Anda di halaman 1dari 13

PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PESISIR DAN LAUTAN

(Dosen Pengasuh : Dr. Ir. A. SOSELISA, M.Sc)

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN


LAUTAN SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

Oleh :

ROBERT P. MARYUNUS
NIM 136 9109 027

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan pesisir adalah perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan
utama yaitu, laut dan daratan (Sorensen and Mc Creary, 1990). Wilayah ini secara ekologi
tidak dapat berdiri sendiri, karena tergantung pada kesetimbangan yang ada antara berbagai
elemen alam, seperti : angin dan air, batu dan pasir, flora dan fauna yang berinteraksi
membentuk ekosistem pesisir yang unik.
Kawasan Pesisir merupakan wilayah yang strategis sekaligus paling rentan terhadap
perubahan, gangguan dan pencemaran oleh manusia. Dikatakan daerah yang strategis karena
hampir semua kawasan pesisir di Indonesia merupakan pintu gerbang utama aktivitas
ekonomi kelautan di wilayahnya masing-masing, sementara dikatakan paling rentan terhadap
perubahan yang terjadi secara alami, akibat aktivitas manusia, maupun kombinasi dari
keduanya. Namun diantara faktor-faktor tersebut, pengaruh aktivitas manusia yang tidak
ramah lingkungan merupakan penyebab utamanya. Fakta menunjukkan, kondisi kawasan
pesisir di berbagai penjuru tanah air mengalami kerusakan ekosistem yang sangat
mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove, erosi pantai,
maupun pencemaran.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang
beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap
manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan
sosial-ekonomi nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap
pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul
akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2001).
Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia
memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Secara historis, kota-kota penting
dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya
kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah, pulau dan
benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang
besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan mangrove (Muttaqiena dkk, 2009).
Salah satu penyebab berbagai permasalahan yang mengancam keseimbangan
pembangunan wilayah pesisir adalah karena selama ini pola pemanfaatan sumberdaya
dilakukan secara sektoral. Pengelolaan sektoral telah terbukti kurang efektif dalam
menangani kompleksitas permasalahan pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan
lautan. Pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memperbaiki pendekatan
pengelolaan sektoral dalam empat hal utama, yaitu: (1) memberikan perhatian yanq lebih
mendalam dan menyeluruh mengenai sistem sumberdaya pesisir yang unik, serta kapasitas
keberlanjutannya bagi berbagai macam kegiatan manusia; (2) mengoptimalisasi
pemanfaatan serta neka (ganda) dari sistem ekosistem pesisir serta seluruh sumberdaya alam
yang terdapat di dalamnya dengan memperhatikan atau mengintegrasikan segenap informasi
ekologis, ekonomis, sosial-budaya dan hukum kelembagaan; (3) meningkatkan pendekatan
interdisipliner dan koordinasi serta kerjasama intersektoral dalam mengatasi permasalahan
pembangunan yang kompleks, kemudian memformulasikan strategi bagi perluasan dan
diversifikasi berbagai kegiatan ekonomi; dan (4) membantu pemerintah dalam meningkatkan
efisiensi dan efektivitas investasi kapital pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, di bidang ekonomi, sosial-budaya
dan lingkungan hidup.
Satu hal lagi yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan
lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang
selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi
pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya lebih
bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan
efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu
dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan),
mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi
ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan
(stakeholders).

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan Penulisan Makalah Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Lautan secara Terpadu
dan Berkelanjutan ini adalah :
Untuk membantu memberikan solusi dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan
pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan
permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir.
Sebagai prasyarat mengikuti ujian akhir mata kuliah Pengelolaan Pembangunan Pesisir
dan lautan Terpadu semester genap 2009/2010.
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk tercapai tujuan-tujuan
pembangunan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta menghindari adanya konflik
jangka panjang di wilayah tersebut.
II. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur berdasarkan
topik yang diberikan oleh Dosen Pengasuh Mata Kuliah. Hasil berupa data, komentar dan
analisis yang diperoleh selanjutnya disusun berdasarkan suatu kerangka tulisan dan
dijelaskan secara deskriktif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kerangka Konsep


Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan
(sustainability) dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sebagai kawasan yang
dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas
isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Dasar hukum yang menjadi landasan pijak bagi pengelolaan wilayah pesisir di
Indonesia yakni UU No 27 tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah
pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan
pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya
akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya
pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Oleh karena itu
pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil
jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Pengalaman
membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara sektoral tidaklah
efektif (Dahuri et. al 1996).
Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan
evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan
berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
(economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang
dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders),
dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat
berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari
ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi. Setiap kebijakan dan strategi dalam
pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada : (1) pemahaman yang baik
tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang
sedang dikelola; (2) kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan (3)
kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan
pesisir.
Di dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai berbagai isu
pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan muncul dan
kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi untuk mengatasi isu
yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan ini
paling kurang memiliki empat tahapan utama : (1) penataan dan perencanaan, (2) formulasi,
(3) implementasi, dan (4) evaluasi (Cicin-Sain and Knecht, 1998). Pada tahap perencanaan
dilakukan pengumpulan dan analisis data guna mengidentifikasi kendala dan permasalahan,
potensi dan peluang pembangunan dan tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan
dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur
implementasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara
berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan
laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilayah/ekologis; (b) keterpaduan
sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan stakeholder. Dengan kata lain,
penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara
adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya
merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan
keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting,
sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management serta tercapai
pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

3.2. Pengelolaan Terpadu dan Berkelanjutan


3.2.1. Strategi Pengelolaan Terpadu
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dikenal yang dikenal dengan istilah Integrated
Coastal Zone Management (ICZM) pertama kali dikemukakan pada Konferensi Pesisir
Dunia (World Conference of Coast) yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum
tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan
pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat
kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi,
berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut, serta dampak akibat perubahan
iklim dunia (Subandono, et al, 2009 diacu dalam Arkwright, 2010).
Pengelolaan kawasan pesisir terpadu hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip
good governance yaitu keterbukaan (openness), partisipasi (participation), akuntabilitas
(accountability), efektivitas (effectiveness) dan keterhubungan (coherence), dan juga dengan
saling menghargai (respect), transparan (transparency) dan kepercayaan (trust) (Arkwright,
2010)
Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian
bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan
melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assessment), merencanakan tujuan dan
sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna
mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan
tersebut dilakukan secara kontinyu dandinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial-
ekonomis-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir (stakeholders) serta
konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat
erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off)
maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia. Keterkaitan tersebut
menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara
konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkungan darat
(bumi), lingkungan laut, dan aktivitas manusia.
Pengelolaan Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses manfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan
keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki
pemerintahan, antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu (Cicin-Sain and Knecht, 1998)
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya
kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep
penataan ruang (strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu kooordinasi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration); dan
antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi sampai
pemerintah pusat (vertical integration). Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan
mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar
interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu ekonomi,
ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini wajar dilakukan
mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang
terjalin secara kompleks dan dinamis.
Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama lain saling
terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem
akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir, juga dipengaruhi oleh
kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di kawasan sekitarnya dan
lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris di wilayah pesisir ini
mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus
memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) yang dapat
mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak
tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap
utama, yaitu perencanaan, implementasi dan monitoring/evaluasi.

3.2.2. Strategi Pengelolaan Berkelanjutan


Perubahan keseimbangan yang menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya pesisir
sebagian besar disebabkan oleh tekanan yang ditimbulkan oleh manusia, utamanya oleh
pertumbuhan populasi di wilayah pesisir. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk,
kebutuhan akan sumberdaya pesisir meningkat. Beberapa contoh adalah pembangunan
infrastuktur, transportasi, serta konsumsi hasil sumberdaya pesisir, baik secara ruang,
maupun secara material. Disamping kebutuhan konsumsi, limbah produk dan kegiatan juga
menimbulkan perubahan keseimbangan di wilayah pesisir. Pencemaran perairan pesisir
dapat menurunkan secara drastis produksi perikanan.
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu paradigma pemanfaatan sumberdaya
alam yang dapat dijadikan konsep dasar pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir.
Pembangunan berkelanjutan, didefinisikan sebagai (Costanza, 1991) : "Pembangunan yang
dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan
datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya."
Strategi pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu
konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan
penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan ini
meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestarian, pengembangan,
pemerataan, dan komunikasi. Dari pemikiran ini, dirumuskan strategi pengelolaan yang
mengakomodasi nilai-nilai, isu-isu, dan visi pengelolaan.
Penggambaran utuh mengenai alur perumusan strategi pengelolaan menunjukkan
bahwa strategi pengelolaan memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan. Pada level
operasional, strategi diterjemahkan dalam bentuk program aksi, yang pada gilirannya
berfungsi sebagai umpan balik dalam menilai keberhasilan pengelolaan pesisir terpadu serta
perbaikan di masa datang. Umpan balik tersebut sangat penting sebagai penyedia
kemampuan learning process. Oleh karena itu, strategi pengelolaan wilayah pesisir
dirumuskan bersifat siklikal. Strategi pengelolaan pesisir yang difokuskan untuk menangani
isu konflik pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi pengguna ruang dan kebutuhannya.
2) Penyusunan rencana tata ruang pesisir.
3) Penetapan sempadan pantai dan penanaman mangrove.
4) Pengendalian reklamasi pantai.
5) Pengetatan baku mutu limbah dan manajemen persampahan.
6) Penataan permukiman kumuh.
7) Perbaikan sistem drainase.
8) Penegakan hukum secara konsisten.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan di atas,
merupakan salah syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi
pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan
ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada di dalamnya, Ambang batas ini tidaklah
bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexible) yang
bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya
alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan
perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem
alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan umat manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan
memiliki empat dimensi : (1) ekologis, (2) sosial-ekonomi-budaya, (3) sosial politik, dan (4)
hukum dan kelembagaan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan Makalah tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Lautan Secara terpadu
dan berkelanjutan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berbagai kegiatan atau faktor yang dilakukan manusia maupun yang disebabkan oleh
alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di
wilayah pesisir sesungguhnya dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang
memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan.
2. Konsep pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada karakteristik
ekosistem pesisir yang bersangkutan, yang dikelola dengan memperhatikan aspek
parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, yang selanjutnya
diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama masyarakat, ilmuan dan
pemerintah, untuk menemukan strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat.

4.2. Saran
Berdasarkan uraian Makalah diatas diatas dapat disarankan bahwa untuk menangani
sejumlah masalah yang timbul di kawasan pesisir, maka perlu dirumuskan suatu penataan
ruang, pengelolaan dan pengusahaan kawasan wilayah pesisir yang memiliki dimensi
keterpaduan ekologis, sektoral, disiplin ilmu serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga
tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi, perbaikan
kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arkwright, D. 2010. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Ekologi dengan


Pendekatan Negosiasi. www.edukasi.kompasiana.com/.

Cicin-Sain and R.W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Marine Management. Island
Press, Washington DC. 517 pp

Costanza, R. (Ed.). 1991. Ecological Economics: The Science and Management of


Sustainability. Columbia University Press, New York.

Dahuri, R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu., PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Muttaqiena, dkk. 2009. Makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan Pasca
Tsunami Desember 2004. http://slideshare.net/abida/pengelolaan-pesisir.

Nurmalasari, Y. 2001. Analisis pengelolaan pesisir berbasis masyarakat. www.stmik-


im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessy.pdf

Sorensen, J.C. and S.T. McCreary. 1990. Institutional Arrangement for Managing Resources
and Environment 2nd ed. Coastal Publication No. 1. Renewable Resources Information
Series. US National Park Services and US Agency for International Development,
Washington DC.

Anda mungkin juga menyukai