Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit jantug dan pembuluh darah, termakdus hipertensi telah menjadi

penyakit yang mematikan banyak penduduk di Negara maju dan Negara

berkembang lebih dari 8 dekade terakhir. Hipertensi merupakan gangguan

system peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas

nilai normal yaitu, 120/90 mmHg (Triyanto, 2014)

Menurut data World Health Organitatio (WHO), setiap tahunnya penyakit

hipertensi telah membunuh 9,4 juta jiwa penduduk di seluruh dunia. World

Healt Organtitation (WHO) juga telah memperkirakan bahwa jumlah

pengidap hipertensi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah

pendudu. WHO juga memprediksi bahwa pada tahun 2025 yang akan dating

ada sekitar 29% jiwa didunia yang terserang hipertensi. Di Indonesia

hipertensi telah membunuh sebanyak 1,5 juta jiwa setiap tahunnya

(Palandeng, 2015)

Sedangkan menurut America Heart Association atau AHA dalam

Kemenkes (2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat

bermacam-macam pada setiap individu dan hamper sama dengan penyakit

lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk.

Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga

berdenging dan mimisan. Data WHO tahun 2015 menunjukkan sekitar 1.13

miliar orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah ini akan terus meningkat
setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang

terkena hipertensi, dan menurut perkiraan ada 10,44 juta orang akan

meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya di setiap tahun. Hipertensi di

kenal dengan the heterogeneous group of disease and the killer diasease.

Berdasarkan survey riset Kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) pada

tahun 2015 hipertensi mmiliki pravelensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%

dengan pravelensi tertinggi terdapat di Bangka Belitung (30.9%), diikuti

Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%)

dan Papua Barat (21,5%) (Suwandi, 2015)

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak

menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah di dapatkan angka

prevansi 6% dari pria dan 11%pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat

menunjukkan 18,6% pada pria dan 17% wanita. Di daerah perkotaan

Semarang di dapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan dia

daerah perkotaan Jakarta di didaptkan 14,6% pada pria dan pada wanita 13,7%

(Puspita 2013 )

Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Rumah Sakit Grandmed Lubuk

Pakam dari data jumlah penderita hipertensi di Rumah Sakit Grandmed Lubuk

Pakam pada tahun 2018 jumlah pasien hipertensi terdapat 178 kasus

hipertensi, jumlah laki-laki 82 orang dan perempuan 96 orang. Pada tahun

2019 pasien hipertensi, jumlah laki-laki 117 orang dan perempuan 142 orang.

Hipertensi dapat menjadi ancaman serius apabila tidak mendapatkan

penatalksanaan yang tepat. Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer


(esensial) dan hipertensi skunder. Sekitar 90-95 kasus tergolong hipertensi

primer, yang berarti tekanan darah tiunggi tanpa penyebab medis yang jelas.

Kondisi lain yang mempengharui ginjal, arteri jantung, atau system endokrin

menyebabkan 5-10% kasus lainnya (hipertensi skunder) (Palandeng, 2015)

Berdasarkan penjelasan di atas kasus hipertensi harus segera diatasi.

Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologoi dan

nonfarmakologi. Penangan secara farmakologi dapat dilakukan dengan

mengkosumsi obat hipertensi. Sedangkan secara nonfarmakologis dapat

dilakukan dengan memberi terapi yang memberikan manfaat relaksasi kepada

tubuh. Manajemen nonfarmakologi yang diberikan yaitu terapi alternative.

Terapi alternative merupakan sebuah kelompok dari bermacam-macam

pengobatan dan perawatan kesehatan atau praktek dan produk yang secara

umum tidak menjadi bagisan dari pengobatan konvesional. Salah satu terapi

alternative yaitu slow stroke back massage (pijat lembut pada punggung).

Dalam penelitian ini peneliti akan melihat pengaruh slow stroke back massage

(pijat lembut pada punggung) dengan penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi.

Karena hipertensi, pengobatan uleni memperkuat energi tubuh dan tubuh

body efektif lemah. Perawatan gosok punggung bekerja tergantung pada

hipotensis meridian, khususnya qi (energi imperatif) terbagi lagi, darah yang

berputar di dalam tubuh melalui susunan saluran yang disebut meridian yang

menghubungkan organ dalam dan luar. Dengan menggosok, fokus khusus

pada bagian luar tubuh yang terletak di sepanjang meridian disegarkan


sehingga perkembangan qi dan darah dapat dikendalikan sehingga bahaya

hipertensi. Selain itu, kesulitannya dapat dibatasi (Dalimartha, 2013)

Fenomena tersebut menjadi dasar penelitian untuk mengetahui tingkat

hipertensi pada pasien di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam serta apakah

ada pengaruh slow stroke back massage terdapat penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi. Peneliti ingin mengetahui pengaruh slow stoke

back massage (pijat lembut pada punggung) terdapat penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam pada tahun

2023.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumuasan penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh tindakan

stimulus kutaneus slow stroke back massage terhadap penurunan tekanan

darah pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam tahun

2023.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui Tindakan stimulus kutaneus slow stroke back

massage terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di

Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam tahun 2023’

1.3.2. Tujuan Khsusus

a. Mengindentifikasi karateristik respounden (umur, jenis kelamin,

dan faktor keturunan).


b. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum

dilakukan tindakan stimulus kutaneus slow stroke back massage.

c. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi sesudah

ilakukan tindakan stimulus kutaneus slow stroke back massage.

d. Untuk mengetahui pengaruh stimulus kutaneus slow stroke back

massage terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien

Hipertensi di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam tahun 2023.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi hal-hal berikut ini :.

1.4.1.Bagi Tenang Perawat

Memberi informasi atau masukan kepada perawat tenaga Kesehatan

dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

1.4.2.Bagi Institut Pendidikan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan

acuan sebagai kajian yang lebih mendalam tentang perbandingan

tekanan darah pada pasien dengan hipertensi sebelum dan setelah

diberikan terapi stimulus kutaneus slow stroke back massage (pijat

lembut pada punggung) di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam.

1.4.3. Bagi Peneliti


Laporan studi kasus ini berguna sebagai bekal ilmu bagi penulis dan untuk

menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam memberikan asuhan

keperawatan khususnya pada penangan pasien hipertensi.

1.4.4.Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya

dan sebagai bahan dasar untuk mengembangkan penelitian yang lebih lanjut

tentang pengaruh stimulus kutaneus slow stroke back massage terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi


BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Hipertensi

2.1.1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga

dengan hipertensi arteri dimana kondisi medis kronis dengan tekanan

darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus

bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui

pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan

diastolic tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau

berelaksasi di antara denyut (diastole ). Tekanan darah normal pada

istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100-140 mmHg dan

diastolic 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus

berada pada 140/90 mmHg (Ramdhani, 2014).

Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan

darah waktu jantung menguncup dan tekanan darah diastolik, yakni

tekanan darah saat jantung istirahat atau relaksasi. Penentuan batasan


hipertensi ini sangat penting karena akan menjadi cut off point untuk

memperoleh prevalensi hipertensi dipopulasi. Perubahan-perubahan pada

batasan hipertensi akan mengakibatkan terjadinya perubahan prevalensi

hipertensi pada populasi (Femmy, 2011). Hipertensi menyebabkan

timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat tekanan darah yang tinggi

dapat menimbulkan resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,

serangan jantung dan gagal ginjal. Kondisi ini merupakan akumulasi dari

tingginya darah yang tak terkontrol, sehingga merambat menjadi kronis

dan 7 menimbulkan berbagai kontraksi dalam tubuh. Komplikasi

hipertensi dengan penyakit jantung koroner ini sebagai akibat dari

terjadinya pengapuran yang terjadi pada dinding pembuluh darah

jantung. Penyempitan yang terjadi pada lubang pembuluh darah jantung

ini biasanya menyebabkan masalah berkurangnya suatu aliran darah pada

beberapa bagian dari otot jantung. Hal ini bisa menyebabkan rasa nyeri

yang sakit didada dan bisa berakibat gangguan pada masalah otot jantung

dan menimbulkan serangan jantung. Komplikasi lainnya adalah masalah

gagal jantung, tekanan darah tinggi yang kemudian memaksa otot

jantung untuk tetap bekerja lebih berat dalam memompa darah. Kondisi

ini bisa menyebabkan masalah otot jantung yang kemudian menebal dan

meregang sehingga daya pompa otot mengalami penurunan, dan bisa

menyebabkan kegagalan pada kerja jantung secara umum (Ramdhani,

2014).

2.1.2. Jenis- jenis hipertensi


Hipertensi terbagi menjadi 2 jenis yakni hipertensi primer

(esensial ) dan hipertensi sekunder. Adapun perbedaannya adalah

(Ramdhani, 2014):

a. Hipertensi primer Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi

idiopatik karena hipertensi ini memiliki penyebab yang belum

diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui

tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang

sehat. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang paling banyak

terjadi ,yaitu sekitar 90 % dari kejadian hipertensi (Bumi, 2017).

b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang

disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit ginjal, kelainan

hormonal, atau penggunaan obat tertentu (Bumi, 8 2017). Kondisi

lain yang mempengaruhi ginjal, arteri , jantung, atau system

endokrin menyebabkan 5-10 % kasus lainnya (hipertensi

sekunder).Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan

hipertensi sekunder, yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas

seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya obesitas

pada dada dan perut , intoleransi glukosa , wajah bulat seperti

bulan, punuk kerbau. Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat

menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang

khas. Besar perut mungkin mengidikasikan stenosis arteri renalis

( Penyempitan arteri yang mengedarkan darah ke ginjal)

(Ramdhani, 2014).
2.1.3. Etiologi Hipertensi

Hipertensi disebabkan oleh faktor yang kompleks, yang belum di

ketahui kepastian etiologinya. Perkembangan penyakit ini berhubungan

dengan abnormalitas struktur fungsi faskuler yang menyebabkan

kerusakan jantung, ginjal, otak dan pembuluh darah dengan akibat

morbiditas dan kematian dini (Garnadi, 2013).

Menurut Garnadi (2013), Faktor yng menyebabkan hipertensi

terbagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dikontrol, pada faktor yang

dapat di kontrol antara lain obesitas, stress, aktifitas fisik, merokok,

konsumsi garam yang berlebihan, kebiasaan konsumsi alkohol.

Hipertensi dapat dipicu oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang

memiliki potensi menimbulkan masalah atau kerugian kesehatan biasa

disebut faktor risiko. Pada kejadian hipertensi, faktor risiko dibagi menjadi

dua kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko

yang dapat diubah. (Bumi, 2017) Faktor risiko kejadian hipertensi yang

tidak dapat diubah terdiri dari usia, jenis kelamin, dan keturunan (genetik)

(Bumi, 2017).

a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang

tidak dapat diubah. Pada umumnya, semakin bertambahnya usia maka

semakin besar pula risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut disebabkan

oleh perubahan struktur pembuluh darah seperti penyempitan lumen, serta


dinding pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang

sehingga meningkatkan tekanan darah. Menurut beberapa penelitian,

terdapat kecenderungan bahwa pria dengan usia dari 45 tahun lebih rentan

mengalami peningkatan tekanan darah, sedangkan wanita cenderung

mengalami peningkatan tekanan darah pada usia di atas 55 tahun.

b. Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak berlebih dalam

tubuh. Obesitas dapat diketahui dengan menghitung Indeks Masa Tubuh

(IMT). IMT adalah perbandingan antara berat badan dalam kilogram

dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Biasanya pengukuran IMT

dilakukan pada orang dewasa usia 18 tahun ke atas. Seseorang dikatakan

mengalami obesitas jika perhitungan IMT berasa di atas 25 kg/m2.

Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya aliran

darah. Dalam hal ini, orang dengan obesitas biasanya mengalami

peningkatan kadar lemak dalam darah (hiperlipidemia) sehingga

berpotensi menimbulkan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis).

Penyempitan terjadi akibat penumpukan plak ateromosa yang

berasal dari lemak. Penyempitan tersebut memicu jantung untuk bekerja

memompa darah lebih kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan

tekanan darah meningkat.

c. Merokok
Merokok juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya

hipertensi. Merokok dapat menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan

oksigen untuk disuplai ke otot jantung mengalami peningkatan. Bagi

penderita yang memiliki aterosklerosis atau penumpukan lemak pada

pembuluh darah, merokok dapat memperparah kejadian hipertensi dan

berpotensi pada penyakit generative lain seperti stroke dan penyakit

jantung. Rokok mengandung berbagai zat berbahaya seperti Nikotin

misalnya ,zat ini dapat diserap oleh pembuluh darah kemudian diedarkan

melalui aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak . Akibatnya otak akan

berekasi dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk

melepaskan epinefrin. Hormon inilah yang akan mengalami penyempitan.

Penyempitan pembuluh darah otak akan memaksa jantung untuk bekerja

lebih berat sehingga bisa terjadi stroke.

Selain itu, karbonmonoksida yang terdapat dalam rokok diketahui

dapat mengikat hemoglobin dalam darah dan mengentalkan darah.

Hemoglobin sendiri merupakan protein yang mengandung zat besi dalam

sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen. Dalam hal ini

karbonmonoksida menggantikan ikatan oksigen dalam darah sehingga

memaksa jantung memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup

dalam organ dan jaringan tubuh. Hal inilah yang dapat meningkatkan

tekanan darah.

d. Kolesterol darah
Faktor pemicu hipertensi salah satunya asupan makanan yang

mengandung lemak berlebih yang disebut dengan Hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia merupakan penyakit gangguan metabolisme

kolesterol yang disebabkan oleh kadar kolesterol dalam darah melebihi

batas normal. Kandungan kolesterol didalam serum yang tinggi disebut

dengan hiperkolesterolemia yang telah diketahui meningkatakan risiko

aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Bumi, 2017). Data dari

penelitian epidemiologi menunjukkan makin tinggi kadar kolesterol akan

diikuti dengan peningkatan mobiditas dan sebaliknya makin rendah kadar

kolesterol akan diikuti juga dengan penurunan morbiditas dan mortalitas

PJK (Sitti, Rosdiana, & Peter, 2014).

Inilah mengapa kolesterol menjadi salah satu faktor risiko

gangguan kesehatan seperti hipertensi, gangguan jantung, hingga stroke

(Anies, 2015).

e. Keturunan

Keturunan atau genetic juga merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah. Risiko terkena hipertensi

akan lebih tinggi pada orang dengan keluarga dekat yang memiliki riwayat

hipertensi. Selain itu, faktor keturunan juga dapat berkaitan dengan

metabolism pengaturan garam (NaCl) dan rennin membrane sel.

f. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

hipertensi yang tidak dapat diubah. Dalam hal ini, pria cenderung lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut

terjadi karena adanya dugaan bahwa pria memiliki gaya hidup yang

kurang sehat jika dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi, prevalensi

hipertensi pada wanita mengalami peningkatan setelah memasuki usia

menopause. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan hormonal

yang dialami wanita yang telah menopause.

2.1.4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Mayo Clinic, 2018 Hipertensi memiliki dua jenis :

a. Hipertensi primer (esensial) Pada usia dewasa, hipertensi terjadi tanpa

gejala yang tampak. Peningkatan tekanan darah secara terus menerus

dan telah terjadi lama baru dikatakan seseorang menderita hipertensi

meskipun penyebab pastinya belum jelas. Pada kasus peningkatan

tekanan darah ini disebut dengan hipertensi primer (esensial).

b. Hipertensi sekunder Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi

yang disebabkan oleh beberapa factor tidak terkontrol. Pada kejadian

ini disebut dengan hipertensi sekunder dimana peningkatan darah

yang terjadi dapat melebihi tekanan darah pada hipetensi primer.

Selain itu, hipertensi juga dibagi berdasarkan bentuknya, yaitu :

a. Hipertensi diastolic, dimana tekanan diastolic meningkat lebih dari

nilai normal. Hipertensi diastolic terjadi pada anak-anak dan dewasa

muda. Hipertensi jenis ini terjadi apabila pembuluh darah kecil

menyempit secara tidak normal yang berakibat memperbesar tekanan


terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan

darah diastoliknya. Tekanan diastolic berkaitan dengan tekanan arteri

ketika jantung berada pada kondisi relaksasi.

b. Hipertensi sistolik, dimana tekanan sistolik meningkat lebih dari nilai

normal. Peningkatan tekanan sistolik tanpa diiringi peningkatan

tekanan distolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan

sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan darah pada arteri apabila

jantung berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan maksimal

dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah

sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

c. Hipertensi campuran, dimana tekanan sistolik maupun tekanan

diastolic meningkat melebihi nilai normal. (Kemenkes RI, 2018)

Table 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut (Perhimpunan Dokter

Hipertensi Indonesia, 2019)

kategori Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal 120-129 80-84

Normal-Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109

Hipertensi Derajat 3 >180 >110

Hipertensi Sistolik >140 <90


Terisolasi

Sumber : 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines

2.1.5. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala Hipertensi Menurut (Salma, 2020), yaitu :

a. Sakit kepala (biasanya pada pagi hari sewaktu bangun tidur)

b. Bising (bunyi “nging”) di telinga

c. Jantung berdebar-debar

d. Pengelihatan kabur

e. Mimisan

f. Tidak ada perbedaan tekanan darah walaupun berubah posisi.

2.1.6. Dampak

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang

berbahaya menurut (Septi Fandinata, 2020):

a. Payah jantung

Kondisi jantung yang tidak lagi mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan

pada otot jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke

Tekanan darah yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan pembuluh

darah yang sudah lemah pecah. Jika hal ini terjadi pada pembuluh
darah otak makan akan terjadi pendarahan pada otak dan

mengakibatkan kematian. Stroke bisa juga terjadi karena sumbatan

dari gumpalan darah di pembuluh darah yang menyempit.

c. Kerusakan ginjal

Menyempit dan menebalnya aliran darah menuju ginjal akibat

hipertensi dapat mengganggu fungsi ginjal untuk menyaring cairan

menjadi lebih sedikit sehingga membuang kotoran kembali ke darah.

d. Kerusakan pengelihatan

Pecahnya pembuluh darah pada pembuluh darah di mata karena

hipertensi dapat mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur, selain

itu kerusakan yang terjadi pada organ lain dapat menyebabkan

kerusakan pada pandangan yang menjadi kabur.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat

melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau

karena efek tidak langsung. Dampak terjadinya komplikasi

hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan

kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian penderita

akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.

2.1.7. Pencegahan Hipertensi

Pencegahan hipertensi yang dapat dilakukan menurut (Ernawati, 2020) yaitu :


a. Mengurangi asupan garam (kurang dari 5 gram setiap hari)

b. Makan lebih banyak buah dan sayuran

c. Aktifitas fisik secara teratur

d. Menghindari penggunaan rokok

e. Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh

f. Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam makanan

Menurut (Unger et al., 2020) pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat

membantu memastikan diagnosis hipertensi dan harus mencakup :

a. Sirkulasi dan jantung: Denyut nadi / ritme / karakter, denyut / tekanan

vena jugularis, denyut apeks, bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema

perifer, bising (karotis, abdominal, femoralis), keterlambatan radio-

femoralis.

b. Organ / sistem lain: Ginjal membesar, lingkar leher> 40 cm (obstructive

sleep apnea), pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI) /

lingkar pinggang, timbunan lemak dan striae berwarna (penyakit / sindrom

Cushing).

2.1.8. Penatalaksanaan

Menurut (Righo, 2014) penatalaksanaan hipertensi ada 2 yaitu farmakologi dan non

farmakologi.

a. Farmakologi (Obat-obatan)

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi

yaitu :
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2. Mempunyai toksitas dan efek samping ringan atau minimal.

3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4. Tidak menimbulkan intoleransi.

Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan seperti :

a. Golongan diuretic

Diuretic thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk

mengobati hipertensi. Diuretic membantu ginjal membuang garam dan air,

yang akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehinggga

menurunkan tekanan darah.

b. Penghambatan Adrenergik

Penghambatan adrenegrgik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari

alfa-bloker, beta-bloker, dan alfa-beta-bloker-labetalol, yang menghambat

sistem saraf y simpatis.

c. Ace-Inhibitor

Angiotensin congverting enzyme inhibator (ACE-inhibitor) menyebabkan

penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.

5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6. Memungkin penggunaan jangka panjang. Golongan obat-obatan yang

diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan


betabloker, golongan antagonis kalsium, serta golongan penghambat

konversi rennin angiotensin.

b. Non Farmakologi

1. Diet

Pembatasan atau kurangi konsumsi garam. Penurunan berat badan dapat

membantu menurunkan tekanan darah bersama dengan penurunan

aktivitas rennin dalam plasma dan penurunan kadar adosteron dalam

plasma.

2. Aktivitas

Ikut berpartisipasi pada setiap kegiatan yang sudah disesuaikan dengan

batasan medis dan sesuai dengan kemampuan, seperti berjalan, jogging,

bersepeda, atau berenang.

3. Istirahat yang cukup

Istirahat dengan cukup memberikan kebugaran bagi tubuh dan

mengurangi beban kerja tubuh.

4. Kurangi stress

Mengurangi stress dapat menurunkan tegang otot saraf sehingga dapat

mengurangi peningkatan tekanan darah.

5. Berhenti merokok

Merokok tidak berhungan langsung dengan hipertensi tetapi merupakan

faktor utama penyaki kardivaskuler. Penderita hipertensi sebaiknya

dianjurkan untuk berhenti merokok.

6. Menghindari Alkohol
Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi

terhadap obat anti hipertensi. Penderita yang minum alkohol sebaiknya

membatasi asupan etanol sekitar satu ons sehari.

7. Membatasi Asupan Garam

Kurangi asupan garam sampai kurang dari 100 mmol perhari atau kurang

2,3 gram Nacl. Penderita hipertensi dianjurkan juga untuk menjaga

asupan kalsium dan magnesium.

2.1. Tekanan Darah

2.1.1. Pengertian

Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah

yang didorong dengan tekanan darah dari jantung. Puncak dari tekanan

maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik dan pada saat ventrikel

berelaksasi, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau

minimum (Potter and Perry, 2013). Rata-rata tekanan darah normal biasanya

120/80 mmHg (Brunner and Suddarth, 2013).

Tekanan darah tiap orang sangat bervariasi. Bayi dan anak-anak secara

normal memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan usia dewasa. Tekanan

darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana tekanan darah akan lebih
tinggi ketika seseorang melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika sedang

beristirahat (Sutanto, 2013)

2.1.2. Jenis Tekanan Darah

Jenis tekanan darah dapat dibedakan sebagai berikut yaitu :

1. Tekanan Systole

Tekanan darah tertinggi selama satu siklus jantung, merupakan tekanan

yang dialami pembuluh darah saat jantung berdenyut/memompakan darah

kejantung. Pada orang dewasa normal tekanan systole berkisaran 120

mmHg.

2. Tekanan Diastole

Tekanan darah terendah selama satu siklus jantung, suatu tekanan didalam

pembuluh darah saat jantung beristirahat. Pada orang dewasa tekanan

diastole berkisar 80mmHg.

3. Tekanan Nadi

Yaitu selisih antara tekanan sistol dan diastol. Cara mengukur tekanan

darah dapat diatur dengan 2 cara yaitu :

1. Pengukuran secara langsung (direct)

Caranya dengan memasukkan sebuah canula kedalam arteri dan

menghubungkannya dengan manometer air raksa.

2. Pengukuran secara tidak langsung (indirect)

Mengukur tekanan darah secara auskultasi memakai stetoskop, manset

tekanan, pompa karet, dan manometer air raksa.


2.3. Slow Stroke Back Massage

2.3.1. Definisi

Massage merupakan teknik manipulasi jaringan lunak

melalui tekanan dan gerakan. Teknik ini dapat dilakukan pada

seluruh tubuh maupun pada bagian tertentu (contoh punggung,

kaki dan tangan).

Slow Stroke Back Massage adalah massage yang dapat diberikan

untuk mengatasi gangguan kualitas tidur pada pasien post operasi.

Slow stroke back massage tidak hanya memberikan relaksasi

secara menyeluruh, namun juga bermanfaat bagi kesehatan seperti

melancarkan sirkulasi darah, menurunkan tekanan darah,

menurunkan respon nyeri, dan meningkatkan kualitas tidur (Afrila,

2015). Terapi dilakukan 12-15 kali pijatan dalam satu menit dalam

waktu 3-10 menit. Usapan yang panjang dan lembut memberikan

kesenangan dan kenyamanan bagi klien, sedangkan usapan yang

pendek dan sirkuler cenderung bersifat menstimulasi (Afrila,

2015). Terapi ini memiliki efek relaksasi dengan menurunkan

aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf

parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi arteriol kemudian

menurunkan tekanan darah.

2.3.2. Tujuan Slow Stroke Back Massage

Tujuan relaksasi masase adalah mengurangi ketegangan

otot, membantu melancarkan sirkulasi darah, memberikan rasa


rileks pada tubuh, menghilangkan stress (Wuryani, 2015). Area

masase yang baik dilakukan adalah pada area punggung.

Slow stroke back massage dapat meningkatkan aliran darah

serta nutrisi ke area tertentu dan meningkatkan ekskresi produk

limbah seperti asam laktat yang akan menghasilkan pelepasan

energi dan penurunan fatigue pada pasien yang menjalani

hemodialisis (Rohmah, 2017). Terapi slow stroke back massage

juga dapat memberikan rasa tenang dan menghilangkan rasa cemas

apabila dikombinasikan dengan wangi-wangian seperti aromaterapi

(Rohmah, 2017).

2.3.3. Manfaat Slow Stroke Back Massage

Menurut (Pangastuti, 2014) manfaat atau efek massage

adalah sebagai berikut:

a. Memperlancar peredaran darah

b. Membantu pembentukan penerapan dan pembuangan sisa

sisa pembakaran dalam jaringan-jaringan.

c. Massage juga membantu pengaliran cairan lympa lebih

cepat

d. Membantu kelancaran pengaliran cairan lympa didalam

pembuluh-pembuluh lympa kecil ke lympa yang lebih besar

yang dapat menurunkan intensitas nyeri.

2.3.4. Metode Slow Stroke Back Massage


Metode Slow Stroke Back Massage dilakukan 12-15 kali

pijatan dalam satu menit dalam waktu 3-10 menit. Usapan yang

panjang dan lembut memberikan kesenangan dan kenyamanan bagi

klien, sedangkan usapan yang pendek dan sirkuler cenderung

bersifat menstimulasi (Afrila, 2015). Gerakan Slow Stroke Back

Massage dimulai pada bagian tengah punggung bawah kemudian

kearah atas area belahan bahu kiri dan kanan. (Rossalinda, 2015).

2.3.5. Mekanisme Kerja Slow Stroke Back Massage

Slow stroke back massage menstimulasi saraf-saraf di

superfisial di kulit yang kemudian diteruskan ke otak di bagian

hipotalamus. Sistem saraf desenden melepaskan opiat endogen,

seperti endorfin. Pengeluaran endorfin mengakibatkan

meningkatnya kadar endorfin dalam tubuh. Peningkatan hormon

endorfin merangsang produksi hormon dopamin dan hormon

serotonin. Hormon dopamin yang meningkat menyebabkan

kecemasan berkurang sedangkan hormon serotonin yang

meningkat dapat mengurangi gangguan tidur. Pengeluaran hormon

endorfin dapat memblok transmisi stimulus nyeri sehingga menurunkan

kecemasan dan nyeri (Kurniawan, 2016).

2.3.6. Indikasi Dan Kontraindikasi Slow Stroke Back Massage

Gangguan kualitas tidur pada pasien post operasi akibat

nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakolofis dan nonfarmakologi,

untuk terapi farmakologi atau terapi komplementer dapat diberikan


stimulus slow stroke back massage. Terapi ini yaitu memberikan

sentuhan pada punggung selama 3-10 menit.

Beberapa penelitian yang menggunakan terapi slow stroke

back massage menemukan bahwa intervens keperawatan ini sangat

membantu dalam relaksasi dan peningkatan tidur (Kurniawan,

2016).Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan indikasi

untuk terapi slow stroke back massage, yaitu : penurunan intensitas

nyeri, menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur.

Terapi slow stroke back massage tidak boleh dilakukan

pada kulit daerah punggung yang mengalami luka bakar, memar,

ruam kulit, inflamasi, dan kulit dibawah tulang yang fraktur

dikarenakan memijat jaringan yang sensitif dapat menyebabkan

cedera jaringan yang lebih lanjut sedangkan memijat di daerah

kulit yang kemerahan meningkatkan kerusakan kapiler pada

jaringan dibawahnya.

2.3.7. Prosedur PelaksanaanSlow Stroke Back Massage

Prosedur pelaksanaan stimulus slow stroke back massage

(Rossalinda, 2015), adalah :

Fase Orientasi :

a. Mengucap salam

b. Memperkenalkan diri

c. Kontrak waktu

d. Menjelaskan tujuan
e. Menanyakan kesiapan klien

Fase Kerja :

a. Klien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diingkan

selama intervensi, bisa tidur, miring, telungkup, atau

duduk.

b. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup

sisanya dengan selimut.

c. Sebelum melakukan terapi slow stroke back massage,

dilakukan pemeriksaan lokalis terlebih dahulu.

d. Setelah itu perawat mencuci tangan dengan air hangat.

Hangatkan losion (minyak kelapa) ke telapak tangan atau

tempatkan botol losion ke dalam air hangat. Tuang sedikit

losion di tangan. Jelaskan pada responden bahwa losion

akan terasa dingin dan basah. Gunakan losion sesuai

kebutuhan.

e. Lakukan usapan pada punggung dengan menggunakan

jarijari dan telapak tangan sesuai dengan metode di atas

selama 3- 10 menit. Jika responden mengeluh tidak

nyaman, prosedur langsung dihentikan.

f. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu

klien bahwa perawat mengakhiri usapan.

g. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung klien

dengan handuk mandi.


h. Bantu klien memakai bajunya kembali.

i. Bantu klien pada posisi yang nyaman.

j. Rapikan alat dan cuci tangan.

Fase Terminasi

a. Menyampaikan hasil anamnesa dan dokumentasi.

b. Menyampaikan rencana tindak lanjut dan berpamitan.

Penampilan Selama Tindakan

a. Ketenangan

b. Menjaga keamanan perawat.

c. Menjaga keamanan klien.

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.1 kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai