Disusun Oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN PERIKANAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Adapun
makalah ini membahas tentang “Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat Dalam
Pengelolaan Ekosistem Perairan Pantai”. Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah Ekotoksikologi.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Oleh Karena itu sangat
diharapkan kritik dan saran bagi yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 5
2.4 Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat Dalam Ekosistem Perairan Pantai......... 19
3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 26
3.2 Saran............................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh polutan organik
maupun anorganik. Polutan organik yang sering mencemari perairan antara lain DDT,
PAH, pestisida, insektisida, deterjen dan limbah rumah tangga lainnya. Sedangkan
polutan anorganik yang sering dijumpai di perairan misalnya logam berat Cd
(Kadmium), Pb (Timbal), Hg (Merkuri), As (Arsen), Zn (seng), Cu (Tembaga), Ni
(Nikel), dan Cr (Krom). Polutan logam berat tersebut sangat berbahaya apabila
mencemari perairan, karena bersifat toksik, karsinogenik, bioakmulatif dan
biomagnifikasi (Kosnett 2007, Plaa 2007, Wardhana 2004). Kadmium, Timbal,
Merkuri merupakan logam berat yang sangat toksik dibandingkan logam berat
lainnya.
Laju pertumbuhan industri dan urbanisasi yang cepat tidak diimbangi dengan
pengelolaan lingkungan yang terintegrasi, telah mengakibatkan penurunan kualitas
ekosistem perairan, terutama ekosistem perairan pantai. Kontaminan (logam berat,
pestisida, bahan organik persisten) masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dari
daratan, terutama melalui sungai dan limpasan dari perkotaan. Penelitian kualitas air
yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun
2008, menunjukkan bahwa sebagian besar sungai utama di Indonesia telah tercemar
berat. Sebagai contoh, hasil riset bersama peneliti Indonesia dan Jerman (SPICE)
2
pada 2013 menunjukkan bahwa 50 jenis kontaminan organik ditemukan dalam air
Sungai Ciliwung dengan total transpor dari sungai ke Teluk Jakarta berkisar 5–17
ton per tahun. Hasil penelitian pada 2014 juga menunjukkan bahwa kerang hijau yang
dibudidayakan di Teluk Jakarta mengandung logam berat merkuri (Hg) dan arsenik
(As) yang melebihi baku mutu nasional (1,0 mg/kg). Hal ini memberikan gambaran
bahwa aktivitas manusia di daratan adalah sumber pencemar dan telah menyebabkan
terjadinya kontaminasi dan akumulasi kontaminan organik dan logam berat di Teluk
Jakarta. Masalah yang sama juga dapat dijumpai di beberapa ekosistem perairan
pantai di Indonesia, seperti di Teluk Lampung, Teluk Ambon, dan muara Sungai
Kapuas.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ekotoksikologi Perairan ?
2. Bagaimana Keberadaan Logam Berat Di Ekosistem Perairan Pantai ?
3. Bagaimana Perkembangan Riset Ekotoksikologi Logam Berat ?
4. Apa Saja Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat Dalam Pengelolaan
Ekosistem Perairan Pantai ?
5. Bagaimana Arah Riset Ekotoksikologi Logam Berat Ke Depan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Ekotoksikologi Perairan
2. Mengevaluasi Keberadaan Logam Berat Di Ekosistem Perairan Pantai
3. Mengetahui Perkembangan Riset Ekotoksikologi Logam Berat
4. Mengetahui Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat Dalam Pengelolaan
Ekosistem Perairan Pantai
5. Mengetahui Arah Riset Ekotoksikologi Logam Berat Ke Depan
1.4 Manfaat
4
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah ekotoksikologi dikenalkan oleh Prof. Truhaut pada tahun 1969 dan
diturunkan dari kata “ekologi” dan “toksikologi”. Pengenalan istilah ini
merefreksikan tumbuhnya perhatian tentang efek bahan kimia lingkungan terhadap
spesies selain manusia.
1. Percobaan pada hewan merupakan cara yang paling baik dalam mempelajari
respon tubuh terhadap racun.
2. Efek suatu zat (kimia atau fisik) pada tubuh dapat merupakan efek terapi
(bermanfaat) dan efek toksik (merugikan).
5
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama
maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu
yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dan menimbulkan
pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000). Sedangkan, menurut Butler (1978),
Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada makhluk
hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan
masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Ekotoksikologi perairan adalah ilmu yang membahas tentang racun baik kimia
maupun fisik pada makhluk hidup termasuk interaksinya dengan lingkungan perairan.
Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan
6
bahan racun dan pengaruhnya terhadap mahluk hidup.Ilmu yang mempelajari
mengenai proses peracunan yang terjadi di lingkungan disebut ekotoksikologi.
Ekotoksigologi merupakan cabang ilmu dari Toksikologi. Wilayah perairan adalah zona
bebas dimana banyak effluent yang masuk baik secara langsung melalui pipa-pipa
pembuangan atau run off dari aliran bawah tanah.
Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada
mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk
jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Pengaruh pengaruh racun
dapat berupa letalitas (mortalitas) serta pengaruh subletal seperti gangguan
pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, tanggapan farmakokinetik, patologi,
biokimia, fisiologi, dan tingkah laku (Butler, 1987).
Banyak zat-zat kimia yang di buang ke laut diantaranya adalah dari limbah-
limbah industri yang banyak memakai bahan kimia, atau limbah dari kegiatan
akuakultur yang biasanya menghasilkan limbah bahan-bahan organik.Zat-zat tersebut
diatas dapat menimbulkan efek terhadap perairan tempatpembuangan limbah tersebut.
Efek yang ada dapat mengakibatkan kualitas suatuperairan menurun atau efek
terhadap organisme air yang terpapar langsungdengan zat racun yang terlarut di
perairan. Efek keracunan yang terjadi dapatbersifat akut, sub-akut, khronis, delayed.
Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasiorgan (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk
7
menimbulkan kerusakan apa bilamasuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan
disebut toksisitas.Toksisitas dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu:
Kontaminan logam berat dalam air laut dapat dikategorikan ke dalam dua
komponen besar, yaitu kontaminan logam berat dalam komponen terlarut dan logam
berat yang terikat partikel tersuspesi (ligand). Partikel tersuspensi dapat berupa
debris, lanau (silt), lempung (clay), fitoplankton, dan zooplankton. Konsentrasi
logam berat dalam komponen terlarut umumnya sangat rendah, yaitu perseribu
(1/1000) sampai dengan per seratus (1/100) dibandingkan konsentrasi logam berat di
sedimen yang nilainya berkisar 0,01–180 mg/kg (tergantung jenis logam beratnya).
Selain sangat kecil, konsentrasi logam berat terlarut di ekosistem perairan pantai juga
sangat fluktuatif.
8
Kualitas air laut sangat berperan penting, baik bagi tumbuh kembangnya
kehidupan biota, kegiatan perikanan budidaya dan perikanan tangkap, maupun bagi
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada regulasi terkait kualitas air laut
sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan regulatif tentang pengelolaan ekosistem
perairan pantai. Dalam kaitan pengelolaan ekositem perairan pantai tersebut, dari
hasil kerja sama riset ASEAN-Canada Marine Science Program (1993–1998), telah
dikembangkan panduan kualitas air laut, dan telah diadopsi sebagai baku mutu
kualitas air laut di tingkat ASEAN. Meskipun demikian, karena tingginya tingkat
fluktuasi konsentrasi logam berat terlarut di alam maka dalam implementasi baku
mutu kualitas air tersebut, perlu selalu dilakukan monitoring uji toksisitas air laut
secara rutin sebagai dasar prinsip kehati-hatian (precautionary approach).
9
5 km dari garis pantai. Sebagai contoh, konsentrasi logam berat (Pb dan Cu) dalam
sedimen di Teluk Jakarta pada jarak kurang dari 5 km dari garis pantai, jauh lebih
tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat yang berjarak lebih dari 10 km.
Tingginya konsentrasi logam berat dalam sedimen mendekati garis pantai tersebut
diakibatkan oleh tingginya tingkat adsorpsi dan absorpsi oleh partikel-partikel
tersuspensi, yang akhirnya bersama dengan partikel-partikel tersuspensi tersebut
logam berat mengendap di dasar perairan pantai. Hasil riset menunjukkan bahwa
konsentrasi logam berat dalam sedimen memiliki tingkat fluktuasi rendah atau relatif
stabil. Oleh karena itu, konsentrasi logam berat dalam sedimen merupakan indikator
yang lebih baik bagi penentuan tingkat pencemaran logam berat di perairan pantai
dibandingkan kontaminasi logam berat dalam air laut.
10
Gambar : Kecenderungan Sebaran Logam Berat (Pb dan Cu) dalam Sedimen di
Teluk Jakarta
Gambar : Perbandingan Geokimia Logam Berat Timbal (Pb) dalam Sedimen (a)
Teluk Jakarta dan (b) Estuari Berau
11
Bioakumulasi Logam Berat
Proses bioakumulasi logam berat dalam tubuh biota laut, secara garis besar
ada dua tahapan proses. Pertama, logam berat masuk ke dalam tubuh (melalui media
dan makanan), logam berat secara metabolis tersedia, dan secara potensial akan
berikatan dengan beragam molekul di dalam sel penerima dan disebarkan melalui
cairan tubuh. Selanjutnya, proses tahap kedua, logam berat dalam cairan tubuh yang
memiliki konsentrasi berlebihan akan mengalami proses detoksifikasi dan disimpan
dalam organ tubuh, misalnya dalam sel hati atau sel ginjal, untuk diakumulasi
sementara atau permanen.
Riset lapangan terkait bioakumulasi logam berat pada spesies udang dan ikan
pertama kali dilakukan di muara Angke, Teluk Jakarta pada 1980-an, dan kemudian
dilanjutkan pada beberapa spesies kerang dan siput laut. Riset bioakumulasi logam
berat di perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi logam
merkuri (Hg) dalam ikan tuna sirip kuning, ikan marlin, dan kerang hijau telah
melebihi baku mutu nasional. Riset bioakumulasi logam berat juga dilakukan pada
berbagai jenis ikan dan kerang di perairan tercemar akibat kegiatan menambangan
emas tradisional di Sulawesi Utara.
12
Hasil riset tersebut secara umum menunjukkan bahwa bioakumulasi logam
berat oleh biota laut terjadi sangat tinggi, terutama pada jenis-jenis kerang atau biota
yang hidupnya bentik (menetap). Oleh karena itu, dalam kegiatan monitoring
pencemaran logam berat disarankan untuk menggunakan biota indikator yang
memiliki sifat hidup menetap (bentik), pola makannya menya- ring (filter-feeding
behavior), dan pola distribusi geografisnya luas.
13
Gambar : Skema Proses Bioakumulasi Logam Berat pada Invertebrata Laut, Udang
14
berat yang ada di alam akibat aktivitas industri penambangan mineral, dan juga
akibat penggunaan produk berbahan dasar logam berat dalam kegiatan industri,
seperti pertanian, kehutanan, industri cat, dan galangan kapal. Penelitian masalah-
masalah pencemaran logam berat di tingkat global berlangsung tidak mengikuti
periode waktu, melainkan berkembang bersamaan pada setiap bidang ilmunya,
seperti kelompok peneliti geologi, toksikologi, dan ekologi.
15
2. Riset Ekotoksikologi Logam Berat di Indonesia
16
garis tebal : nasib dan pengaruh (fate & effect ) kontaminan logam berat; garis
putus-putus : perkembangan ekotoksikologi logam berat
17
Riset ekotoksikologi logam berat di sedimen berkembang melalui pendekatan
geokimia yang menganalisis spesiasi kontaminan logam dalam berbagai fraksi. Hasil
riset tersebut melahirkan pemahaman baru bahwa konsentrasi logam total dalam
sedimen tidak serta merta menggambarkan kondisi suatu ekosistem yang telah
tercemar. Boleh jadi tingginya konsentrasi logam di dalam sedimen merupakan
kondisi alami, seperti dalam ekosistem estuari membramo dan Delta Berau.
18
2.4 Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat Dalam Pengelolaan
Ekosistem Perairan Pantai
19
teladan, muara Sungai Fraser di pantai Pasifik Kanada kaya akan sumber daya alam.
Konflik kepentingan antara industri migas, tambang, dan perikanan salmon memaksa
pemerintah provinsi British Columbia menyusun program Fraser River Estuary
Management Program (FREMP) sebagai upaya pengembangan ekonomi, dan pada
saat yang sama mempertahankan kualitas air, meningkatkan produktivitas muara, dan
memperbaiki tempat rekreasi. Teladan lain terkait peran riset ekotoksikologi, yaitu di
Teluk Masan, Korea Selatan, yang merupakan salah satu teluk yang tercemar berat
akibat pembangunan pelabuhan, reklamasi pantai, limbah industri, dan limbah
perkotaan yang tidak diproses. Limbah industri menyebabkan penutupan pantai
rekreasi Gapo (1975) dan pelarangan perikanan kerang (1979) akibat pencemaran
logam berat dan bakteri. Dengan pedekatan ekotoksikologi dan pembangunan
treatment-plant air limbah, Teluk Masan mengalami perbaikan kualitas air 35 tahun
kemudian. Pembelajaran tentang penggunaan hasil riset ekotoksikologi telah banyak
dilakukan di banyak negara maju, demikian juga di negara berkembang, seperti
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), India, dan Filipina.
20
Gambar (a) Konsentrasi Hg Terlarut di Air, dan (b) Hg Total dalam Sedimen
di Beberapa Anak Sungai Kapuas dan Perairan Pantai Kalimantan Barat
Hasil riset ini telah memberikan banyak bukti-bukti dasar bahwa Teluk
Jakarta telah mengalami penurunan fungsi ekologis akibat tingkat pencemaran logam
berat dan bahan organik. Berdasarkan hasil riset tersebut, direkomendasikan bahwa
perairan Teluk Jakarta tidak layak untuk kegiatan budi daya biota laut. Namun
demikian, rekomendasi tersebut dilaksanakan secara parsial. Dinas Kelautan dan
21
Pertanian DKI Jakarta memindahkan kegiatan budi daya kerang hijau ke wilayah
yang berjarak lebih dari 5 km dari garis pantai sebagai upaya keamanan produk budi
daya.
Riset pencemaran logam berat di Sungai Kapuas dan beberapa anak sungainya
akibat kegiatan tambang emas tradisional dilakukan LIPI bersama Pusat Pengelolaan
Ekoregion Kalimantan (KLH) dan Universitas Tanjungpura selama tiga tahun (2010–
2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat dalam air relatif
kecil, namun dalam sedimen dapat mencapai 1000 kali lipat konsentrasi logam berat
dalam air. Dari 32 jenis ikan konsumsi masyarakat, tiga jenis ikan (ikan timah, ikan
kembung, dan ikan tengiri papan) yang berkontribusi besar terhadap akumulasi Hg,
Pb, dan Cd. Tingkat risiko akumulasi logam berat Hg dari ikan sungai lebih tinggi
daripada ikan laut. Berdasarkan hasil kajian tersebut direkomendasikan bahwa
kebijakan pengelolaan ekosistem perairan diarahkan pada (1) pelarangan praktik
penambangan tradisional, (2) pemantauan konsentrasi logam berat di sedimen dan
ikan konsumsi, dan (3) penyebaran informasi dampak buruk kegiatan tambang
tradisional. Pemerintah Daerah Kalbar telah melakukan diseminasi dan mengeluarkan
peraturan daerah (PERDA) yang melarang perdagangan merkuri sebagai bahan
penambangan emas.
Uji toksisitas adalah salah satu teknik untuk mengetahui apakah air laut atau
sedimen telah tercemar logam berat atau belum. Uji ini dapat digunakan sebagai
instrumen pengelolaan limbah industri yang masuk pada ekosistem perairan. Uji
toksisitas logam berat pada prinsipnya adalah memahami bagaimana toksikokinetik
kontaminan pada biota laut. Parameter yang diobservasi dapat pada tingkat selular
(kerusakan organel, sel, jaringan) atau pada tingkat spesies (tingkah laku makan,
tingkah laku berenang, sub-lethal, dan lethal). Uji toksisitas dengan meng- gunakan
biota lokal telah dikembangkan melalui kerangka kerja sama ASEAN-Canada
Marine Science Program (1993–1998). Beberapa spesies lokal, seperti larva landak
22
laut, larva udang, larva kerang hijau, anakan ikan bandeng, dan ikan kakap digu-
nakan sebagai hewan uji dalam kajian daya racun logam berat. Sebagian besar biota
tropis tersebut telah terbukti sangat cocok sebagai biota uji dalam uji toksisitas.
23
2.5 Arah Riset Ekotoksikologi Logam Berat Ke Depan
Merujuk pada hasil-hasil riset dan perjalanan riset logam berat (eksperimen
di laboratorium dan observasi di lapangan) oleh kelompok peneliti ekotoksikologi
P2O LIPI selama kurang lebih 25 tahun, pemahaman nasib logam berat dan tingkah
laku biota dalam merespons kontaminan logam berat di ekosistem perairan
berkontribusi nyata bagi upaya pengelolaan ekosistem perairan pantai. Penyebaran
kontaminan logam berat di tingkat spesies, spesiasi logam berat dalam sedimen, dan
proses bioakumulasi oleh biota telah dikaji, baik di tingkat laboratorium maupun di
tingkat lapangan.
24
pencemar baru dan beragam jenis kontaminan baru (new emerging contam- inants),
seperti mikro dan nanoplastik, produk limbah farmasi (pharmaceutical products), dan
beragam pestisida pengganggu siklus hormon (hormone disruptive agents). Arah
riset kedua ini sebagai riset dasar untuk memahami pengaruh multi kontaminan
(multiple stressors) pada tingkat gen atau populasi.
Informasi nasib dan efek kontaminan logam berat terhadap biota laut
merupakan data dasar dalam membangun kajian risiko ekologis kontaminan logam.
Oleh karena itu, riset spesiasi logam berat di sedimen dan uji biologis menggunakan
spesies lokal akan mengurangi ketidakpastian dalam pengambilan keputusan dan
memperkuat keefektifan regulasi atau peraturan pemerintah tentang baku mutu atau
dampak suatu kontaminan pada ekosistem perairan pantai.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Logam berat dalam sedimen menunjukkan pola spesiasi logam yang berbeda
antara sedimen yang mengalami pengaruh aktivitas manusia (disturbed
ecosystem) dan sedimen alami (undisturbed ecosystem).
2. Spesiasi logam berat dalam sedimen dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran logam berat yang lebih dapat dipertanggungjawabkan (reliable)
dibandingkan logam berat terlarut dalam air (solute form).
3. Indikator multispesies merupakan salah satu pendekatan utama untuk
mengukur tingkat pencemaran atau kesehatan ekosistem laut.
4. Integrasi indikator multispesies dan spesiasi logam berat dalam sedimen dapat
memperkuat upaya pengelolaan ekosistem perairan pantai.
5. Uji toksisitas logam berat terhadap spesies lokal atau spesies tropis dapat
menjadi dasar utama penyusunan kebijakan atau peraturan terkait kualitas atau
tingkat kesehatan ekosistem perairan pantai.
26
3.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Z. Dampak kegiatan tambang emas tradisional pada eko- sistem perairan di
Kalimantan Barat. Dalam: Anwar HZ, Harjono H (Ed). Perspektif terhadap
kebencanaan dan lingkungan di Indo- nesia: Studi kasus dan pengurangan
dampak risikonya. Bandung: LIPI; 2011.
Manullang CY, Lestari, Tapilatu Y, Arifin Z. Assessment of Fe, Cu, Zn, Pb, Cd and
Hg in Ambon Bay surface sediments. Mar. Res. Indonesia. 2017; 42(2): 77–
86.
Hutagalung HP, Manik J. Logam berat di air dan sedimen di es- tuari sungai Digul
dan laut Arafura. Pesisir dan Pantai Indonesia
VII. Jakarta: P2O-LIPI; 2002.
Arifin Z, Fadlina D. Fraksinasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn dalam sedimen dan
bioavailabilitasnya bagi biota di Perairan Teluk Jakarta. Ilmu Kelautan. 2009;
14(1): 27–32.
28
29