Anda di halaman 1dari 10

KARYA TULIS ILMIAH

STUDI KASUS : PENERAPAN TERAPI PIJAT REFLEKSI KAKI


TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOSARI SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Mata Ajar Komprehensif

Dosen Pembimbing :
Nur Setiawati Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Disusun oleh:
Ita Rosita
22020117210042

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXX


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam arteri
ketika jantung sedang berkontraksi (sistolik) sama dengan atau lebih dari 140
mmHg dan peningkatan tekanan darah saat jantung sedang berelaksasi
(diastolik) sama dengan atau lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013). Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dengan tekanan darah
sistolik di atas 140 mmHg, dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Brunner &
Suddarth, 2005). Hipertensi sering disebut sebagai silent killer, hal ini terjadi
karena penyakit tersebut tidak memiliki gejala yang khas yang disadari oleh
penderitanya (Ramadhan, 2010).
Menurut data WHO pada tahun 2013 terdapat 972 juta kasus atau 26,4%
penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka tersebut diperkirakan
akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Di Indonesia hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberculosis.
Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % dari populasi usia 18 tahun
keatas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi
stroke. Sedang sisanya mengalami penyakit ginjal, gagal ginjal, dan kebutaan
(Triyanto,2014).
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular terdapat dua
kelompok faktor risiko hipertensi yang tidak ditangani dengan baik yaitu faktor
resiko yang dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor
resiko yang dapat diubah yaitu obesitas, merokok, kurang aktivitas fisik,
konsumsi garam berlebih, dyslipidemia, konsumsi alcohol, dan stress.
Sementara faktor resiko yang tidak dapat diubah diantaranya yaitu umur, jenis
kelamin, dan keturunan (Depkes RI, 2013).
Seseorang yang telah didiagnosa hipertensi maka akan selamanya dalam
kondisi hipertensi, jika faktor pencetusnya tidak dikendalikan (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010). Hipertensi yang tidak segera ditangani juga dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak yang dapat menjadi penyebab
stroke, dapat juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan, dan gangguan kognitif
(WHO, 2013). Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa hipertensi dan

1
komplikasinya dapat diminimalkan dengan penatalaksanaan menggunakan
farmakologi yaitu dengan minum obat antihipertensi dan diiringi dengan
modifikasi hidup sehat (Finansari, 2014). Namun penggunaan obat-obatan
antihipertensi harus memperhatikan efek samping, terlebih apabila obat
antihipertensi dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama justru dapat
menimbulkan efek samping yang lebih berat seperti sakit kepala, vertigo,
angioderma, impoten, dan gangguan fungsi ginjal (Kee dan Evelyn, 2012).
Alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pengobatan non-farmakologi
untuk mengendalikan tekanan darah dan meminimalkan efek samping
pengobatan.
Penanganan dengan terapi non farmakologi yang dapat menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi bisa di lakukan dengan berbagai cara
yaitu: dengan teknik mengurangi stress, penurunan berat badan, mengurangi
konsumsi alkohol dan rokok, olahraga atau aktivitas fisik, akupresur serta
relaksasi. Salah satu teknik relaksasi yang dapat dijadikan terapi alternatif
untuk hipertensi adalah pijat refleksi kaki. Terapi pijat refleksi secara luas
diakui mampu menurunkan aktivitas system saraf pusat sehingga memberikan
efek relaksasi bagi tubuh dan memberikan dampak penurunan tekanan darah
(Safitri, 2009). Terapi pijat refleksi kaki dapat memberikan rangsangan
relaksasi yang mampu memperlancar aliran darah dan cairan tubuh pada
bagian-bagian dalam tubuh yang berhubungan dengan titik saraf kaki yang
dipijat. Sirkulasi darah yang lancar akan memberikan efek relaksasi sehingga
tubuh mengalami kondisi yang seimbang (Wijayakusuma, 2006).
Penelitian tentang pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap perubahan
tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kampung
Dalam Kecamatan Pontianak Timur membuktikan bahwa penerapan terapi pijat
refleksi kaki efektif menurunkan tekanan darah dengan nilai hasil uji T
berpasangan yaitu p = 0,000 (Desi, 2017). Senada dengan penelitian yang
dilakukan di Panti Wredha Pajang Surakarta yang menunjukkan ada pengaruh
signifikan pemberian terapi pijat refleksi kakiterhadap tekanan darah pada
penderita hipertensi primer (Sri dan Kanthi, 2017). Berdasarkan uraian
latarbelakang ini peneliti ingin melakukan studi kasus dalam penerapan terapi

2
pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Rowosari Semarang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh
terapi pijat refleksi telapak kaki terhadap tekanan darah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum
dilakukan terapi pijat refleksi telapak kaki.
b. Mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik setelah dilakukan
terapi pijat refleksi telapak kaki.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Hipertensi
1. Definisi dan klasifikasi
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah
tinggi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam arteri ketika
jantung sedang berkontraksi (sistolik) sama dengan atau lebih dari 140
mmHg dan peningkatan tekanan darah saat jantung sedang berelaksasi
(diastolik) sama dengan atau lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013). Hipertensi
merupakan gangguan asimptomatik yang sering dijumpai dengan tanda
peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter & Perry, 2005).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dengan

3
tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg, dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg (Brunner & Suddarth, 2005).
2. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
essensial (primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial adalah
hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas dan dapat disebabkan
karena faktor genetik.. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan tergadap
natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, dan resistensi insulin (Nafrialdi, 2009). Sementara pada
hipertensi sekunder atau hipertensi yang terjadi karena penyakit kormobid
atau obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah. pada kebanyakan
kasus, hipertensi sekunder dapat disebabkan karena beberapa penyakit
seperti penyakit ginjal kronis, penyakit jantung coroner, diabetes mellitus,
dan kelainan system saraf pusat (Sunardi, 2000). Selain itu, pola hidup yang
kurang sehat dan obesitas tampaknya dapat menjadi faktor utama penyebab
terjadinya hipertensi pada sebagian besar pasien. Penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa obesitas memberikan resiko 65 – 70% untuk
terkena hipertensi (Guyton, 2008).

3. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi
yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur,
sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar
dan sering kencing di malam hari (Cahyono, 2008).
Gejala yang mudah diidentifikasi pada penderita hipertensi diantaranya
yaitu gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, gelisah, tengkuk terasa
pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, mudah
lelah, dan mata kunang-kunang (Sutanto, 2009). Bila tekanan darah
meningkat tidak terkontrol maka dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
sakit kepala, pandangan kabur, kebingungan, mengantuk, dan sesak napas
(Palmer & Williams, 2007).
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan secara medis maupun non
medis. Penatalaksanaan medis yang dilakukan dengan pemberian obat-

4
obatan seperti diuretic, betabloker, vasodilator, antagonis kalium,
penghambat simpatetik, penghambat reseptor angiotensin, antagonis
kalsium, ACE inhibitor. Selain itu, penatalaksanaan lain yang dapat bersifat
non farmakologis. Tindakan non farmakologis yang dapat dilakukan antara
lain mengontrol pola makan, meningkatkan asupan potassium dan
magnesium, mengurangi asupan natrium, menghindari merokok dan
alkohol, meningkatkan aktivitas (olahraga), dan relaksasi (Wijaya & Putri,
2013; Annisa, 2017).
B. Pijat Refleksi
1. Definisi pijat refleksi
Terapi pijat refleksi adalah cara pengobatan yang memberikan sentuhan
pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai pada zona terapi
(Pamungkas, 2009). Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik
tertentu pada tangan dan kaki. Pijat refleksi ini ada teknik-teknik dasar yang
sering dipakai yaitu: teknik merambatkan ibu jari, memutar tangan dan kaki pada
satu titik, serta melakukan teknik menekan dan menahan. Rangsangan-rangsangan
yang diberikan berupa tekanan pada tangan dan kaki ini dapat memancarkan
gelombang-gelombang relaksasi ke seluruh tubuh (Sri, 2014).
2. Manfaat
Teori Endorphin Pommeranz menyatakan bahwa tubuh akan bereaksi
dengan mengeluarkan endorphin karena pemijatan. Endorphin adalah zat
yang diproduksi secara alamiah oleh tubuh, bekerja, serta memiliki efek
seper morphin. Endorphin bersifat menenangkan, memberikan efek
nyaman, dan sangat berperan dalam regenerasi sel-sel guna memperbaiki
bagian tubuh yang sudah using atau rusak (Ditjen PAUD-DIKMAS, 2015).
Berikut ini manfaat terapi pijat refleksi :
a. Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Menurunkan stress
c. Meringankan gejala migrain
d. Meringankan nyeri
e. Menurunkan tekanan darah
3. Fisiologi pemijatan refleksi
Terapi pijat refleksi merupakan pijatan pada lokasi dan tempat yang
sudah dipetakan sesuai pada zona terapi. Zona terapi ini adalah suatu batas
atau letak reflek-reflek yang berhubungan dengan organ tubuh manusia,

5
dimana setiap organ terletak dalam jalur yang sama berdasarkan fungsi
system saraf (Pamungkas, 2009).
Terapi pijat refleksi secara luas diakui mampu menurunkan aktivitas
system saraf pusat sehingga memberikan efek relaksasi bagi tubuh dan
memberikan dampak penurunan tekanan darah (Safitri, 2009). Terapi pijat
refleksi kaki dapat memberikan rangsangan relaksasi yang mampu
memperlancar aliran darah dan cairan tubuh pada bagian-bagian dalam
tubuh yang berhubungan dengan titik saraf kaki yang dipijat. Sirkulasi darah
yang lancar akan memberikan efek relaksasi sehingga tubuh mengalami
kondisi yang seimbang (Wijayakusuma, 2006).
4. Titik-titik refleksi pada kaki
Pada telapak kaki terdapat titik tekan sebagai gambaran tubuh dengan
segala isinya, titik tekan ini yang akan dimanfaatkan dalam penyembuhan.

Berikut ini fungsi titik refleksi pada kaki:


a. Titik nomor 1 : Kepala atau otak
b. Titik nomor 2 : Dahi atau sinus
c. Titik nomor 3 : Otak kecil / cerebellum
d. Titik nomor 4 : Kelenjar hipofisis
e. Titik nomor 5 : Saraf trigeminus
f. Titik nomor 12 : Kelenjar tiroid
g. Titik nomor 13 : Kelenjar paratiroid
h. Titik nomor 20 : Pleksus solar
i. Titik nomor 21 : Kelenjar adrenal
j. Titik nomor 39, 40, 41 : Kelenjar getah bening
k. Titik nomor 53 – 58 : Tulang belakang

6
5. Langkah-langkah terapi pijat refleksi kaki
a. Persiapan
Tahap awal terapi pijat refleksi kaki yaitu persiapan yang bisa dilakukan
dengan merendam kaki menggunakan air hangat selama 10 menit.
Setelah direndam selanjutnya kaki diseka dengan handuk bersih.
b. Peregangan dan relaksasi otot
Pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah memutar-mutar
pergelangan kaki, mengurut, dan meremas secara lembut sepanjang betis
dan lateral tulang kering, hal ini dilakukan untuk memberikan efek rileks.
c. Pijat dengan titik pembukaan
Semua sistem dan organ tubuh dikendalikan otak dan sistem saraf, oleh
karena itu titik yang dipilih adalah titik nomor 1 (kepala atau otak), 3
(cerebellum), 4 (kelenjar hipofisis), 5 (saraf trigeminus), dan 53 sampai
dengan 58 (tulang belakang).
d. Pijatan pada titik terapi
Pada tahap ini titik yang dilakukan pemijatan bertujuan untuk
memberikan efek relaksasi dan penenangan sehingga titik yang dilakukan
pemijatan pana titik nomor 2, 20 (pleksus solar) dan 21 (kelenjar
adrenal). Serta pemijatan pada titik pemeliharaan saraf dan metabolism
tubuh yaitu titik nomor 12 (kelenjar tiroid) dan 13 (kelenjar paratiroid).
e. Pijatan pada titik penutupan
Titik penutupan ini berhubungan dengan kelenjar getah bening yang
merupakan titik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada titik
nomor 39, 40, dan 41.
f. Pijat pendinginan
Pijat pendinginan berguna agar otot dak memar. Teknik yang digunakan
untuk memijat dan mengurut adalah dengan menggosok atau mengelus
kaki, bagian bes dan lateral tulang kering klien agar otot menjadi lebih
elastis dan tidak memar.

7
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain
Desain yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah studi kasus.
Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan
secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan
tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri
yang baik (Susilo Rahardjo & Gudnanto, 2011). Karakteristik responden pada
studi kasus ini adalah pasien puskesmas Rowosari yang mengalami hipertensi
dan tidak memiliki penyakit penyerta dengan tekanan darah systole <190
mmHg dan diastole <110mmHg.
B. Prosedur
Melakukan BHSP dan pengkajian kepada Melakukan kontrak waktu untuk
klien penderita hipertensi, serta melakukan pelaksanaan terapi pijat refleksi
pengukuran tekanan darah. kaki

Intervensi pertama
Menjelaskan kepada responden tentang teknik terapi pijat refleksi kaki dan tujuannya.
Mengukur tekanan darah sebelum tindakan intervensi (3 menit)
Memposisikan klien senyaman mungkin dengan posisi duduk atau berbaring (1 menit)
Melakukan dan mengajarkan keluarga klien teknik terapi pijat refleksi kaki (10-15 menit)
Evaluasi perasaan klien

Intervensi kedua Intervensi ketiga


Menjelaskan kepada responden Menjelaskan kepada responden tentang
tentang teknik terapi pijat refleksi teknik terapi pijat refleksi kaki dan
kaki dan tujuannya. tujuannya.
Memposisikan klien senyaman Memposisikan klien senyaman mungkin
mungkin dengan posisi duduk atau dengan posisi duduk atau berbaring (1
berbaring (1 menit) menit)
Melakukan terapi pijat refleksi kaki Melakukan terapi pijat refleksi kaki (10-15
(10-15 menit) menit)
Evaluasi perasaan klien Evaluasi perasaan klien

Melakukan pengukuran tekanan darah setelah dilakukan pijat refleksi kaki selama 1 minggu.

Gambar 1. Bagan Prosedure Penelitian

8
Pengaruh intervensi terapi pijat refleksi kaki dapat diketahui dengan
melakukan pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan intervensi dan setelah
dilakukan intervensi selama 1 minggu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
saat pemberian intervensi terapi pijat refleksi antara lain adalah :
1. Pemilihan tempat yang nyaman dan tenang dengan sirkulasi udara yang
baik, hal ini bertujuan untuk meminimalkan rangsangan yang dapat
mengganggu konsentrasi
2. Posisi klien saat dilakukan pemijatan harus disesuaikan, dengan posisi
duduk atau berbaring yang nyaman.
3. Terapi pijat refleksi kaki ini dilakukan 3 kali dalam seminggu.
C. Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini adalah spigmomanometer untuk mengukur
tekanan darah sebelum dan sesudah implemenentasi.
D. Etika case study
Mahasiswa menjelaskan pada responden tentang tujuan dan prosedur
meditasi yang akan dilakukan, meminta persetujuan responden untuk dilakukan
intervensi meditasi (autonomy). Sebelum pelaksanaan intervensi meditasi,
penulis telah melakukan pengkajian guna memperoleh data-data terkait dengan
karakteristik responden, serta keluhan yang dirasakan responden. Penulis tidak
mencantumkan nama responden ke dalam hasil karya tulis ilmiah (anonymity).
Data-data yang telah didapatkan penulis baik dari responden langsung ataupun
dari rekam medik klien, dijamin kerahasiannya (confidentiality).
Transcendental meditation yang dilakukan merupakan intervensi yang
memberikan manfaat kepada responden berdasarkan evidence base practice
dan tidak menimbulan kerugian kepada responden sehingga tekanan darah
responden dapat berkurang (beneficence). Penulis meyakini bahwa intervensi
transcendental meditasion telah terbukti aman untuk dilakukan, dan sesuai
dengan prosedur yang diterapkan pada penelitian sebelumnya (nonmalefisien).

Anda mungkin juga menyukai