Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EKOLOGI AKUATIK

INTERTIDAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Akuatik

Oleh:

Lidia Maziyyatun Nikmah (131810401035)

Robby Septiawan Nugroho (131810401056)

Shofiyawati Elok F.H (131810401058)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik
dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan pesisir
memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa
kenyamanan, penyedia kebutuhan  pokok hidup dan penerima limbah. Tata ruang
sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau
tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai
objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia.
Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah
kawasan intertidal (intertidal zone). Zona intertidal merupakan zona yang terkena
pasang surut air laut dan daerahnya adalah dari pasang tertinggi hingga surut
terendah. Pasang surut dapat terjadi dikarenakan naik turunnya badan air samudra
dunia akibat pengaruh gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi .Zona ini
terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai,
sehingga bergantung pada kemiringan dasar perairan dan perbedaan ketinggian air
saat pasang surut yang terjadi, semakin landai pantainya maka zona intertidalnya
semakin luas, namun semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan
semakin sempit.
Letak zona intertidalberdekatan dengan berbagai macam aktifitas manusia,
dan memiiliki lingkungan dengan dinamika yang tinggi menjadikan kawasan ini
sangat rentan terhadap gangguan. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh
terhadap segenap kehidupan di dalamnya. Pengaruh tersebut salah satunya dapat
berupa cara beradaptasi. Adaptasi ini diperlukan untuk mempertahankan hidup
pada lingkungan di zona intertidal. Keberhasilan  beradaptasi akan menentukan
keberlangsungan organisme di zona intertidal.

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari Intertidal?
2. Zonasi apa sajakah yang terdapat di Intertidal?
3. Organisme apa saja yang berada di Intertidal?
4. Bagaimana adaptasidan peranan organisme di Intertidal?
5. Bagaimana aliran energi dan siklus materi yang terjadi di Intertidal?
6. Faktor pembatas apa saja yang ada di Intertidal?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari Intertidal
2. Mengetahui zonasi yang terdapat di intertidal
3. Mengetahui organisme yang terdapat di Intertidal
4. Mengetahui adaptasi dan peranan organisme di intertidal
5. Mengetahui aliran energi dan siklus materi yang terjadi di intertidal
6. Mengetahui faktor pembatas apa saja yang mempengaruhi kehidupan
organisme di intertidal

3
BAB 2. ISI

2.1 Pengertian Intertidal


Intertidal merupakan wilayah peralihan antara ekosistem laut dan
ekosistemdaratan terestrial). Sebagai wilayah peralihan, maka intertidal
merupakan wilayah yangsangat menekan baik bagi organisme terestrial maupun
organisme laut. Hanyaorganisme yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap
tekanan akibat perubahan fisikdan kimia lingkungan intertidal yang dapat
menghuni wilayah ini (Sumich, 1999).
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan
gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik
lautan yakni pasang surut (Goltenboth et al,2012). Zona intertidal merupakan
daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai
dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada
daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai
pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal
pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit (Nybakken,1992)

2.2 Pembagian Zonasi Daerah Intertidal


Pembagian zonasi daerah intertidal berdasarkan material atau substrat
penyusun dasar perairan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
1.Tipe pantai berbatu
Terbentuk dari batu granit berbagai ukuran. Kawasan ini paling padat
mikroorganismenya, dan mempunyai keragaman fauna maupun flora yang paling
besar. Tipe pantai ini banyak ditemui di selatan Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku.

Pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
 Supralitoral fringe : Organisme yang terdapat pada daerah ini, seperti beberapa
jenis alga yang menjalar, cyanobanteria dan cacing kecil.

4
 Midlittoral Zone : Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti
bernakel, kerang, tiram
 Infralittoral fringe : Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme
penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, alga coklat, tunicata (sea
squirt).
2. Tipe pantai berpasir
Pantai ini dapat ditemui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar atau di
pulau kecil yang terpencil. Makroorganisme yang hidup disini tidak sepadat di
kawasan  pantai berbatu, karena kondisi lingkungannya organisme yang ada
cenderung menguburkan dirinya ke dalam substrat. Kawasan ini lebih banyak
dimanfaatkan manusia untuk berbagai aktivitas rekreasi.

Pembagian zona pada pantai berpasir dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
 Mean High Water of Spring Tides : rata-rata air tinggi pada pasang purnama.
Daerah ini berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan terdapat pada
bibir pantai.
 Mean Tide Level : rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah
yang paling banyak mengalami fluktusi pasang surut. Dapat ditemukan
berbagai ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun.
 Mean Water Low of Spring Tides : rata-rata air rendah pada pasang surut
purnama. Zona ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini
fluktuasi pasang surut sangat sedikit yang berpengaruh karena daerah ini tidak
terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga bisa ditemukan ekosistem terumbu
karang.
3. Tipe pantai berlumpur
Perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe pantai berpasir yaitu terletak pada
ukuran butiran sedimen (substrat). Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran
butiran yang paling halus. Pantai berlumpur terbentuk di sekitar muara-muara
sungai dan umumnya berasosiasi dengan estuaria. Tebal endapan lumpurnya dapat
mencapai satu meter atau lebih. Perbedaan yang lainnya adalah gelombang yang
tiba di pantai, aktivitas gelombangnya sangat kecil.

