SKRIPSI
VIA APRIYANI
1206238564
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
VIA APRIYANI
1206238564
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
1. Dr. rer. nat. Mufti Petala Patria M.Sc. selaku pembimbing I dan Dra. Titi
Soedjiarti S.U. selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
2. Dr. Noverita Dian Takarina M.Sc. dan Drs. Wisnu Wardhana M.Si. selaku
dosen penguji dan Drs. Erwin Nurdin M.Si. sebagai ketua sidang atas
saran dan masukan yang diberikan.
3. Dr. rer. nat. Yasman, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA UI
dan Dr. Dra. Andi Salamah selaku Ketua Program Studi S1 Departemen
Biologi FMIPA UI.
4. Dr. Susiani Purbaningsih selaku Pembimbing Akademis yang telah
memberikan perhatian, motivasi, dan arahan selama perkuliahan.
5. Seluruh staff pengajar Departemen Biologi FMIPA UI atas ilmu yang
berharga dan seluruh karyawan Departemen Biologi FMIPA UI atas
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Kedua orang tua penulis dan kakak tersayang atas doa, kasih sayang serta
dukungan moril dan materil.
7. Rekan penelitian penulis, Asti, Habsari, Kak Muhabidin, Kang Husen,
Kang Emen, dan Kak Kholis atas kerja sama, kesabaran, dan dukungannya
dalam suka dan duka.
8. Teman-teman BIODIVE12SITY serta kakak dan adik asuh penulis atas
semangat dan dukungan kepada penulis.
9. Keluarga besar Rumah Kepemimpinan (RK) Jakarta, Teh Enung, Kak
Jimny, Tiara dan Ksatria UI 7 serta teman-teman saudara sampai surga RK
Nasional yang telah membersamai penulis dalam masa pembinaan asrama.
iv
10. Teman-teman grup SIANIDA tersayang Siti Nur, Nimas, Nilam, Coki, dan
Wardah, walaupun tidak berkontribusi dalam menyelesaikan skripsi ini
namun tetap berupaya menghibur penulis dalam suka dan duka.
11. Keluarga FOREVER FRIENDS, Abidah Rahmah, Ica, Lola, Finna, Diba,
Adlul, Hari, Awe, Aji, Sansan, dan Faras, semoga Allah selalu
mengekalkan ikatan kekeluargaan diantara kita.
Akhir kata, semoga bantuan, doa, dan kebaikan yang telah
diberikan oleh seluruh pihak kepada penulis diberikan balasan terbaik oleh
Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
v
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
UNIVERSITAS INDONESIA..................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................................... vi
ABSTRAK............................................................................................................. vii
ABSTRACT..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiii
1. PENDAHULUAN...........................................................................................1
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 4
2.1. Mangrove................................................................................................. 4
2.2. Habitat dan Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap
Mangrove................................................................................................ .6
2.3. Keragaman Mangrove..............................................................................7
2.4. Geografi dan Mangrove Pulau Tunda......................................................8
2.4.1. Geografi Pulau Tunda...................................................................8
2.4.2. Mangrove Pulau Tunda.................................................................9
2.5. Karbon dan Biomassa............................................................................ 10
2.6. Carbon Pool dan Carbon Stock............................................................. 11
2.7. Metode Penghitungan Biomassa............................................................12
2.8. Penyerapan Karbon pada Hutan Mangrove......................................... ..13
2.9. Perbandingan Potensi Stok Karbon Mangrove di Berbagai Daerah......14
3. METODOLOGI PENELITIAN................................................................. 16
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................. 16
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................17
3.2.1. Alat............................................................................................... 17
3.2.2. Bahan............................................................................................17
3.3. Cara Kerja............................................................................................... 17
3.3.1. Pengambilan Data di Lapangan....................................................17
3.3.2. Pengolahan Data Laboratorium....................................................21
3.4. Penyusunan, Pengolahan dan Analisis Data........................................... 22
3.4.1. Penyusunan, Pengolahan dan Analisis Data Kerapatan............... 22
3.4.2. Penyusunan, Pengolahan dan Analisis Data Potensi Stok
Karbon..........................................................................................23
ix
4.2. Parameter Suhu dan Substrat Hutan Mangrove Pulau Tunda.................29
4.3. Analisis Data Vegetasi dan Kerapatan Mangrove.................................. 30
4.4. Analisis Biomassa, Stok dan Serapan Karbon Mangrove...................... 32
DAFTAR ACUAN................................................................................................43
LAMPIRAN..........................................................................................................45
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mangrove
Kata mangrove menurut Mastaller (1997 lihat Noor dkk. 2012: 1) berasal
dari bahasa Melayu kuno “mangi-mangi” yang digunakan untuk menerangkan
marga Avicennia. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004,
mangrove adalah sekumpulan tumbuh-tumbuhan Dicotyledonae dan atau
Monocotyledonae terdiri atas jenis tumbuhan yang mempunyai hubungan
taksonomi sampai dengan taksa kelas, mempunyai persamaan adaptasi morfologi
dan fisiologi terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut.
Hutan mangrove dikenal dengan istilah tidal forest, coastal woodland, dan
hutan payau. Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/
Dj/I/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang
terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air
laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada
waktu surut. Hutan mangrove juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi
terhadap garam (Onrizal 2008: 1).
Flora mangrove dapat dikenali berdasarkan karakteristik morfologi dari
setiap bagian penyusunnya, seperti akar, batang, daun, bunga dan buah (Gambar
2.1). Berdasarkan struktur tegakannya, flora mangrove dibagi ke dalam lima
kategori, yaitu pohon (tree), semak (shrub), liana (vine), paku/palem (fern/palm)
dan herba/rumput (herb/grass). Sistem perakaran mangrove yang khas bisa
digunakan untuk pengenalan di lapangan. Pada umumnya marga pohon mangrove
mempunyai satu atau lebih tipe akar. Berbagai bentuk perakaran tersebut
merupakan salah satu cara adaptasi tumbuhan mangrove terhadap kondisi habitat
yang sering tergenang air pasang, sehingga tanahnya bersifat anaerob. Bentuk-
bentuk perakaran tumbuhan mangrove yang khas meliputi akar pasak, akar lutut,
akar tunjang, akar papan, dan akar gantung.
4 Universitas Indonesia
5
Daun memiliki
kelenjar garam
Daun
memiliki Akar
kutikula tunjang
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
konsentrasi ion mempunyai korelasi dengan susunan jenis dan kerapatan tegakan.
Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka
tegakan menjadi lebih rapat.
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya. Beberapa spesies memiliki toleransi
kadar garam yang sangat luas. Seperti pada jenis Sonneratia caseolaris yang dapat
ditemukan dalam lingkungan air laut atau di sungai (Giesen dkk. 2006: 14).
Pengaruh kondisi klimatik pada vegetasi mangrove belum banyak
diketahui. Namun pada umumnya, mangrove terdapat pada area dengan suhu
tahunan rata-rata ≥ 18oC dengan suhu optimal sebesar 20°C. Vegetasi mangrove
tidak mampu menoleransi suhu dingin di bawah 0° baik pada suhu udara maupun
suhu perairan (Noor dkk. 2015: 74). Kondisi iklim dapat memengaruhi mangrove
melalui salinitas di tepi daratan, cuaca pada daerah pelepasan area sungai, dan
deposisi lumpur sepanjang pesisir.
Kisaran nilai pH yang dapat mendukung kelangsungan hidup mangrove
yaitu 7--8,7 (Brower dkk. 1990: 62). Perubahan nilai pH perairan dapat
memengaruhi konsentrasi kelarutan ion karbon, proses fotosintesis, dan reaksi
fisiologis yang akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan dan produktivitas
mangrove.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Luas vegetasi mangrove yang ada di Pulau Tunda adalah 30 hektar (Badan
Perencanaan Daerah Kabupaten Serang 2010: III-7). Pohon kelapa merupakan
vegetasi darat yang mendominasi, sedangkan mangrove sejati maupun asosiasi
menjadi vegetasi pantai di pulau ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil (2012: 1), terdapat 7 jenis
mangrove yang ditemukan di Pulau Tunda. Jenis mangrove tersebut yaitu
Bruguiera gymnorhiza (Bg), Ceriops decandra (Cd), Rhizophora apiculata (Ra),
Rhizophora mucronata (Rm), Rhyzopora stylosa (Rs), Sonneratia caseolaris (Sc),
dan Xylocarpus granatum (Xg).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darus dkk. (2014), jenis
mangrove sejati yang ditemukan di Pulau Tunda yaitu Rhizophora stylosa,
Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba. Secara umum,
hasil pengamatan lapangan dan analisa data didapatkan jumlah tegakan yang
berkisar dari 1.533--3.867 individu/ha untuk kaetgori pohon, anakan berkisar dari
267--3.600 ind/ha, sedangkan kategori semai yang hanya ditemukan berkisar
20.000--160.000 ind/ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 201 Tahun 2004 (2004: 5) kriteria mangrove baik/ sangat padat
pada seluruh stasiun yaitu berjumlah >1.500 ind/ha (1,533--3,867 ind/ha).
Menurut penelitian Darus dkk. (2014: 7) secara umum, keanekaragaman
ekosistem mangrove di Pulau Tunda berada pada kondisi rendah, hal ini
disebabkan nilai H’ ≤ 2,3026. Begitupun dengan indeks keseragaman yang rendah
(E ≤ 0,4). Adapun jenis mangrove yang mendominasi adalah Rhizophora stylosa
dan Rhizophora apiculata.
Ancaman terhadap Pulau Tunda bukan dari masyarakat asli, akan tetapi
Universitas Indonesia
10
aktivitas manusia pendatang dan polutan yang terbawa dari daratan utama. Pulau
Tunda berbatasan dengan daratan utama Pulau Jawa yang berdekatan dengan
kota-kota besar dengan aktifitas manusia di bagian pesisirnya. Cilegon, Serang,
Jakarta Utara, dan Bekasi merupakan kota dan kabupaten dengan aktivitas
masyarakat yang tinggi seperti perindustrian, perkantoran, dan transportasi laut
(Darus dkk. 2014: 11; Gray 1997: 2)
Aktivitas yang menyebabkan ekosistem pesisir di pulau ini terancam
adalah sedimentasi, limbah antropogenik, dan nutrien dari darat (Harvell dkk.
1999: 1508). Limbah antropogenik merupakan limbah yang sangat dirasakan oleh
masyarakat Pulau Tunda. Sampah kiriman dari daratan utama merupakan
penyebabnya. Arus laut yang membawa sampah-sampah tersebut sampai di pulau,
sehingga sampah tersebut mengotori ekosistem terumbu karang, lamun dan
mangrove. Keberadaan limbah antropogenik ini memberikan tekanan yang tinggi
terhadap ekosistem pesisir untuk berkembang. Selain itu, arus juga membawa
nutrien dari darat yang tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh ekosistem pesisir.
Nutrien yang berlebihan pada ekosistem dapat menyebabkan banyak perubahan.
Nutrien yang berasal dari darat dapat merubah struktur kimia substrat pada
ekosistem mangrove dan lamun. Struktur komunitas biota di dalamnya juga akan
berubah (Smitha dkk. 1999 lihat Darus dkk. 2014: 12).
Biomassa merupakan jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada
pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan
dalam berat kering oven ton per unit area. Biomassa sebagian besar terdiri atas
karbon serta merupakan tempat penyimpanan karbon atau disebut carbon sink.
Menurut Brown (1997), kandungan karbon utama di hutan terdiri dari biomassa
bahan hidup, biomassa bahan mati, tanah dan produk kayu. Karbon menyusun
sekitar 45--50% bahan kering dari tanaman (Amira 2008: 7--8; Sutaryo 2009: 1).
Berdasarkan keberadaannya di alam, komponen karbon dapat
dibedakan menjadi dua kelompok (Hairiah dkk. 2011: 2--3) yaitu karbon di atas
permukaan tanah dan karbon di dalam tanah. Karbon di atas permukaan tanah
Universitas Indonesia
11
meliputi:
Biomassa pohon: Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya
terdapat pada komponen pepohonan. Biomassa pohon dapat diestimasi
dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada
pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada) untuk mengurangi
tindakan perusakan selama pengukuran.
Biomassa tumbuhan bawah: Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang
berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau
gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil
bagian tanaman (melibatkan perusakan).
Nekromassa: Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang
dan tergeletak di permukaan tanah.
Serasah: Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan
ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
Karbon di dalam tanah, meliputi:
Biomassa akar: Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke
dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah
hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2
mm).
Bahan organik tanah: Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh
organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah.
Menurut Howard dkk. (2014: 30) kantong karbon (carbon pool) merujuk
pada simpanan karbon pada tanah, vegetasi, air dan atmosfer yang menyerap dan
melepaskan karbon. Gabungan carbon pool dapat membentuk stok karbon
(carbon stock), yaitu jumlah total karbon organik yang tersimpan dalam ekosistem
blue carbon. Sama seperti ekosistem hutan daratan, mangrove dapat terbagi
menjadi 4 bagian carbon pool seperti yang terdapat pada Gambar 2.5.
Biomassa atas tanah yang hidup terdiri dari pohon, semak belukar, liana, palm,
Universitas Indonesia
12
dan pneumatophore. Biomassa atas tanah yang mati dapat terdiri dari serasah,
pohon roboh, dan pohon mati. Biomassa bawah tanah yang hidup yaitu akar dan
rhizome. Karbon tanah meliputi biomassa bawah tanah yang mati.
Biomassa atas
tanah yang mati
Biomassa bawah
tanah yang hidup
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Mangrove
Savana tropis
Hutan boreal
Hutan tropis
Hutan temperate
Universitas Indonesia
15
penelitian yang dilakukan oleh Ashuri (2013: 28) pada ekosistem mangrove
Pancer Cengkrong, Trenggalek, nilai stok karbonnya sebesar 185,81 ton/ ha,
biomassa 400,45 ton/ ha dan serapan CO2 sebesar 681,91 ton/ ha. Nilai total stok
karbon tersebut menunjukkan estimasi kandungan karbon yang tersimpan pada
biomassa pohon mangrove di bagian atas dan bawah permukaan tanah serta
tumbuhan bawah yang meliputi semai dan anakan.
Penelitian stok karbon pernah dilakukan oleh Afiati dkk. pada tahun 2013
di Teluk Miskam, Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Metode
pengambilan data mangrove dengan menarik transek 100 m kemudian dibuat
kuadrat 10 x 10 m (5 plot). Hasil penelitian diperoleh nilai simpanan karbon
sebesar 49,44 - 55,33 ton/ ha untuk jenis Avicennia marina dan 2,50 ton/ ha untuk
jenis Bruguiera gymnorhiza. Simpanan karbon terbesar berada di 50 m (stasiun 1)
dan 40 m (stasiun 2) sebesar 23,26 dan 27,92 ton/ ha.
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pulau Tunda
Stasiun 6
Stasiun 2
Stasiun 1 Stasiun 5
Stasiun 3 Stasiun 4
16 Universitas Indonesia
17
3.2.1. Alat
3.2.2. Bahan
Universitas Indonesia
18
Kuadran I 5x5m
Kuadran III
10 x 10 m
Universitas Indonesia
19
Legenda:
Plot sampel 10
x 10 m
Batas zona
Jalur transek
Batas mangrove
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Batu besar
Batu kecil
agregat
Kerikil
Kerikil
Kerikil kecil
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
Pasir sedang Pasir
Pasir halus
Pasir sangat halus
Lumpur kasar
Lumpur sedang
Lumpur
Lumpur halus
Lumpur sangat halus
Lempung
Kerapatan Jenis (K) adalah jumlah individu suatu spesies persatuan luas
(dalam hektar atau m2). Data kerapatan jenis yang telah dicatat dalam tally sheet
kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data tersebut
berguna untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove di Pulau Tunda yang
Universitas Indonesia
23
terkait dengan stok karbon. Data tipe substrat dan suhu juga disajikan dalam
bentuk tabel. Adapun rumus untuk menghitung kerapatan jenis menurut English
dkk. (1994: 182 ) adalah sebagai berikut:
K = ni / A
Keterangan:
K = Kerapatan Jenis i (ind/ ha)
ni = Jumlah total tegakan dari jenis i
A = Luas total areal pengambilan sampel (luas total plot).
Bap = 0,251*ρ*(D)2.46
Bbp = 0,199*ρ0.899*(D)2.22
Keterangan:
Bap : Biomassa di atas permukaan tanah (kg)
Bbp : Biomassa di bawah permukaan tanah (kg)
ρ : Berat jenis kayu (g/cm3)
D : Diamater pohon (cm)
Universitas Indonesia
24
Adapun data ρ setiap jenis pohon bersumber dari literatur Komiyama dkk. (2005:
473) dan database wood density of trees word agroforestry
(www.worldagroforestry.org).
Penghitungan biomassa tumbuhan bawah dapat dihitung dengan rumus
(Hairiah dkk. 2011: 30) sebagai berikut:
Keterangan:
Btb : Biomassa tumbuhan bawah (g)
BK subcontoh : Berat kering subcontoh (g)
BB subcontoh : Berat basah subcontoh (g)
BB : Total berat basah (g)
C = B x %Corganik
Keterangan :
C : Kandungan karbon dari biomassa (kg)
B : Total biomassa (Bap + Bbp + Btb) (kg)
%Corganik : Nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,464
Universitas Indonesia
25
Cx 10000
Cn = 1000
X
lplot
Keterangan:
Cn : kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool
pada tiap plot (ton/ha)
Cx : kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap
plot (kg)
lplot : luas plot pada masing-masing pool (m2)
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
26 Universitas Indonesia
27
Berbeda dengan sisi selatan, sisi timur vegetasi mangrove di Pulau Tunda
cenderung tebal dan didominasi oleh jenis tertentu. Mangrove di sisi timur
mayoritas merupakan mangrove yang ditanam secara swadaya oleh masyarakat.
Stasiun 4 (Gambar 4.1.(4)) memiliki tebal vegetasi mangrove dari garis pantai ke
daratan sebesar 27 m. Jarak antar mangrove rapat (< 3 m) dengan dominansi akar
Universitas Indonesia
28
tunjang. Tempat tumbuh mangrove tergenang oleh air laut, substrat berpasir halus
warna abu-abu sampai kehitaman. Setelah jarak 27 m dari garis pantai terdapat
daratan yang ditumbuhi pepohonan besar selanjutnya berupa rawa alami yang
ditumbuhi banyak tumbuhan berduri dari famili Pandanaceae.
Universitas Indonesia
29
Suhu udara hutan mangrove di Pulau Tunda berada pada kisaran 25--30,5
o
C, sedangkan suhu air lebih tinggi berkisar antara 29--32oC. Rata-rata suhu udara
terendah pada stasiun 1 dan suhu tertinggi pada stasiun 6. Perbedaan suhu yang
signifikan tersebut terjadi karena perbedaan waktu pengukuran. Pengukuran suhu
pada stasiun 1 dilakukan pada saat sore menjelang petang, sedangkan stasiun 6
Universitas Indonesia
30
diukur pada siang hari. Rata-rata suhu air terendah terdapat pada stasiun 6 dan
suhu tertinggi pada stasiun 3. Suhu air cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu udara diduga karena pengukuran suhu yang dilakukan pada siang
hari dan lokasi pengambilan data merupakan daerah terbuka sehingga intensitas
cahaya yang diterima tinggi.
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman
1977 lihat Giesen dkk.: 2006: 12). Hal tersebut terlihat pada data jenis substrat
tiap stasiun yang dianalisis menggunakan skala Udden-Wentworth. Adapun
sebagian besar jenis substrat pada tiap stasiun didominasi oleh pasir dan lumpur
sangat halus yang memiliki ukuran partikel kurang dari 600 μm. Sebesar 89%
substrat di stasiun 1 didominasi oleh pasir berlumpur. Substrat stasiun 2
didominasi oleh pasir sangat kasar dan lumpur, yaitu sebesar 48%. Stasiun 3
memiliki karakteristik substrat pasir sangat kasar dan berlumpur hitam sebesar
62%. Karakteristik substrat stasiun 4, 5, dan 6 didominasi oleh pasir yang
berwarna abu-abu sampai kehitaman dengan nilai persentase berturut-turut yaitu
78,5%, 87%, dan 80%.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Tabel 4.4.(1). Potensi rata-rata biomassa, stok, dan serapan karbon ekosistem
mangrove di Pulau Tunda
Sonneratia
3,43 1,59 5,84
caseolaris
Stasiun 2
Excoecaria
4,92 2,28 8,37
agallocha
Lumnitzera
11,82 5,49 20,13
littorea
Stasiun 3
Excoecaria
455,75 212,66 776,09
agallocha
Rhizophora
Stasiun 4 220,64 102,38 375,73
stylosa
Universitas Indonesia
34
Rhizophora
Stasiun 5 84,64 39,27 144,14
mucronata
Rhizophora
165,72 76,89 282,21
stylosa
Stasiun 6
Sonneratia
121,92 56,57 207,62
alba
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
Proporsi stok karbon terbesar tingkat pohon dan pancang mangrove pada
enam stasiun di Pulau Tunda berasal dari famili Rhizophoraceae yaitu sebesar
109,77 ton/ ha. Nilai stok karbon tersebut berasal dari spesies Rhizophora
mucronata 20,14 ton/ ha dan Rhizophora stylosa sebesar 89,63 ton/ ha. Famili
Euphorbiaceae juga memiliki nilai stok karbon yang sedikit lebih rendah dari
famili Rhizophoraceae yaitu 107,47 ton/ ha. Famili Combretaceae mempunyai
nilai stok karbon paling rendah diantara kelima famili mangrove yang ditemukan
di Pulau Tunda. Nilai stok karbon Combretaceae yaitu 5,48 ton/ ha. Adapun
famili mangrove lain yang berkontribusi terhadap jumlah stok karbon di lokasi
penelitian yaitu Sonneratiaceae 58,16 ton/ ha, Sterculiaceae 13,65 ton/ ha, dan
Universitas Indonesia
37
Avicenniaceae 34,66 ton/ ha. Data proporsi stok karbon berdasarkan famili
mangrove yang ditemukan di Pulau Tunda tersaji dalam Tabel 4.4.(4).
Universitas Indonesia
38
terserap oleh vegetasi mangrove akan disimpan dalam bentuk biomassa pohon.
Besarnya biomassa pohon dapat memengaruhi nilai kandungan karbon dari pohon
tersebut (Ardli 2012: 1). Biomassa pohon dapat diestimasi berdasarkan
pengukuran pada diameter batang (Hairiah 2011: 2). Menurut Dharmawan dan
Siregar (2008: 323), semakin besar diameter suatu batang pohon maka CO2 yang
diserapnya semakin besar. Diameter pohon mengalami pertumbuhan melalui
pembelahan sel yang berlangsung secara terus menerus dan akan semakin lambat
pada umur tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi di dalam kambium arah radial,
pada akhirnya akan terbentuk sel-sel baru yang akan menambah diameter batang.
Hal ini dapat dilihat pada hasil penghitungan stok karbon yang didasarkan
pada variabel diameter batang pohon. Stasiun 1 yang terdiri dari spesies Avicennia
marina dengan diameter 25,8 cm memiliki stok karbon paling tinggi yaitu 34,66
ton/ ha. Tegakan mangrove di stasiun 2 didominasi oleh Sonneratia caseolaris
dan Excoecaria agallocha yang berdiameter < 10 cm. Diameter terbesar di stasiun
2 yaitu pada spesies Excoecaria agallocha sebesar 4,84 cm yang memiliki stok
karbon 0,4 ton/ ha. Diameter batang pohon terbesar di stasiun 3 terdapat pada
spesies Excoecaria agallocha dengan nilai 38,2 cm dan stok karbon 55,57 ton/ ha.
Excoecaria agallocha dengan diameter > 10 cm dan kerapatan rendah memiliki
stok karbon yang lebih besar dibandingkan dengan Excoecaria agallocha dengan
kerapatan tinggi berdiameter < 10 cm pada stasiun 3. Spesies Rhizophora stylosa
pada stasiun 4 merupakan spesies dengan nilai diameter dan stok karbon tertinggi,
yaitu secara berturut-turut 22,29 cm dan 34,44 ton/ ha. Rhizophora mucronata
yang terdapat pada stasiun 5 didominasi oleh tegakan dengan diameter dibawah
10 cm, kerapatan tinggi, memiliki biomassa dan stok karbon lebih besar
dibandingkan dengan Rhizophora mucronata berdiameter diatas 10 cm kerapatan
rendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa selain diameter batang,
kerapatan pohon juga memengaruhi peningkatan stok karbon melalui peningkatan
biomassa (Ashuri 2013: 29). Tegakan mangrove dengan diameter diatas 10 cm
pada stasiun 6 memiliki besaran stok karbon yang besar, yaitu 56,57 ton/ ha pada
spesies Sonneratia alba dengan diameter 37,89 cm.
Universitas Indonesia
39
Tabel 4.4.(5). Tabel uji koefisien korelasi Spearman variabel stok karbon
dan diameter
Correlations
N 90 90
N 90 90
Universitas Indonesia
40
Correlations
N 15 15
N 15 15
Universitas Indonesia
41
pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal. Oleh karena itu, semakin besarnya
diameter disebabkan oleh penyimpanan biomassa hasil konversi CO2 yang
semakin bertambah besar seiring dengan semakin banyaknya CO2 yang diserap
pohon tersebut. Secara umum, hutan dengan net growth (terutama pohon-pohon
yang sedang berada dalam fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak
CO2, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil, menahan dan
menyimpan persediaan karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 ekstra
(Dharmawan dan Siregar 2008: 323).
Excoecaria agallocha pada stasiun 3 dengan diameter paling besar
diantara semua stasiun dan spesies lainnya memiliki jumlah stok karbon yang
paling besar yaitu 55,57 ton/ ha. Di sekitar pohon tersebut banyak terdapat
pancang dan semai dari spesies yang sama. Apabila tingkat pancang dan semai
dipertahankan keberadaannya, maka akan menyediakan stok karbon yang lebih
besar di lokasi tersebut.
Terkait dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global, maka salah
satu cara untuk menjaga fungsi ekologis hutan adalah dengan merawat dan
mempertahankan vegetasi hutan dari kemungkinan kerusakan (deforestasi dan
degradasi). Perhatian dunia terhadap pentingnya keberadaan hutan dalam mitigasi
perubahan iklim terlihat dari lahirnya Mekanisme Pembangunan Bersih dan
REDD+(Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) dalam
perdagangan karbon (Pebriandi dkk. 2013: 2).
Perdagangan karbon saat ini sedang intensif dibicarakan oleh masyarakat
dunia. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam menduga kandungan karbon
melalui rumus allometrik, sehingga dapat diketahui potensi stok karbon pada
suatu kawasan. Stok karbon vegetasi mangrove maupun kemampuannya dalam
menyerap CO2 dapat dinilai dengan mata uang. Harga karbon global diperkirakan
sekitar 20--50 USD per ton CO2 pada tahun 2020--2030 (Barker dkk. 2007: 621)
yang setara dengan Rp 264.700,00--Rp 661.750,00 per ton CO2 pada nilai
penukaran uang tanggal 08 Juni 2016 (http://markets.ft.com/; 1 USD = Rp 13.235).
Apabila nilai tersebut dikalikan dengan serapan CO2 (335,06 ton/ ha) pada hutan
mangrove Pulau Tunda, maka diperoleh estimasi harga karbon sebesar Rp
88.690.382--Rp 221.725.955 ton/ ha. Estimasi total harga karbon dengan luas
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
43 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Abino, A.C., J.A.A. Castillo & Y.J. Lee. 2014. Species diversity, biomass, and
carbon stock assessments of a natural mangrove forest in Palawan,
Phillipines. Phillippines Mangrove Carbon Stocks Assessment 46(6): 1955-
-1962.
Afiati, R.N., A. Rustam, T.L. Kepel, N.Sudirman, M. Astrid, A. Daulat, D.D.
Suryono, Y. Puspitaningsih, P. Mangindaan & A. Hutahean. 2013. Karbon
stok dan struktur komunitas mangrove sebagai blue carbon di Tanjung
Lesung, Banten. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir
& Laut, Kementrian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia, 1--14 hlm.
Amira, S. 2008. Pendugaan biomass jenis Rhizophora apiculata BI. di hutan
mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Skripsi.
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor: x + 58 hlm.
Amsel, S. 2015. Mangrove swamp. www.exploringnature.org/db/view/1752
diakses pada 17/3/2016 04.03 WIB.
Ardli, E. R. 2012. Peran hutan mangrove dalam penyimpanan karbon. Center for
mangrove and coastal ecosystem Universitas Jenderal Soedirman.
Disampaikan pada rapat koordinasi tentang rehabilitasi dan konservasi
mangrove di Jawa Tengah.
Ashuri, M. S. 2013. Komposisi vegetasi, potensi stok karbon, produksi dan laju
dekomposisi serasah mangrove di Pancer Cengkrong, Trenggalek, Jawa
Timur. Tesis. Pascasarjana Biologi Universitas Indonesia, Depok: xvii +
84 hlm.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten (=BLHD). 2015. Pemulihan
kerusakan mangrove di wilayah Provinsi Banten. www.blhd.bantenprov.
go.id/read/article/67/Pemulihan-Kerusakan-Mangrove-Di-Wilayah-
Provinsi-Banten.html diakses pada 6/3/2016 21.57 WIB.
Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Serang. 2010. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Serang Tahun 2011-2015
BAB III: Kondisi umum dan strategis. Kabupaten Serang: 1+90 hlm.
44 Universitas Indonesia
45
Universitas Indonesia
46
English, S., C. Wilkinson & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. ASEAN-Australia Marine Science Project. Australian Institute
of Marine Science: Townsville: xii + 368 hlm.
Giesen, W. S. Wulffraat, M. Zieren & L. Scholten,. 2006. Mangrove guidebook
for Southeast Asia. FAO and Wetlands international, Thailand: xii + 186
hlm.
Gray, J.S. 1997. Marine biodiversity: patterns, threats and conservation needs.
Third Meeting of the Subsidiary Body on Scientific, Technical and
Technological Advice to the Convention on Biological Diversity, Montreal
Canada: 1--3 hlm.
Hairiah, K., A. Ekadinata, R.R. Sari & S. Rahayu. 2011. Pengukuran stok sarbon
dari tingkat lahan ke bentang lahan, petunjuk praktis, edisi kedua. World
Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of
Brawijaya, Malang: xiii + 88 hlm.
Harvell, C.D, K. Kim, J.M. Burkholder, R.R. Colwell, P.R. Epstein, D.J. Grimes,
E.E. Hofmann, E.K. Lip, A.D.M.E. Osterhaus, R.M. Overstreet, J.W.
Porter, G.W. Smith & G.R. Vasta. 1999. Marine Diseases-Climate Links
and Anthropogenic Factors. Science 285: 505--1510.
Howard, J., S. Hoyt, K. Isensee, M. Telszewski & E. Pidgeon. 2014. Coastal
blue carbon: Methods for assessing carbon stocks and emissions factors in
mangroves, tidal salt marshes, and seagrasses. Conservation International,
Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, International
Union for Conservation of Nature. Arlington, Virginia, USA: i + 180 hlm.
Iman, A. N. 2014. Kesesuaian lahan untuk perencanaan rehabilitasi mangrove
dengan pendekatan analisis elevasi di Kuri Caddi, Kabupaten Maros.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin, Makassar: xiii + 79 hlm.
Intergovernmental Panel on Climat Change (=IPCC). 2013: Summary for
Policymakers. In: Climate Change 2013: The Physical Science Basis.
Contribution of Working Group I to the Fifth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press,
Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA: 1+31 hlm.
Universitas Indonesia
47
Joshi, H. & M. Ghose. 2003. Forest structure and species distribution along soil `
salinity and pH gradient in mangrove swamps of the Sundarbans. Tropical
Ecology 44(22): 197--206.
Junaedi, A. 2007. Kontribusi hutan sebagai rosot karbondioksida. Balai
penelitian hutan penghasil serat kuok, Riau: 1 + 7 hlm.
Kauffman, J.B & D.C. Donato. 2012. Protocols for the measurement, monitoring
and reporting of structure, biomass and carbon stocks in mangrove forests.
Working Paper 86 CIFOR, Bogor: vi + 40 hlm.
Kementerian Kehutanan. 2010. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan dan
jenis tanaman di Indonesia. Pusat penelitian dan pengembangan
perubahan iklim dan kebijakan, Bogor: iv + 40 hlm.
Komiyama, A., S. Poungparn & S. Kato. 2005. Common allometric equations for
estimating the tree weight of mangroves. Journal of tropical ecology 21:
471--477.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Surat Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
untuk Biota Laut. Jakarta.
Nichols, G. 2009. Sedimentology and stratigraphy 2nd ed. A. John Wiley & Sons,
Ltd, Chichester: xi + 411 hlm.
Noor, Y.R., M. Khazali & I.N. Suryadiputra. 2012. Panduan pengenalan
mangrove di Indonesia. PHKA/Wetlands International, Bogor: vii + 219
hlm.
Noor, T., N. Batool, R. Mazhar & N. Ilyas. 2015. Effects of siltation, temperature,
and salinity on mangrove plants. European Academic Research 2: 172--
179.
Oktariza, N.A. 2014. Cadangan karbon tegakan mangrove di Desa Pasar Banggi
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor: iii + 17 hlm.
Onrizal, 2008. Panduan pengenalan dan analisis vegetasi hutan mangrove.
Departemen Kehutanan, Sumatera Utara: 1 + 9 hlm.
Pebriandi, E. Sribudiani & Mukhamadun. 2013. Estimation of the carbon
potential in the above ground at the stand level poles and trees in Sentajo
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Skema Kerja Pengukuran Partikel Substrat Mangrove
Sampel substrat
Sampel substrat dikeringkan, Sampel
dibersihkan dari dalam oven, ditumbuk
kotoran yang dengan suhu 250oC, menggunakan
menempel selama 3 jam mortar
49 Universitas Indonesia
50
Lampiran 2
Koordinat Stasiun Penelitian di Ekosistem Mangrove Pulau Tunda
Posisi
Stasiun Keterangan
Lintang S Bujur T
Universitas Indonesia
51
Lampiran 3
Jenis Mangrove Sejati dan Asosiasi di Pulau Tunda
Kelompok Jenis
Rhizophora mucronata
Rhizophora stylosa
Heritiera globosa
Sonneratia caseolaris
Sejati
Sonneratia alba
Excoecaria agallocha
Lumnitzera littorea
Avicennia marina
Barringtonia asiatica
Cocos nucifera
Universitas Indonesia
52
Lampiran 4
Data Berat Jenis Kayu Mangrove di Pulau Tunda
Universitas Indonesia
53
Lampiran 5
Data Kerapatan Mangrove Tiap Stasiun di Pulau Tunda
Universitas Indonesia
54
Lampiran 6
Data Kerapatan Spesies Mangrove Tiap Stasiun di Pulau Tunda
Universitas Indonesia
55
Lanjutan lampiran 6
Pancang 133,33 133,33
Semai 26.666,7 26.666,7
Universitas Indonesia
56
Lampiran 7
Contoh Penghitungan Stok Karbon Per Hektar
Rumus:
Heritiera globosa pada stasiun 1 memiliki diameter (D) 17,19 cm dan berat jenis
kayu 0,76 g/cm3, maka:
Bap = 0,251x0,76x (17,19)2.46 Bbp = 0,199 x 0,760.899 x (17,19)2.22
= 208,58 = 85,75
Serapan C = 3,67 x C
= 3,67 x 136,57
= 501,21 kg
Cn = 136,57 10000
X
1000 100
= 13,65 ton/ ha
Universitas Indonesia
57
Lampiran 8
Penghitungan Biomaasa, Stok dan Serapan Karbon Pohon dan Pancang Mangrove
Tiap Stasiun
Stasiun 1
Stok C = Serapan =
Jenis D Ba Bb Bt (kg)
B x 0,464 3,67 x C
D<10cm
Rhizophora
5,57 14,24 7,57 21,81 10,12 37,14
mucronata
D>10cm
Avicennia
25,8 543,97 203,1 747,07 346,64 1272,17
marina
Heritiera
17,19 208,58 85,75 294,33 136,57 501,21
globosa
Lanjutan lampiran 8
Excoecaria
2,07 0,68 0,48 1,16 0,54 1,97
agallocha
3,02 1,71 1,11 2,82 1,31 4,81
Universitas Indonesia
59
Lanjutan lampiran 8
D>10cm
Excoecaria
11,15 42,57 20,18 62,76 29,12 106,88
agallocha
12,42 55,52 25,64 81,16 37,90 138,21
Universitas Indonesia
60
Lanjutan lampiran 8
Stasiun 4
C=Bx Serapan =
Jenis D Ba Bb Bt (kg)
0,464 3,67 x C
D<10cm
Rhizophora
1,27 0,47 0,35 0,82 0,38 1,39
stylosa
D>10cm
Rhizophora
10,19 78,85 35,47 114,32 53,04 194,67
stylosa
10,35 81,93 36,72 118,65 55,05 202,05
C=Bx Serapan =
Jenis D Ba Bb Bt (kg)
0,464 3,67 x C
D<10cm
Rhizophora
2,19 1,43 0,95 2,38 1,10 4,05
mucronata
3,50 4,54 2,69 7,23 3,35 12,31
Universitas Indonesia
61
Lanjutan lampiran 8
D>10cm
Rhizophora
11,46 84,01 37,54 121,55 56,39 206,98
mucronata
15,92 188,59 77,88 266,47 123,64 453,77
Stasiun 6
C=Bx Serapan =
Jenis D Ba Bb Bt (kg)
0,464 3,67 x C
D< 10cm
Rhizophora
7,96 42,95 20,49 63,44 29,44 108,04
stylosa
8,59 51,8 24,27 76,07 35,29 129,51
D>10cm
Rhizophora
10,60 86,89 38,71 125,6 58,28 213,89
stylosa
12,74 136,59 58,23 194,82 90,39 331,73
Lanjutan lampiran 8
Universitas Indonesia
63
Lampiran 9
Penghitungan Biomassa, Stok dan Serapan Karbon Tumbuhan Bawah dan Semai
Universitas Indonesia