Anda di halaman 1dari 30

Makalah

TRANSFORMASI PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

Oleh :

Oleh :

ROBERT P. MARYUNUS
NIM 136 9109 001

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2009
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai
dampak positif, ternyata pembangunan ekonomi juga mempunyai dampak
negatif. Dari segi positif sudah jelas bahwa pembangunan ekonomi akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pendapatan nasional. Namun,
pembangunan ekonomi juga berdampak negatif bagi kelestarian alam,
diantaranya dengan berkurangnya sumberdaya alam akibat eksploitasi
berlebihan, pencemaran udara akibat polusi industri dan pembangunan
infrastruktur perekonomian yang identik dengan perusakan alam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian merupakan sektor penting
yang harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hajat hidup orang
banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian dewasa ini,
terjadi masalah dilematis yang cukup pelik, yaitu menyangkut disharmonitas
antara pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian alam pada
sisi yang lain. Berkurangnya sumberdaya alam, polusi pabrik dan alih fungsi
lahan hijau menjadi lahan perekonomian, merupakan contoh akibat dari
pembangunan ekonomi yang tidak selaras dengan pelestarian alam.
Dalam beberapa dekade terakhir, berkembang banyak paradigma
tentang pembangunan. Masing-masing paradigma tersebut dikembangkan oleh
para pakar dengan menawarkan konsep pembangunan yang berbeda. Salah
satu diantara paradigma pembangunan yang akhir-akhir ini cukup populer
adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Istilah
pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul pada tahun 1980 dalam World
Conservation Strategy dari the International Union for the Conservation of
Nature (IUCN), lalu pada tahun 1981 dipakai oleh Lester R. Brown dalam buku
Building a Sustainable Society (Keraf, 2002).
Pada tahun 1992, dalam Konperensi Bumi di Rio de Janeiro,
pembangunan berkelanjutan menjadi tema yang umum yang mengkaitkan
sejumlah konvensi yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan
untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Konvensi ini diratifikasi oleh lebih
dari 140 negara sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan dapat diterima di seluruh dunia. Istilah tersebut kemudian
menjadi sangat populer ketika pada tahun 1987 World Commision on
Environment and Development atau dikenal sebagai Brundtland Commision
menerbitkan buku berjudul Our Common Future (Fauzi, 2004). Tahun 1992
merupakan puncak dari proses politik yang akhirnya pada Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, paradigma pembangunan
berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk
semua negara di dunia (Keraf, 2002). KTT Bumi juga menghasilkan Konsep
Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung 3 pilar utama yang saling
terkait dan saling menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan
social dan pelestarian lingkungan hidup. Pokok perhatian dalam pembangunan
berkelanjutan adalah hubungan antara ekonomi dan ekologi (Panayotou, 1994).
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi
adalah bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan
pembangunan disatu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan
disisi lain (Fauzi,2004).

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :


- Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang faktor-faktor yang saling
berpengaruh dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan termasuk
dampak dan model pengelolaannya guna mencapai keseimbangan yang
optimal antara pembangunan di satu sisi dan kelestarian sumberdaya di sisi
lain.
- Sebagai prasyarat kelulusan mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam dan
Lingkungan.

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan acuan tentang


model pembangunan berkelanjutan yang baik dan optimal yang dapat dipakai
sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan
pembangunan kedepan.
II. TEORI DASAR

2.1. Transformasi

Kata transformasi diambil dari terjemahan kata transformation (bahasa


Inggris). Istilah transform (Neufeldt dan Guralnik, 1988) dapat diartikan sebagai
perubahan, dan transformation dapat diartikan sebagai proses perubahan.
Dalam arti yang lebih luas transformasi mencakup bukan saja perubahan bentuk
luar, namun juga pada hakikat atau sifat dasar, fungsi dan struktur atau
karakteristik perekenomian suatu masyarakat.
Menurut Abdullah (2002) kegagalan transformasi ekonomi banyak
disebabkan oleh perubahan tata nilai lama yang terlalu lamban dan tata nilai
lama masuk kedalam organisasi baru. Organisasi ekonomi disusun berdasarkan
rasionalisasi yang sesuai dengan prinsip ekonomi yang mensyaratkan efisiensi
tinggi. Masuknya nilai lama mengakibatkan organisasi ekonomi terlalu gemuk
sehingga mirip dengan organisasi sosial. Kegagalan organisasi modern dalam
bidang politik nampak terlihat dalam struktur dan sistem nilai organisasi yang
memunculkan sistem patrimonial yang ditunjukkan dengan nepotisme.
Organisasi seperti ini kurang mementingkan perubahan dalam menunjang
pembangunan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, transformasi tidak mungkin
dilakukan sebagian-sebagian akan tetapi terintegrasi dengan sistematika dan
tata urutan yang jelas.

