Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan elevasi persisten dari tekanan

darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik

(TDD) pada level 90 mmHg atau lebih (Black & Hawks, 2014; Baradero dkk, 2008).

Peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya tergantung umur individu yang

terkena, dan berfluktuasi dalam batas-batas tertentu dilihat dari posisi tubuh , umur

dan tingkat stres yang dialami (Tambayong, 2000).

Menurut Kozier dkk (2011), hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan

darah terus menerus berada di atas nilai normal dan merupakan gangguan

asimptomatik (tanpa gejala yang jelas). Hipertensi ditandai dengan peningkatan

tekanan darah secara persisten (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi

merupakan adanya peningkatan tekanan darah secara konstan yang melebihi batas

normal yaitu diatas 140/90 mmHg dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

2.1.2. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi

primer dan hipertensi sekunder (Sherwood, 2013), yaitu :

1. Hipertensi primer atau hipertensi esensial atau hipertensi idiopatik

merupakan kasus yang hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

yang dapat mempercepat atau memperburuk hipertensi primer ini adalah

kegemukan, stress, merokok, atau kebiasaan makan (Sherwood, 2013).


2. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang terjadi akibat 10 masalah

primer lain atau gangguan sistem lain. Contoh hipertensi sekunder yaitu,

hipertensi ginjal, hipertensi endokrin, dan hipertensi neurogenik (Sherwood,

2013). Penyebab hipertensi sekunder yaitu penggunaan esterogen, penyakit

ginjal, sindrom cushing, dan hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan (Nurarif & Kusuma, 2015).

Berdasarkan klasifikasi diatas maka pada hipertensi primer dapat dicegah

dengan mengubah pola hidup serta perilaku yang tidak sehat. Sedangkan pada

hipertensi sekunder cukup sulit untuk dicegah sehingga diperlukan penanganan yang

sesuai dengan penyakit yang diderita.

2.1.3. Penatalaksanaan

Ada dua penatalaksanan untuk mengurangi dampak dari hipertensi yaitu

dengan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.

Terapi farmakologis yaitu terapi yang dilakukan dengan pemberian

medikasi berupa obat-obatan. Jenis meliputi diuretik, penyekat beta-adregenik atau

beta kalsium dan penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE). Jenis medikasi

diuretik berupa Furosemid (Lasix), Spironolakton (Aldactone), Metolason,

Politiazid, dan Bensitiazid yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan

mengubah reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan air sehingga menurunkan

volume sirkulasi cairan. Selanjutnya, jenis medikasi penyekat beta adregenik

beta-blockerseperti Atenolol (Tenormin), Nadolol(Cogard), Timolol meleat

(Blocadren), dan Propranalol (Inderal) yang berfungsi untuk mengurangi frekuensi

jantung serta curah jantung dengan cara bergabung bersama reseptor

betaadregenik di jantung, arteri dan arteriol untuk menyekat respon terhadap nervus

simpatik. Jenis medikasi selanjutnya adalah vasodilator berupa Hidralazin


hidrokloroid (Asperoline) dan Minoksidil (Loniten) yang bekerja pada otot polos

arteriolar untuk merelaksasikan dan menurunkan tekanan vaskular perifer. Penyekat

saluran kalsium merupakan jenis medikasi antihipertensi berupa Verapamil

hidroklorid (Calan) dan Nifedipin (Procardia) yang dapat mengurangi tahanan

vascular perifer dengan vasodilatasi sistemik. Jenis medikasi yang terakhir

adalah penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) seperti Captopril

(Capoten), Enalapril (Vasotec) dan Lisinopril (Prinivil) yang dapat

menurunkan tekanan darah dengan menyekat konversi angiostensin I menjadi

angiostensin II dan mencegah vasokonstriksi. ACE juga dapat menurunkan

produksi aldosterone dan retensi cairan serta mengurangi volume cairan

bersirkulasi (Potter & Perry, 2005). Namun Jenuhnya masyarakat terhadap

pengobatan medis yang syarat akan efek samping dari penggunaan obat yang dapat

merusak hati dan ginjal jika digunakan dalam jangka panjang, masyarakat kini mulai

melirik pada metode pengobatan non medis sebagai alternatif.

Terapi non farmakologis untuk penderita hipertensi adalah dengan

modifikasi gaya hidup seperti, mempertahankan gaya hidup sehat dengan berolahraga

dan mengkonsumsi makanan yang sehat untuk mengendalikan tekanan darah agar

tidak mengalami peningkatan, berhenti merokok, belajar mengendalikan stress,

mengurangi asupan garam menciptakan keadaan rileks (hipnoterapi) dan melakukan

hidroterapi menggunakan bahan herbal (Nurarif & Kusuma, 2015).

Olahraga secara teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda dapat

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Meningkatkan

konsumsi buah dan sayur, mengurangi asupan garam dan makanan yang

menyebabkan kolesterol serta berhenti merokok juga dianjurkan kepada penderita

hipertensi (Aspiani, 2015). Selain itu, terdapat juga terapi komplementer


nonfarmakologis yang secara statistik bermakna dapat mengontrol dan

mempertahankan tekanan darah pada pasien hipertensi (Hikayati, Flora, &

Purwanto, 2013).

Dari beberapa penanganan non medis yang ada, penelitian ini akan

mengkombinasikan antara terapi rendam kaki air jahe hangat dengan metode yang

sedang berkembang saat ini yaitu hipnoterapi. Metode ini dipilih karena kecilnya efek

samping yang ditimbulkan dan lebih ekonomis.

2.2. Hipnoterapi

2.2.1. Definisi

Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari

manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku (Setiawan,

2010). Menurut Batbual (2010), hipnoterapi adalah salah satu jenis hipnosis sebagai

sarana penyembuhan gangguan psikologis maupun fisik (psikomatis). Selain itu,

hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan

hipnosis (Setiawan, 2010).

Menurut Wong & Andri (2009), hipnosis dapat diartikan sebagai suatu kondisi

relaks, fokus atau konsentrasi. Dengan demikian, hipnoterapi efektif digunakan dalam

penanganan gangguan-gangguan yang bersifat psikologis untuk mengubah mekanisme

pikiran manusia dalam menginterpretasikan pengalaman hidupnya serta menghasilkan

perubahan pada persepsi dan tingkah laku (Wong, 2010).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

hipnoterapi merupakan suatu terapi yang digunakan untuk mengubah pola fikir

seseorang sehingga menghasilkan perilaku yang diharapkan.


2.2.2. Proses Fisiologis Hipnotis

Menurut Budi & Ervin (2010), proses hipnosis dapat berlangsung karena

adanya gap duration dalam berlangsungnya perjalanan impuls, penalaran atas suatu

impuls yang diterima dan perjalanan respons sebagai reaksi terhadap suatu impuls

serta terjadi atau muculnya reaksi, yang diakibatkan oleh adanya kelambatan

berlangsungnya proses tersebut. Kelambatan proses tersebut yang menyebabkan

adanya gap duration dapat tejadi sebagai akibat dari:

1. Perjalanan masing-masing rangsangan yang melalui jejas serabut saraf

mengalami perbedaan kecepatan.

2. Rangsangan yang timbul memiliki perbedaan dalam kejelasan, jenis, lokasi, dan

kekuatannya.

3. Selama melawati jejas serabut saraf, rangsangan dapat mengalami modifikasi

baik pembelokan maupun penguatan bahkan blocing atau inhibiasi

(penghambatan).

4. Kelambatan alur impuls tersebut dapat menyebabkan kelembatan loading otak di

dalam memersepsikan semua impuls yang masuk, yaitu kelambatan dalam

perjalanan impuls untuk dipersepsikan atau diolah.

5. Dapat pula sebagai akibat dalam kelambatan alur respons saraf setelah

dipersepsikan di dalam otak.

Saat seseorang telah terfokus kepada suatu hal maka pada saat itulah terjadi

gap duration yang memungkinkan dilakukan sugesti suatu kalimat-kalimat perintah

yang disebut afirmasi sehingga obyek akan masuk ke alam pikir bawah sadar dan

akan mengikuti apapun yang diperintahkan subyek pemberi hipnosis (Budi & Ervin,

2010).
Hal tersebut merupakan proses fisiologis yang dapat terjadi dan dialami oleh

siapapun karena pada dasarnya setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya akan

mengalami hal fluktuatif dalam tingkatan alam pikir baik dalam gelombang alfa, beta

maupun teta. Hal tersebut terjadi secara otomatis dengan sendirinya atau tanpa

disadari karena 80% memori manusia yang mempengaruhi perilaku manusia

tersimpan dalam alam pikir bawah sadar.

2.2.3. Tahapan Proses Hipnoterapi

Menurut Wong & Andri (2009) dan Setiawan (2010), kondisi hipnoterapi

dapat dicapai dalam beberapa proses, yaitu tahap Pre Induction, Induction,

Deepening, Suggestion dan Termination.

1. Pre induction

Pre induction merupakan suatu proses mempersiapkan suatu situasi dan

kondisi yang bersifat kondusif antara terapis dengan orang yang akan dihipnosis

(klien). Agar proses pre induction berlangsung dengan baik maka sebelumnya

terapis harus dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain hal

yang diminati, hal yang tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap proses

hipnoterapi.

Pre induction dapat berupa percakapan ringan, saling berkenalan, serta

hal-hal lain yang bersifat mendekatkan seorang terapis secara mental terhadap

seorang klien. Pre induction merupakan tahapan yang bersifat kritis, seringkali

kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses pre induction yang tidak tepat.

Salah satu yang harus dilakukan pada pre induction adalah suggestivity

test yang harus dilakukan untuk mengetahui tingkat suggestivitas alamiah dari

klien. Tes ini merupakan standar yang harus dilakukan setiap menghipnoterapi
pada saat melakukan hipnoterapi kepada orang yang belum pernah merasakan

hipnosis langsung.

Jadi, pre induction adalah tahap awal dalam hipnoterapi yang dilakukan

seorang terapis kepada klien dengan melakukan percakapan ringan sehingga

terapis dapat mendekatkan diri secara mental terhadap kliennya.

2. Induction

Induction (induksi) merupakan teknik untuk membawa subjek berada

dalam kondisi hipnosis. Induksi ini dilakukan dengan memberikan suatu kejutan

kepada subjek sehingga critical area terbuka secara tiba-tiba dan terjadi masa

tegang (blank). Pada masa tegang tersebut, kita berikan perintah sederhana

kepada subjek.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa induksi adalah tahap dimana terapis

memberikan suatu kejutan kepada klien sehingga terjadinya ketegangan akibat

terbukanya pintu area hipnosis dan perintah sederhana dapat diberikan pada saat

itu.

3. Deepening

Deepening merupakan suatu teknik yang bertujuan membawa subjek

memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam lagi dengan memberikan suatu

sentuhan imajinasi. Konsep dasar dari deepening ini adalah membimbing subyek

klien untuk berimajinasi melakukan sesuatu kegiatan atau berada di suatu tempat

yang mudah dirasakan oleh subyek. Rasa mengalami secara dalam ini akan

membimbing subyek memasuki trance level lebih dalam.

Setelah klien masuk ke dalam area hipnosis, terapis akan membawa klien

berimajinasi lebih dalam lagi dengan membimbing klien berimajinasi melakukan


sesuatu atau berada di suatu tempat sehingga klien dapat memasuki level

hipnosis yang lebih rileks dan fokus. Inilah yang dinamakan tahap deepening.

4. Sugestion

Sugestion merupakan suatu kalimat-kalimat saran yang disampaikan oleh

hipnosis ke bawah sadar subyek. Dalam hal ini, sugesti tersebutlah yang menjadi

tujuan kegiatan hipnosis dilakukan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pada tahap sugesti ini dilakukan

pemberian saran-saran terapis ke klien di alam bawah sadarnya yang menjadi

tujuan terapi dilakukan.

5. Temination

Temination merupakan tahap pengakhiran untuk mengembalikan subyek

pada keadaan semula. Sebuah terminasi dilakukan dengan memberikan kalimat

lanjutan setelah kalimat-kalimat sugesti.

Jadi, setelah klien diberikan sugesti atau saran-saran, maka klien akan

dibimbing ke tahap terminasi dimana klien dikembalikan ke keadaan semula.

2.2.4. Mekanisme hipnoterapi dalam mempengaruhi tubuh

Mengubah pola pikir negatif menjadi positif tidaklah mudah, perlu adanya

usaha yang sungguh-sungguh. Pikiran-pikiran negatif yang sering terlintas itu

mengendap didalam pikiran bawah sadar membentuk pola pikir negatif. Untuk

membentuk pola pikir positif, terlebih dahulu pola pikir negatif itu harus dihapuskan

dari pikiran bawah sadar, kemudian diganti dengan pola pikir yang baru yang positif

(Sugiarso, 2013).

Menanam pikiran baru kedalam pikiran bawah sadar tidak bisa dilakukan

begitu saja. Kita tidak bisa memaksa suatu pemikiran kedalam pikiran bawah sadar,

ia akan menolak jika kita paksakan. Semakin kuat kita memaksakan semakin kuat
pula dia menolak. Cara paling efektif memasukan pengaruh ke dalam pikiran bawah

sadar adalah dengan memasuki gelombang alpha dimana gelombang akan muncul

saat kondisi rileks dan santai. Otak memancarkan gelombang sesuai kondisi pikiran

dan jiwanya (Sugiarso, 2013).

Kemampuan pikiran bawah sadar jauh melebihi pikiran sadar dalam soal

persepsi, konsep, emosi, dan respon. Pikiran bawah sadar berisi segala hal yang tidak

diperhatikan, diabaikan, atau ditolak oleh pikiran sadar, ditambah semua hal yang

ada di pikiran sadar. Pikiran bawah sadar dapat mengakses dan menggunakan segala

sesuatu yang ada di pikiran sadar, sedangkan pikiran sadar umumnya tidak dapat

menjangkau isi dan potensi pikiran bawah sadar (Sugiarso, 2013).

Menurut Gunawan (2006), pikiran bawah sadar mempunyai fungsi atau

menyimpan hal-hal tentang kebiasaan, emosi, memori jangka panjang, kepribadian,

intuisi, kreativitas, persepsi, believe dan value/nilai. Penilaian individu terhadap

kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri menggambarkan sejauh mana

individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,

keberartian, berharga, dan kompeten. Sehingga akan mengimplementasikan sikap

yang adaptif.

2.2.5. Mekanisme hipnoterapi dalam menurunkan tekanan darah

Pada saat orang dihipnoterapi, terjadi rangsangan terhadap sistem pengaktifan

retikularis di otak, menyebabkan respon saraf otonom, yaitu penurunan nadi, tekanan

darah dan frekuensi nafas. Perubahan lain yang mungkin terjadi adalah adanya

modulasi atau penguatan impuls, yaitu peningkatan intensitas impuls dari impuls

yang lemah/rangsangan yang lemah kemudian diperkuat agar dapat segera sampai ke

dalam otak dan segera dipersepsikan untuk segera pula terjadi respons atas suatu

rangsangan (Budi & Ervin 2010). Pada kondisi yang rileks terjadi stimulasi
gelombang alfa di otak, paru dan sistem pernafasan dapat memaksimalkan

pengambilan organ dari luar, disertai dengan peningkatan efektivitas pemanfaatan

dan pertukaran gas didalam jaringa tubuh. Peningkatan oksigen dalam lumen

pembuluh darah juga akan menyebabkan turunnya kekakuan dinding pembuluh

darah, sehingga melancarkan aliran sirkulasi.

Otak yang telah dipengaruhi sugesti akan memerintahkan sistem saraf pusat

secara langsung menstimulus Reticular Activating System untuk menurunkan

kinerjanya sehingga berdampak pada pelepasan serotonin dari sel-sel spesifik di pons

dan batang otak yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR) (Tarwoto & Wartonah,

2011). Saat kondisi klien yang rileks, membuat aktivasi RAS selanjutnya menurun

dan BSR akan mengambil alih sehingga menyebabkan klien tertidur (Potter & Perry,

2005).

Dusek & Benson (2009) menambahkan bahwa respon relaksasi erat kaitannya

dengan axis Hipothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA). Seseorang dalam keadaan

relaksasi, axis HPA akan menurunkan kadar kortisol, epineprin dan norepineprin

yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan nadi. Kadar kortisol dalam

darah berefek dalam vasokontriksi pembuluh darah. Penurunan kadar epineprin dan

norepineprin dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Kadar epineprin dan

norepineprin bekerja langsung di reseptor androgenik alfa otot polos vaskular,

sehingga menyebabkan vasokonstriksi (Guyton & Hall, 2008). Vasodilatasi

pembuluh darah yang disebabkan oleh penurunan kadar epineprin dan norepineprin

ini dapat menurunkan tekanan perifer total yang akan menurunkan tekanan darah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Winarto dkk (2011) yang mengatakan dalam 6

(enam) bulan, rerata penurunan tekanan darah pada kelompok hipertensi dengan

hipnosis 13,3 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 8,5 mmHg untuk tekanan
darah diastolik. Dalam keadaan relaksasi, penekanan aktivitas saraf simpatis akan

menghambat sekresi epineprin dan norepineprin yang dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah dimana individu dengan hipertensi sangat sensitif

terhadap norepineprin (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.6. Persyaratan Pelaksanaan Hipnoterapi

Menurut Batbual (2010), hipnosisability dapat diartikan secara bebas sebagai

kemampuan untuk dapat memasuki kondisi hipnosis atau kemampuan seseorang

memasuki hypnosis state. Hypnosis state merupakan suatu kondisi dimana seseorang

cenderung lebih sugestif sehingga dapat menerima saransaran yang dapat berubah

menjadi nilai-nilai baru. Dalam pengertian praktis, seseorang hanya dapat dihipnosis

jika memenuhi 3 (tiga) persyaratan utama, yaitu:

1. Bersedia atau tidak menolak

Hipnosis terkait dengan pembukaan filter pikiran bawah sadar. Oleh

karena itu, jika seorang subyek tidak nyaman atau menolak, secara otomatis filter

pikiran bawah sadarnya akan tertutup.

2. Memahami komunikasi

Hipnosis membentuk suatu pengertian melalui komunikasi verbal dan non

verbal. Jika seseorang memiliki gangguan panca indra misalnya gangguan

pendengaran maka sulit untuk menerima proses hipnosis. Demikian juga jika

kata-kata atau kalimat dari terapis tidak dipahami oleh subyek maka subyek akan

sulit untuk memasuki kondisi hipnosis.

3. Memiliki kemampuan untuk fokus

Salah satu faktor penting yang dapat mempermudah pembukaan filter

pikiran bawah sadar adalah fokus. Oleh karena itu bagi subyek yang memiliki

kesulitan dalam fokus, sulit untuk dipandu memasuki kondisi hipnosis.


2.3. Jahe (Zingiber officinale)

2.3.1. Definisi

Jahe atau Zingiber officinale termasuk dalam famili Zingiberaceae atau

temu-temuan. Tanaman jahe memiliki batang semu, berwarna hijau, pangkal batang

berwarna putih hingga kemerah-merahan yang berbentuk silindris dan berdiri tegak

dengan tinngi sekitar 30-75 cm. Tanaman jahe -23 cm, lebar 1-2,5 cm dan tumbuh

berselang-seling teratur. Bunga jahe tumbuh dari rimpang, muncul ke

permukaan tanah, berbentuk tongkat, mahkota bunga bebentuk tabung dan berwana

kuning kehijau-hijauan. Tanaman jahe juga memiliki daun pelindung yang

berbentuk bulat telur, tidak berbulu, dan berwarna hijau (Murniati, 2006).

Rimpang atau akar tinggal merupakan batang yang tumbuh di bawah permukaan

tanah secara mendatar yang memiliki buku-buku, ruas serta daun sisik pada

permukaannya (Budhwaar, 2006).

2.3.2. Jenis Jahe

Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna

rimpangnya, yaitu jahe merah, jahe emprit dan jahe gajah. Fokus pada

penelitian ini yaitu jahe merah. Jahe merah dikenal juga dengan sebutan jahe sunti,

ukuran rimpangnya paling kecil di antara jahe lainnya. Warnanya merah, berserat

kasar, dan rasanya sangat pedas. Kandungan minyak atsirinya 2,58-2,72%. Jahe

merah memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan jahe lainnya, terutama jika

ditinjau dari segi kandungannyasenyawa kimia dalam rimpangnya, sehingga jahe

merah lebih banyak digunakan sebagai bahan baku obat. Jahe merah memiliki aroma

yang tajam dan rasanya sangat pedas. Kandungan minyak atsiri pada jahe merah

lebih tinggi dibanding dengan jahe lainnya (Setyaningrum & Saparinto, 2013).
Manfaat jahe merah memberikan rasa pedas dan hangat jahe berasal dari

senyawa gingerol (oleoresin). Rasa hangat jahe dapat merangsang pelepasan hormon

adrenalin dan memperlebar pembuluh darah sehingga mempercepat dan

memperlancar aliran darah serta meringankan kerja jantung, membantu pencernaan,

mencegah gumpalan darah karena kandungan gingerol yang dapat menurunkan kadar

kolestrol dengan cara mencegah sumbatan pembuluh darah yang menjadi penyebab

utama stroke, mengatasi mual muntah, mencegah kerusakan sel (Kurniawati, 2010).

Menurut Herlina dkk dalam Fathona (2011), jahe merah merupakan jenis

jahe yang banyak digunakan sebagai obat karena memiliki kandungan minyak

atsiri dan oleoresin yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe lainnya .

Jahe yang biasa digunakan dalam pembuatan jamu adalah jahe merah (Kurniawan,

2016).

2.3.3. Kandungan

Jahe mengandung protein 8,6%, lemak 6,4%, serat 6,9%, karbohidrat 66,5%,

abu 5,7%, kalsium 0,1%, fosfor 0.15%, natrium 0,03%, kalium (potassium) 1,4%,

vitamin A 175 IU/100gr, vitamin B 0,05mg/100gr, vitamin B2 0,13mg/100gr,

vitamin C 12 mg/100gr, niasin 1,9mg/100gr, kalori 380 kal/100gr (Budhwaar, 2006).

Komponen utama dari jahe segar adalah gingerol. Saat adanya panas atau pada

suhu tinggi, gingerol akan berubah menjadi shogaol yang memiliki rasa yang lebih

pedas. Pada jahe kering, konsentrasi gingerol lebih rendah dan shogaol lebih

tinggi. Sebaliknya, pada jahe segar konsentrasi gingerol lebih tinggi dan shogaol

lebih rendah (Hernani & Winarti, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fathona (2011), kandungan

(6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol pada jahe gajah sebesar 9,56 mg/gr, 1,49

mg/gr, 2,96 mg/gr dan 0,92 mg/gr; pada jahe emprit sebesar 18,03 mg/gr, 4,73
mg/gr, 6,68 mg/gr, 2,24 mg/gr; serta pada jahe merah 22,57 mg/gr, 4,09 mg/gr, 4,61

mg/gr, 1,36 mg/gr. JenisJenis jahe yang mengandung gingerol dan shogaol yang

terbesar adalah jahe empriit, jahe merah, dan jahe gajah. Selain (6)-gingerol, flavonoid

& fenol asid merupakan molekul bioaktif dalam jahe dan flavonoid merupakan

molekul yang sangat penting berperan dalam anti oksidan adan inhibitor enzim

(Ghasemzadeh, Jaafar, & Rahmat, 2010).

Dalam penelitian ini menggunakan jahe merah, karena jahe merah ini memiliki

kandungan gingerol dan shogaol paling tinggi.

2.3.4. Manfaat

Jahe memiliki manfaat dalam sistem kardiovaskular yaitu

meningkatkan aliran cairantubuh dengan merangsang sirkulasi darah ke seluruh

tubuh. Peningkatan sirkulasi darah dapat merangsang peningkatkan

metabolisme sel sehingga dapat mengurangi keram. Jahe memilki efek antioksidan.

Selain itu, jahe juga mengurangi pembentukan prostaglandin-E2 (PGE2) &

tromboksan sehingga mampu mengurangi risiko pembekuan darah (Zadeh & Kor,

2014).

Jadi, jahe tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat terapi pengencer

darah seperti heparin, wafarin, dan aspirin karena dapat memperlama waktu

perdarahan (Moghaddasi & Kashani, 2012). Jahe memiliki manfaat dalam

menurunkan tekanan darah melalui blokade saluran kalsium voltage dependen (Ghayur

& Gilani, 2005).

Jahe juga dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat aktivasi

ACE (Al-Azzawie, Aziz, & Ruaa, 2014). Jahe memiliki potensi sebagai obat

pencegah faktor risiko hipertensi dan hiperlipidaemia (Sanghal, et al., 2012).


Jahe juga dapat menghalangi kalsium yang menyebabkan kontraksi jaringan

otot polos pada organ & dinding arteri. Hal tersebut mengurangi kontraksi sehingga

menghasilkan relaksasi otot maupun dindingarteri maka aliran darah menjadi

lancar dan terjadilah penurunan tekanan darah (Satyanand, Krishnan, Ramalingam,

Rao, & Priyadarshini, 2013). Selain mengurangi resiko penyakit jantung (Al-

Azzawie, Aziz, & Ruaa, 2014).

2.3.5. Kandungan Jahe dan Mekanisme Penurunan Tekanan Darah

Jahe mengandung senyawa Flavonoid, Saponin, dan Fenol non

Flavonoid. Flavonoid memiliki efek inhibisi terhadap aktivitas

angiostensin-converting enzyme (ACE) (Guerrero, et al., 2012) yang

menyebabkan pembentukan angiotensin II dari angotensin I berkurang

sehingga terjadi vasodilatasi, kemudian penurunan curah jantung dan akhirnya

tekanan darah menurun (Gyuton & Hall, 2008).

Jahe mengandung mineral salah satunya kalium (potasium) 1,4%.

Dalam 100 gr jahe segar, mengandung potasium sebanyak 415 mg. Potasium

merupakan nustrisi yang diperlukan untuk memelihara volume total tubuh,

asid dan keseimbangan elektrolit serta fungsi sel. Meningkatkan

konsumsi potasium dapat menurunkan tekanan darah pada orang dewasa (Aburto,

et al., 2013).

Makanan yang mengandung potasium penting untuk menangani tekanan

darah karena mengurangi efek dari sodium. Potasium juga mengurangi tekanan

pada dinding pembuluh yang selanjutnya menurunkan tekanan darah.

Konsumsi potasium yang disarankan untuk orang dewasa adalah 4.700 mg per

hari (American Heart Association, 2014).


2.4. Terapi Rendam Air Hangat

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh sehingga

rendam kakı air hangat dapat digunakan sebagai salah satu terapi yang dapat

memulihkan otot sendi yang kaku serta menyembuhkan stroke apabila dilakukan

melalui kesadaran dan kedisiplinan. Hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi

lancar. Oleh karena itu, penderita hipertensi dalam pengobatannya tidak hanya

menggunakan obat-obatan tetapi bisa menggunakan alternatif non-farmakologis

dengan menggunakan metode yang lebih mudah dan murah yaitu dengan

menggunakan terapi rendam kaki air hangat yang bisa dilakukan di rumah

(Kusumaastuti, 2008).

Manfaat terapi rendam kaki air hangat ini adalah efek fisik panas/hangat yang

dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami pemuaian ke segala arah dan

dapat meningkatkaan reaksi kimia. Pada jaringan akanterjadi metabolisme seiring

dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. Efek

biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon tubuh terhadap

panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah.

menurunkan ketegangan otot, biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis

respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan

metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari hangat

inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi ada berbagai kondisi dan keadaan

dalam tubuh (Destia dkk, 2014 dalam Santoso dkk, 2015).


Menurut Destia dkk, (2014) dalam Santoso dkk, (2015), prinsip kerja terapi

rendam kaki air hangat dengan mempergunakan air hangat yaitu secara konduksi

dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air hangat ke dalam tubuli akan

menyebabakan pelebaran pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot sehingga

dapat melancarkan peredaran darah yang akan mempengaruhi tekanan arteri oleh

baroreseptor pada sinus kortikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls

yang dibawa serabut saraf yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk

menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan

khusus semua organ ke pusat saraf simpatis ke medulla sehingga akan merangsang

tekanan sistolik yaitu regangan otot ventrikel untuk segera berkontraksi.

Pada awal kontraksi, katup aorta, dan katup semilunar blum terbuka. Untuk

membuka katup aorta, tekanan di dalm ventrikel harus melebihi tekanan katup aorta.

Keadaan dimana kontraksi ventrikel mulai terjadi sehingga dengan adanya pelebaran

pembuluh darah, aliran darah akan lancar sehingga akan mudah mendorong darah

masuk ke jantung sehingga menurunkan tekanan sistoliknya. Pada tekanan diastolik

keadaan relaksasi ventrikel isovolemik saat ventrikel berelaksasi, tekanan di dalam

ventrikel turun drastis, aliran darah lancar dengan adanya pelebaran pembuluh daralh

sehingga akan menurunkan tekanan diastolik, Maka dinyatakan ada hubungan yang

signifikan antara terapi rendam kaki air hangat dengan penurunan tekanan darah

sistolik dan diastolik (Perry & Potter, 2010 dalam Santoso dkk 2015).

2.5. Prosedur Terapi Rendam Kaki Dengan Air Jahe Hangat

Yolandari (2018) menjelaskan prosedur rendam kaki sebagai berikut :


1. Gunakan mangkuk besar, baskom atau ember bersih lebar. Pastikan dasar

mangkuk bisa cukup menampung dua telapak kaki. Gunakan wadah dari kayu jika

memungkinkan dan bukan dari logam. Masukkan air sebanyak 2 liter dengan jahe

merah 100 gram yang digeprek sampai bisa merendam setidaknya semata kaki.

2. Air hangat yang digunakan untuk merendam kaki bersuhu sekitar 40˚C selama 15-

20 menit dengan keadaan duduk santai dan nyaman.

3. Prosedur rendam kaki air hangat dengan jahe merah yaitu :

Persiapan alat dan bahan

1. Baskom bersih / tempat penampungan air hangat

2. 1 buah handuk besar

3. Termometer

4. Jahe merah 100 gram di geprek

5. Air hangat 2 liter

Prosedur tindakan

1. Alat- alat didekatkan

2. Jelaskan pada responden tujuan tindakan yang akan dilakukan

3. Beri posisi yang sesuai untuk pengukuran tekanan darah (duduk)

4. Siapakan air hangat dalam baskom hingga menutupi mata kaki dengan suhu 40˚C

5. Siapkan jahe merah yang dicampur air hangat dengan takaran 100 gram yang

sudah di geprek terlebih dahulu

6. Lakukan rendam kaki air hangat dengan jahe merah selama 15-20 menit

7. Setelah selesai keringkan kaki dengan handuk

8. Bereskan peralatan dan cuci tangan

9. Catat hasil
2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat


 Merendam kaki dengan Penurunan tekanan darah
air jahe hangat

 Hipnoterapi

Keterangan :

: Variabel

: Pengaruh

Gambar : Kerangka Konseptual Pengaruh Terapi Rendam Kaki dengan Air Jahe

Hangat dan Hipnoterapi Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi.

Gambar di atas menunjukkan bahwa penelitian ini terdiri dari dua variabel

yang meliputi variabel bebas dan terikat. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu

rendam kaki dengan air jahe hangat dan hipnoterapi dan variabel terikatnya yaitu

penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Gambar di atas juga menunjukkan

bahwa pengaruh antar variabel tersebut yang dijelaskan secara rinci pada hipotesis

penelitian.

2.7. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini peneliti menuliskan dalam bentuk hipotesis statistik

yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis altenatif (Ha), sebagai berikut :

Ho : Tidak ada pengaruh terapi rendam kaki air jahe hangat terhadap penurunan

tekanan darah pada pasien hipertensi.


Tidak ada pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi.

Ha : Ada pengaruh terapi rendam kaki air jahe hangat terhadap penurunan tekanan

darah pada pasien hipertensi.

Ada pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Aburto, N. J., Hanson, S., Gutierrez, H., Hooper, L., Elliott, P., & Cappuccio, F. P. (2013).
Effect of Increased Pottasium Intake on Cardiovascular Risk Factors and Disease:
Systematic Review and Meta-analyses. BMJ.

Al-Azzawie, H. F., Aziz, G. M., & Ruaa,A. (2014). Ginger Attunuates Blood
Pressure, Oxidant-Antioxidant Status and Lipid Profile in The Hypertensive
Patients. International Journal of Advance Research.

American Heart Association. (2014). How potassium can help control high blood pressure.
Dipetik Oktober 25, 2018, dari American Heart Association:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/MakeChangesT
hatMatter/How-Potassium-Can-Help-Control-High-Blood

Aspiani, R. Y. (2015). Buku ajar Askep Klien Gangguan Kardoivaskuler: Aplikasi NIC &
NOC. Jakarta: EGC.

Batbual, B. (2010). Hypnosis, hypnobirthing: nyeri persalinan dan berbagai metode


penanganannya. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8 Buku 2.Indonesia: PT Salemba
Medika.
Budhwaar, V. (2006). Khasiat Rahsia Jahe dan Kunyit.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Budi, P & Ervin, R. (2010). Cara cepat menguasai hypno healing. Yogyakarta: Leutika.

Destia, D.,Umi, A., Priyanto. (2014). Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah
Dilakukan Hidoterapi Rendam Hangat Pada Penderita Hipertensi di Desa
Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.

Dusek, J. & Beson, H. (2009). ‘A Model of the Comparative Clinical Impact of the Acute
Stress and Relaxation Responses. Mind Body Madicine.

Ghasemzadeh, A., Jaafar, H. Z., & Rahmat, A. (2010). Synthesis of Phenolics and
Flavonoids in Ginger (Zingiber officinale Roscoe) and Their Effects on
Photosynthesis Rate. International Journal of Molecular Sciences.

Ghayur, M. N., Gilani, A. H., Afridi, B. M., & Houghton, J. P. (2005).


Cardiovascular Effects of Ginger Aqueous Extract ad Its Phenolic
Contituens are Mediated Through Multiple Pathways . Vascular
Pharmacology.

Gunawan, Adi W. (2006). Hypnotherapy thr art of subconscious retructuring. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.
Guerrero, L., Castillo, J., Quinones, M., Garcia-Vallve, S., Arola, L., & Pujadgas, G.
(2012). Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme Activity by Flavonoids:
Structure-Activity Relationship Studies. Plos One Journal.

Gyuton, A. C., & Hall, J. E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.

Hernani, & Winarti, C. (2011). Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya dalam
Bidang Kesehatan. Balai Besar Benelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.

Hikayati, Flora, R., & Purwanto, S. (2013). Penatalaksanaan Non Farmakologis


Terapi Komplementer Sebagai Upaya untuk Mengatasi dan Mencegah
Komplikasi pada Penderita Hipertensi Primer di Kelurahan Indralaya Mulya
Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Pengabdian Sriwijaya, 124-131.
Kurniawati, N. (2010). Sehat dan Cantik Alami Berka Khasiat Bumbu Dapur.Bandung:
Qanita

Kurniawan, D. (2016). Laporan Ujian Tengah Semester Etnobotani dan


Etnofarmakologi: Kajian Etnobotani dan Etnofarmakologi Bahan-Bahan Utama
Jamu Gendong Sebagai Obat Herbal Tradisional dari etnik Jawa.Tangerang:
Univeritas Surya.

Kusumaastuti, P. (2008). Hidroterapi, Pulihkan Otot dan Sendi yang Kaku.


http://www.gayahidupsehat.com. Diperoleh tanggal 20 November 2018.

Mogaddashi, M. S., & Kashani, H. H. (2012). Ginger (Zingiber officinale): A


Review. Journal of Medicinal Plants Research Vol 6, 4255-4258.
Pressure_UCM_303243_Article.jsp#mainContent

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan Volume 1 Edisi 4.


Jakarta:EGC.

Potter & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan Ed 7 Buku 2. Jakarta : Salemba


Medika.

Sanghal, A., Pant, K. K., Natu, S. M., Nischal, A., Khattri, S., & Nath, R. (2012). An
Experimental Study to Evaluate The Preventive Effect of Zingiber officinale
(GInger) on Hypertension and Hyperlipidaemia and Its Comparison with
Allium sativum (Garlic) in Rats. Journal of Medicine Plant Research Vol 6,
4231-4238.

Satyanand, V., Krishnan, T. V., Ramalingam, K., Rao, P. S., & Priyadarshini, S.
(2013). Blockade of Voltage Dependent Calcium Channels Lower The High Blood
Pressure Through Ginger. InternationalJournal of Analytical, Pharmaceutical
and Biomedical Sciences, 64-66.

Setiawan, T. (2010). Hipnotis & hipnoterapi. Yogyakarta: Garasi.


Setyaningrum, H.D., & Saparinto, C. (2013). Jahe. Jakarta: Penebar swadaya

Sherwood, L. (2013). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jilid
Pertama. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiarso, B. (2013). Pengaruh Hipnoterapi terhadap Peningkatan Harga Diri pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Program Studi Sarjana Keperawatan, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba medika.

Wong, W & Andri Hakim. (2009). Dahsyatnya hipnosis. Jakarta: Visimedia.

Yolandari, R. (2018). Pengaruh Rendam Kaki Air Hangat Dengan Jahe Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Posyandu Lansia
Sehat Sejahtera. Surakarta: Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah.

Zadeh, J. B., & Kor, N. M. (2014). Physicological and Pharmaceutical Effects of Ginger
(Zingiber officinale Roscoe) as A Valueable Medicinal Plant. European
Journal of Experimental Biology, 87-90.

Anda mungkin juga menyukai