansi spesies

tertentu dalam komposisi biologi suatu komunitas.

Nilai indeks dominansi (C) yang terhitung di stasiun biorock pada saat pre-

transplan sebesar 0,21 sedangkan setelah 5 bulan transplan sebesar 0,15.

Berbeda dengan nilai indeks dominansi yang terhitung di stasiun non-biorock

yaitu sebesar 0,11 untuk pengamatan bulan Juni 2008 dan 0,15 untuk

pengamatan bulan November 2008.

Nilai indeks yang terhitung di kedua stasiun ini berada mendekati nilai 0 atau

berada dalam kategori dominansi yang rendah (0 < C ≤ 0,3), sehingga tidak ada

1 spesies ikan karang tertentu yang mendominansi spesies lainnya.


Scolopsis bilineata (6 individu) merupakan ikan karang yang jumlahnya paling

banyak tercatat di stasiun biorock pada waktu pengamatan setelah 5 bulan

transplan. Sedangkan spesies ikan karang yang jumlahnya tercatat paling

banyak di stasiun non-biorock adalah Pomacentrus alexanderae (280 individu)

pada waktu pengamatan bulan November 2008.


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Karakteristik oseanografi di stasiun pengamatan memiliki kondisi yang sesuai

untuk pertumbuhan terumbu karang. Kondisi perairan di stasiun pengamatan

berada dalam tingkat kesuburan perairan yang rendah, sehingga mendorong

kelimpahan ikan karang di terumbu buatan biorock menjadi rendah pula.

Kekayaan jumlah individu ikan karang berdasarkan famili, genus maupun

spesies di stasiun biorock menunjukkan peningkatan setelah adanya terumbu

buatan biorock yang ditransplantasikan selama 5 bulan.

Struktur tipe pemangsaan ikan karang yang terdapat di stasiun terumbu

buatan biorock sebagian besar adalah karnivora, sehingga proses mineral

accretion tidak mempengaruhi struktur tipe pemangsaan pada komunitas.

Kelimpahan ikan karang meningkat di stasiun biorock setelah adanya proses

terumbu buatan biorock di sana. Nilai kelimpahan ikan karang di stasiun biorock

tidak sebanding dengan nilai kelimpahan ikan karang yang terhitung di stasiun

non-biorock.

Nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), maupun dominansi (C)

menunjukkan keanekaragaman spesies yang sedang, keseragaman yang tinggi,

pola penyebaran spesies yang merata, dan tidak ada spesies yang mendominasi

pada kedua stasiun.

5.2. Saran

Perubahan biomassa ikan karang dengan pertumbuhan terumbu buatan

biorock merupakan bahan yang perlu dikaji selain struktur komunitas ikan

sehingga didapatkan informasi stok ikan karang pada waktu tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2000. Sinopsis: Teknik pengambilan contoh dan analisis data
biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 h.

Choat, J.H. dan D.R. Bellwood. 1991. Reef fishes: Their history and evolution.
Hal. 39-66. In Sale, P.F.(Ed). The Ecology of Fishes on Coral Reefs.
Academic Press Inc. California. xviii + 754 h.

Choat, J. H. 1991. The biology of herbivorous fishes on coral reefs. Hal. 120-155
in Sale, P. F. (Ed). The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press.
California. xviii + 754 h.

Chou, L.M. 1997. Artificial reefs of Southest Asia – Do they enhance or degrade
the marine environment?. Environment Monitoring and Assessment 44: 45
– 52.

Edwards, A.J. dan E.D. Gomez. 2008. Konsep dan panduan restorasi terumbu:
membuat pilihan bijak di antara ketidakpastian. Terj. dari Reef Restoration
Concepts and Guidelines: making sensible management choices in the face
of uncertainty. Oleh: Yusri, S., Estradivari, N. S. Wijoyo, & Idris. Yayasan
TERANGI. Jakarta. iv + 38 h.

Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Hal 153 – 165. Kanisius. Yogyakarta. 258 h.

English, S., V. Baker dan C. Wilkinson. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. Asean-Australian Marine Project. Australia. xii + 368 h.

Estradivari, M. Syahrir, N. Susilo, S. Yusri, S. Timotius. 2007. Terumbu Karang


Jakarta: Laporan pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan
Seribu (2004-2005). TERANGI. ix + 87 h.

FDC – IPB. 2008. Laporan Ilmiah Ekspedisi Zooxanthelae IX: Kondisi dan
Potensi Ekosistem Terumbu karang di Wilayah Pengelolaan Taman
Nasional Wakatobi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Fisheries
Diving Club – Institut Pertanian Bogor. xvi + 135 h.

Froese, R. dan D. Pauly. (Ed). 2008. FishBase. World Wide Electronic


Publication.
http://www.fishbase.org/summary/spesiessummary.ID.genusname=??specie
sname=??.php. [20 Januari 2009]

Furqan, R. 2009. Biorock Technology: sebagai salah satu alternatif upaya


rehabilitasi ekosistem terumbu karang.
http://mukhtar-api.blogspot.com/2009/06/biorock-technology.html. [15
Agustus 2009]

Glynn, P. W. 1990. Feeding ecology of selected coral-reef macroconsumers:


patterns and effects on coral community structure. Hal. 365-400 in Dubinsky,
Z. (Editor). Ecosystems of The World 25: Coral Reefs. Elsevier. 550 h.
Goreau, T.J. 2000. Instalation of a pilot Mineral Accretion Coral Nursery at
Kimbe Bay, New Britain, Papua New Guinea.
http://globalcoral.org/Instalation%20of%20a%20pilot%20mineral%20Accredi
tion%20Coral%20Nursery.htm [23 Januari 2009]

Halacher, L.E. 2003. The Ecology of Coral Reef Fishes. University of Hawaii.
Hilo. 16 h

Hay, M. E. 1991. Fish-seaweed interactions on coral reefs: effects of


herbivorous fishes and adaptations of their prey. Hal. 96-119 in P. F. Sale,
ed. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press. California.
xviii + 754 h.

Hilbertz, W. 2005a. Accretion.


http://www.wolfhilbertz.com/accretion.htm. [1 Desember 2008]

Hill, J. dan C. Wilkinson. 2004. Methods for ecological monitoring of coral reefs:
A resource for managers. Australian Institute of Marine Science. Australia.
vi + 117 h.

Hobson, E.S. 1991. Trophic relationships of fishes specialized to feed on


zooplankters above coral reefs. Hal. 69 – 95. In Sale, P.F.(Ed). The
ecology of fishes on coral reefs. Academic Press Inc. California. xviii + 754
h.

Hutomo, M. 1986. Method of Sampling Coral Reef Research, Method and


Management Vol. II. SEAMEO BIOTROP. Bogor.

Isnul, J. 2007. Studi pembentukan kapur untuk terumbu buatan menggunakan


proses mineral accretion dengan anoda Magnesium (Mg) & Titanium (Ti)
pada perlakuan arus listrik yang berbeda [Skripsi]. Hal. 14-17. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. xiv + 83 h.

Kuiter, R.H. dan H. Debelius. 2000. World Atlas of Marine Fishes. Ikan. 358 h.

Kuiter, R.H. dan T. Tonozuka. 2001. Photo guide Indonesian reef fishes.
Zoonetics. Australia. 893 h.

Maulina, T. 2009. Pengaruh proses biorock terhadap struktur komunitas ikan


karang pada terumbu buatan di Tanjung Lesung, Banten [Skripsi]. Hal 31-
38. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
xi + 66 h.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan


oleh: M. Eidman, D.G. Bengen, Malikusworo, dan Sukristiono. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 458 h.

Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar ekologi. Hal. 174-200. Diterjemahkan oleh: T.


Samingan dan B. Srigandono. Fundamental of ecology. Gadjah Mada
University Press. 629 h.
Rachmawati, R. 2001. Terumbu Buatan (Artificial Reef). Pusat Riset Teknologi
Kelautan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 50 h.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang


biota laut. Djambatan. Jakarta. xii + 540 h.

Sale, P.F.(Ed). 1991.The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press Inc.
California. xviii + 754 h.

Setyawan, E. 2008. Perkembangan gamet karang lunak Sinularia dura hasil


transplantasi di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [Skripsi].
Hal 25-27. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. xiii + 63 h.

Soekarno, Aziz, Darsono, Moosa, Hutomo, Martosewojo dan Romimohtarto.


1983. Terumbu karang di Indonesia: Sumberdaya, Permasalahan dan
Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Studi
Potensi sumberdaya hayati Ikan. LON-LIPI. Jakarta.

Steneck, R. S. 1988. Herbivory on Coral Reefs: a synthesis. Proc. Int.


Simposium Coral Reef., 6th 1 : 37-49 h

TERANGI. 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual
Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). Jakarta. 23 h.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data ikan karang di stasiun biorock

1. Pengamatan pre-transplan

ulangan
Famili Spesies Subtotal
1 Ket 2 Ket 3 Ket
Mullidae Upeneus tragula 3 M 3
Mullidae Parupeneus macronemua 3 M 2 M 5
Nemipteridae Scolopsis temporalis 1 L 3 L 4
Nemipteridae Pentapodus trivittatus 1 L 1
Ostraciidae Abalistes stellaris 1 D 1
Scaridae Scarus rivulatus 5 M 5
total 19

2. Pengamatan setelah 5 bulan transplan

ulangan
Famili Spesies Subtotal
1 Ket 2 Ket 3 Ket
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 1 M 1
Labridae Halichoeres richmondi 1 L 1
Monacanthidae Acreichthys tomentosus 1 M 1
Mullidae Parupeneus barberinus 2 M 2
Mullidae Upeneus tragula 2 M 1 D 3
Nemipteridae Scolopsis margaritifer 4 D 4
Nemipteridae Scolopsis aurata 1 L 1
Nemipteridae Scolopsis bilineata 3 M 3 D 6
Nemipteridae Scolopsis monogramma 3 M 2 M 5
Ostraciidae Arothron mappa 1 M 1
total 25
Keterangan : M= makan, L= lewat, D= diam/berlindung
Lampiran 2. Data ikan karang di stasiun non-biorock

1. Pengamatan Juni 2008

Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

1 Apogonidae Apogon chrysopomus 10 10


Apogonidae Apogon compressus 18 30 48
Chaetodontidae Chaetodotontoplus mesoleucus 2 2
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 3 3
Chaetodontidae Chaetodon vagabundus 4 1 5
Chaetodontidae Forcipiger longirostris 2 2
Chaetodontidae Heniochus pleurotaenia 2 1 3
Chaetodontidae Chaetodon decussatus 1 1
Labridae Bodianus mesothorax 1 2 3
Labridae Cheilinus fasciatus 1 1 2
Labridae Thalassoma lunare 1 1
Labridae Thalassoma lutescens 2 2
Labridae Halichoeres hortulanus 2 1 3
Labridae Halichoeres leucurus 1 1
Labridae Halichoeres melanurus 5 5
Nemipteridae Scolopsis bilineatus 3 3
Nemipteridae Scolopsis lineatus 1 1 2
Pomacentridae Neoglyphidodon oxyodon 1 1
Pomacentridae Pomacentrus smithi 13 13
Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao 5 10 15
Pomacentridae Amphiprion ocellaris 2 5 7
Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 2 2
Pomacentridae Neoglyphidodon crossi 1 1
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 12 25 37
Pomacentridae Pomacentrus moluccensis 1 1
Pomacentridae Abudefduf sexfasciatus 20 20
Pomacentridae Chromis viridis 30 30
Serranidae Cephalopolis microprion 1 1 2
Serranidae Cephalopolis boenack 1 1
Zanclidae Zanclus cornutus 1 1
total 227
2 Apogonidae Apogon chrysopomus 15 15
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 2 5 7
Chaetodontidae Chelmon rostratus 3 3
Chaetodontidae Chaetodon rafflesi 2 2
Ephippidae Platax teira 3 3
Labridae Thalassoma lunare 1 1
Lampiran 2. Lanjutan
Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

Labridae Halichoeres melanurus 4 4


Labridae Hemygymnus melapterus 1 1 2
Labridae Diproctacanthus xanthurus 3 3
Labridae Thalassoma lutescens 1 1
Labridae Labroides dimidiatus 5 5
Labridae Bodianus mesothorax 2 2
Nemipteridae Scolopsis lineatus 1 1
Nemipteridae Pentapodus trivittatus 8 6 14
Nemipteridae Scolopsis margaritifer 2 2
Pomacentridae Cheilinus fasciatus 1 1 2
Pomacentridae Hemiglyphidodon plagiometopon 1 1
Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao 10 10
Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 2 1 3
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 40 40
Pomacentridae Chromis viridis 18 60 78
Pomacentridae Neoglyphidodon crossi 2 2
Pomacentridae Neoglyphidodon melas 2 2
Pomacentridae Neopomacentrus anabatoides 80 80
Pomachantidae Chaetodontoplus mesoleucus 2 2
Scaridae Scarus ghobban 1 1 2
Scaridae Scarus rivulatus 6 6
Serranidae Cephalopolis miniata 1 1
Serranidae Cephalopolis microprion 1 1 2
Serranidae Cephalopolis boenack 1 1
Zanclidae Zanclus cornutus 2 2
total 299
3 Apogonidae Apogon compressus 10 10
Chaetodontidae Forcipiger longirostris 2 2
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 4 1 5
Chaetodontidae Chaetodon decussatus 1 1
Chaetodontidae Heniochus pleurotaenia 2 2
Labridae Cheilinus fasciatus 1 1 2
Labridae Labroides dimidiatus 2 2
Labridae Hemygymnus melapterus 1 1
Labridae Epibulus insidator 1 1
Labridae Thalassoma lunare 1 1
Nemipteridae Scolopsis lineatus 2 2
Nemipteridae Scolopsis bilineatus 1 1 2
Pomacanthidae Pomacanthus imperator 1 1
Lampiran 2. Lanjutan

Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

Pomacanthidae Centropyge bicolor 1 1


Pomacentridae Chromis viridis 40 40
Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 3 3
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 50 50
Pomacentridae Hemiglyphododon plagiometopon 1 1
Pomacentridae Pomacentrus smithi 100 100
Pomacentridae Neopomacentrus anabatoides 50 50
Pomacentridae Neoglyphidodon oxyodon 3 3
Pomacentridae Neoglyphidodon melas 2 2
Pomacentridae Chromis analis 2 2
Pomacentridae Amphiprion ocellaris 2 2
Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao 8 8
Pomacentridae Chromis viridis 30 30
Pomacentridae Chromis xanthura 2 2
Scaridae Chlorourus sordidus 1 1
Serranidae Cephalopolis microprion 2 1 3
total 330

2. Pengamatan November 2008

Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

1 Apogonidae Apogon compressus 10 10


Caesionidae Caesio cuning 15 15
Chaetodontidae Forcipiger longirostris 2 2
Chaetodontidae Forcipiger flavissimus 1 1
Labridae Labroides dimidiatus 2 2 4
Labridae Halichoeres melanurus 1 1
Labridae Thalassoma lunare 2 1 1 4
Labridae Halichoeres hortulanus 2 2
Labridae Cheilinus fasciatus 1 1 2
Labridae Hemygymnus melapterus 1 1
Labridae Bodianus mesothorax 1 1
Labridae Thalassoma lutescens 1 1
Labridae Diproctacanthus xanthurus 2 2
Labridae Cheilinus trilobatus 1 1
Nemipteridae Scolopsis lineatus 4 4
Nemipteridae Scolopsis bilineatus 1 1
Lampiran 2. Lanjutan

Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

Nemipteridae Scolopsis margaritifer 2 2


Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 1 3 4
Pomacentridae Pomacentrus smithi 50 70 120
Pomacentridae Neoglyphidodon melas 3 2 3 8
Pomacentridae Amphiprion ocellaris 2 2 1 5
Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao 20 25 45
Pomacentridae Chromis analis 1 2 3
Pomacentridae Chromis xanthura 3 3
Pomacentridae Hemiglyphododon plagiometopon 2 2
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 30 30
Serranidae Cephalopolis boenack 1 1 2
Serranidae Cephalopolis microprion 1 1
Zanclidae Zanclus cornutus 1 1
total 278
2 Apogonidae Apogon compressus 10 10
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 2 2
Holocentridae Myripristis murdjan 1 1
Labridae Thalassoma lutescens 1 1
Labridae Halichoeres richmondi 2 2
Labridae Cheilinus fasciatus 1 1
Labridae Halichoeres leucurus 1 1
Lutjanidae Lutjanus biguttatus 1 1
Nemipteridae Scolopsis monogramma 1 1
Nemipteridae Scolopsis bilineatus 1 1
Pomacentridae Abudefduf sexfasciatus 50 20 70
Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 1 1
Pomacentridae Neoglyphidodon bonang 3 4 7
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 50 50 100
Pomacentridae Amblyglyphidodon leucogaster 8 8
Pomacentridae Neoglyphidodon melas 1 1 2
Pomacentridae Amblyglyphidodon leucogaster 10 10
Scaridae Scarus niger 1 1
Scaridae Hipposcarus longiceps 1 1
Serranidae Cephalopholis boenak 1 1
total 222
3 Apogonidae Apogon compressus 40 40
Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 2 1 3
Chaetodontidae Chaetodon rafflesi 1 1
Ephippidae Platax teira 2 2
Lampiran 2. Lanjutan

Jumlah Sub
Transek Famili Spesies
0-20 25-45 50-70 total

Labridae Bodianus mesothorax 1 1


Labridae Thalassoma lunare 1 1
Labridae Halichoeres richmondi 1 1
Labridae Halichoeres hortulanus 1 1
Labridae Hemygymnus melapterus 1 1
Nemipteridae Scolopsis bilineatus 2 2
Nemipteridae Scolopsis lineatus 1 1
Pomacanthidae Pomacanthus imperator 1 1
Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 2 1 3
Pomacentridae Amphiprion ocellaris 3 3
Pomacentridae Chromis viridis 70 30 100
Pomacentridae Pomacentrus smithi 40 40
Pomacentridae Chromis analis 1 1
Pomacentridae Pomacentrus moluccensis 20 20
Pomacentridae Pomacentrus alexanderae 50 100 150
Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao 10 10
Pomacentridae Pomacentrus burroughi 10 10
total 392
Lampiran 3. Contoh perhitungan

Diketahui data pengamatan ikan karang untuk spesies Scolopsis

bilineata di stasiun biorock (Lampiran 1) setelah dilakukan 5 bulan

transplantasi berjumlah 6 ekor, total individu pada saat pengamatan 25

ekor dan jumlah spesies yang tercatat adalah 10 spesies.

 Kelimpahan ikan

N=

N=

 Indeks keanekaragaman

=− ln

1 1 1 1 1 1 2 2 1 1
= − ( ln + ln + ln + ln + + ln )
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25

H’ = 2,06

 Indeks keseragaman


E=

,
E=

E = 0,89
 Indeks dominansi

1 1
= ( + + )
25 25

C = 0,15
Lampiran 4. Contoh perhitungan kekayaan ikan karang dengan Microsoft
Excel
Lampiran 5. Contoh perhitungan pola pemangsaan ikan karang dengan
Microsoft Excel
Lampiran 6. Contoh perhitungan kelimpahan ikan karang dengan
Microsoft Excel
Lampiran 7. Contoh perhitungan indeks komunitas ikan karang dengan
Microsoft Excel
Lampiran 8. Foto biota-biota yang ada di stasiun biorock selama
pengamatan

Diadema sp. Ascidian sp.

Ascidian sp. Padina sp.


Lampiran 9. Foto kondisi stasiun pengamatan

 Stasiun biorock

Kondisi permukaan stasiun

Pre-transplan Setelah 5 bulan transplan


Lampiran 9. Lanjutan

 Stasiun non-biorock
Lampiran 10. Foto karang transplantasi di stasiun biorock
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Januari 1986 di

Temanggung provinsi Jawa Tengah dari pasangan

Muhammad Iqbal dan Umi Wahyuni. Penulis merupakan

anak pertama dari 2 bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cibinong kemudian setelah itu

penulis berhasil masuk ke Institut Petanian Bogor pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi

kemahasiswaan di kampus. Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti oleh

penulis diantaranya adalah Dewan Perwakilan Mahasiswa-Tingkat Persiapan

Bersama (DPM-TPB) periode 2004/2005 sebagai perwakilan mahasiswa ITK

angkatan 41 dan Fisheries Diving Club (FDC-IPB) sebagai ketua periode

2008/2009. Selain organisasi kemahasiswaan di kampus penulis juga tergabung

dalam beberapa organisasi di luar kampus seperti komunitas rubrik “tentang”

Media Indonesia, Jaringan Kerja Reefcheck Indonesia (JKRI), dan Jaringan

Monitoring kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu (Jarmon). Selain itu,

penulis juga pernah mengikuti kegiatan Ekspedisi Zooxanthelae IX di Kepulauan

Wakatobi, Sulawesi Tenggara sebagai penanggung jawab tim ikan karang.

Penulis menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan melakukan penelitian yang

berjudul Struktur Komunitas Ikan Karang Pada Biorock Di Kawasan

Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta, di bawah

bimbingan Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. dan Beginer Subhan, S.Pi.

Anda mungkin juga menyukai