2.2. Pembangunan Berkelanjutan


Hakekat pembangunan ke depan adalah mengupayakan sustainabilitas.
Untuk keberlanjutan kehidupan ini pembangunan berkelanjutan memiliki
beberapa prasyarat. Pertama, menjangkau perspektif jangka panjang melebihi
satu-dua generasi sehingga kegiatan pembangunan perlu mempertimbangkan
dampak jangka panjang. Kedua, menyadari berlakunya hubungan keterkaitan
(interdependency) antar pelaku-pelaku alam, sosial dan buatan manusia. Pelaku
alam terdapat dalam ekosistem, pelaku sosial terdapat dalam sistem sosial, dan
pelaku buatan manusia dalam sistem ekonomi. Ketiga, memenuhi kebutuhan
manusia dan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi
yang akan datang memenuhi kebutuhannya. Keempat, pembangunan
dilaksanakan dengan menggunakan sumber daya alam sehemat mungkin,
limbah-polusi serendah mungkin, ruang-space sesempit mungkin, energi
diperbarui semaksimal mungkin, energi tidak-diperbarui sebersih mungkin,
serta dengan manfaat lingkungan, sosial, budaya-politik dan ekonomi seoptimal
mungkin. Kelima, pembangunan diarahkan pada pemberantasan kemiskinan,
perimbangan ekuitas sosial yang adil serta kualitas hidup sosial, lingkungan,
dan ekonomi yang tinggi (Salim, 2003 dalam Asgart 2008).
Istilah pembangunan berkelanjutan telah memasuki perbendaharaan kata
para ahli serta masyarakat setelah diterbitkannya laporan mengenai
pembangunan dan lingkungan serta sumberdaya alam. Laporan ini diterbitkan
oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan - PBB (UN World
on Environment and Development - WCED) yang diketuai oleh Harlem
Brundtland (Conrad, 1999) dimana dalam laporan tersebut didefinisikan istilah
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Adapun definisi
pembangunan berkelanjutan tersebut adalah: "Pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang
akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya." Lebih jauh, dikatakan
bahwa pada tingkat yang minimum, pembangunan berkelanjutan tidak boleh
membahayakan sistem alam yang mendukung semua kehidupan di muka bumi.
Menurut Barbier (1993) konsep pembangunan berkelanjutan berhubungan
erat dengan masalah etika, mengingat bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan berorientasi pada masa depan (future) dan juga memfokuskan
diri pada masalah kemiskinan (poverty). Konsep ini sangat memperhatikan
kesejahteraan generasi yang akan datang, namun pada saat yang bersamaan
juga tidak mengurangi perhatian terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan
taraf hidup orang-orang miskin yang ada pada generasi sekarang.
Salim (1990) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan
dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya
ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa
kini maupun masa mendatang.

2.3. Perspektif Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan


Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa
pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan
moral, generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber
daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan
ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban
moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat
merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi
mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan
ekologi, Keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat
tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada
akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan
perlunya memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan
dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui
apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria
keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan
sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi
ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi
(intergeneration welfare maximization).
Perman et al.,(1997 dalam Fauzy 2004) mencoba mengelaborasikan lebih
lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian:
(1). Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang
diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak
menurun sepanjang waktu (non-declining consumption),(2) keberlanjutan
adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk
memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah
kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang
sepanjang waktu (nondeclining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana
sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya
alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya
tahan (resilience) ekosistem terpenuhi. Senada dengan pemahaman diatas,
Daly (1990) menambahkan beberapa aspek mengenai definisi operasional
pembangunan berkelanjutan, antara lain:
1. Untuk sumber daya alam yang terbarukan : laju pemanenan harus sama
dengan laju regenerasi (produksi lestari)
2. Untuk masalah lingkungan : laju pembuangan limbah harus setara
dengan kapasitas asimilasi lingkungan.
3. Sumber energi yang tidak terbarukan harus dieksploitasi secara
quasisustainable, yakni mengurangi laju deplesi dengan cara
menciptakan energi substitusi.
Menurut Heal, (Fauzi, 2004) konsep keberlanjutan ini paling tidak
mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan
tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua
adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam
dan lingkungan.
Suatu pembangunan, agar dapat berkelanjutan, memiliki suatu
persyaratan minimum yaitu bahwa sediaan kapital alami (natural capital stock)
harus dipertahankan sehingga kualitas dan kuantitasnya tidak menurun dalam
suatu rentang waktu (Pearce, 1992). Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai
natural capital adalah suatu proses substraksi dan/atau penambahan materi dari
dan kepada sistem alam (Gunawan, 1994). Proses ini kemudian menyebabkan
perubahan ke dalam setiap komponen sistem alam tersebut yang berakibat
pada perubahan kondisi alami dari sumberdaya.
Sistem ekonomi dan sistem ekologi merupakan hal yang dapat dianggap
sebagai sebab dan akibat. Dalam konteks sistem kebumian yang menyeluruh,
sistem ekonomi dan ekologi merupakan bagian dari sistem kebumian tersebut.
Pendekatan ekonomi - ekologi (ecological economics) mencakup telaah yang
sistematis dan menyeluruh mengenai hubungan sistem ekonomi dan sistem
ekologi (Costanza, 1991).
Menurut Sodjatmoko (1983) dalam Malik (2009) pembangunan ekonomi
bukanlah pembangunan ekonomi semata akan tetapi suatu penjelamaan dari
perubahan sosial dan kebudayaan. Pembangunan itu merupakan perubahan
persepsi dan sikap terhadap kehidupan manusia secara utuh, bukan sebagian-
sebagian.
Arti berkelanjutan secara ekstrim dapat dikatakan sebagai keseimbangan
statis, dimana dalam keseimbangan tersebut tidak terdapat perubahan,
meskipun tentu saja terdapat perubahan dalam lokasi dari waktu ke waktu
(Boulding, 1991; Pezzey, 1992). Berkelanjutan dapat pula berarti keseimbangan
yang dinamis (Clark, 1989) yang memiliki dua arti yaitu: pertama,
keseimbangan sistem yang mengalami perubahan, dimana parameter
perubahan dalam keseimbangan tersebut bersifat konstan; yang kedua adalah
keseimbangan suatu sistem yang setiap parameternya mengalami perubahan,
sehingga setiap perubahan misalnya dalam populasi akan memicu restorasi nilai
populasi awal tersebut.
III. PEMBAHASAN

3.1. Konsekuensi Ekonomi

Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal


utama keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek
keberlanjutan lainya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan
ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui
reformasi struktural dan nasional.
Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan
pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai
melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal,
meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik,
pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat
guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan
peningkatan distribusi pendapatan dan aset.
Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro
secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya
mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus diperbaiki melalui
kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu penting
mengindahkan keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral.
Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, berbagai kasus dilakukan
terhadap kegiatan ekonomi. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya
dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangibble dalam
kerangka akunting ekonomi, kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam
harus merefleksi biaya ekstraksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya
pemanfaatannya. Pakar ekonomi harus mengidentifikasi dan memperlakukan
sumber daya sebagai sumber yang terpulih, tidak terpulihkan, dan lingkungan
hidup. Sumber yang terpulihkan seperti hutan dapat memberikan manfaat
secara berkelanjutan bila tidak memperlakukan produktivitas ekonomi sebagai
fungsi yang pasif atau jasa yang mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan
yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai
jumlah abslut dan berkurang bila dimanfaatkan. Oleh karena itu pada kondisi
seperti ini konsep sustainable yield tidak boleh diterapkan.
Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat
dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan
oleh generasi masa endatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan
substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan
pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah
biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi berpariasi
sesuai dengan kualitasnya.
Masalah utama pada dimensi ekonomi adalah perubahan global dan
globalisasi. Maksudnya adalah perubahan keadaan lingkungan hidup (ekologi)
global, globalisasi ekonomi, perubahan budaya dan konflik utara-selatan.
Globalisasi yang muncul sejak tahun 1990-an, tidak dapat dibendung
kehadirannya dan mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara. Kemajuan
teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi semakin
mendukung arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan
region menjadi sangat mudah. Dukungan pemerintah melalui kemudahan bea
cukai semakin mendorong perdagangan bebas (Enquete Commission, 2002).
Dalam era globalisasi, semua negara harus mempersiapkan diri setangguh
mungkin agar tidak terlindas oleh negara yang lebih kaya dan maju.
Konsep pembangunan berkelanjutan, meskipun masih sulit untuk
didefinisikan dan diinterpretasikan secara tegas, memiliki makna filosofi
ekonomi yang mendalam dan sangat berkaitan dengan kelestarian, baik
produksi dan konsumsi. Pembangunan berkelanjutan memiliki implikasi
optimalisasi dua atau lebih tujuan secara bersamaan, yang berarti penurunan
jumlah produksi maupun konsumsi. Hal ini mensyaratkan perubahan
fundamental dalam dogma pertumbuhan ekonomi konvensional, dimana ethos
berkelanjutan dapat diterapkan secara sungguh-sungguh. Sehingga dalam
penerapannya, konsep ini memerlukan pendekatan lebih menyeluruh.
Pembangunan berkelanjutan, sebagai filosofi dasar kehidupan menuntut
perubahan nilai-nilai etika dalam kehidupan ekonomi agar pemanfaatan
sumberdaya alam yang secara total terbatas jumlahnya secara sukarela selalu
ditekan pada tingkat optimum.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian merupakan sektor penting
yang harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hajat hidup orang
banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian dewasa ini,
terjadi masalah dilematis yang cukup pelik, yaitu menyangkut disharmonitas
antara pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian alam pada
sisi yang lain. Berkurangnya sumberdaya alam, polusi pabrik dan alih fungsi
lahan hijau menjadi lahan perekonomian, merupakan contoh akibat dari
pembangunan ekonomi yang tidak selaras dengan pelestarian alam.
Tuntutan percepatan pertumbuhan ekonomi, seperti yang terjadi di
negara-negara sedang berkembang, menuntut semakin banyak pula
sumberdaya alam yang diambil sehingga menyebabkan semakin sedikit jumlah
persediaan sumberdaya alam tersebut. Dengan demikian, ada hubungan yang
positif antara jumlah dan kualitas sumberdaya alam dengan pertumbuhan
ekonomis, tetapi sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan persediaan sumberdaya alam di dalam bumi.

3.2. Dampak yang Ditimbulkan

Salah satu tema/masalah pokok dalam dimensi ini adalah perubahan iklim.
Selama 50 tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa pemanasan global yang
sekarang ini kita rasakan terjadi terutama karena ulah manusia sendiri. Emisi
dari gas-gas rumah kaca seperti CO2 dan N2O dari aktivitas manusia adalah
penyebabnya. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer naik 30% selama 150 tahun
terakhir. Kenaikan jumlah emisi CO2 ini terutama disebabkan karena
pembakaran sumber energi dari bahan fosil (antara lain minyak bumi). Selain
itu, perubahan dalam penggunaan sumber daya alam lainnya juga memberikan
kontribusi pada kenaikan jumlah CO2 di atmosfer: 15% oleh penggundulan dan
pembakaran hutan dan lahan untuk diubah fungsinya (misalnya dari hutan
lindung menjadi hutan produksi) (WRI 2000).
Masalah ekologi lainnya adalah degradasi tanah atau hilangnya kesuburan
tanah. Ini dapat diakibatkan oleh erosi akibat air dan angin, penggaraman dan
pengasaman tanah, dll. Penyebab hilangnya kesuburan tanah lainnya adalah
hilangnya lapisan humus dan mikro organisme, zat makanan pada tanah, dan
kemampuan tanah menguraikan sampah/limbah. Tanah yang tandus (kering)
adalah akibat dari degradasi sumber daya tanah seperti yang sudah lama terjadi
pada beberapa daerah tandus di Indonesia, seperti di Jawa pada daerah Gunung
Kidul, Yogyakarta. Di seluruh dunia, 15% tanah mengalami degradasi. Selain
diakibatkan erosi oleh air dan angin, degradasi tanah ini juga disebabkan oleh
penggunaan zat-zat kimia (pestisida) (WRI, 2000). Terancamnya kelestarian
ekosistem dan keanekaragaman hayati oleh tangan manusia juga menjadi
masalah ekologi lainnya. Setiap tahunnya 6000 jenis hewan punah yang terdiri
dari 13% unggas, 25% mamalia, dan 34% ikan (WRI 2000). Hilang atau
punahnya keanekaragaman biologis tidak hanya berarti sumber daya alam yang
tidak ternilai yang dapat digunakan untuk obat-obatan dan tempat berekreasi
hilang, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem secara keseluruhan,
mengancam kemampuan alam sebagai penyedia sumber daya untuk produksi
(fungsi ekonomis) dan dalam melakukan fungsi regulasinya.
Konsumsi air dari tahun ke tahun juga terus bertambah sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan usaha-usaha di sektor pertanian.
Dari total konsumsi air di seluruh dunia, sekitar 70% digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sektor pertanian. Pencemaran air dan tanah semakin
memperburuk ketersediaan air bersih bagi kelangsungan hidup manusia.
Pencemaran air dan tanah ini terutama disebabkan oleh penggunaan pupuk dan
pestisida untuk pertanian dan perkebunan (WRI, 2000).
Masalah utama dalam dimensi pada bidang sosial masalah utama adalah
ini adalah pertumbuhan jumlah penduduk dunia. Dalam kurun waktu seratus
tahun terakhir, pertumbuhan penduduk melonjak cepat terutama pada negara
berkembang (UNDP, 2002). Diperkirakan jumlah penduduk dunia akan naik
sampai 7,8 milyar orang pada tahun 2025, dimana 6,7 milyar orang hidup di
Negara berkembang. Kenaikan jumlah penduduk ini antara lain disebabkan oleh
beberapa faktor, misalnya rendahnya tingkat pendidikan, tidak memadainya
jaminan sosial pada Negara yang bersangkutan, budaya dan
agama/kepercayaan, urbanisasi, dan diskriminasi terhadap wanita (Enquete
Commission, 2002).
Faktor-faktor diatas menimbulkan tingkat pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali, kemiskinan, dan kekurangan air yang tentunya berujung pada
masalah kekurangan gizi pada manusia. Antara tahun 1998-2000, menurut
perkiraan FAO, terdapat 840 juta manusia yang mengalami kekurangan gizi
kronis, 800 juta diantaranya hidup di Negara berkembang (FAO, 2002). Enam
juta anak di bawah 5 tahun meninggal akibat kekurangan gizi setiap tahunnya.
Kesehatan manusia yang hidup di negara berkembang juga diperburuk dengan
adanya peperangan dan pencemaran air. Saat ini lebih dari setengah milyar
manusia hidup tanpa akses ke air bersih dan 2,5 milyar manusia hidup tanpa
prasarana sanitasi (kebersihan) yang layak (UNDP, 2002). Akibatnya adalah
penyakit dan kematian sekitar 5 juta manusia setiap tahunnya.
Kesenjangan antara negara miskin dan kaya juga semakin besar pada
tahun-tahun belakangan ini (UNDP, 2002). Data pada tahun 1999, di negara
miskin, 2,8 milyar manusia hanya memperoleh 2 US Dollar untuk hidup tiap
harinya, 1,2 milyar lainnya bahkan harus hidup hanya dengan 1 US Dollar.
Kesenjangan ini tidak hanya terjadi antara negara kaya dan
miskin/berkembang, bahkan kesenjangan pendapatan ini juga terjadi di dalam
satu negara sendiri.
Ini tergambar dari makin sulitnya akses masyarakat terhadap sumber daya
alam sehingga kemiskinan makin meluas, kesehatan makin parah, krisis sumber
daya alam terus terjadi di mana-mana. Sebaliknya, korporasi-korporasi semakin
mendapat ruang gerak yang besar dengan berbagai liberalisasi dan privatisasi.
Privatisasi air merupakan salah satu contoh yang mencemaskan di mana
pemerintah terkesan lebih pro-perusahan asing ketimbang memproteksi dan
memperjuangkan kebutuhan rakyatnya sendiri. Padahal, prioritas
pembangunan itu seharusnya bukan untuk melayani kepentingan ekonomi
global, tapi untuk melayani kepentingan ekonomi nasional, terutama untuk
kesejahteraan rakyat.
Widyananda (2009) meringkas beberapa kegiatan yang berdampak buruk
bagi keanekaragaman hayati pada Tabel 1 berikut ini :

3.3. Dampak yang Ditimbulkan


3.4. Dampak yang Ditimbulkan
3.3. Peluang Pengelolaan

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan saat ini telah menjadi agenda


internasional. Dapat dikatakan bahwa hampir semua negara di dunia, baik
negaranegara maju maupun negara-negara berkembang telah menyadari
betapa pentingnya melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, baik untuk saat ini maupun
untuk masa mendatang.
Komisi Bruntland menegaskan bahwa tidak ada sebuah cetak biru untuk
pembangunan berkelanjutan. Setiap negara harus mengembangkan
pendekatannya sendiri. Dalam konteks ini, tidak mengejutkan jika muncul
anggapan dan penekanan yang berbeda antara negara maju dan berkembang
(Mitchell et al., 2003). Di negara maju, penekanan utama pembangunan
berkelanjutan lebih pada bagaimana memadukan pertimbangan ekonomi dan
lingkungan dalam pengambilan keputusan. Perhatian yang lebih juga diberikan
pada persoalan pemerataan lintas-generasi. Lebih lanjut, negara maju juga
menekankan bahwa dalam memadukan pertimbangan lingkungan tersebut pa
da akhirnya tidak mengacaukan daya saing ekonomi mereka, khususnya untuk
menandingi tenaga murah yang tersedia di negara-negara berkembang. Negara
maju juga menyarankan bahwa negara berkembang harus merubah kegiatan
ekonomi mereka untuk menghindari kerusakan hutan tropis misalnya dan
sumberdaya alam lain dengan nilai-nilai global.
Sebaliknya, negara berkembang memberikan prioritas pembangunan
berkelanjutan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia saat ini, serta
menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi. Dengan demikian,
penekanannya lebih pada pemerataan antar generasi daripada lintas generasi.
Ada keengganan yang dapat dipahami dari negara berkembang ketika negara
maju menyarankan mereka untuk meninggalkan peluang pembangunan melalui
penebangan hutan tropis untuk melindungi lingkungan global. Para pemimpin di
negara berkembang meyakini bahwa rakyat mereka mempunyai hak yang sama
untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan mereka seharusnya tidak dilarang
melakukan sesuatu yang dulu juga dilakukan masyarakat negara maju untuk
mencapai satu tingkat kemapanan ekonomi seperti sekarang.
Dengan memperhatikan fenomena yang ada maka perubahan paradigma
keberlanjutan hendaknya mempertimbangkan aspek berikut :
1. Perilaku generasi kini tidak dapat sepenuhnya menentukan perilaku
generasi mendatang.
2. Generasi mendatang harus dipastikan memperoleh paling tidak tingkat
konsumsi minimum.
3. Pergerakan harga sumberdaya alam dan hak kepemilikan terhadap
konsumsi dimasa mendatang harus ditentukan untuk menghindari
eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam masa kini.
4. Dalam situasi pasar tidak berfungsi, diperlukan intervensi non pasar.
5. Intervensi yang benar merupakan strategi yang penting untuk menjaga
keberlanjutan.
Hal ini sesuai dengan dengan perkembangan lain yang sedang menjadi
pemikiran dalam pengukuran keberlanjutan yaitu mempertimbangkan bentuk
capital yang lain, yakni social capital (Pearrce dan Barbier,2000 Faucheux dan
O Connor, 2001) yang menyatakan bahwa social kapital berperan penting
dalam pertumbuhan ekonomi karena faktor-faktor berikut :
1. Arus informasi akan lebih cepat bergerak antar agen ekonomi jika social
capital cukup baik.
2. Kepercayaan (trust) yang menjadi komponen utama social capital akan
mengurangi biaya pencarian informasi sehingga mengurangi biaya
transaksi.
3. Social capital yang baik akan mengurangi kontrol pemerintah sehingga
pertukaran ekonomi lebih efisien. Disisi lain, social capital juga dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan natural capital dengan
cara:
- Mengurangi eksternalitas, karena dengan adanya social capital setiap
agen ekonomi harus berpikir dalam melakukan aktivitas yang dapat
memberikan dampak negatif terhadap pihak lain.
- Mengurangi tingkat discount rate yang tinggi, karena social capital
yang baik akan memungkinkan pembagian resiko sehingga
ketidaknyamanan individu (individu insecurity) dapat dikurangi.
- Memecahkan resiko yang yang ditimbulkan oleh sifat common
property sumber daya alam karena social capital yang kuat akan
mengurangi runtuhnya sistem pengelolaan sumber daya alam.

Selain beberapa pemikiran diatas, konsep operasional keberlanjutan masih


akan terus berkembang. Namun demikian, dengan memahami esensi dasar
seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan ini hendaknya kita akan lebih mudah
mengikuti perkembangan konsep keberlanjutan dimasa-masa yang akan
datang.
3.4. Model pengelolaan

Sebagai konsep sederhana namun mencakup dimensi yang cukup luas,


pencarian onsep keberlanjutan yang memenuhi harapan semua pihak akan
terus berjalan. Pengembangan konsep dan model-model yang telah ada
diharapakan akan selalu muncul.
Salah satu model pengelolaan yang dikemukan oleh Anonim (tanpa tahun,
dalam Abrahamsz, 2009) digambarkan pada Gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Transformasi Pembangunan Berkelanjutan

Pada gambar 1 terlihat bahwa keberlanjutan ditopang oleh tiga pilar yakni aspek
yaitu : environment (lingkungan), social/community (sosial/kumunitas) dan
economics (ekonomi). Hal ini sejalan dengan pendapat Haris (2000 dalam Fauzy
2004) yang menyatakan bahwa bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci
menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu : (1) Keberlanjutan lingkungan: Sistem
yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya
yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan
lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati,
stabilitas ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang tidak termasuk
kategori sumber-sumber ekonomi. (2) Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan
secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan,
menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan
akuntabilitas politik. (3) Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai
pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu
untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan
industri.
Lebih lanjut Perman et al., (1996 dalam Fauzi 2004), setidaknya ada tiga
alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama,
menyangkut alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang
dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral
untuk menyisakan layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi
mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengkestraksi
sumberdaya alam yang merusak lingkungan sehingga menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.
Kedua, menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati, misalnya,
memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi
semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut.
Ketiga, menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih
menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini
sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan. Dimensi ekonomi
keberlanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari
sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi
(intergenerational welfare maximization).
Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga
tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi
(ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi
terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan
ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam (natural resources
conservation); dan tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan
kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity). Dengan demikian, tujuan
pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi
antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial.
Pada Gambar 1 di atas, kita dapat memahami bahwa alam
menyediakan/mensuplai sistem ekonomi dengan sumber daya alam berupa
bahan baku dasar dan energi, baik yang dapat diperbaharui (dari hasil
kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan) maupun yang tidak dapat
diperbaharui (batubara, minyak bumi) yang menjadi input bagi mesin ekonomi.
Sistem ekonomi kemudian mentransformasikan input ini menjadi output untuk
memenuhi kebutuhan manusia (kayu menjadi kertas, minyak bumi menjadi
BBM).
Selain itu, alam juga memberikan servis dalam memungkinkan sistem
ekonomi menjalankan aktivitasnya. Dukungan ini dapat berupa regulasi iklim,
operasi dari siklus air, regulasi dari komposisi gas-gas di atmosfer, siklus nutrisi,
dsb. Tanpa adanya berbagai dukungan ini (basic life support) mustahil
kelangsungan hidup manusia dapat terjaga, apalagi sampai mampu
menjalankan sistem ekonomi. Tidak berhenti sampai disitu, alam juga
memberikan manusia nilai kepuasan/kebahagiaan yang dapat dinikmati secara
langsung (amenity values). Manusia akan mendapatkan kesenangan atau
kepuasan dengan melihat langsung atau menikmati pesona keindahan alam
(flora dan fauna), dengan melakukan hiking, mendaki gunung/panjat tebing,
dengan memancing, dsb. Ini semua adalah nilai kepuasan yang ditawarkan oleh
alam.
Namun sebaliknya, apa balas jasa yang diberikan oleh sistem ekonomi
kepada alam?. Ekonomi menggunakan alam sebagai tempat sampah, yang
dimulai dari eksploitasi sumber daya alam (material dan energi) untuk dijadikan
bahan baku, proses produksi, sampai pada aktivitas konsumsi, yang
kesemuanya menghasilkan sampah baik sampah padat, cair maupun gas.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa sistem ekonomi dan ekologi sangat
terkait satu sama lain. Kelangsungan sistem ekonomi sangatlah tergantung dari
sistem ekologi. Namun yang terjadi saat ini adalah sistem yang tidak
mutualisme. Sistem yang satu hanya menjadi parasit bagi sistem yang lain.
Konsep dan praktik tentang pembangunan berkelanjutan terus mengalami
perdebatan dalam dua dekade belakangan ini. Salah satunya dipicu oleh
tingginya tingkat kerusakan alam dan lingkungan hidup yang di antaranya
diakibatkan oleh rajinnya perusahaan dalam mengeksploitasi alam, utamanya
industri ekstraktif. Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut juga tanpa
alasan karena dengan aktivitasnya diharapkan laju pertumbuhan ekonomi dan
akumulasi kapital di wilayah negara-negara berkembang dapat terus mengalami
kemajuan yang positif. Isitilah pembangunan berkelanjutan ini yang pada
akhirnya lebih ditujukan bagi negara-negar berkembang yang selalu dinilai oleh
banyak pihak terutama oleh negara maju, memiliki masalah sosial, ekonomi dan
lingkungan yang permanen. Lingkungan selanjutnya menjadi satu acuan
penting untuk dicermati karena selain dieksploitasi tanpa henti, dampak yang
terjadi ternyata bukan hanya berimplikasi negatif bagi negara yang
bersangkutan namun telah mencapai tingkatan global. Perubahan iklim dan
pemanasan global yang terjadi sebagai akibat menurunkan jumlah luasan hutan
di negara berkembang adalah contoh nyatanya.
Alam dan Lingkungan menjadi aset yang paling dikorbankan untuk
kepentingan akumulasi kapital bagi kepentingan negara maju karena apa yang
dihasilkan oleh alam di negara berkembang memang terlihat nyata dalam
memberikan daya dukung kehidupan bagi masyarakat di negara maju. Lebih
dari itu, aktivitas industri yang ada ternyata membutuhkan daya dukung alam
dan energi ekstraktif di dalamnya agar proses produksi dapat terus berjalan
tanpa henti.
Di negara maju, penekanan utama pembangunan berkelanjutan lebih pada
bagaimana memadukan pertimbangan ekonomi dan lingkungan dalam
pengambilan keputusan. Perhatian yang lebih juga diberikan pada persoalan
pemerataan lintas-generasi. Lebih lanjut, negara maju juga menekankan bahwa
dalam memadukan pertimbangan lingkungan tersebut pada akhirnya tidak
mengacaukan daya saing ekonomi mereka, khususnya untuk menandingi
tenaga murah yang tersedia di negara-negara berkembang. Negara maju juga
menyarankan bahwa negara berkembang harus merubah kegiatan ekonomi
mereka untuk menghindari kerusakan hutan tropis misalnya dan sumberdaya
alam lain dengan nilai-nilai global.
Sebaliknya, negara berkembang memberikan prioritas pembangunan
berkelanjutan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia saat ini, serta
menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi. Dengan demikian,
penekanannya lebih pada pemerataan antar generasi daripada lintas generasi.
Ada keengganan yang dapat dipahami dari negara berkembang ketika negara
maju menyarankan mereka untuk meninggalkan peluang pembangunan melalui
penebangan hutan tropis untuk melindungi lingkungan global. Para pemimpin di
negara berkembang meyakini bahwa rakyat mereka mempunyai hak yang sama
untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan mereka seharusnya tidak dilarang
melakukan sesuatu yang dulu juga dilakukan masyarakat negara maju untuk
mencapai satu tingkat kemapanan ekonomi seperti sekarang.

3.4.1. Keberlanjutan Lingkungan/Ekologis

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan


keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan
ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-
hal sebagai berikut:
a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang
kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas,
dan pemulihan tanah, air,udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.
b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan
lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan
kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu
hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi
lahan subur dan kelola dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan
limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan.
c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan
yang menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang
menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa
mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu
keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk
mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut
yaitu menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang
kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara
seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk
keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies,
konservatif terhadap konversi lahan pertanian.
Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal
penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui :
pencegahan pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan
sumberdaya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem
alam dan binaan manusia.

3.4.2. Keberlanjutan Sosial

Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam


keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh
manusia.
Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen
politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat
peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan
lingkungan keluarga.
b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan
mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak
mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran
atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus
dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial
yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan
yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran
wanita.
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan
menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan
memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat
masyarakat dan pembangunan ekonomi.
d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial
yaitu : prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program
diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan
sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan
kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan
perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi
yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu
dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber
daya.

3.4.3. Keberlanjutan Ekonomi

Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal


utama keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek
keberlanjutan lainya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan
ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui
reformasi struktural dan nasional.
Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan
pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai
melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal,
meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik,
pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat
guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan
peningkatan distribusi pendapatan dan aset.
Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro
secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya
mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus diperbaiki melalui
kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu penting
mengindahkan keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral.
Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, berbagai kasus dilakukan
terhadap kegiatan ekonomi. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya
dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangibble dalam
kerangka akunting ekonomi, kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam
harus merefleksi biaya ekstaksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya
pemanfaatannya.
Pakar ekonomi harus mengidentifikasi dan memperlakukan sumber daya
sebagai sumber yang terpulih, tidak terpulihkan, dan lingkungan hidup. Sumber
yang terpulihkan seperti hutan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan
bila tidak memperlakukan produktivitas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau
jasa yang mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan,
sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absolut
IV. PENUTUP

Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun


kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan
multiinterpretasi. Pengertian pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati
oleh Komisi Brundtland adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Ada tiga alasan utama utama mengapa pembangunan ekonomi harus
berkelanjutan, yaitu: alasan moral, alasan ekologi dan alasan ekonomi.
Konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman,
yaitu: keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan lingkungan dan keberlanjutan
sosial. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan
utama, yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan ekologi
(konservasi sumberdaya alam) dan tujuan sosial (mengurangi kemiskinan dan
pemerataan). Dibutuhkan harmonisasi antara ketiga aspek itu untuk
mendapatkan hasil optimal sekaligus mengeliminir dampak negative yang
ditimbulkan.
Banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan pedoman dan
prinsip prinsip pembangunan berkelanjutan. Membuat pedoman atau prinsip-
prinsip tersebut merupakan suatu tantangan yang menarik, karena sistem sosial
dan ekonomi serta kondisi ekologi tiap negara sangat beragam. Jadi tidak ada
model solusi umum yang dapat dibuat. Setiap negara harus menyusun model
solusinya sendiri, yang disesuaikan dengan konteks, kebutuhan, kondisi dan
peluang yang ada Pembangunan berkelanjutan berhubungan erat dengan
masalah etika, mengingat bahwa konsep pembangunan berkelanjutan
berorientasi pada masa depan (future) dan juga memfokuskan diri pada
masalah kemiskinan (poverty). Dari sisi etika lingkungan, pembangunan
berkelanjutan lebih mengikuti pandangan ekosentrisme, dan bukan pandangan
anthroposentrisme.
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dewasa ini telah menjadi agenda
internasional, termasuk Indonesia. Walaupun demikian, tidak ada sebuah cetak
biru untuk pembangunan berkelanjutan. Setiap negara harus mengembangkan
pendekatannya sendiri. Dalam konteks ini, muncul anggapan dan penekanan
yang
berbeda antara negara maju dan berkembang.
Pada kenyataannya, pembangunan yang dijalankan di Indonesia selama ini
rasakan kurang atau bahkan dapat dikatakan, tidak memperhatikan kaidah
kaidah konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat terlihat antara lain
dalam masalah kerusakan hutan, konversi lahan, pencemaran udara,
pembuangan limbah, kesenjangan sosial, tingginya jumlah penduduk miskin
dan menjamurnya budaya korupsi.
Dalam mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan,
diperlukan adanya segitiga kemitraan antara pemerintah, dunia bisnis dan
masyarakat madani dalam hubungan kesetaraan dengan mengindahkan hukum
ekonomi, alam-ekologi dan peradaban.
DAFTAR PUSTAKA

Abrahamsz, J. Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan. Materi Kuliah Program


Pascasarjana Ilmu kelautan UNPATTI, Ambon

Asgart, S.M. 2008. Pelestarian Hitan dan Pembangunan Berkelanjutan.


www.pewarta-kabariindonesia.blogspot.com

Barbier, E.B. 1993. Economics and Ecology: New Frontiers and Sustainable
Development. Chapman & Hall, London.

Boulding, K. E. 1991. What Do We Want to Sustain?: Environmentalism and


Human Evaluation In Ecological Economics: The Science and Management
of Sustainability(Ed, Costanza, R.) Columbia University Press, New York,
pp. 22-31.

Clark, J. M. C. a. C. W. 1989. Natural Resources Economics, Notes and Problem,


Cambridge University Press, New York.

Conrad, J. M. 1999. Resource Economics. Cambridge University Press,


Cambridge.

Costanza, R. 1991a. Assuring Sustainability of Ecological Economic Systems In


Ecological Economics: The Science and Management of Sustainability(Ed,
Costanza, R.) Columbia University Press, New York, pp. 331-341

Enquete Commission, 2002, Globalisierung der Weltwirtschaft


Herausforderungen und Antworten, Schlussbericht, Drucksache 14/9200,
Bonn.

Fauzi, A. 2004, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Gunawan, I. 1994. A Methodological Approach to Sustainable Resources


Utilization in Indonesia: Integrating Geographic Information Systems,
Mathematical Modeling, and Expert Systems, Unpublished Dissertation,
College Station, TX.

Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Malik, H. 2009. Transformasi Sosial Budaya Menjadi Prasyarat Keberhasilan


Pembangunan. www.wacarbengkulu.wordpress.com
Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development.
The World Bank, Washington, D.C.

Neufeldt,V. and D.B. Guralnik. 1988. Websters New World Dictionary of


American English. Webters New World. New York.

Panayotou, T. 1994. Economy and Ecology in Sustainable Development.


Gramedia Pustaka Utama in cooperation with SPES Foundation, Jakarta.

Pearce, D., Barbier, E. and Markandya, A. (1992) Sustainable Development -


Economics and Environment in the Third World, Edward Elgar Publishing,
Hants, England.

Pearce, D.W. and Turner, R.K. 1990. Economics of Natural Resources and the
Environment. Harvester Wheatsheaf, London.

Pezzey, J. 1992. Sustainable Development Concepts: An Economic Analysis, the


World Bank Publication, Washington D.C.

United Nation Development Programme (UNDP), 2002, Human Development


Report 2002 Deepening Democracy in a Fragmented World, Oxford,
New York.

Widyananda, H. 2007. Urgensi Audit Lingkungan Berwawasan Lingkungan.


www.bpk.go.id.

World Resource Institute (WRI), 2000, World Resources 2000-2001: People and
Ecosystems The Fraying Web of Life, Washington D.C.

Anda mungkin juga menyukai