Anda di halaman 1dari 13

Analisis Perbedaan Manajemen Resiko Kota Padang dan San Francisco Pasca

Bencana Gempa
Alve Hadika*
Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia

Abstrak
Gempa merupakan bencana alam yang sering terjadi di berbagai kota di dunia,
termasuk kedalamnya Kota Padang di Indonesia dan San Francisco di Amerika
Serikat. Dengan jumlah penduduk yang tidak jauh berbeda, serta kondisi lingkungan
yang mirip, kota kota ini seringkali dilanda bencana gempa. Namun, masing-masing
kota tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam memanajemen resiko terhadap
peristiwa gempa yang terjadi. Penelitian ini dilakukan menggunakan analisis
komparasi yang kemudian akan dilengkapi dengan literature review. Cara-cara yang
bisa dilakukan dalam memanajemen resiko di Kota Padang adalah dengan
memperluas daerah evakuasi yang ada. Berbeda halnya dengan San Francisco,
manajemen resiko dilakukan dengan melakukan simulasi gerakan tanah, evaluasi
struktural komponen jaringan fisik (yaitu, jembatan), dan simulasi lalu lintas, untuk
mendapatkan satu set skenario, masing-masing terdiri dari tingkat kejadian dan
realisasi waktu perjalanan jaringan untuk bencana tertentu.
Keywords : Gempa, Manajemen Resiko, Kota Padang, San Francisco
1. Pendahuluan
Kota Padang dan San Francisco adalah kota dengan kuranglebih sembilan ratus ribu
penduduk. Kondisnya yang berbentuk dataran yang datar dan dekat dengan sesar
lepas pantai berpotensi menimbulkan gempa bumi dan tsunami akibat seismic. Kota
Padang sekitar setengah dari populasi kotanya tinggal berdekatan dengan pantai yakni
dalam ketinggian lima meter di atas permukaan laut. Dalam konteks ketahanan
infrastruktur dan manajemen risiko, Kota Padang belum mempunyai tindakan
preventif akan tentang realisasi bencana spesifik yang akan dihadapi (misalnya,
memperkuat komponen, atau mengalokasikan sumber daya untuk kegiatan pasca-
bencana). Kejadian ini akan dikomparasi dengan Kota San Francisco, sebagai contoh
kompleks jaringan infrastruktur yang realistis, yang mempunyai kondisi alam serupa
namun lebih siap jika terjadi bencana alam gempa. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan komparasi manajemen resiko antara Kota Padang dan San Francisco.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan analisis
komparasi. Menurut Nazir (2005) penelitian komparasi adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan
menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena
tertentu. Kemudian data dilengkapi dengan literature review.
3. Gambaran Umum Perbandingan Kota Padang dengan San Francisco
3.1 Kota Padang
Kota Padang adalah kota dengan penduduk lebih dari sembilan ratus ribu orang.
Sebagai ibu kota, kota ini dikenal sebagai salah satu kota paling urban di Provinsi
Sumatera Barat. Pada Gambar 1 ditunjukkan lokasi dan fitur topografi kota Padang.
Terletak di pantai barat pulau Sumatera, di selatan khatulistiwa. Topografinya masuk
kategori dataran rendah di sepanjang garis pantai (Tanjung, 2018).
Gambar 1. Peta Topografi Kota Padang

Wilayah administratifnya memiliki luas 694,96 km² dengan kondisi geografi


berbatasan dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853
mdpl. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, kota ini
memiliki jumlah penduduk sebanyak 902.413 jiwa. Padang merupakan kota inti dari
pengembangan wilayah metropolitan Palapa.
Gambar 2. Peta Administrasi Kota Padang

Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatera, dengan luas keseluruhan 694,96
km² atau setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat (BPS, 2016). Lebih
dari 60% dari luas Kota Padang berupa perbukitan yang ditutupi oleh hutan lindung.
Hanya sekitar 205,007 km² wilayah yang merupakan daerah efektif perkotaan.
Daerah perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang
terkenal di Kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit
Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang
68,126 km di daratan Sumatera. Selain itu, terdapat pula 19 buah pulau kecil, di
antaranya yaitu Pulau Sikuai dengan luas 4,4 ha di Kecamatan Bungus Teluk
Kabung, Pulau Toran seluas 25 ha dan Pulau Pisang Gadang di Kecamatan Padang
Selatan (kp3k.dkp.go.id, 2010).
Tabel 1. Letak Geografis Kota Padang

Letak Daerah 00044'00'' -01'08'' 35'' LS


100 05'05''-100 34' 09'' BT
Luas Daerah Administrasi 1 414,96 km2
694, 96 km2 (darat)
720,00 km2 (laut)
(PP No. 17 Tahun 1980)
Panjang Pantai 68.126 km Diluar Pulau-pulau kecil
Jumlah Sungai 5 buah Besar
16 buah kecil
Temperatur 22C-317C
Curah Hujan 384,88 mm /bulan
Keliling 165,35 km
Daerah Efektif 205.007 km2
Daerah Bukit 486.209 km2
Jumlah Pulau 19 buah
Luas Hutan 36.263 Ha
Sumber: Bapedda Kota Padang
Kota Padang memiliki karakteristik ruang perkotaan yang menghadap Samudera
Hindia dan dikelilingi oleh jajaran Pegunungan Bukit Barisan. Perkembangan
kawasan urban di Padang bergerak ke arah utara dan timur dari kawasan kota tua di
muara Batang Arau. Penataan wilayah kota saat ini mengacu pada Peraturan Daerah
(Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang Tahun 2010–
2030. Sejalan dengan pembangunan kota yang berbasis mitigasi bencana, wilayah
timur Padang dikembangkan sebagai kawasan permukiman dan pusat pendidikan,
sedangkan wilayah barat yang berdekatan dengan pantai merupakan kawasan
komersial perkotaan dan pusat bisnis. Pemindahan pusat pemerintahan Kota Padang
ke wilayah timur (Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah) pada tahun 2010 adalah salah
satu upaya mengurangi konsentrasi penduduk di kawasan pinggir pantai.
Gambar 3. Peta Geologi Kota Padang

Pada awalnya rute utama yang menghubungkan kawasan rantau (Kota Padang)
dengan darek (pedalaman Minangkabau) pada masa lalu adalah jalur yang pernah
ditempuh Raffles pada tahun 1818 untuk menuju Pagaruyung melalui kawasan
Kubung XIII di Kabupaten Solok sekarang (Raffles, 1830). Saat ini ada tiga ruas
jalan utama yang menghubungkan Kota Padang dengan kota-kota lain di Sumatera.
Jalan ke utara menghubungkan kota ini dengan Kota Bukittinggi, dan di sana
bercabang ke Kota Medan dan Pekanbaru. Terdapat pula cabang jalan di dekat Lubuk
Alung ke arah Kota Pariaman. Jalan ke timur menuju Kota Solok, yang tersambung
dengan Jalan Raya Lintas Sumatera bagian tengah. Sebelumnya, di Arosuka terdapat
persimpangan menuju Kota Jambi melalui Kabupaten Solok Selatan. Jalan ke selatan
yang menyusuri pantai barat Sumatera menghubungkan Kota Padang dengan Kota
Bengkulu melalui Kabupaten Pesisir Selatan. Dengan adanya pembangunan
infrakstruktur ke berbagai daerah tersebut, Kota Padang disimpulkan mempunyai
jenis tipologi Edge Expansion.
Penemuan cadangan batubara di Kota Sawahlunto mendorong Pemerintah Hindia
Belanda membangun rel kereta api serta rute jalan baru melalui Kota Padang Panjang
sekarang, yang diselesaikan pada 1896. Jalur kereta api ini juga menghubungkan
Kota Padang dengan kota-kota lain seperti Kota Pariaman, Kota Solok, Kota
Bukittinggi, dan Kota Payakumbuh. Saat ini rel kereta api yang aktif hanyalah
jaringan komuter Padang–Pariaman menggunakan kereta api Sibinuang, dan
Indarung–Bukitputus untuk pengangkutan semen ke pelabuhan. Kereta api baru ke
bandar udara Minangkabau telah dipersiapkan sejak 2012 dengan mendatangkan
railbus, namun diperkirakan baru akan dapat dioperasikan pada pertengahan tahun
2018.
Angkutan dalam kota dilayani oleh bus kota, mikrolet dan taksi. Sementara saat ini di
pusat kota masih dapat ditemukan bendi (sejenis kereta kuda), sedangkan ojek
biasanya beroperasi di perumahan dan pinggiran kota. Pada awal tahun 2014,
pemerintah mulai mengoperasikan bus massal Trans Padang. Dari enam koridor yang
dirancang untuk sistem transporatsi ini, baru satu koridor yang beroperasi yaitu rute
Lubuk Buaya hingga Pasar Raya Padang sepanjang 18 km.
Kota Padang memiliki beberapa kawasan pelabuhan. Tercatat sejak tahun 1770
diberangkatkan dari pelabuhan kota ini 0,3 miliar pikul lada dan 0,2 miliar gulden
emas per tahunnya (Jacobs, 2006). Pelabuhan Muara melayani transportasi laut bagi
kapal ukuran sedang terutama untuk tujuan ke atau dari Kabupaten Kepulauan
Mentawai dan kawasan sekitarnya. Sementara itu, Pelabuhan Teluk Bayur melayani
pengangkutan laut untuk ukuran kapal besar baik ke kota-kota lain di Indonesia
maupun ke luar negeri. Pelabuhan ini mulai beroperasi pada tahun 1892 dengan nama
Emmahaven. Sekarang kedua pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Pelindo II.
Sampai tahun 2005, Bandar Udara Tabing melayani perhubungan udara Padang
dengan kota-kota lain. Bandar udara ini yang tidak dapat didarati oleh pesawat
berbadan besar, dan karena itu dapat mengimbangi naiknya jumlah calon penumpang.
Pengembangannya terbatas karena posisinya yang terhalang Gunung Pangilun dan
Bukit Sariak. Maka tanggal 23 Juni 1999 ditetapkan lokasi baru pengganti bandar
udara ini. Dengan selesainya pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau
di Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, penerbangan sipil dialihkan ke bandara
baru tersebut. Penerbangan domestik yang dilayani saat ini yakni ke seluruh kota
besar di Sumatera (kecuali Banda Aceh dan Pangkal Pinang), seluruh kota besar di
Jawa (kecuali Semarang), dan satu kota di Sulawesi yaitu Makassar. Sementara untuk
pernerbangan internasional saat ini yakni ke Singapura, Kuala Lumpur, Jeddah (haji),
dan Madinah (umrah).
3.2 San Francisco
San Francisco adalah kota terpadat keempat di California dan ke-12 di Amerika
Serikat dengan perkiraan populasi tahun 2009 sebanyak 815.358 jiwa. Sebagai satu-
satunya kota-county gabungan di California, San Francisco menduduki wilayah
seluas 46,7 mil persegi (121 km2) di ujung utara Semenanjung San Francisco dengan
kepadatan penduduk 17.323 jiwa/mi² (6.688,4 jiwa/km²). Kota ini adalah kota besar
(lebih dari 200.000 jiwa) terpadat di negara bagian California dan terpadat kedua di
Amerika Serikat. San Francisco merupakan pusat keuangan, budaya, dan transportasi
di Wilayah Teluk San Francisco, sebuah wilayah yang dihuni 7,4 juta jiwa.
Gambar 4. Populasi Penduduk San Francisco

San Francisco terletak di Pantai Barat Amerika Serikat di ujung Semenanjung San
Francisco dan juga menduduki sebidang daratan yang menjorok ke Samudera Pasifik
dan Teluk San Francisco dalam batas kotanya. Beberapa pulau—Alcatraz, Pulau
Treasure, dan Pulau Yerba Buena, serta sebagian kecil Pulau Alameda, Pulau Red
Rock, dan Pulau Angel adalah bagian dari kota ini. Selain itu, wilayahnya meliputi
Kepulauan Farallon yang tak berpenghuni seluas 27 mile (43 km) di lepas pantai
Samudera Pasifik. Daratan di dalam batas kota membentuk "persegi seluas tujuh-kali-
tujuh mil", sebutan setempat terhadap bentuk kota, meski luas totalnya bila termasuk
perairan mencapai 232 mil persegi (600 km2). San Francisco terkenal karena bukit-
bukitnya. Ada lebih dari 50 bukit di dalam batas kota (Graham, 2004).
Gambar 5. Peta Topografi San Francisco

Beberapa permukiman dinamai dari bukit tempat mereka dibangun, seperti Nob Hill,
Pacific Heights, dan Russian Hill. Dekat pusat geografis kota, di barat daya pusat
kota, terdapat serangkaian bukit berkepadatan rendah. Twin Peaks, sepasang bukit
yang ada di salah satu titik tertinggi kota, membentuk puncak pemandangan yang
terkenal. Bukit tertinggi di San Francisco, Mount Davidson, memiliki tinggi 925 feet
(282 m) dan pada 1934 sebuah salib setinggi 103 foot (31 m) pernah dipancang di
sana (Lee, 1997).
Markah tanah yang mendominasi daerah ini adalah Sutro Tower, sebuah menara
transmisi radio dan televisi besar berwarna merah dan putih. Tepi pantai San
Francisco telah berkembang melintasi batas alaminya. Seluruh permukiman seperti
Marina dan Hunters Point, juga sebagian besar Embarcadero, berada di atas tempat
pembuangan akhir. Treasure Island dibangun dari material yang dikeruk dari teluk
dan hasil pengeboran terowongan melintasi Pulau Yerba Buena selama pembangunan
Bay Bridge. Tanah seperti ini cenderung tidak stabil ketika terjadi gempa bumi;
pencairan tanah mengakibatkan kerusakan meluas terhadap properti yang dibangun di
atasnya, seperti yang pernah terjadi di distrik Marina pada gempa bumi Loma Prieta
1989. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa San Francisco mempunyai tipologi
pertumbuhan Edge Ekspansion.
Di antara kota-kota besar di AS, San Francisco memiliki suhu menengah, maksimum,
dan minimum harian terdingin pada Juni, Juli dan Agustus. Selama musim panas,
udara panas yang naik di lembah terdalam California membentuk wilayah bertekanan
rendah yang menarik angin dari Antisiklon Pasifik Utara melalui Golden Gate dan
membentuk angin dan kabut dingin yang khas bagi kota ini (Gilliam, 2002).
4. Komparasi Terjadinya Bencana Alam Gempa
4.1 Gempa Kota Padang
Dampak mengerikan gempa bumi Aceh M 9.1 yang besar dan diikuti oleh tsunami
terjadi di pantai barat Aceh pada tahun 2004 telah menimbulkan kekhawatiran yang
meluas tentang tsunami yang sama dahsyatnya di pantai padat penduduk. Salah satu
lokasi yang paling masuk akal untuk tsunami dengan proporsi bencana dalam waktu
dekat adalah bagian pantai provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Jutaan orang
hidup di sepanjang pantai ini termasuk di kota-kota kecil dan desa-desa di sepanjang
pantai daratan dan kepulauan Mentawai. Seperti yang dilaporkan oleh Hayes et. Al.,
sejak gempa bumi besar Aceh 2004, sebagian besar megapolitan Sunda antara
Kepulauan Andaman utara dan pulau Enggano, yang berjarak lebih dari 2.000
kilometer, telah pecah dalam serangkaian gempa besar zona subduksi. Kejadian-
kejadian ini termasuk gempa 9,1 M yang besar pada 26 Desember 2004; gempa 8,6
pulau Nias pada 28 Maret 2005; dan dua gempa bumi pada 12 September 2007, dari
M 8,5 dan 7,9 M. Pada tanggal 25 Oktober 2010, M 7.8 pada bagian dangkal
megathrust di sebelah barat pulau Mentawai menyebabkan tsunami besar di pantai
barat pulau-pulau tersebut dan M 8.4 dan M 7.9 terjadi di dekat Bengkulu pada
tanggal 12 dan 13 September, 2007. Namun, sayangnya, segmen yang relatif kecil
dengan panjang kira-kira dua meteran rupanya masih bertahan dan belum pecah.
Segmennya terletak tepat di antara dua pecahan besar yang disebabkan oleh gempa
Nias dan Bengkulu dan lokasi segmen persis di depan kota Padang. Karena kota
Padang terletak langsung menghadap ke segmen Mentawai dari zona subduksi Sunda,
maka ada potensi dampak tsunami di masa depan mungkin memiliki risiko yang
signifikan di daerah ini. Selain itu, dengan topografi dataran datar di kota Padang,
memungkinkan daerah ini tergenang dengan kedalaman genangan yang besar dan
diprediksi tinggi (Tanjung, 2018).
Pada tahun 1833, Residen James du Puy melaporkan terjadi gempa bumi yang
diperkirakan berkekuatan 8.6–8.9 skala Richter di Padang yang menimbulkan
tsunami. Sebelumnya pada tahun 1797, juga diperkirakan oleh para ahli pernah terjadi
gempa bumi berkekuatan 8.5–8.7 skala Richter, yang juga menimbulkan tsunami di
pesisir Kota Padang dan menyebabkan kerusakan pada kawasan Pantai Air Manis
(Natawidjaja, 2006). Pada 30 September 2009, kota ini kembali dilanda gempa bumi
berkekuatan 7,6 skala Richter, dengan titik pusat gempa di laut pada 0.84° LS dan
99.65° BT dengan kedalaman 71 km, yang menyebabkan kehancuran 25%
infrastruktur yang ada di kota ini (McCloskey, 2010).
Gempa Bumi Sumatera Barat pada tahun 2009 terjadi dengan kekuatan 7,6 Skala
Richter di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10 WIB tanggal 30
September 2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera, sekitar 50 km barat laut
Kota Padang (USGS, 2009) Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa
wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang,
Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang,
Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Menurut data
Satkorlak PB, sebanyak 1.117 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota &
4 kabupaten di Sumatera Barat, korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan
1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380
rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan.
Gambar 6. Peta Waktu Evakuasi Gempa dan Tsunami Kota Padang
Penampungan evakuasi sepanjang 9 dari bukit manusia bisa menjadi cara untuk
mengurangi korban jiwa. Daerah evakuasi di puncak bukit kira-kira sekitar 10.000
meter persegi dan dapat menampung lebih dari 10.000 pengungsi. Bukit yang
dibangun oleh tanah yang dipadatkan dengan perkiraan biaya konstruksi sekitar USD
3 juta. Pembangunan bukit buatan ini relatif murah dibandingkan dengan bangunan
beton bertingkat yang bertingkat, yaitu hanya kurang dari USD 300 per pengungsi.
Biaya konstruksi untuk bangunan beton bertingkat yang bertingkat untuk tempat
penampungan evakuasi tsunami adalah sekitar USD 600-800 per pengungsi. Selain
itu, biaya pemeliharaan konstruksi bukit juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan
dengan bangunan beton bertulang. Keistimewaan bukit ini adalah masyarakat dapat
mengakses bukit untuk rekreasi dan kegiatan olahraga atau kegiatan masyarakat
lainnya. Karena bukit telah dirancang dalam sudut pandang estetika yang baik, bukit
buatan ini dapat ditetapkan sebagai tengara baru untuk kota Padang (Tanjung, 2018).
4.2 Gempa San Francisco
Gempa Bumi San Francisco adalah gempa Bumi besar yang mengguncang San
Francisco, California dan pantai California Utara pada pukul 5:12 pagi pada hari
Rabu, 18 April, 1906. Perkiraan kekuatan gempa pada skala kekuatan Moment (Mw)
adalah 7.8; namun, ada juga sumber yang mencatat dari 7.7 sampai 8.25. Episentrum
berada di pantai 2 mil (3 km) dari kota, dekat Mussel Rock. Sesar San Andreas retak
ke utara dan selatan sepanjang 296 mil (477 km). Gempa dapat dirasakan dari Oregon
ke Los Angeles, dan sampai ke pedalaman ke Nevada tengah. Gempa Bumi dan
kebakaran yang terjadi dianggap sebagai salah satu bencana alam terburuk dalam
sejarah Amerika Serikat. Kematian dari gempa dan kebakaran, diperkirakan mencapai
3,000 orang, adalah salah satu jumlah korban tewas terbesar akibat bencana dalam
sejarah California. Dampak ekonomi akibat bencana setara dengan dampak ekonomi
pada Topan Katrina (Gomez, 2018).
Suatu kerangka kerja pengoptimalan diperkenalkan dalam konteks manajemen risiko
infrastruktur dengan tujuan menangani keputusan-keputusan pra- dan pasca-bencana
yang digabungkan dalam jaringan transportasi. San Francisco diasumsikan akan lebih
baik oleh para ahli jika mengintegrasikan metodologi penilaian risiko canggih dan
teknik pengoptimalan untuk menginformasikan keputusan manajemen risiko
preventif dengan mempertimbangkan konsekuensi potensial yang teramati di seluruh
skenario bencana. Metodologi yang diusulkan bergantung pada simulasi gerakan
tanah, evaluasi struktural komponen jaringan fisik (yaitu, jembatan), dan simulasi lalu
lintas, untuk mendapatkan satu set skenario, masing-masing terdiri dari tingkat
kejadian dan realisasi waktu perjalanan jaringan untuk bencana tertentu. Suatu model
optimisasi dirumuskan, yang meminimalkan biaya tindakan retrofit pada jembatan
dan perkiraan biaya konsekuensi pascabencana, dengan tunduk pada waktu tempuh
yang dapat diterima meningkat dalam jaringan di seluruh skenario bencana.
Gambar 7. Peta Wilayah Gempa San Francisco

Evaluasi kinerja jaringan, dan metode pengoptimalan tingkat lanjut, yang


memberikan kerangka pendukung keputusan yang kuat untuk penilaian risiko dan
manajemen untuk sistem infrastruktur merupakan elemen penting. Metodologi ini
cukup umum untuk menyesuaikan aplikasi yang melibatkan berbagai jenis jaringan,
bahaya, atau metrik kinerja, dan dapat diperluas untuk menangkap beberapa tahap.
Kerangka yang dikembangkan dapat digunakan untuk memprioritaskan risiko
investasi, dan dapat dijalankan secara iteratif untuk menguji sensitivitas parameter,
memasukkan preferensi risiko, atau mengevaluasi skenario yang tidak terkait dengan
bahaya alam (misalnya, pertumbuhan populasi). Dalam istilah komputasi, meskipun
teknik dekomposisi menawarkan kemungkinan yang menarik untuk memasukkan
skenario bencana yang luas, implementasi akademik kami saat ini (dengan Python)
tidak secara meyakinkan lebih unggul daripada fitur-fitur mutakhir dari perangkat
lunak komersial. Namun, terlepas dari keterbatasan saat ini, strategi pemrograman
stokastik memungkinkan untuk menangani sejumlah besar skenario dalam kerangka
kerja optimalisasi yang tepat. Pekerjaan masa depan diarahkan untuk menenangkan
beberapa asumsi dalam model optimasi. Saat ini, kinerja dipantau melalui set jalur
asal-tujuan yang ditentukan sebelumnya; ini dapat ditingkatkan dengan perutean
ulang otomatis dalam model optimasi (Gomez, 2018)
5. Kesimpulan
Dari paparan diatas, maka diambil kesimpulan:
1. Kota Padang dan San Francisco mempunyai banyak kesamaan, mulai dari
kisaran jumlah penduduk, kondisi geografis, hingga jenis bencana alam yang
sering terjadi yakni gempa. Untuk jenis tipologi pertumbuhan, kedua kota ini
juga mempunyai jenis yang sama yakni Edge Expansion
2. Dalam manajemen resiko bencana, Kota Padang masih focus kedalam
pembenahan evakuasi, sedangkan San Francisco sudah masuk ke tahap
melakukan simulasi gerakan tanah, evaluasi struktural komponen jaringan
fisik (yaitu, jembatan), dan simulasi lalu lintas, untuk mendapatkan satu set
skenario, masing-masing terdiri dari tingkat kejadian dan realisasi waktu
perjalanan jaringan untuk bencana tertentu.
Referensi
G.P. Hayes, Bernardino, Melissa, Dannemann, Fransiska, Smoczyk, Gregory, Briggs,
Richard, Benz, H.M., Furlong, K.P., and Villaseñor, Antonio,“Seismicity of the Earth
1900–2012 Sumatra and vicinity”, U.S. Geological Survey Open-File Report 2010–
1083-L,
Gilliam, Harold (July–September, 2002), "Cutting Through the Fog: Demystifying
the Summer Spectacle", Bay Nature
Gomez, Camilo. Jack W. Baker. 2018. An optimization-based decision support
framework for coupled pre- and post-earthquake infrastructure risk management.
(COPA), Departamento de Ingeniería Industrial, Universidad de los Andes, Bogotá,
Colombia
Graham, Tom (November 7, 2004). "Peak Experience". San Francisco Chronicle.
Hearst Communications. hlm. PK-23.
http://www.kp3k.dkp.go.id tahun 2010
Jacobs, E.M. (2006). Merchant in Asia: The Trade of the Dutch East India Company
During the Eighteenth Century. CNWS Publications. ISBN 90-5789-109-3.
Lee, Henry K. (January 16, 1997). "Mount Davidson Cross Called Landmark by
Panel". San Francisco Chronicle.
McCloskey, J.; et. al. (2010). "The September 2009 Padang Earthquake". Nature
Geoscience. 3: 70–71. doi:10.1038/ngeo753.
Natawidjaja, D. H. (2006). "Source parameters of the great Sumatran megathrust
earthquakes of 1797 and 1833 inferred from coral microatolls" (PDF). Journal Of
Geophysical Research. 111 (B06403): B06403. doi:10.1029/2005JB004025.
Sumbar.bps.go.id Luas Daerah dan Jumlah Penduduk Kota Padang.
Tanjung, Jafril. Dkk. The Aesthetic Man-made Hill: An Alternative Tsunami Vertical
Evacuation for Padang City, West Sumatera, Indonesia. Graduate School of
Architecture, Bung Hatta University
USGS. Magnitude 7.6 - SOUTHERN SUMATRA, INDONESIA". United States
Geological Survey.

Anda mungkin juga menyukai