5
 Supralitoral : Dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali substrat.
Zona ini juga dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering mengalami
kekeringan.
 Litoral : Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara bagian ekosistem
pantai berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.
(Levinton,2001).

2.3 Organisme Intertidal


Zona intertidal adalah zona yang terletak diantara zona supralitoral dan zona
infralitoral. Campbell dalam Leiwakabessy (1999) membagi zona intertidal atas
tiga zona yaitu ; 1) zona intertidal atas (upper intertidal zone) , 2) zona intertidal
tengah (middle intertidal zone) , dan 3) Zona intertidal bawah (lower intertidal
zone). Ketiga zona intertidal ini memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda
beda (Salmanu, 2014)
Kelompok organisme intertidal umumnya terdiri dari lamun (sea grass),
rumput laut (seaweed), komunitas karang (coral community), dan biota yang
berasosiasi dengan karang dan lamun ( Yulinda et al, 2013).
a. Produsen
Komunitas darat adalah komunitas yang banyak ditemukan di dekat pantai
dan akan berkurang sebarannya ke arah laut. Komunitas ini adalah komunitas
lamun (sea grass) yang mensyaratkan substrat pasir dengan sedikit substrat yang
lebih halus dan cenderung hidup pada di area yang terbenam air meskipun pada
saat air surut. Lamun membutuhkan nutrien yang konsentrasinya akan lebih tinggi
di-temukan di substrat yang agak halus (Hemminga and Duarte, 2000).Fungsi
lamun bagi laut diantaranya sebagai sumber makanan bagi berbagai jenis hewan,
seperti duyung, penyu hijau, dan jenis-jenis ikan, melindungi pantai dari erosi dan
abrasi serta menangkap sedimen yang dibawa oleh air laut, sebagai pendaur zat
hara dan elemen-elemen langka dilingkungan laut dan lain-lain. Sebaran lamun ke
arah laut terbatas hanya pada zona tengah karena substrat ke arah laut makin kasar
dan dominasi karang semakin meningkat.Zona tengah ini merupakan daerah
transisi dimana faktor lingkungan lebih beragam sehingga semua komunitas yang

6
terdiri dari lamun, komunitas karang dan rumput laut masih ditemukan meskipun
tidak menonjol (Yulianda, 2013).
Komunitas laut adalah komunitas yang cenderung lebih banyak ditemukan
di zona tengah dan bawah (ke arah laut).Komunitas ini adalah karang, biota
asosiasinya, dan rumput laut. Komunitas karang dan rumput laut mensyaratkan
lingkungan yang lebih jernih, substrat yang kasar, keras dan relatif stabil (Allen
and Steene, 1994; Raffaelli and Hawkins, 1996). Karktersitik ini lebih banyak
terdapat di zona tengah dan bawah. Karang memang merupakan komunitas yang
hidup di perairan yang dangkal, terdapat sinar matahari dan selalu membutuhkan
air yang bergerak (masa air selalu berganti) (Dubinsky and Stambler, 2011).
Diantara komunitas intertidal, karang merupakan komunitas yang paling
mudah dan terbesar yang mengalami perubahan akibat dinamika perairan pesisir
(Duarte et al., 2008). Di sekitar tubir karang (zona bawah) karang hidup lebih baik
dibandingkan di zona lebih atas, sehingga komunitas karang lebih menguasai zona
bawah. Peranan karang diantaranya sebagai pelindung fisik terhadap pantai,
sebagai tempat wisata bahari, juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut
untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak makan dan mencari
makan.
Rumput laut yang mempunyai toleransi yang lebih luas dibandingkan
karang dapat hidup di seluruh zona. Namun demikian rumput laut tumbuh lebih
baik di zona tengah dan zona bawah. Faktor nutrien dan kecerahan perairan yang
merupakan faktor yang signifikan di zona tengah dan bawah, merupakan faktor
utama yang menentukan pertumbuhan rumput laut. Rumput laut dapat berasosiasi
dengan lamun dan karang dengan tingkat keterkaitan yang berbeda.Manfaat
rumput laut diantaranya sebagai penghasil agar-agar, sebagai penghasil peragian,
penghasil algin atau alginat, sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen
serta sebagai tempat berlindung hewan yang ada dilaut. (Duarte et al,2008).
b. Konsumen
Kepadatan biota intertidal tidak sama di tiga zona intertidal, kecuali ke-
lompok biota krustase, cacing dan ikan yang relatif sama menyebar di tiga zona
intertidal . Populasi moluska lebih banyak ditemukan di zona atas, dan semakin ke

7
arah laut kepadatannya berkurang. Moluska lebih menyukai daerah yang lebih
datar dan terbuka yang merupakan karakteristik zona atas. Selain itu populasi
moluska memiliki pola hidup yang mengelompok .Komunitas ekhinodermata
yang didominasi oleh bintang laut mengular (brittle star) dan bulu babi (sea
urchin) memiliki sebaran yang terbalik dengan moluska, yaitu lebih banyak
ditemukan di zona bawah. Kelompok biota ekhinodermata lebih menyukai daerah
yang terlindung dan tertututup oleh kerangka karang. Sementara komunitas
karang tumbuh lebih baik di zona ke arah laut (zona tengah dan bawah). Selain itu
bulu babi yang memiliki kebiasaan makan ‘grazer’ memiliki ketergantungan yang
tinggi dengan keberadaan alga.
Tabel 1. Jenis-jenis organisme

Zone Pantai berbatu Pantai berpasir Pantai berlumpur

Upper zone Alga yang menjalar, Scylla olivacea, nematoda dan


Cyanobacteria (bakteri Scylla serrata dan oligochaetes
hijau biru), cacing Scylla
kecil, ,periwinkles, paramamosain
kepiting, rajungan

Middle Bernakel, kerang, tiram, Scaphopoda Harpacticoid


zone bintang laut, mussels, , (keong gading), copepoda,
Cephalopoda (cumi- Crustacea, Cacing mystacocarid,
cumi, gurita dan policaeta, bivalva, nematoda,
notilus), Bivalvia Donax sp. oligochaetes dan
(kijing, tiram dan Mytilus edulis, turbelaria
kepah), Crustacea,
nekton

lower zone alga merah, organisme ikan badut, ikan 40-70%, nematoda

8
penghasil kapur, lepu, ikan dan
terkadang kelp yang barakuda, ikan crustacea,nekton
lebat (alga coklat) baronang, botana,
tunicata (sea squirt), Kepe strip
Chiton, lely laut, delapan, Kepe
Asterias asterina, sun coklat,kepe
star, Brittle star Kerapu layar,dll
(Ophiura), bulu babi

2.4 Adaptasi Organisme dan Peranannya dalam daerah Intertidal


Organisme intertidal memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang dapat berubah secara signifikan , pola tersebut meliputi :
1. Daya tahan terhadap kehilangan air
Organisme yang hidup di daerah intertidal harus memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap kehilangan air yang cukup besar selama berada
di udara terbuka. Mekanisme sederhana ditunjukkan oleh hewan-hewan yang
bergerak, seperti kepiting, anemon, dan Citon. Hewan ini akan dengan mudah
berpindah dari daerah terbuka di intertidal kedalam lubang, celah atau galian yang
basah atau bersembunyi dibawah algae sehingga kehilangan air dapat dihindari.
Organisme yang tidak memiliki kemampuan untuk aktif berpindah
tempat seperti algae dan beberapa bivalvia, beradaptasi untuk mengatasi
kehilangan air yang besar hanya dengan struktur jaringan tubuhnya. Genera
Porphyra, Fucus dan Enteromorpha misalnya sering dijumpai dalam keadaan
kisut dan kering setelah lama berada di udara terbuka, tetapi jika air laut pasang
kembali mereka akan cepat menyerap air dan kembali menjalankan proses hidup
seperti biasa. Beberapa species dari teritip, gastropoda (Littorina) dan bivalvia
(Mytilus edulis) memiliki kemampuan untuk menghindari kehilangan air dengan
cara merapatkan cangkangnya atau memiliki operkula yang dapat menutup rapat
celah cangkang.
2. Keseimbangan Panas

9
Di daerah tropis organisme cenderung hidup pada kisaran suhu letal atas
sehingga mekanisme keseimbangan panas hampir seluruhnya berkenaan dengan
suhu yang terlalu tinggi. Beberapa bentuk adaptasi antara lain :
a. Memperbesar ukuran tubuh relatif bila dibandingkan dengan species yang
sama. Dengan memperbesar ukuran tubuh berarti perbandingan antara luas
permukaan dengan volume tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah
tubuh yang mengalami peningkatan suhu menjadi lebih kecil.Moluska,
gastropoda seperti  Littorina littorea dan Olivella biplicata denganukuran
tubuh besar banyak terdapat di daerah intertidal.
b. Memperbanyak ukiran pada cangkang yang berfungsi sebagai sirip radiator
sehingga memudahkan hilangnya panas. Contoh Littorina dan Tectarius
c. Hilangnya panas dapat juga diperbesar melalui pembentukan warna tertentu
pada cangkang. Genera Nerita, dan Littorina memiliki warna lebih terang
dibandingkan dengan kerabatnya yang hidup di daerah lebih bawah (warna
gelap akan menyerap panas).
d. Memliki persediaan air tambahan yang disimpan didalam rongga mantel.
Persediaan air ini digunakan untuk mendinginkan tubuh melalui penguapan
serta menghindarkan kekeringan.
3. Tekanan Mekanik
Setiap organisme intertidal perlu beradaptasi untuk mempertahankan diri
dari pengaruh ombak. Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda pada
pantai berbatu, berpasir dan berlumpur sehingga memiliki konsekuensi bentuk
adaptasi yang berbeda pada organismenya. Beberapa bentuk adaptasinya antara
lain:
a. Melekat kuat pada substrat, seperti pada Polichaeta, Teritip, Tiram
b. Menyatukan dirinya pada dasar perairan melalui sebuah alat pelekat (Algae)
c. Memiliki kaki yang kuat dan kokoh seperti pada Citon dan limfet
d. Melekat dengan kuat tetapi tidak permanen seperti pada Mytillus melalui bisus
yang dapat putus dan dibentuk kembalisehingga membatasi gerakan yang
lambat

10
e. Mempertebal ukuran cangkang, lebih tebal dibandingkan kerabatnya yang
hidup di daerah subtidal.
4. Tekanan Salinitas
Zona intertidal mendapat limpahan air tawar, yang dapat menimbulkan
masalah tekanan osmotik bagi organisme yang hanya dapat hidup pada air laut.
Kebanyakan organisme intertidal bersifat osmokonformer, tidak seperti organisme
estuaria. Adaptasi satu-satunya adalah sama dengan yang dilakukan untuk
melindungi tubuh dari kekeringan yaitu dengan menutup cangkangnya.Misalnya
untuk melindungi tubuh dari kekeringan, teritip dan moluska beradaptasi dengan
menutup valva atau cangkangnya.
5. Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau melekat, sehingga
dalam penyebarannya mereka menghasilkan telur atau larva yang bersifat
planktonik. Reproduksi dapat juga terjadi secara periodik mengikuti irama
pasang-surut tertentu, seperti misalnya pada pasang-purnama. Contoh Mytillus
edulis, gonad menjadi dewasa selama pasang purnama dan pemijahan berlangsung
ketika pasang perbani.
(Romimohtarto dan Sri ,2001).

2.5 Aliran Energi dan Siklus Materi

1. Aliran Energi
Tumbuhan berkrolofilmen sintesis substansi organik, menggunakan energi
matahari melalui proses fotosintesis, danmemerlukan nutrient sepertinitrat, fosfat,
fe-anorganis, dan CO2. Kecepatan akumulasi energi pada produsen dikenal
sebagai produktivitas primer. Produktivitas primer merupakan hasil fotosintesis
oleh tumbuhan berklorofil termasuk ganggang.Jumlah total energi kimia berupa
bahan organik per-satuan luas, per-satuan waktu setelah dikurangi energi untuk
respirasi disebut produktivitas primer bersih. Produktivitas primer bersih inilah
yang berguna untuk manusia dan binatang (hewan laut).

Berikut aliran energi pada ekosistem intertidal :

11
Gambar 1 .Aliran Energi (Kiswara,1999)

Keterangan :

Cahaya matahari memasuki ekosistem dan sebagai faktor utama selain air
dan CO2 untuk proses fotosintesis. Dalam zona intertidal berbagai macam alga,
fitoplankton, Mikrofitobenthos bertindak sebagai produsen. Zooplankton yang
merupakan herbivor memakan fitoplankton, merubahnya menjadi jaringan tubuh
zooplankton (produk kedua). Padatingkat trofik yang lebih tinggi terdapat
kelompok herbivor yaitu: burung, bulu babi, limpet, siput litorina, dan microfauna
(heterotrof) yang memanfaatkan hasil sintesis (zat organik) dari kelompok
produsen. Zooplankton yang telah memakan fitoplankton akan dimakan oleh
zooplankton karnivor dan ikan predator yang memakan zooplankton (produk
ketiga). Inilah suksessitrofik dalam rantai makanan atau jaring-jaring makanan
yang merupakan tingkatan-tingkatan. Pada tiap tingkat itu bahan organik hilang
melalui ekskresi atau mati yang bukan karena dimakan oleh tingkat berikutnya.
Bakteria yang akan menguraikan bahan organik tersebut agar dapat digunakan
lagi sehingga terjadi regenerasi(Nybakken,1992).

12
Gambar 2. Jaring-jaring Makanan meiofauna (Kiswara,1999).

Keterangan:
Gambar tersebut menjelaskan jaring-jaring makanan meiofauna yang
potensial, meliputi makrofauna, meiofauna, predator-predator yang
berenang, dan makanan meiofauna. Makanan meiofauna adalah diatom,
bakteri, detritus dan bahan organik. Jika meiofauna tersuspensi, maka ia
dapat dimakan oleh predator-predator yang berenang seperti ikan, udang,
pemakan deposit atau 30 oleh pemakan suspensi(Hutabarat,2008).
2. Siklus Materi
Energi yang menjadi penggerak sistem kehidupan makhluk hidup berasal dari
matahari, sedangkan materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi.
Oleh karena itu, setiap makhlik hidup terdiri atas materi yang juga merupakan
bagian dari bumi. Unsur-unsur ini mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan
kembali lagi ke komponen abiotik. Proses ini dikenal dengan siklus biogeokimia
atau siklus organik-anorganik. Siklus unsur-unsur ini tidak hanya melalui
organisme saja tetapi juga diikuti reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik.

13
a. Siklus Air
Proses-proses yang berlangsung pada tubuh mahluk hidup memerlukan air
sebagai medium, oleh karena itu tanpa air maka tidak ada kehidupan. Pertukaran
atmosfer, daratan, laut, dan antara organisme dengan lingkungannya berlangsung
melalui siklus air. Siklus air melibatkan proses evaporasi, transpirasi,
pembentukan awan, presipitasi, kondensasi dan aliran air permukaan
(Juwana,2007).
Evaporasi sangat penting untuk kelembaban atmosfir dan kelembaban ini
penting untuk pembentukan awan dan presipitasi. Air yang sampai dipermukaan
bumi dari atmosfer terjadi melalui proses presipitasi dan kondensasi berupa hujan
atau salju. Sebaliknya air yang dari permukaan bumi mencapai atmosfer melalui
proses evaporasi dan transpirasi. Jumlah air yang tersedia untuk evaporasi
ditentukan oleh jumlah yang diberikan oleh proses presipitasi dan kondensasi. Air
yang jatuh ke permukaan bumi dapat langsung ke laut dan daratan. Di daratan air
mengalir melalui parit, danau, saluran-saluran di bawah tanah terus ke sungai dan
akhirnya ke laut, selama perjalanan ini air menguap melalui atmosfir. Tumbuhan
darat dan hewan darat memperoleh air selama air ada di perjalanan dengan cara
mengisap dan meminumnya. Sedangkan hewan dan tumbuhan darat melepaskan
air ke atmosfir melalui proses pernafasan, penguapan, dan paling banyak pada
hewan sewaktu hewan membuang kotorannya.
b. Siklus Karbon
Karbon adalah unsur utama yang dimanfaatkan oleh tumbuhan dan alga untuk
berfotosintesis. Sumber karbon yang ada di perairan adalah berasal dari udara dan
dari dalam perairan itu sendiri. Di atmosfer terdapat kandungan CO2 sebanyak
0.03%. Sumber CO2 di udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi
vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbondioksida di udara
bertukar dengan di air jika terjadi persentuhan antara udara dan air seperti
gelombang. Nybakken (1992) menyatakan dalam daur karbon, bentuk sistem
asam karbonat adalah ion bikarbonat dan karbonat. Karbon diikat menjadi

14
senyawa organik oleh tumbuh-tumbuhan, dipindahkan ke hewan melalui
herbivora dan pemangsaan (predasi) dan dikembalikan ke cadangan melalui
pernapasan dan kegiatan bakteri.
Karbondiokasida ini dimanfaatkan oleh Zooxanthella karang untuk
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Timotius (2003) menyatakan bahwa,
hasil fotosintesis zooxanthella adalah berupa oksigen, yang akan dimanfaatkan
karang untuk respirasi, dan ion karbonat yang lebih banyak, untuk kalsifikasi
karang.
c. Siklus Nitrogen
Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 78 % dari udara. Sastrawijaya
(2009) menyatakan bahwa masuk ke perairan dengan fiksasi (pengikatan) nitrogen
melalui bakteri dan alga, dan halilintar. Ledakan petir yang melalui udara
memberikan cukup energi untuk menyatukan nitrogen dan oksigen di udara
membentuk nitrogen dioksida, NO2. bakteri dalam tanah yang dapat mengikat
nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan
Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang
biru) juga mampu menambat nitrogen. Sekali nitrat diabsorpsi oleh
alga/ganggang, nitrogen akan terus disintesis menjadi protein nabati. Herbivora
mengubah protein ini menjadi protein hewani. Tanaman dan hewan yang mati
akan diuraikan proteinnya menjadi amoniak dan senyawa amonium. Amoniak
dirubah oleh bakteri menjadi nitrit, bakteri lain merubahnya ke nitrat. Ada juga
bakteri dan jamur yang mengubah nitrit kembali ke nitrogen bebas. Karena
merupakan nutrien, nitrat dapat mempercepat pertumbuhan plankton.
Semua organismememerlukan unsur nitrogen untuk pembentukan protein dan
berbagai molekulorganik esensial lainnya. Unsur nitrogen sebagian besar terdapat
di atmosferdalam bentuk gas nitrogen (N2) dan kadarnya 78% dari semua gas di
atmosfer. Gasnitrogen ini di atmosfer masuk ke dalam tanah melalui fiksasi
nitrogen olehbakteri (Rhizobium, Azotobacter, Clostridium), alga biru (Anabaena,
Nostoc) danjamur (Mycorhiza) nitrogen yang masuk ke tanah melalui fiksasi
diubah menjadiamonia (NH3) oleh bakteri amonia. Proses penguraian nitrogen
menjadi amoniadisebut amonifikasi. Nitrogen yang masuk ke tanah bersama kilat

