Anda di halaman 1dari 15

1

DAFTAR JURNAL YANG DIREVIEW

JURNAL BAHASA INDONESIA :

1. Dirhamsyah. 2006. Pengelolaan wilayah pesisir terintegrasi di Indonesia.


Oceana, Vol. XXXI, 1 : 21 26
2. Marwasta, D dan K. D. Priyono. 2007. Analisis karakteristik permukiman
desa-desa pesisir di kabupaten Kulonprogo. Forum Geografi, Vol. 21, 1 :
57 68

JURNAL BAHASA INGGRIS :

1. Gaston, B. W. 2009. Geographic information system based demarcation


of risk zones : the case of the Limbe sub-division Cameroon. J. of
Disaster Risk Studies, Vol. 2, 1 : 54 - 70
2. Gunawan, I. 1998. Typical geographic information system (GIS)
applications for coastal resources management in Indonesia. Indonesian
Journal of Coastal and Marine Resources, Vol 1, 1 : 7 21
2

REVIEW JURNAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS


BAGI PENGELOLAAN PESISIR TERPADU
DAN MITIGASI BENCANA

Oleh :

Robert P. Maryunus

Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon


Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku
e-mail: roby_pm@yahoo.co.id

Abstrak

Kawasan pesisir adalah kawasan yang sangat kompleks, dinamis dan rentan
karena adanya pengaruh baik ekosistem darat maupun laut. Sebagai suatu kawasan
yang rentan, pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan hanya dapat dicapai
berdasarkan beberapa hal terbaik dan menggunakan akal dengan pendekatan
terpadu. Pendekatan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang
karakteristik struktur, fungsi, dan dinamika fisik pesisir dan lingkungan manusia.
Karena pendekatan pengelolaan terpadu sumber daya pesisir dan laut adalah suatu
keharusan, tujuan perencanaan utama biasanya diarahkan untuk mencapai
keseimbangan pada tiga tujuan utama: 1) prospek pemanfaatan sumberdaya alam
secara berkelanjutan, 2) mempertemukan keinginan masyarakat, dan 3)
mengakomodasi mata pencaharian atau kondisi yang ada. Pendekatan ini mengarah
pada keputusan apakah akan meningkatkan, untuk melestarikan, atau untuk
mengubah penggunaan sumber daya yang ada dengan menggunakan suatu
strategi. Indonesia dan negara-negara lain yang memiliki kawasan pesisir dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan terpadu ini dengan dukungan Sistem
Informasi Geografis (SIG) guna mengkarakterisasi sumber daya, dan untuk
mengidentifikasi potensi keterkaitan dan atau konflik diantara tiga tujuan diatas
termasuk diantaranya permukiman dan potensi bencana seperti banjir, tanah
longsor dan tsunami di kawasan pesisir. Melalui pemahaman aplikasi yang
ditujukan untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan laut akan membantu dalam
identifikasi kebutuhan informasi dan analisis.

Kata Kunci : SIG, pesisir terpadu, mitigasi, bencana


3

PENDAHULUAN

Kawasan Pesisir merupakan yang sangat kompleks karena adanya peralihan


alamiah, perpaduan antara ekosistem darat dan lautan. Kompleksitas kawasan pesisir
dapat dilihat, misalnya, dari rezim sedimentasi sungai yang dipengaruhi oleh banyak
proses yang terjadi jauh di daratan di bagian hulu DAS sungai. Demikian pula,
proses erosi di sepanjang pantai dipengaruhi oleh banyak karakteristik oseanografi
yang membentang dari lepas pantai hingga laut yang dalam.
Karena pengaruh berbagai tekanan baik dari ekosistem darat maupun laut,
lingkungan pesisir selalu rentan terhadap keseimbangan. Setiap perubahan yang
terjadi di darat atau laut, baik secara alamiah maupun akibat campur tangan manusia
,dapat mengganggu kesetimbangan sistem. Oleh karena itu sangat penting bagi
pengambil kebijakan di bidang kawasan pesisir kawasan pesisir untuk selalu
mempertimbangkan dampak perubahan yang disebabkan oleh pemanfaatan
sumberdaya atau ekspolitasi yang rentan bagi kesetimbangan.
Dalam bentuk yang sederhana dan tradisional, sumber daya adalah keputusan
pilihan antara eksploitasi dan konservasi. Namun belakangan ini, penggunaan istilah
berkelanjutan, dimaksudkan bagi pemanfaatan sumber daya bagi generasi masa
depan kesempatannya harus sama dengan pemanfaatan masa kini. Pemanfaatan
sumber daya berkelanjutan, termasuk di kawasan pesisir, memerlukan pemahaman
yang komprehensif tentang bagaimana sumber daya yang terstruktur, fungsi, dan
perubahan seperti yang wajar serta pemanfaatan berlanjut dapat dicapai.
Makalah ini menyajikan contoh tentang bagaimana solusi informasi untuk
menjawab beberapa pertanyaan pengelolaan sumber daya pesisir dapat
dikembangkan dengan menggunakan peralatan canggih informasi manajemen spasial
yang dikenal sebagai Sistem Informasi Geografis (SIG). Meningkatnya minat yang
diberikan kepada pendekatan sistematis guna merumuskan tema informasi yang
relevan untuk pengelolaan sumber daya secara spesifik (misalnya, perencanaan)
perlu disandingkan dengan diskusi teknis lanjutan tentang SIG sebagai alat bantu.
Kejadian bencana gempa bumi yang diikuti tsunami seperti di Aceh dan Nias,
telah menyadarkan sebagian orang akan resiko bencana di kawasan pesisir dan
pantai. Banyak sekali fenomena yang menunjukkan bahwa penduduk di daerah
pesisir mengalami trauma atau pobhia terhadap kejadian gempa dan tsunami.
4

Fenomena ini menunjukkan bahwa perlu adanya sosialisasi mengenai tingkat bahaya
yang mungkin terjadi di daerah-daerah permukiman di sepanjang pantai dan pesisir,
terutama pada pantai yang berhadapan langsung dengan zona tumbukan lempeng
tektonik.
Permukiman merupakan daerah yang paling penting dalam kegiatan mitigasi
bencana alam, karena merupakan tempat tinggal dan tempat berkumpulnya penduduk
(Katayama, 2000). Kerugian terbesar akibat bencana umumnya terdapat pada daerah
permukiman penduduk. Dengan demikian identifikasi karakteristik permukiman
perlu dilakukan untuk dapat mengenali tingkat resiko bencana yang mungkin terjadi.
Lebih lanjut lagi dalam upaya mitigasi bencana seperti tanah longsor dan banjir
data yang diolah melalui Sistem Informasi Geografis dibutuhkan untuk
meminimalisir timbulnya resiko bencana di seluruh dunia sesuai dengan konsorsium
ProVention sebagai realisasi dari kerangka Hyogo (Hyogo framework for Action,
2005). Sehubungan dengan itu maka pada daerah rawan bencana perlu dibuat sebuah
peta zona resiko (Epizua dan Bengochea, 2002).

DEFINISI KAWASAN PESISIR DAN LAUT


Eratnya hubungan antar ekosistem-ekosistem pesisir, menyebabkan sulit untuk
menetapkan definisi dan batasan area dari kawasan pesisir secara pasti. Banyak
definisi tentang arti dan batas kawasan pesisir telah dibuat oleh pakar-pakar ilmu
kelautan dan pesisir didunia. Diantaranya yang terkenal adalah Sorensen dan Mc
Creary dalam bukunya yang berjudul Institutional Arrangement for Managing
Coastal Resources and Environments. Menurut mereka kawasan pesisir adalah
perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut dan
daratan (Sorensen dan Mc Creary, 1990).
Kompleksnya proses dan rentannya kawasan pesisir yang disebabkan adanya
interaksi antara manusia dan alam membutuhkan perencanaan dan penanganan yang
menyeluruh untuk memecahkan tekanan-tekanan yang ada di kawasan pesisir.
Perencana dan pengambil keputusan dalam pengelolaan kawasan pesisir tidak boleh
hanya melihat permasalahan yang ada hanya dari satu sisi saja, namun harus
melihatnya secara keseluruhan.
5

PENGGUNAAN SIG UNTUK KARAKTERISASI SUMBERDAYA PESISIR

Struktur dan dinamika lingkungan pesisir harus dipahami sebagai suatu sistem
yang substansial dalam perencanaan pengelolaan sumber daya pesisir secara
berkelanjutan (Dahuri, et al., 1996). Ada tiga aspek utama: struktur, fungsi, dan
perubahan atau dinamika yang biasanya digunakan mengkarakterisasi ekosistem
sebagai suatu lanskap (Forman and Godron, 1986) atau suatu geo-ekosistem yang
lebih besar (Hugget, 1995). Ilmu geografi memiliki tujuan utama untuk
mengkarakterisasi struktur, fungsi dan dinamika ekosistem dengan pertimbangan
bahwa dalam faktanya ekosistem memiliki tiga dimensi yang berbeda : spasial,
temporal dan tematis (Gunawan, 1997).
Sistem Informasi Geografis (SIG) secara tradisional dipandang sebagai alat
bagi pengolahan data spasial maupun sebagai sistem dari informasi spasial. . Sebagai
alat, SIG memiliki kemampuan untuk menyimpan, mengambil, mengelola,
menganalisis dan memvisualisasikan hal-hal lain yang berhubungan dengan non-
spasial. Sebagai sistem, di sisi lain, SIG adalah sebuah proses mengkomunikasikan
informasi spasial (misalnya karakteristik sumberdaya) di antara anggota masyarakat
termasuk ilmuwan, perencana dan pengambil kebijakan di bidang sumberdaya.
Dalam pengelolaan sumber daya pesisir, SIG dapat digunakan untuk
menyajikan fakta-fakta spasial dasar tentang fisik pesisir dan lingkungan manusia
dalam hal struktur, fungsi dan dinamika. Untuk lingkungan fisik pesisir, misalnya,
fakta spasial termasuk topografi dasar pesisir / batimetri, morfologi, vegetasi, aliran
sedimen, erosi dan pengendapan, iklim, batas habitat, dan banyak karakteristik fisik
lainnya. Untuk lingkungan masyarakat pesisir, fakta-fakta spasial dasar mencakup
batas administrasi, penyebaran penduduk, transportasi dan jaringan distribusi, dan
banyak lainnya tentang karakteristik manusia / sosial.
Secara umum, SIG dirancang dengan baik untuk pengelolaan sumberdaya
pesisir harus mampu, setidaknya, menghadirkan dan memvisualisasikan struktur
spasial sumber daya, proses spasial yang menggambarkan berbagai fungsi struktur,
dan perubahan spasial yang menggambarkan dinamika dari lingkungan pesisir. Lebih
lanjut, SIG pesisir dapat dijadikan model pada beberapa kondisi, tanggap, atau
perubahan dasar pada suatu skenario apa jika.
6

Dalam kaitannya dengan permukiman, bahwa Salah satu faktor yang sangat
perlu diperhatikan bagi permukiman-permukiman pada daerah pesisir adalah
kerawanan terhadap bencana alam, terutama yang disebabkan oleh aktivitas laut,
misalnya rob dan tsunami. Usaha mitigasi ataupun meminimalisasi resiko apabila
terjadi bencana sangat diperlukan untuk menghindari banyaknya korban bencana,
salah satu caranya adalah dengan melakukan pemintakatan tingkat bahaya bencana
untuk daerah-daerah di sepanjang pantai dan pesisir.

PENGGUNAAN INFORMASI SPASIAL DALAM PENGELOLAAN


SUMBERDAYA PESISIR

Dalam bentuk implistik, perencanaan kawasan pesisir dapat dilihat sebagai


proses menyeimbangkan tiga tujuan utama: 1) prospek pemanfaatan sumberdaya
alam secara berkelanjutan 2) pemenuhan keinginan masyarakat (yang mungkin
berbeda dari nelayan lokal hingga resort hotel internasional) dan 3) mengakomodir
mata pencaharian pendududuk yang ada saat ini pada suatu kawasan yang telah
dipertimbangkan. Menerjemahkan tujuan tersebut ke sistem informasi spasial pesisir,
memiliki konsekuensi bahwa ada tiga tema utama informasi
setidaknya tiga tema utama informasi. Tema prospek alam dapat terdiri dari banyak
informasi sub-tema yang bervariasi dari peta kesuburan tanah, distribusi atau pola
migrasi ikan, hingga terumbu karang dan lokasi pantai berpasir putih. Tema
keinginan masyarakat dapat terdiri dari sub-tema yang bervariasi dari penggunaan
lahan dan rencana zonasi, permukinan nelayan tradisional pemukiman dan rute
penangkapan hingga rencana perluasan hotel dan restoran. Dan terakhir, tema mata
pencaharian penduduk yang ada dapat terdiri dari sub-tema bervariasi dari
penggunaan tutupan lahan hingga kepemilikan tanah yang ada.
Dalam implementasi SIG, tiga tema utama, yang disebutkan di atas merupakan
lapisan tematik informasi dasar yang diperlukan dalam aplikasi SIG untuk
menerapkan pengelolaan sumber daya pesisir terpadu. Realitas
spasial digambarkan oleh lapisan tematik yang mana bersesuaian atau bahkan
mungkin bertentangan antara prospek, keinginan dan keberadaan, terkait analisis SIG
juga akan biasanya ditargetkan untuk menilai potensi yang ada dan kesesuaian atau
potensi konflik antara tiga tema utama.
7

Aspek lain dari perencanaan sumber daya pesisir dan laut adalah
pengembangan skenario di bawah kondisi "apa-jika". Sebagai lingkungan pesisir dan
laut yang sangat dinamis dan komponennya, pemahaman terhadap dampak
perubahan atau kejadian dalam satu komponen
satu terhadap. Aplikasi SIG biasanya membutuhkan integrasi dari hasil analisis
lapisan tematik SIG untuk model tertentu yang memprediksikan hasil kondisi "apa-
jika". Dalam implementasinya, model integrasi-SIG ini terutama digunakan untuk
membandingkan dan mengidentifikasi beberapa skenario yang memiliki
kemungkinan terjadi.
Dari perspektif sistem informasi, pengembangan SIG termasuk database
standar bagi desain proses seperti identifikasi pengguna, pengguna yang dibutuhkan
dalam penilaian, desain sistem dan implementasi. Dalam pengelolaan sumber daya
pesisir, pendekatan terpadu adalah satu-satunya solusi, informasi menggambarkan
perspektif semua pemangku kebijakan harus dapat diketahui oleh pengguna. Dengan
kata lain, pengguna yang ditargetkan untuk pengelolaan pesisir dan laut SIG
termasuk semua orang peduli dengan lingkungan pesisir. SIG untuk perencanaan
pariwisata, misalnya, juga harus menyajikan semua fakta spasial yang terkait dengan
perikanan, pertanian, industri dan kegiatan lainnya yang mungkin berdampak bagi
penegembangan pariwisata.
Sebagai, contoh dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan, telah
dikembangkan untuk daerah pesisir dan laut di pantai utara Sulawesi Utara antara
kota Manado dan Bitung. Ada dua skema analisis SIG yang dikembangkan. Skema
pertama merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan keberadaan prospek
pariwisata di daerah itu yakni kawasan konservasi/taman nasinal laut Bunaken inti
industry pariwisata di daerah itu. Empat entitas utama yang telah diidentifikasi yakni
: 1) struktur dasar morfologi, 2) kawasan konservasi bersangkutan, 3) proses-proses
pesisir dan 4) kepedulian lingkungan, khuusnya sungai sebagai transportasi polusi.
Skema analisis kedua yakni aplikasi SIG Manado Bitung yang merupakan tujuan
pembangunan pariwisata daerah, dengan menyediakan lokasi tawan wisata yang
lebih banyak disamping Taman Wisata Laut. Lima entitas yang diidentifikasi sesuai
bagi pengembangan pariwisata yaitu : 1) daya tarik wisata, 2) fasilitas pariwisata, 3)
aksesesibilitas dan 4) sumberdaya manusia.
8

Contoh lain yang dapat dikemukakan disini adalah SIG untuk aplikasi
perencanaan kontigensi tumpahan minyak : Kalimantan Timur. Prototipe aplikasi
GIS untuk mengembangkan kontigensi tumpahan minyak dibangun sebagai suatu
wilayah studi di Kalimantan Timur, di lepas pantai delta Sungai Mahakam.
Fenomena di dunia nyata terwakili oleh tiga entitas utama yaitu : 1) karakteristik
lingkungan pesisir, 2) karakteristik oseanografi dan 3) skenario tumpahan minyak.
Entitas tersebut diterjemahkan kedalam lapisan tematik SIG. Karakteristik
lingkungan ditetapkan sebagai sensivitas terhadap degradasi lingkungan sedangkan
turunan pertama yang merupakan lapisan tematik baru menggambarkan Indeks
Sensivitas Lingkungan (ESI) dari lingkungan pesisir.
Karakteristik oseanografi dan skenario tumpahan minyak, keduanya
dikombinasikan dalam analisis spasial untuk menentukan dampak potensial berbagai
skenario dampak tumpahan minyak terhadap lingkungan pantai. Skenario tumpahan
berkisar pada rembesan dari kapal, tumpahan dinilai dengan menjalankan lintasan
dan penyebaran model. Model tumpahan minyak mempertimbangkan berbagai
karakteristik seperti jumlah minyak dan sifat fisik, dan karakteristik oseanografi
seperti angin dan arah arus dan kecepatan (Gunawan, et al., 1996).

PENERAPAN PADA KARAKTERISASI PERMUKIMAN DAN MITIGASI


BENCANA SECARA UMUM

Untuk bisa mengkarakterisasi permukiman didaerah pesisir biasanya dilakukan


dua pendekatan yaitu Morphological Approach dan Behaviour Approach (Neer,
1999). Pendekatan pertama berkaitan dengan kajian aspek setting geografis dan
lingkungan dari eksistensi dan karakteristik permukiman. Pendekatan kedua
berkaitan dengan kajian proses memukimi oleh penduduk, survival strategy yang
dimiliki oleh penduduk yang dimanifestasikan dalam kondisi sosio-ekonomiknya.
Kedua pendekatan tersebut dioperasionalisasikan dengan comparative perspective,
yaitu dengan membandingkan eksistensi permukiman yang disaring melalui
mekanisme penentuan tipologi permukiman dan tipologi pantai.
Sebagai contoh Kabupaten Kulonprogo, di Pantai Selatan Jawa, Indonesia
yang dianggap berpotensi terkena dampak bila terjadi tsunami. Asumsi ini diambil
berdasarkan kenyataan bahwa Kabupaten ini memiliki pantai yang berhadapan
9

dengan Samudera Indonesia dan umumnya morfologi pantainya cenderung landai.


Sebagaimana diketahui bahwa di Samudera Indonesia terdapat pertemuan lempeng
tektonik Australia dan Euro-Asia sehingga kemungkinan terjadinya tsunami relatif
besar. Dengan morfologi pantai yang landai, maka apabila terjadi gelombang pasang
menyebabkan air akan masuk ke daratan relatif jauh sehingga daerah luapan airnya
sangat luas.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari interpretasi citra
Landsat ETM tahun 2004 (http:// www.Landsat.org) (http://www.usgs.gov/
pubprod/satellitedata) dan peta-peta tematik. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SIG berbasis vector (Arcview versi 3.3) dan raster
(ENVI versi 4.0), dan perangkat lunak analisis statistic SPSS versi 12. Teknik
analisis yang digunakan adalah analisis spasial dan analisis statistik deskriptif (tabel
frekuensi maupun tabel silang).

Sumber: Marwasta dan Priyono (2007)


Gambar 1. Peta Pola Persebaran Permukiman di Daerah Kulonprogo

Disamping itu juga dilakukan pemetaan kondisi fisik lingkungan daerah


penelitian, yang didasarkan pada interpretasi citra Landsat ETM maupun peta hasil
10

penelitian/publikasi dan atau turunan dari peta Rupa Bumi Indonesia. Keseluruhan
peta selanjutnya dianalisis dengan SIG untuk menghasilkan model keterkaitan antar
faktor. Dari hasil analisis SIG selanjutnya dianalisis secara statistik (analisis
frekuensi dan tabel silang).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa karakteristik permukiman
desa-desa pesisir sepanjang Pantai Selatan Jawa di Kabupaten Kulonprogo
menunjukkan pola mengelompok (clustered) berbentuk linear sejajar garis pantai,
kepadatan rumah sedang, terletak pada satuan bentuklahan beting gisik, tipe
morfologi pantai berpasir, lereng landai, aksesibilitas fisik baik, ditandai kepadatan
jalan tinggi, serta kondisi sosial ekonomi penduduk kategori menengah, dicirikan
oleh pekerjaan sektor pertanian, tingkat ekonomi sedang, tingkat pendidikan sedang.
secara umum tingkat bahaya terhadap bencana gelombang pasang di daerah
penelitian berada pada tingkat sedang.
Contoh lain adalah upaya mitigasi bencana yang dilakukan di Limbe, Provinsi
Fako selatan-barat Kamerun. Daerah ini adalalah kawasan pesisir yang berada
sekitar 50,5 km dari garis pantai Samudera Atlantik di barat daya. Selama bertahun-
tahun, ada sejumlah kasus yang tercatat dari tanah longsor dan banjir
di wilayah ini dan yang terburuk terjadi bulan Juni 2001, bencana yang menelan
korban sekitar 30 orang, pengungsi lebih dari 2000 orang lain, dan menghancurkan
property dan fasilitas sosial seperti jalan dan saluran telepon senilai ribuan dolar AS
(Aka et al., 2001).
Metodologi Hardware dan software yang digunakan untuk data penyusunan,
perakitan, interpretasi dan analisis citra guna pendeteksian, peta dan memverifikasi
fitur. Dalam penelitian tersebut digunakan gambar dari foto udara beresolusi tinggi.
Luasan daerah menggunakan dataset fitur yang ada dengan
mempertimbangkan sumber, kualitas, dan tanggal publikasi. Gambar diambil dari
citra satelit Landsat 7 ETM + (Http: www.mdafederal.com/com). Gambar tersebut
digunakan untuk mengkategorikan, menafsirkan dan digitalisasi fitur
03 time series, resolusi menengah ke tinggi (28.5m) orthorectified Landsat TM 7
Enhanced Thematic Mapper (ETM +) sub citra satelit tempat path 186, baris 57 dari
tanggal 26 Maret 1999, 26 April 2001 dan 14 Januari 2003 meliputi lokasi 01 skema
klasifikasi Landsat Kamerun. Peta topografi 1 : 50.000 yang mencakup wilayah yang
11

sesuai dengan fitur yang diverifikasi. Citra satelit Landsat ETM + memiliki resolusi
spasial 28,5 meter per piksel (saluran 1-5 dan 7) dan 14,5 meter per piksel (saluran
pankromatik) dan menjangkau hingga 183 x 170 km.
ETM + mengukur reflektansi matahari dalam tujuh saluran spektral
dikenal sebagai band. Ini termasuk spektrum terlihat (band 1 - 3), infra merah dekat
(Band 4 dan 5), termal (band 6) dan menengah inframerah (band 7). Band ini
secara selektif digabungkan menjadi gambar komposit warna untuk meningkatkan
visibilitas. Kombinasi band yang berbeda-beda digunakan untuk memaksimalkan
visibilitas daerah bekas longsor, dan menggunakan lahan yang berbeda di bawah
berbagai kondisi. Kombinas Band terbaik yang digunakan meliputi; 7-5-3, 7-5-4, dan
5-4-3. Untuk meningkatkan deteksi daerah bekas longsor yang sempit dan fitur
kurang menonjol, band pankromatik (14.5 m resolusi) telah bergabung dengan band
lain (28.5m resolusi) untuk menciptakan sebuah gambar "pan-tajam". Pengayaan
gambar ini sangat meningkat visibilitas fitur sebelum kategorisasi dan digitasi. Band
kombinasi 5-3-2 digunakan untuk menyaring awan sebelum kategorisasi.
Update peta topografi dilakukan dengan analisis citra dan manipulasi.
Pixel transformasi dilakukan dengan menghitung perbedaan normalisasi
vegetatif index (NDVI) untuk meningkatkan interpretasi visual terhadap komposit
warna yang keliru (FCC) dari citra satelit. NDVI digunakan untuk mengelompokkan
perberbedaan vegetasi dan permukaan non-vegetasi. Perangkat tambahan visual ini
diizinkan untuk merpermudah digitasi fitur pada gambar.
Perbedaan kategori meliputi :
1) daerah Non-vegetasi (permukiman, tanah kosong atau pembukaan lahan, jalan)
2) wilayah vegetasi alamiah (hutan cemara, hutan daun);
3) wilayah pertanian (CDC perkebunan, lahan pertanian dll);
4) Air permukaan.
Citra satelit yang diinterpretasikan dan dikategorikan ke dalam kelas-kelas
spektral yang berbeda, menggunakan klasifikasi untuk bekas daerah longsor dan
identifikasi lereng curam. Daerah visual diartikan sebagai tanah longsor pada daerah
yang ditandai. Penandaan dilakukan, selanjutnya dilakukan penandaan dilapangan
dengan menggunakan Global Positioning System. Hal ini dilakukan karena resolusi
spasial Landsat 7 ETM + tidak menunjukkan secara jelas perbedaan antara tanah
12

terbuka biasa, tanah longsor ataupun lereng curam (Sigurdsson et. al., 1987).
eta topografi juga memberikan informasi yang berguna tentang zona potensi longsor
berdasarkan gradien topografi.

Gambar 2. Kawasan Rawan Longsor di Limbe, Kamerun

Sumber: Gaston (2009)

Secara umum keseluruhan hasil dari perhitungan statistik fitur kartografi


dari pembagian menunjukkan bahwa kawasan bahaya longsor dan daerah pada
ketinggian (Lebih besar dari 60%) probabilitas geser menempati 23% sedangkan
wilayah medium (lebih besar dari 40 % dan kurang dari 60 %) probabilitas
gesermenempati 33 %. Sebagian besar kawasan yang beresiko tinggi terkonsentrasi
di Kota limbe dan wilayah lainnya yang baru dibuka.
Untuk penanganan daerah banjir dilakukan pencitraan satelit pada saat
terjadinya banjir pada musim hujan untuk menentukan daerah-daerah yang tergenang
akibat banjir.
13

Sumber: Gaston (2009)

Gambar 3. Wilayah yang Tergenang Banjir pada Musim Hujan di Limbe,


Kamerun.

Daerah yang paling besar terkena dampak tanah longsor adalah daerah
pegunungan dengan lereng curam, yang mana disebabkan oleh kurang
diperhatikannya kemiringan lahan pada saat penggalian. Pembuangan sampah
kedalam sungai dan peningkatan intensitas curah hujan memberikan kontribusi
terhadap seringnya terjadi banjir di Limbe.

PENUTUP
Review Jurnal ini ditutup dengan kesimpulan bahwa untuk meminimalisir
dampak buruk yang terjadi di kawasan pesisir dan untuk mempertahankan
pembangunan berkelanjutan diperlukan upaya pengelolaan yang terpadu. Kawasan
pesisir sebagai kawasan peralihan antara ekosistem darat dan laut memilki tingkat
kerentanan tinggi sehingga dalam pengelolaannnya diperlukan upaya pengelolaan
terpadu dari semua stakeholders yang terkait langsung atau tidak langsung dengan
bidang pesisir.
Mitigasi bencana yang bertujuan untuk meminimalisasi bencana perlu dilakukan
pada daerah-daerah rawan bencana. Upaya ini dapat ditempuh melalui penataan
14

kawasan permukiman, upaya penyadaran masyarakat untuk tidak membangun di


lereng yang curam, tidak membuang sampah kedalam sungai.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah tool untuk bisa
mengidentifikasi, menginterpretasi serta memvisualisasikan sumberdaya dan potensi
bencana (tsunami, banjir, tanah longsor dan sebagainya) dengan cakupan area yang
luas melalui pencitraan satelit. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan dasar bagi
perencana dan penentu kebijakan dalam pengelolaan pesisir terpadu serta mitigasi
bencana guna meminimalisir dampak yang ditimbulkan pada daerah rawan bencana.

DAFTAR PUSTAKA
Aka, F. 2001. Lanslide swam in Limbe. Institut for Geological and Mining
Research-Ekona.

Dahuri, R., Rais J., Ginting, S.P., dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. 305 hal.

Epizua, L. E. and J. D. Bengochea. 2002. Lanslide hazard and risk zonation


mapping in the Rio Grand Basin, Central Andes Mendoza, Argentina.
Mountain Research Development, 22 : 177 185

Forman, R.T.T and M. Godron. 1986. Landscape Ecology. John Wiley and Sons,
New York, NY. 619 p

Gunawan, I. 1997. Sistem informasi geografis sebagai perangkat pengelolaan


data pokok pada era perekonomian global. Paper presented at the Sumatera
Regional Workshop on Monitoring and Evaluation of Basic Data, Batam 18
Nopember 1997. 6 hal.

Gunawan, I., L. J. Amstrong., G.R. Carlson., D. Risvano and Y. Arvelyna. 1996.


Integrating natural resources Geographical Information System (GIS)
with an oil spill trajectory model : East Kalimantan example. Prosiding
Konperensi Energy, Sumberdaya Alam dan Lingkungan (ESDAL), BPP
Teknologi.

Hugget, R. J. 1995. Geoecology, An Evolutionary Approach. Rotledge, London,


New York. 320 p

Katayama, R. 2000. A reserch on the urban disaster prevention plan conserning


earthquake risk forecast by remote sensing in the Tokyo bay Area. ISPRS.
Vol, Part B7, P6 62 669, Amsterdam
15

Neer, J. T. 1999. High resolution imaging from space : A commercial perspective


on a changing landscape. International of Photogrammetry and Remote
Sensing, XXXII, (7C2) : 132 143.

Sigurdsson, H., Hougton, B. F., Mc Nutt, S., Rymer, H., and J. Stix. 1987.
Encyclopedia of Volcanoes. Academic. San Diego. pp 915 930

Sorensen, J. C. and S. T. Mc Creary. 1990. Institutional Arrangement for


Managing Coastal Resources and Environments. 2nd edition National Park
Service, U.S. Department of the Interior and Agency for International
Development. 194 pp.

World Conference on Disaster Reduction. 2005. Hyogo framework of action 2005-


2015. Building the resilience of nations and communities to disasters. pp 1 22

Anda mungkin juga menyukai