Anda di halaman 1dari 17

BENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR PERAIRAN LAUT

Oleh

HALIDA SISDA NIM 1204121448

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012

BENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR PERAIRAN LAUT


Oleh Halida Sisda

1. Latar Belakang Ekosistem perairan laut di Indonesia merupakan kawasan yang akhirakhir ini mendapat perhatian yang cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani. Secara empiris wilayah laut merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta tempat pembuangan limbah. Selain memiliki potensi yang besar, beragamnya aktivitas manusia diwilayah laut menyebabkan daerah ini merupakan wilayah yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Akibat lebih jauh adalah terjadinya penurunan kualitas perairan laut, karena adanya masukan limbah yang terus bertambah. Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisa fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya dari kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpangan-penyimpangan yang kurang menguntungkan karena kisaran nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi keadaaan sesaat. Bourdeau and Tresshow (dalam Butler, 1978) menyatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan.

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey, et al1.,1978). Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenisjenis yang termasuk dalam kelompok invetebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993). Makrozoobentos memiliki peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. Montagna et all. (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, Makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu : 1) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keberadaan

Makrozoobentos? 2) Bagaimana pemanfaatan Makrozoobentos sebagai bioindikator

kualitas perairan laut?

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang pemanfaatan dan potensi makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan. Adapun hal-hal yang dikemukakan meliputi pengertian

makrozoobentos,

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

keberadaan

makrozoobentos, pemanfaatan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan pesisir, dan spesies indikator.

Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pemanfaatan makrozoobentos secara maksimal dan dapat diaplikasikan ke dalam masyarakat agar pencemaran yang terjadi di mayarakat dapat segera ditangani karena adanya pemanfaatan makrozoobentos sebagai bioindikator perairan.

Sedangkan dalam bidang pendidikan makalah ini bertujuan untuk menambah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan khususnya bagi para mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan agar pengetahuan akan bentos sebagai bioindikator alami dalam perairan semakin bertambah dan dapat menimbulkan rasa ingin tahu yang besar terhadap bentos agar dapat melengkapi isi dari makalah ini.

Manfaat yang dapat diambil dalam makalah ini adalah yang pertama secara teori adalah agar pengetahuan tentang bentos dapat bertambah dan berkembangnya pengetahuan tentang bentos.

Yang kedua di bidang pendidikan adalah bertambahnya pengetahuan mahasiswa tentang bentos dan diharakan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian yang akan dilakukan.

Yang

ketiga

secara

praktek

adalah

menimbulakan

kesdaran

masyarakat agar dapat memanfaatkan bentos secara maksimal tanpa merusak kualitas dari bentos tersebut dan dapat melestarikan keberadaanya.

2. Pembahasan Teori

Istilah bentos berasal dari bahasa Yunani yang artinya "kedalaman laut". Bentos merupakan sebuah organisme yang tinggal di dalam, atau di dasar laut, dikenal sebagai zona bentik. Bentos juga digunakan dalam biologi air tawar untuk merujuk pada organisme di dasar air tawar, badan air, seperti danau dan sungai.

Menurut

Lind

(1979)

dalam Fachrul

(2007)

memberikan definisi, bentos semua organisme yang hidup pada lumpur, pasir, batu, kerikil, maupun sampah organik baik di dasar perairan laut, danau, kolam, ataupun sungai, merupakan hewan melata, menempel, memendam, dan meliang di dasar perairan tersebut.

Menurut Odum (1993) bentos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Bentos adalah organismeorganisme yang hidup pada dasar perairan (Ramli, 1989).

Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).

Menurut

Lalli

dan

Pearsons

(1993),

hewan

bentos

dapat

dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :

a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustacea kecil. c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.

Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos

Gaufin makrozoobentos

dalam

Wilhm

(1975)

mengelompokkan terhadap

spesies

berdasarkan

kepekaannya

pencemaran

karena bahan organik, ke dalam kelompok a. Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. b. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran.

c.

Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek.

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008).

Via-Norton, A. Maher and D. Hoffman. (2002) berdasarkan kualitas perairan, khususnya perairan tawar, dapat ditemukan spesies indikator sebagai berikut:

A. Indikator untuk perairan yang berkualitas baik : 1. Kelas serangga Stonefly Nymphs (Order Plecoptera) Common Stonefly Nymph (Family Perlidae) Roach-like Stonefly Nymph (Family Peltoperlidae) Slinder winter Stonefly Nymph (Family Capniidae) 2. Kelas lain Gilled Snail (Order Gastropoda, Family Viviparidae)

B. Indikator untuk perairan berkualitas sedang (moderat) : 1. Kelas Serangga Dragonfly Nymph (Order Odonata, Suborder Anisoptera) Damsefly Nymph (Order Odonata, Suborder Zygoptera) Watersnipe Fly Larvae (Order Diptera, Family Athericidae) Alderfly Larvae (Order Megaloptera, Family Sialidae) 2. Kelas lain Scuds (Order Amphipoda, Family Gammaridae) Sowbugs (Order Isopoda, Family Asellidae) Crayfish (Order Decapoda, Family Cambaridae)

C. Indikator untuk perairan berkualitas buruk 1. Kelas Serangga Midge Larva (Order Diptera, Family Chironomidae) Blackfly Larva (Order Diptera, Family Simulidae) 2. Kelas lain Pouch Snail (Order Gastropoda, Family Physidae) Planorbid Snail (Order Gastropoda, Family Planorbidae) Leech (Class Hirudinea) Aquatic Worm (Class Oligochaeta)

Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktorfaktor abiotik (fisika-kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi.

Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain:

1.

Kecepatan arus Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar

(sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Koesbiono, 1979).

2. Temperatur Air Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya temperatur di atas 300C dapat menekan populasi makroinvertebrata air (Odum, 1994). Welch (1980) menyatakan bahwa hewan

makroinvertebrata air pada masa perkembangan awal sangat rentan terhadap temperatur tinggi dan pada tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat dewasa

3. Penetrasi Cahaya Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan (Brower et al., 1990). Menurut Koesbiono (1979), pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas perairan.

4. Intesitas Cahaya Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baeti rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas

cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus, 2004).

5. DO (Disolved Oxygen) Menurut Sanusi (2004), nilai DO yang berkisar di antara 5,45 7,00 mg/l cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2004), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut.

6. BOD (Biochemichal Oxygen Demand) BOD (Biochemichal Oxgen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 200 C.

7. COD (Chemichal Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik secara kimia. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

8. pH (Derajat Keasaman) Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.

9. Kandungan Organik Subtrat Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organic ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik ada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar,bentos menyukai subtrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada periran yang kaya akan bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos

(Koesbiono, 1979).

Penggunaan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenisjenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan, penge-tahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas per-airan (Abel, 1989; Rosenberg and Resh, 1993).

Metode kualitatif tertua untuk mendeteksi pencemaran secara biologis adalah sistem saprobik (Warent, 1971) yaitu sistem zonasi pengkayaan bahan organik berdasarkan spesies hewan dan tanaman spesifik. Hynes (1978) berpendapat bahwa sistem saprobik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain kurang peka terhadap pengaruh buangan yang bersifat toksik.

Adanya kelemahan sistem saprobik, maka untuk menilai kualitas perairan, secara kuantitatif dilakukan metode pendekatan memakai modelmodel matematik. Model yang umum digunakan adalah dengan me-ngetahui

indeks keragaman jenis, keseragaman populasi dan dominansi jenis (Magurran, 1988).

Keragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri yang unik untuk menggambarkan struktur komunitas di dalam organisasi kehidupan. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman jenis tinggi, jika kelimpahan masing-masing jenis tinggi dan sebaliknya keragaman jenis rendah jika hanya terdapat beberapa jenis yang melimpah. Perbandingan antara keragaman dan keragaman maksimum dinyatakan se-bagai

keseragaman populasi, yang disimbulkan dengan huruf E. Nilai E ini berki-sar antara 0 - 1. Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi, begitu pula sebaliknya. Untuk melihat dominasi suatu spesies digunakan indeks dominansi (C). Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis zoobentos, yang dihitung berdasarkan formulasi Shannon-Wiener, dapat ditentukan beberapa kualitas air.

Beberapa organisme makrozoobentos sering dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik, dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian secara fisika-kimia (Hynes, 1978). Kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah karena jumlahnya relatif banyak, mudah ditemukan, mudah dikoleksi dan diidentifikasikan, bersifat immobile, dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap kandungan bahan organik (Abel, 1989; Hellawel, 1986 dalam Rosenberg dan Resh, 1993). Kelemahannya adalah karena sebarannya mengelompok dan dipengaruhi oleh faktor hidrologi seperti arus, dan kondisi substrat dasar (Hawkes, 1978).

Sumbangsih yang dapat di terapkan untuk Kota Pekanbaru adalah sosialisasi keada masyarakat tentang manfaat makrozoobentos sebagai

bioindikator perairan. Dimana Kota Pekanbaru menjadi salah satu pelabuhan dari beberapa pelayaran kapal dan juga terdapat industri Karet yang mana limbah dari industri tersebut telah mencemari perariran yang ada di Kota Pekanbaru. Untuk itulah diperlukannya sosialisasi kepada masyarakat agar pengetahuan tentang makrozoobentos dapat diterapkan kepada masyarakat sehingga pencemaran yang telah terjadi pada perairan Kota Pekanbaru dapat segera diatasi agar kesejahteraan masyarakat di sekitar perairan dapat dimaksimalkan.

3. Simpulan dan Saran


Berdasarkan pembahasan teori diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bentos merupakan sebuah organisme yang tinggal di dasar laut yang dikenal sebagai zona bentik. 2. Bentos adalah semua organisme yang hidup pada lumur, pasir, batu yang ada di dasar perairan laut maupun sungai yang hidup menempel pada dasr perairan. Bentos adalah organisme yang melekat pada dasar endapan. Bentos adalah organisme-organisme yang hidup pada dasar perairan. 3. Pengelompokkan hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan siklus hidup dan ukuran tubuhnya. 4. Jenis makrozoobentos yang dapat dimanfaatkan sebagai

bioindikator perairan adalah jenis makrozoobentos dari kelas serangga. 5. Kecepatan arus, Temperatur Air, Penetrasi Cahaya, Intesitas Cahaya, DO (Disolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), pH (Derajat Keasaman) dan Kandungan Organik Subtrat merupakan faktor-

faktor

abiotik

(fisika-kimia)

perairan

yang

mempengaruhi

komunitas makrozoobentos. 6. Pemanfaatan makrozoobentos sebagai bioindikator perairan

dinyatakan dalam bentuk Indeks Biologi.

Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat disarankan kepada pembaca sebaiknya pengetahuan akan bentos dapat disosialisasikan kepada masyarakat agar pemanfaatan bentos sebagai bioindikator periran dapat direalisasikan sehingga kualitas perairan dapat dimaksimalkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28700/4/chapter%2011. pdf.Didownload pada tanggal 17 November 2012.Pukul 20.32 WIB. Anonymous.http://pettuah.blogspot.com.Makrozoobentos sebagai Indikator.Didownload pada tanggal 17 November 2012.Pukul 21.45 WIB. Anonymous. http://www.wwa-deg.bayern.de. Fachliche Erluterungen.Didownload pada tanggal 26 Desember 2012.Pukul 01.51 WIB. Anonymous. http://www.furdoto-naturpool.hu. MAKROZOOBENTHOS IM SCHWIMMTEICH.Didownload pada tanggal 26 Desember 2012.Pukul 01.54 WIB. Anonymous.http://jujubandung.com.Pengelolaan TPA Berwawasan Lingkungan.Didownload pada tanggal 26 Desember 2012.Pukul 01.57 WIB. Anonymous.http://www.kis.ktn.gv.at.Makrozoobenthos.Didownload pada tanggal 26 Desember 2012.Pukul 01.59 WIB.

KERANGKA TEORI

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pengertian bentos dari beberapa ahli. Pengelompokkan hewan bentos. Jenis-jenis makrozoobentos yang dimanfaatkan sebagai bioindikator perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos. Pemanfaatan makrozoobentos sebagai bioindikator perairan. Sumbangsih yang dapat diberikan kepada Kota Pekanbaru.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai