Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME karena-Nya makalah ini yang berjudul
“Pencemaran Lingkungan Perairan”, selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan bagian dari tugas mata kuliah Pencemaran Lingkungan.
Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Bintal selaku dosen mata kuliah
Perencanaan dan Administrasi Lingkungan yang telah memberikan tugas makalah
ini sebagai nilai tambah dan juga memberikan wawasan pengetahuan mengenai
pencemaran lingkungan perairan.
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan bahan acuan dalam mengerjakan
tugas atau bahan bacaan dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai
pencemaran lingkungan perairan.

Pekanbaru, 11 Desember 2018

Penyusun/Penulis
2

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

II. PEMBAHASAN ................................................................................... 2


2.1 Pencemaran Merkuri (Hg) di perairan........................................... 2
2.2 Pencemaran Sampah Plastik di Perairan........................................ 5
2.3 Pencemaran Pestisida dalam Perairan............................................ 9
III. KESIMPULAN...................................................................................... 13
DAFTAR REFERENSI .............................................................................. 14
1

I. PENDAHULUAN
Masalah pencemaran yang terjadi di lingkungan pesisir dan laut kini
menjadi topik perbincangan yang serius dan tidak dapat terelakkan. Pencemaran
yang semakin tidak terkendali di daerah pesisir telah menyebabkan
terdegradasinya sumber daya perikanan dan sumber daya pesisir lainnya yang
penting bagi kehidupan manusia. Perairan laut yang merupakan muara dari hasil
pembuangan di daratan menyebabkan sangat rentan tercemar. Tercemarnya
perairan laut menunjukkan banyaknya kegiatan atau aktifitas manusia yang tidak
ramah lingkungan dan mayoritas pencemar berasal dari aliran sungai. Perairan
yang tercemar menyebabkan biota air seperti ikan, plankton, dll, mati atau dapat
terakumulasi dengan zat pencemar dan dapat menyebabkan pemakan biota
tersebut juga terakumulasi atau mati. Hal ini menjadi pertimbangan bagi pelestari
lingkungan dalam melindungi dan menangani permasalahan yang berdampak
buruk terhadap lingkungan.
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud dengan polusi/pencemaran air
adalah masuk/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
kedalam air/udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi dengan peruntukannya. Danau, sungai, lautan dan air tanah
adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu
bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan
polutan. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk
irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan
dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata (Warlina,
2004).
Pencemaran yang terjadi pada perairan dapat disebabkan oleh pencemaran
logam berat, tumpahan minyak, buangan limbah industri, limbah rumah tangga,
penggunaan pestisida, dll. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pencemaran
perairan bersumber dari Merkuri (Hg), sampah plastik, dan penggunaan pestisida,
baik dar segi sumbernya, dampaknya maupun cara penanganannya.
2

II. PENCEMARAN DI PERAIRAN


2.1 Pencemaran Merkuri (Hg) di perairan
2.1.1 Pengertian Merkuri
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya. Merkuri
dengan nomor atom 80 dikenal juga sebagai “air raksa”, mempunyai simbol kimia
Hg, yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani “Hydrargyricum” yang berarti
cairan perak. Merkuri (Hg) merupakan salah satu dari jenis logam berat yang
memiliki efek toksik paling berbahaya bersama dengan timbal (Pb) dan kadmium
(Cd). (McLusky & Elliott, 2004 dalam Manullang, 2017). Merkuri dianggap
sebagai logam berbahaya karena sebagai ion atau dalam bentuk senyawa tertentu
mudah diserap ke dalam tubuh. Di dalam tubuh, merkuri dapat menghambat
fungsi dari berbagai enzim bahkan dapat menimbulkan kerusakan sel.

2.1.2 Sumber Pencemaran Merkuri


Kehadiran logam berat Hg di lingkungan dapat terjadi melalui aktivitas
gunung berapi, pelapukan batuan, dan sebagai akibat dari aktivitas manusia.
Namun, pencemaran merkuri di perairan laut lebih banyak disebabkan oleh faktor
manusia dibanding faktor alami. Hal ini karena kadar merkuri yang disebabkan
secara alami kadarnya sangat kecil dibandingkan oleh faktor manusia. Sehingga
mayoritas merkuri yang ada di lingkungan berasal dari kegiatan antropogenik
(aktifitas manusia), seperti kegiatan pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil,
berbagai industri seperti lampu, alat ukur (termometer, sphygnometer), pabrik
pengolahan kertas, emisi smelter, dsb.
Dalam kegiatan pertambangan emas, merkuri digunakan dalam dua tahap,
yaitu tahap pertama adalah digunakan pada saat proses pemisahan emas dari
material lainnya. Pada saat ini material tanah yang telah terkontaminasi merkuri
apabila dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran merkuri; pada
tahap kedua, merkuri digunakan dalam proses pemurnian emas. Dalam proses
pemurnian emas dengan proses pemanasan, apabila wadah yang digunakan
merupakan wadah terbuka, maka uap merkuri dapat menguap ke atmosfer. Pada
saat hujan turun, kemungkinan air hujan terkontaminasi merkuri akan sulit
dihindari.
3

2.1.3 Dampak Pencemaran Merkuri


Deputi KLH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup,
Drs. Rasio Ridho Sani, M.Comm., MPM, (dalam MenLH.go.id) memaparkan
bahwa tragedi Minamata yang terjadi di Teluk Minamata merupakan pelajaran
yang berharga bagi pengelolaan lingkungan dan kesehatan manusia akibat
ketidakhati-hatian industri dan pemerintah. Pencemaran metil merkuri akibat air
limbah dari pabrik kimia PT Chisso telah merubah kehidupan di Teluk Minamata,
Kumamoto Jepang. Tragedi ini terjadi akibat masyarakat yang mengkonsumsi
hasil laut (ikan dan kerang) yang mengandung metil merkuri yang dapat
menyebabkan Penyakit Minamata akibat akumulasi metil merkuri di dalam tubuh.
Penyakit Minamata menyerang sistem syaraf yang tidak hanya menyebabkan
penderitaan dan kematian korban penyakit Minamata, akan tetapi mewariskan
dampak kepada anak-anak yang dilahirkan menjadi cacat.

Gambar 2.1 Tangan Cacat Akibat Merkuri. Korban


Minamata disease
Sumber : Smith, 2007 dalam Putranto, 2011

Menurut Putranto (2011), merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di
perairan umum diubah oleh aktifitas mikroorganisme menjadi komponen methyl
merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping
kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut
4

mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan


biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri
dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun
kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut.
Dalam Manullang (2017), manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui
proses penghidupan uap merkuri secara langsung maupun melalui proses rantai
makanan jika memakan asupan seperti ikan dan biota perairan yang sudah
tercemar merkuri. Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan
masalah kesehatan yang serius, meskipun hanya dalam konsentrasi yang rendah.
Keracunan oleh merkuri non-organik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi
ginjal dan hati. Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki
plasenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat
bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta
menyebabkan kerusakan otak.

Gambar 2.2 Kerang hijau yang ditempel tritip

Dalam media BBC Indonesia (2017), peneliti di Fakultas Perikanan dan


Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Etty Riani, menyebutkan bahwa
banyaknya tritip (kerang batu) yang menempel di kerang hijau, adalah salah satu
"pertanda tidak langsung" telah tercemarnya Teluk Jakarta oleh merkuri. Hal ini
disebabkan kerang hijau mampu menyerap logam berat dalam jumlah yang sangat
tinggi, membuat kerang hijau "keracunan", sehingga kehilangan kemampuan
membersihkan diri, termasuk dari tritip. Merkuri yang merupakan salah satu
5

logam berat, tidak bisa dilepaskan dari tubuh kerang yang telah tercemar sebab
telah terakumulasi (di tubuh kerang hijau). Karena ikatan logam berat ini, pada
asam amino pada gugus yang ikatannya kovalen, yang sifatnya irreversible (tidak
dapat diubah) sehingga sangat sulit dilepaskan.

2.1.4 Cara Penanganan Pencemaran Merkuri


Putranto (2011) memaparkan bahwa penanganan logam berat dengan
mikroorganisme atau mikrobia (dalam istilah biologi dikenal dengan
bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval), menjadi alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengurangi tingkat keracunan elemen logam berat di lingkungan
perairan tersebut. Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan
dan diterapkan, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi.
Sebab upaya penanganan pencemaran logam berat dengan menggunakan proses
kimiawi relatif mahal dan cenderung menimbulkan permasalahan baru, yaitu
akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan organisme akuatik (perairan).
Putranto (2011) menjelaskan, untuk menekan pencemaran limbah merkuri
sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Paling awal dengan memilih
teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup. Dengan
begitu memperkecil keluarnya merkuri dari dalam tanah. Hal ini sebaliknya terjadi
pada pertambangan terbuka. Tahap berikutnya adalah menggunakan teknologi
pemrosesan batuan tambang yang tidak menggunakan bahan merkuri, di
antaranya dengan bahan sianida dan dengan cara bioteknologi yang disebut proses
pencucian dengan mikroba.

2.2 Pencemaran Sampah Plastik di Perairan


2.2.1 Pengertian Sampah Plastik
Sampah plastik merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan hidup
di Indonesia. Plastik merupakan produk serbaguna, ringan, fleksibel, tahan
kelembapan, kuat, dan relatif murah (Anonim, 2016). Oleh sebab itu, banyak
produk yang dihasilkan berbahan baku plastik. Namun, karena karakter dasar
plastik ditambah cara penggunaan yang tidak ramah lingkungan, justru merusak
lingkungan.
6

Gambar 2.3 Tumpukan sampah di pesisir pantai.


Sumber : KKP dalam Ambari (Mongabay.co.id)

Menurut Dosen Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang, Dr. Defri


Yona kepada VOA bahwa sampah plastik yang masuk ke laut seiring waktu akan
terurai dalam ukuran hingga kurang dari lima milimeter. Bentuk sampah ini
disebut sebagai mikro plastik, dan memiliki tingkat bahaya yang berlipat ganda.
Mikro plastik tidak hanya membunuh biota laut (dalam Sucahyo, 2018).

2.2.2 Sumber Pencemaran Sampah Plastik


Sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan penggunaan tanah
dan pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Di Indonesia, sekitar 60-70%
dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah basah dengan kadar
air antara 65-75%. Sumber sampah terbanyak berasal dari pasar tradisional dan
pemukiman. Sebagian besar sampah plastik merupakan limbah rumah tangga
yang dibuang manusia ke dalam aliran air sungai/got/parit yang kemudian terbawa
oleh aliran air hingga ke laut. Oleh sebab itu, laut merupakan tempat bermuaranya
sampah-sampah plastik yang dibuang/masuk ke sungai.
7

Tabel 2.1 Jumlah sampah plastik dunia per negara

Sumber : Jambeck, 2015 dalam lingkunganhidup.co

2.2.3 Dampak Pencemaran Sampah di Laut


Sampah di laut membahayakan bagi biota laut dan juga manusia bila masuk
ke rantai makanan. Dalam jangka panjang, manusia juga akan terdampak karena
mengkonsumsi ikan dan produk laut lainnya. Ikan yang sudah menelan mikro
plastik, menyerap racunnya, dan kemudian berpindah ke manusia yang
memakannya.
8

Gambar 2.4 Sampah plastik dan mikroplastik di lautan


membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan.

Sampah plastik yang menghampar di lautan menjadi tempat berkumpulnya


hewan-hewan renik yang menjadi makanan biota laut lainnya yang lebih besar
seperti penyu dan paus. Hewan renik yang banyak ditemui dan menjadi makanan
ikan-ikan adalah plankton. Ikan-ikan ini tak bisa membedakan plankton atau
plastik, terutama ketika plankton menempel di sampah. Misalnya pada paus,
kemungkinan ketika hewan renik ini berkumpul pada sampah, ada paus memakan
itu akhirnya secara tidak langsung mengganggu pencernaan.

Gambar 2.5 Paus Sperma mati terdampar di Pulau Kapota, Sulawesi Tenggara,
karena banyak memakan sampah plastik
Sumber : bobotoh.id

2.2.4 Cara Penanganan Pencemaran Sampah


9

Cara sederhana yang dapat dilakukan secara dini dalam mengurangi


pencemaran sampah adalah mengurangi penggunaan plastik, tidak membuang
sampah ke sungai, melakukan daur ulang dan penegakan hukum serta pelibatan
masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup.
Penggunaan insinerator juga merupakan langkah efektif yang biasanya
digunakan di negara maju, alat ini dapat menghilangkan volume besar bahan
plastik namun dikhawatirkan dapat menyebabkan pencemaran udara akibat
pembakaran tersebut. Selain itu, langkah efektif lainnya adalah menjadikan
sampah plastik sebagai sumber energi, mengingat kandungan energi yang tinggi
dari bahan plastik, maka potensi pemanfaatannya sebagai salah satu sumber energi
memiliki prospek yang cukup bagus di masa mendatang sehingga bisa digunakan
untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional (Syamsiro,
2013).

2.3 Pencemaran Pestisida dalam Perairan


2.3.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan
perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Disamping
bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga menghasilkan dampak
buruk baik bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Terdapat empat jalur utama
bagi pestisida untuk mencapai perairan: terbang ke area di luar yang
disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam tanah, dibawa oleh aliran air
permukaan, atau ditumpahkan secara sengaja maupun tidak. Pestisida juga
bergerak di perairan bersama dengan erosi tanah. Faktor yang mempengaruhi
kemampuan pestisida dalam mengkontaminasi perairan mencakup tingkat
kelarutan, jarak pengaplikasian pestisida dari badan air, cuaca, jenis tanah,
keberadaan tanaman di sekitar, dan metode yang digunakan dalam
mengaplikasikannya.

2.3.2 Sumber Pencemaran Pestisida


10

Dalam Herlina (2017), penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan


kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan
sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar
bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan
didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di
atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh
ke tanah (Uehara, 1993). Pestisida bergerak dari lahan pertanian menuju aliran
sungai dan danau yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut
pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan
aliran air tanah. Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan
kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi
pestisida di air.

Gambar 2.6 Sumber Pencemaran Pestisida pada Perairan


Sumber : Wikipedia, 2018
11

Gambar 2.7 Penggunaan Pestisida pada Pertanian


Sumber : Andriyastuti, 2014

2.3.3 Dampak Pencemaran Pestisida


Dalam penerapannya, tidak semua pestisida sampai ke sasaran. Kurang dari
20% pestisida sampai ke tumbuhan. Selebihnya lepas begitu saja. Akumulasi dari
pestisida dapat mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam rantai
makanan, dapat menimbulkan macam-macam penyakit, misalnya kanker, mutasi,
bayi lahir cacat, dan CAIDS (Sofia, 2002). Pestisida yang paling merusak adalah
pestisida sintesis, yaitu golongan organoklorin. Ikan dan biota akuatik lainnya
dapat mengalami efek buruk dari perairan yang terkontaminasi pestisida. Aliran
permukaan yang membawa pestisida hingga sungai membawa dampak yang
mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat membunuh ikan dalam jumlah
besar.
Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman yang
mati membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak oksigen di
dalam air, sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa herbisida
mengandung tembaga sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air lainnya.
Penerapan herbisida pada perairan dapat mematikan tanaman air yang menjadi
makanan dan penunjang habitat ikan, menyebabkan berkurangnya populasi ikan
(Wikipedia, 2018).
12

Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang dan mampu


membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil. Beberapa ikan
memakan serangga; kematian serangga akibat pestisida dapat menyebabkan ikan
kesulitan mendapatkan makanan (Wikipedia, 2018).

2.3.4 Cara Penanganan Pencemaran Pestisida


Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan
dan kesehatan, sehingga perlu adannya pengedalian dan pembatasan dari
penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan
oleh residu pestisida. Kebijakan global pembatasan penggunaan pestisida sintetik
yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (Clean Technology) yatu
pembatasan penggunaan pestisida sintetik untuk penanganan produk-produk
pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport.
Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan
metode produksi yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam,
menanam kacangan dan rumput untuk mengisi persediaan, merawat tanah dengan
pupuk dan kompos, serta mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan
melindungi tanah dan mencegah pencemaran adan pencucian pupuk/bahab kimia
dari tanah ke aliran sungai.
Dalam Herlina (2017), permasalahan bahan residu pestisida dapat juga
diatasi dengan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
menggabungkan beberapa metode pengendalian, termasuk diantaranya
menggunakan bahan hayati sebagai pengendali. Bagi lahan yang telah tercemar
oleh residu pestisida, dewasa ini telah dikembangkan “Bioremediasi”.
“Bioremediasi” dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari
residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa
mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun
karena jumlahnya masih terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta
pengaktifan yang tergantung pada tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak
(Sa’id, 1994).
13