15
dan air hujanberupa ion nitrat (NO3−), sedangkan nitrogen yang ada di dalam
tubuh tumbuhandan akan hewan melalui proses mineralisasi oleh bakteri pengurai
menjadiamonia. Amonia yang dihasilkan melalui proses amonifikasi dan
mineralisasi olehbakteri nitrit (nitrosomonas dan nitrosococcus) dirombak
menjadi ion nitrit(NO2−), selanjutnya ion nitrit dirombak bakteri nitrat
(nitrobacter) menjadiion nitrat (NO3−). Perombakan amonia menjadi ion nitrit,
ion nitrit menjadi ionnitrat disebut nitrifikasi. Tumbuhan umumnya menyerap
nitrogen dalam bentuk ionnitrat, sedangkan hewan mengambil nitrogen dalam
bentuk senyawa organik(protein) yang terkandung pada tumbuhan dan hewan
yang dimakan. Sebagian ionnitrat dirombak oleh bakteri denitrifikasi
(Thiobacillus denitrificans,Pseudomonas denitrificans) menjadi nitrogen. Nitrogen
yang dihasilkan akankembali ke atmosfer. Proses penguraian ion nitrat menjadi
nitrogen disebutdenitrifikasi.
d. Siklus Fosfor
Dalam daur fosfor, cadangan utama adalah dalam bentuk batuan fosfat.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa fosfor masuk ke perairan melalui erosi. Lalu
ditambahkan oleh Sastrawijaya (2009) yang menyatakan daur fosfor di perairan
mirip dengan daur nitrogen. Dalam perairan, terdapat tiga bentuk fosfor yaitu
senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma
dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk karena kotoran atau tubuh
organisme yang mengurai. Air biasanya mengandung fosfat anorganik terlarut.
Fitoplankton dan tanaman lain akan mengabsorbsi fosfat ini dan membentuk
senyawa adenosine trifosfat (ATP). Herbivora yang memakan tanaman itu akan
memperoleh fosfor itu. Jika tanaman dan hewan itu mati, maka bakteri pengurai
mengembalikan fosfor itu kedalam air sebagai zat organik terlarut. Demikian pula
dengan kotoran sisa metabolisme hidup. Akhirnya bakteri menguraikan senyawa
organik itu menjadi fosfor, daur kembali dapat berulang.

2.6 Faktor Pembatas


Pada zona intertidal ini terdapat variasi faktor lingkungan yang cukup besar,
seperti fluktuasi suhu, salinitas, kecerahan dan lain – lain. Variasi ini dapat terjadi

16
pada daerah yang hanya berjarak sangat dekat misalnya beberapa cm. Zona ini
dihuni oleh organisme yang keseluruhannya merupakan organisme bahari.
Keragaman faktor lingkungannya dapat dilihat dari perbedaan gradient. Sejumlah
besar gradien ekologi dapat terlihat pada wilayah intertidal yang dapat berupa
daerah pantai berpasir, berbatu maupun estuari dengan substrat berlumpur.
Adapun faktor-faktor pembatas pada daerah inertidal antara lain:
1. LingkunganAbiotik
a. Pasang Surut
Naik turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu
disebut pasang-surut. Tanpa adanya pasang-surut yang periodik maka faktor-
faktor lingkungan lain akan kehilangan pengaruhnya. Hal ini disebabkan adanya
kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang
bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan terendam air.
Pengaruh pasang-surut terhadap organisme dan komunitas zona intertidal
paling jelas adalah kondisi yang menyebabkan daerah intertidal terkena udara
terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik yang cukup lebar.
Organisme intertidal perlu kemampuan adaptasi agar dapat menempati daerah ini.
Faktor-faktor fisik pada keadaan ekstrem dimana organisme masih dapat
menempati perairan, akan menjadi pembatas atau dapat mematikan jika air
sebagai isolasi dihilangkan. Kombinasi antara pasang-surut dan waktu dapat
menimbulkan dua akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi
komunitas intertidal. Pertama, perbedaan waktu relatif antara lamanya suatu
daerah tertentu di intertidal berada diudara terbuka dengan lamanya terendam air.
Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang sangat penting karena pada
saat itulah organisme laut akan berada pada kisaran suhu terbesar dan
kemungkinan mengalami kekeringan. Semakin lama terkena udara, semakin
besar. kemungkinan mengalami suhu letal atau kehilangan air diluar batas
kemampuan. Kebanyakan hewan ini harus menunggu sampai air menggenang
kembali untuk dapat mencari makan. Semakin lama terkena udara, semakin kecil
kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Flora
dan fauna intertidal bervariasi kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap

17
keadaan terkena udara, dn perbedaan ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan
distribusi organisme intertidal. Pengaruh kedua adalah akibat lamanya zona
intertidal berada diudara terbuka. Pasang-surut yang terjadi pada siang hari atau
malam hari memiliki pengaruh yang berbeda terhadap organisme. Surut pada
malam hari menyebabkan daerah intertidal berada dalam kondisi udara terbuka
dengan kisaran suhu relatif lebih rendah jika dibanding dengan daerah yang
mengalami surut pada saat siang hari Pengaruh pasang-surut yang lain adalah
karena biasanya terjadi secara periodik maka pasang-surut cenderung membentuk
irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai, misalnya irama memijah,
mencari makan atau aktivitas organisme lainnya (Ray.2014)
b. Gelombang
Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar
terhadap organisme dan komunitas. Aktivitas gelombang mempengaruhi
kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama yaitu :
1.  Pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang
terkena.  Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil, kegiatan ombak yang
besar dapat membongkar substrat yang ada disekitarnya, sehingga mempengaruhi
bentuk zona.  Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi organisme yang tidak
dapat menahan terpaan tersebut, tetapi diperlukan bagi organisme lain yang tidak
dapat hidup selain di daerah dengan ombak yang kuat.
2. Kegiatan ombak dapat memperluas batas daerah intertidal. Ini terjadi karena
penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat
pasang surut yang normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat
organime laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena
terpaan ombak daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama.
Kegiatan ombak juga mempunyai pengaruh kecil lainnya, yakni mencampur atau
mengaduk gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi meningkatkan kandungan oksigen
sehingga daerah yang diterpa ombak tidak pernah kekurangan oksigen.
c. Suhu dan salinitas
Merupakan parameter yang sangat penting apabila kita menyelidiki tentang
asal-usul dari air tersebut. Kedua parameter ini menentukan densitas air laut.

18
Perbedaan densitas antara dua tempat akan menghasilkan perbedaan tekanan yang
kemudian memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat
yang bertekanan rendah. Disamping itu, dengan menggambungkan suhu dan
salinitas dalam suatu diagram (dikenal sebagai T-S diagram) kita dapat melacak
asal-usul dari massa air tesebut.
1. Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh:
Radiasi surya
Posisi surya
Letak geografis, musim, dan kondisi awan
Serta proses antara air tawar dan air laut (seperti alih bahang, penguapan ,
hembusan angin.
2. Salinitas juga dipengaruhi oleh ;
Lingkungan
Musim
Interaksi antara air dan udara (penguapan dan hembusan angin,
percampuran antara sungai dan laut, dan interaksi antara laut dengan
daratan/gunung es)
d. Tekstur
Sifat-sifat fisik pasir yang berperan dalam ekosistem meliputi tekstur,
kematangan, dan kemapuan menahan air.

e. Air
Hal-hal penting pada air yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup
adalah suhu air, kadar mineral air, salinitas, arus air, penguapan, dan kedalaman
air.
f. Udara
Udara merupakan lingkungan abiotik yang berupa gas. Gas itu berbentuk
atmosfer yang melingkupi makhluk hidup. Oksigen, karbon dioksida, dan
nitrogen merupakan gas yang paling penting bagi kehidupan makhluk hidup.
g. Cahaya Matahari

19
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi ini.
Namun demikian, penyebara cahaya di bumi belum merata. Oleh karena itu,
organisme harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang intensitas dan
kualitas cahayanya berbeda.
h. Kecepatan Arus
Arus dapat mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme di suatu
habitat sedimenserta mempengaruhi kebiasaan makan meiofauna. Kelimpahan
beberapa 36 meiofauna secara negatif dipengaruhi oleh arus.
i. Derajat keasaman
Faktor pH sedimen memiliki peranan yang tidak begitu besar dalam
kehidupan organisme. Hal ini disebabkan oleh nilai pH air laut yang cukup tinggi
sekitar 7.5–8.8 dapat berperan sebagai penyangga (buffer) yang dapat mencegah
terjadinya perubahan pH yang terlalu besar.
j. Kedalaman
Kedalamanperairanmempengaruhijumlahdanjenishewan.
Secarateoridikatakanbahwaperbedaanvariasidarijumlahspesiesantarakedalaman
0,2-4 meter adalahkecil.
Secaratidaklangsungkecerahanperairanjugaakanmempengaruhikomunitas di
perairan.
2. Biotik

a. Jumlah Predator
Aktivitas pemangsaan dapat menyebabkan hilangnya meiofauna dari suatu
daerah yang sempit dan menyebabkan gangguan yang dapat diikuti oleh suatu
rangkaian pembentukan kembali suatu koloni. Hal ini menyebabkan terjadinya
distribusi yang tidak merata di sedimen.Kelimpahan meiofauna dekat batas antara
sedimen-air meningkat bilamana tidak hadirnya predator. Berkurangnya tekanan
predasi ini menyebabkan mikrofitobentos dan stabilitas sedimen meningkat.
b. StrukturUmur
Sebaranumurdalampopulasiakansangatmempengaruhinatalitasdanmortalitas
yang padaakhirnyaberpengaruhterhadapdensitaspopulasi. Data

20
strukturumurdaripopulasibiasanyadisajikandalambentukpiramidaumur (Odum,
1996)

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari isi makalah ini adalah :
1. Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan
gelombang tiap saat.
2. Pembagian zonasi daerah intertidal berdasarkan material atau substrat
penyusun dasar perairan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu : Tipe pantai
berbatu, Tipe pantai berpasir, Tipe pantai berlumpur.
3. Kelompok organisme intertidal umumnya terdiri dari lamun (sea grass),
rumput laut (seaweed), komunitas karang (coral community), dan biota
yang berasosiasi dengan karang dan lamun. Kepadatan biota intertidal
tidak sama di tiga zona intertidal, kecuali kelompok biota krustase, cacing
dan ikan yang relatif sama menyebar di tiga zona intertidal terdapat pula
Populasi moluska dan Komunitas ekhinodermata di area zona intertidal.
4. Pola adaptasi organisme interdal diantaranya daya tahan terhadap
kehilangan air, keseimbangan panas, tekanan mekanik, tekanan salinitas
dan reproduksi
5. Pada daerah intertidal terdapat aliran energi yang terdiri dari rantai
makanan dan jaring makanan. Terdapat produsen yaitu berbagai macam
alga, fitoplankton, dan Mikrofitobenthos. Konsumennya yaitu
Zooplankton (herbivor memakan fitoplankton), herbivor yang lebih tinggi
yaitu: burung, bulu babi, limpet, siput litorina, dan microfauna
(heterotrof), zooplankton karnivor dan ikan predator yang memakan
zooplankton (produk ketiga). Dan terdapat pula bakteri sebagai
pengurai.Siklus materi yang terjadi di daerah intertidal antara lain : siklus

21
hidrologi, sikklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus
sedimen.
6. Faktor pembatas yang mempengaruhi daerah intertidal yaitu : pasang
surut, gelombang, suhu dan salinitas, tekstur, air, udara, cahaya matahari,
kecepatan arus, derajat keasaman (pH), kedalaman, jumlah predator dan
struktur umur.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. R. and R. Steene. 1994. Indo-Pacific coral reef. Field guide. tropical
reef research. Singapore. 378p.

Duarte, C.M., W.C. Dennison, R.J.W. Orth, and T.J.B. Carruthers. 2008. The
charisma of coastal ecosystems: addressing the imbalance. Estuaries and
Coasts: J. CERF., 31:233–238, DOI 10.1007/s12237-008-9038-7.

Dubinsky, Z. and N. Stambler. 2011. Coral reefs: an ecosystem in transition.


Springer dordrecht heidelberg, New York. 562p.

Göltenboth F, et al. 2012. Ekologi Asia Tenggara Kepuluan Indonesia. Jakarta:


Salemba Teknika.

Hemminga, M.A. and C.M. Duarte. 2000. Sea grass ecology. Cambridge
University Press, UK. 308p.

Hutabarat, S.dan Steward,M.E. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta:Universitas


Indonesia.

Kiswara, W. 1999. Perkembangan Ekosistem Padang Lamun di Indonesia.


Jakarta : Puslitbang Oseanologi LIPI

Levinton, J.S. 2001. Marine Biology : Funtion, Biodiversity, Ecology. New York:
Oxford University Press

22
Nybakken, J.W. 1992.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Odum. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada.

Raffaelli, D. and S. Hawkins. 1996. Intertidal ecology.London : Chapman and


Hall.

Ray.L.Winstead.2014. Limiting Factor.http://raywinstead,com/limitingfactors.


(Diakses pada 8 September 2015).

Romimoharto dan Sri. 2000. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta : PT Penerbit Djabatan.

Salmanu, S.I. 2014. Keanekaragaman Gastropoda pada Zona Tengah (Middle


Intertidal Zone) dan Zona Baawah (Lower Intertidal Zone ) Daerah Padang
Lamun Desa Waai. Jurnal Biopendix Vol 1 No 1.

Sudarmadji. 2012. Pengenalan Ekologi. Jember: Yayasan Alam Lestari.

Yulianda, F., et al. 2013. Zonasi Dan Kepadatan Komunitas Intertidal Di Daerah
Pasang Surut, Pesisir Batuhijau, Sumbawa.Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol. 5 (2) : 409-416.

23

Anda mungkin juga menyukai