III. KESIMPULAN
Mayoritas pencemaran pada perairan baik laut, maupun sungai, seperti
pencemaran merkuri (Hg), sampah plastik, dan penggunaan pestisida. diakibatkan
oleh kegiatan manusia yang ingin praktis dan tidak ramah lingkungan. Dampak
pencemaran ini yang dihasilkan oleh manusia akan berbalik kepada manusia itu
sendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya penanganan-penanganan dalam mengurangi
pencemaran yang terjadi serta mencegah peningkatan pencemaran. Di masa yang
akan datang diharapkan penggunaan produk yang ramah lingkungan dan lebih
selektif serta didukung oleh adanya penemuan-penemuan baru yang lebih efektif
dalam mengatasi pencemaran yang terjadi.
14

DAFTAR REFERENSI

Andriyastuti, Nindi. 2014. Sumber Pencemaran Air dan Pengujian Pencemaran


Airhttp://kelestarianlingkungan1.blogspot.com/2014/04/sumber-pencemaran
-air-dan-pengujian.html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2018.
Anonim. 2013. Upaya Penanggulangan Dampak Merkuri Sebagai Pencemar
Global. http://www.menlh.go.id/upaya-penanggulangan-dampak-merkuri-
sebagai-pencemar-global/. Diakses pada tanggal 10 Desember 2018.
Anonim. 2016. Masalah Sampah Plastik di Indonesia dan Dunia.
https://lingkunganhidup.co/sampah-plastik-indonesia-dunia/. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2018.
Anonim. 2018. Mati Terdampar, Paus Sperma Perutnya Dipenuhi Sampah
Plastik!. https://bobotoh.id/baca/mati-terdampar-paus-sperma-perutnya-
dipenuhi-sampah-plastik. Diakses pada tanggal 09 Desember 2018.
Ambari M. 2018. Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera
Dihentikan, Bagaimana Caranya?. http://www.mongabay.co.id/2018/07/26/
ancaman-sampah-plastik-untuk-ekosistem-laut-harus-segera-dihentikan-
bagaimana-caranya/. Diakses pada tanggal 09 Desember 2018.
BBC Indonesia, 2017. Tercemar merkuri, kerang hijau dari Teluk Jakarta
‘sebabkan kanker’. https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40679343.
Diakses pada tanggal 09 Desember 2018.
Manullang, Corry Yanti. 2017. Bahaya Pencemaran Merkuri.
https://kumparan.com/ corry-yanti-manullang/bahaya-pencemaran-merkuri.
Diakses pada tanggal 09 Desember 2018. Diakses pada tanggal 10
Desember 2018.
Putranto, Thomas Triadi. 2011. Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) pada Air
Tanah. Jurnal TEKNIK 32 (1) : 62-71
Sofia, Diana (2002). Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. hal.2 – 3.
Sumatera Utara: USU.
Sucahyo, Nurhadi. 2018. Ancaman Sampah Plastik di Laut Indonesia.
https://www.voaindonesia.com/a/ancaman-sampah-plastik-di-laut-
indonesia/ 4430037.html. Diakses pada tanggal 09 Desember 2018.
Syamsiro, M. 2013. Mengenal Sampah Plastik dan Penanganannya.
http://olahsampah.com/index.php/manajemen-sampah/36-mengenal-
sampah-plastik-dan-penanganannya. Diakses pada tanggal 09 Desember
2018.
15

Wikipedia, 2018. Dampak Lingkungan dari Pestisida.


https://id.wikipedia.org/wiki/ Dampak_lingkungan_dari_pestisida. Diakses
pada tanggal 10 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai