I DENGAN PENYAKIT
HIPERTENSI DI RT 02 RW 03 KP MANGLAYANG
DESA CIHANJUANG
Disusun oleh:
A. Latar Belakang
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga
74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya (Kemenkes RI, 2014). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan
kasus hipertensi terutama terjadi di negara berkembang pada tahun 2025,
dari jumlah 639 juta kasus di tahun 2000. Jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025 (Ardiansyah, 2012).
Hipertensi selain dikenal sebagai penyakit, juga merupakan faktor risiko
penyakit jantung, pembuluh darah, ginjal, stroke dan diabetes mellitus, World
Health Organization (WHO) Tahun 2017 melaporkan setidaknya terdapat
975 juta kasus hipertensi di dunia dan akan meningkat menjadi 1,1 milyar
kasus pada tahun 2025 atau sekitar 29 % penduduk dunia. Dimana 333 juta
kasus di negara maju dan 639 juta kasus di negara-negara berkembang
termasuk indonesia. (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018 yang
didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 34,1 %.
Prevelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4 %, yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat sebesar 8,8 %, yang minum obat sendiri.
Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64
tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun.
Hipertensi di Sulawesi Tenggara tahun 2018 tercatat masih sangat tinggi
yaitu 11.265 kasus dan pada tahun 2019 tercatat sebesar 41.818 kasus, dari
data yang terdiagnosis hipertensi tertinggi pada perempuan yaitu sebanyak
21.007 jiwa (34,47%) dan terendah pada laki-laki sebanyak 20.811 jiwa
(50,32%).
Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup
seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi
sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat (public health problem) dan
akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini.
Pengendalian hipertensi, bahkan di negara maju pun, belum memuaskan.
(Kemenkes RI, 2018). Menurut Join National on Detection, Evaluation and
Treatment of Higt Blodd Presure (JNC) (2014) hipentensi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, memiliki rentang
darinormal tinggi sampai hipertensi emergensi.
Penatalaksanaan hipertensi bertumpu pada pilar pengobatan standar dan
merubah gaya hidup yang meliputi mengatur pola makan, mengatur koping
stress, mengatur pola aktivitas, menghindari alkohol, dan rokok.
Penatalaksanaan hipertensi dengan obat saat ini memang telah mengalami
kemajuan, tetapi terdapat banyak laporan yang menyampaikan bahwa
penderita yang datang ke Rumah Sakit akan datang lagi dengan keluhan
tekanan darahnya tidak mengalami penurunan bermakna meskipun sudah
diobati (Dalimartha, 2012).
Penanganan hipertensi akan lebih baik jika diintegrasikan dengan sistem
kesehatan karena menyangkut aspek ketenagaan, sarana dan obat obatan.
Obat yang telah berhasil diproduksi teknologi kedokteran harganya masih
relatif mahal sehingga menjadi kendala penanganan hipertensi, terutama
bagi yang memerlukan pengobatan jangka panjang (Depkes RI, 2017).
Pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan cara promosi
kesehatan dengan harapan bahwa dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat.
Preventif juga menjadi cara penanganan hipertensi dengan melarang
merokok, peningkatan gizi seimbang, aktifitas fisik dengan mencegah
timbulnya faktor resiko menjadi lebih buruk, menghindari terjadinya rekurensi
faktor resiko (Heri, 2012).
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik
melakukan studi kasus Hipertensi pada keluarga dalam judul “Asuhan
Keperawatan Gerontik pada Ny. I dengan Hipertensi”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan gerontik pada Ny. I dengan
Hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. I dengan Hipertensi
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada Ny. I dengan
Hipertensi
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. I dengan
Hipertensi
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. I dengan
Hipertensi
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. I dengan
Hipertensi
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan dan media referensi bagi mahasiswa, petugas
kesehatan dan masyarakat secara umum.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi klien dan masyarakat, memberikan informasi tentang penyakit
hipertensi dan perawatannya.
b. Bagi institusi pendidikan, merupakan sumbangan ilmiah bagi dunia
pendidikan dan dapat menjadi referensi atau kajian empiris untuk
peneliti selanjutnya.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak
hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Amin & Hardhi 2015).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari
jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara
terus– menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg
(Muttaqin, 2012).
B. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin.Renin merangsang pembentukan angiotensin
I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Suzanne & Brenda, 2011).
C. Etiologi
Menurut Arif. M, (2011), berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi dua
bagian yaitu:
1. Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahui
penyebabnya.atau disebut juga hipertensi idiopatik. Hipertensi esensial
biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada
akhir 30-an dan 50-an dan secara bertahap “ menetap “ pada suatu saat
dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalanannya dipercepat atau
“maligna“ yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat.
Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah gangguan emosi,
obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, kopi, obat – obatan, faktor
keturunan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan menurut Robbins
(2017), beberapa faktor yang berperan dalam hipertensi primer atau
esensial mencakup pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan seperti:
stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi
garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam
hipertensi.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner & Suddart,
2015). Sedangkan menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi
sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan endokrin lainnya seperti
obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat- obatan
seperti kontasepsi oral dan kartikosteroid.
E. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada diskus
optikus) (Brunner & Suddart, 2015).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai
hipertensi.Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban
kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang
menigkat.Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban
kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian
besar gejala klinis timbul :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang–kadang disertai mual dan muntah
akibatpeningkatan tekanan intracranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
F. Komplikasi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada
organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai berikut :
1. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung
koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat,
otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal
jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
3. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan
tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam
tubuh.
4. Mata
Hipertensi juga dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi
dan dapat menimbulkan kebutaan.
G. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
1. Terapi nonfamakologis Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa
penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah
tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan
darah yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal Radmarsarry, (2007) dalam
Wijaya& Putri (2013), mengatasi obesitas juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan
protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
b. Kurangi asupan natrium Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri
(2013), pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari
dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan
diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
c. Batasi konsumsi alkohol Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri
(2013), konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat
mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari
pada mereka yang tidak meminum berakohol.
d. Diet yang mengandung kalium dan kalsium Kaplan, (2006) dalam
Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan diet potassium ( >90 mmol
(3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur
seperti: pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel kacang-kangan, kentang
dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh
dan lemat total. Sedangkan menurut Radmarsarry (2007) dalam
Wijaya & Putri (2013), kalium dapat menurunkan tekanan darah
dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama
urin.Dengan mengonsumsi buah-buahan sebanyak 3 5 kali dalam
sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup.
e. Menghindari merokok menurut Dalimartha (2011), merokok memang
tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi,
tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari
rokok karena dapat memperberat hipertensi.
f. Penurunan Stress Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress
memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara
yang sangat tinggi.
g. Terapi pijat Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada
prinsipnya pijat yang dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan
hipertensi dan komplikasinya dapat diminalisir, ketika semua jalur
energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka
risiko hipertensidapat ditekan.
2. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi
dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti
hipertensi. Setiabudy (2013), Ada 5 macam jenis obat anti hipertensi
yaitu:
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan di tubuh
berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obat diuretik Kuat adalah Hidroklorotiazid, Klortalidon,
Indapamid, Bendroflumetiazid, Metolazon, Xipamid, dan Contoh obat
diuretik Kuat adalah Furosemid, dan Torsemid, Contoh obat diuretik
Hemat kalium adalah Amilorid, Triamteren.
b. Agen Penghambat Adrenegik (β-bloker)
(β-bloker) digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi
ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung
koroner (khususnya sesudah infark miokard akut). Beta bloker dapat
menyebabkan bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA dan
menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Contoh obat golongan ini
adalah Asebutolol, Atenolol,Metaprolol, Labetolol, dan Karvedilol.
c. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme).
ACE-inhibitor menghambat perubahan A l menjadi A ll sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu degradasi
bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah
meningkat dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Contoh obat
golongan ini adalah Kaptopril, Lisinopril, Benazepril, Enalapril,
Ramipril.
d. Penghambat reseptor angiotensin (Angitensin receptor blocker, ARB)
Reseptor angiotensin terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1 dan
AT2. Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan
di otot jantung, AT2 terdapat dimedula adrenal mungkin juga di SSP.
Pemberian obat ini akan menghambat semua efek angiotensin
seperti: vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis.
Contoh obat golongan ini adalah Valsartan, Losartan, Irbesartan,
Telmisartan dan Candesartan.
e. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang
dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini di ikuti oleh reflek
takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan
dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Contah obat pada golongan ini
adalah Nifedipin, Amlodipin, Felodipin, Isradipin, Verapamil dan
Diltiazem.
BAB III
1. Identitas Klien
1) Nama : Ny. I
2) Umur : 58 tahun
4) Pendidikan : SD
7) Suku : Sunda
8) Agama : Islam
6. Terapi Obat
7. Pengkajian spiritual :
9. Pengkajian Emosi
PERTANYAAN TAHAP 1
PERTANYAAN TAHAP 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ?
Ya
6. MAKAN
Keterangan:
Mandiri : berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang
lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia mampu melakukannya
Analisis Hasil :
Termasuk kategori yang manakah klien ? Nilai A
Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah,
kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu
fungsi Tambahan
Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan
Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
11. Pengkajian Tingkat Kemandirian Klien; Barthel IndeksTermasuk
yang manakah klien?
bantuan
1. Makan 5 10 Frekuensi :
Malam (19.00
WIB)
Jumlah: habis
Tangga
9 Mengenakan pakaian 5 10 Klien mampu menggunakan
baju sendiri
10. Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : padat
11. Kontrol bladder (BAK) 5 10 Frekuensi : 6 x sehari
Warna : kuning
12. Olah raga/latihan 5 10 Frekuensi : klien tidak
pernah olahraga
Jenis : -
JUMLAH : 110
Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total
12. Pengkajian Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ).
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan
SPMSQ
Instruksi:
10
Score total =
Interpretasi hasil :
Tahun (2023)
Musim (hujan)
Tanggal (14)
Hari (selasa)
Bulan (maret)
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada ?
Negara Indonesia
Propinsi Jawa Barat
Desa Cihanjunag
79
72
65
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk menyebutkan kembali
ketiga obyek no 2 ( registrasi ). Bila benar
satu point untuk masing-masing obyek.
5. Bahasa 11 8 Tunjukkan satu benda dan tanyakan
namanya pada klien;
Pulpen
Buku
Kacamata
lipat dua
Total nilai: 27
Interpretasi hasil:
> 23 : aspek koqnitif fungsi mental baik
Interpretasi hasil; 6
Nilai
No Item Penilaian Tidak Kadang- Selalu
DX.Medis : Hipertensi
NO HARI/ DATA ETIOLOGI PROBLEM
TANGGAL
1 Selasa/ 14 DS : Gangguan pola
Hipertensi
- Klien mengatakan tidur
Maret 2023 ↓
mempunyai riwayat darah
tinggi (hipertensi). Dan Kerusakan
mengeluh susah tidur vaskuler
Klien mengatakan sering pembuluh darah
kontrol ke klinik terdekat ↓
- DO : Perubahan
- TTV : struktur
- TD : 140/90 mmHg ↓
- N : 85x/menit Penyumbatan
pembuluh darah
- RR : 22x/mnt
↓
- S : 36,4
Vasokontriksi
Gangguan
sirkulasi
Otak
Resistensi
pembuluh darah
otak
↓
Nyeri kepala
2 Rabu 14 Ds : Nyeri Akut
Hipertensi
Maret 2023 - Ny I mengatakan sakit
↓
kepala.
- Ny I mengatakan nyeri Kerusakan
punduk dan nyeri kaki vaskuler
pembuluh
Do : darah
↓
- TTV :
Perubahan
- TD : 130/80 mmHg
struktur
- N : 85x/menit
↓
- RR : 22x/mnt
Penyumbatan
- S : 36,4
pembuluh darah
Vasokontriksi
Gangguan
sirkulasi
Otak
Resistensi
pembuluh darah
otak
Nyeri kepala
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Do.
- TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- N : 85x/menit
- RR : 22x/mnt
- S : 36,4
Ds.
- Klien mengatakan
sudah merasa
sedikit nyaman
Do.
- Klien tampak
- Klien mengatakan
bersedia mengikuti
instruksi perawat
Do.
- Klien tampak
- Mendiskusikan pemilihan kooperatif
terapi
Do.
- TTV :
- TD : 130/80 mmHg
- N : 85x/menit
- RR : 22x/mnt
- S : 36,4
Ds.
- Klien mengatakan
sudah merasa
nyaman
Do.
- Mengajarkan teknik distraksi - Klien tampak
dan relaksasi kooperatif dan tampak
nyaman
Ds.
- Klien mengatakan
bersedia mengikuti
instruksi perawat
Do.
- Klien tampak
kooperatif
- Mendiskusikan pemilihan
terapi
Selasa, 14 2 - Mengidentifikasi pola S: Klien mengatakan sulit
Maret 2023 aktivitas dan tidur tidur
O: Klien tampak lusuh dan
Hasil gelisah
- Tidak bisa tidur siang A: Masalah gangguan
- Tidur malam jam 22.00- pola tidur belum
04.00 teratasi
- Sering terbangun di malam P: Intervensi dilanjutkan
hari dengan
- Pola aktivitas tidur
- Mengidentifikasi faktor dan tidur ditingkatkan
pengganggu tidur - Modifikasi lingkungan
dipertahankan
Hasil
- Hipertensi
- Tekanan darah 140/90
mmHg
- Memodifikasi lingkungan
(mis. Pencahayaan,
kebisingan, suhu dan
tempat tidur
Hasil
- Pencahayaan diatur
- Kebisingan dikurangi
- Suhu dan tempat tidur
disesuaikan dengan
kenyamanan klien
Hasil
- Pencahayaan diatur
- Kebisingan dikurangi
- Suhu dan tempat tidur
disesuaikan dengan
kenyamanan klien
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari
jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara
terus– menerus lebih dari suatu periode.
Laporan kasus Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Hipertensi pada Ny. I
yang telahdikaji ditegakkan diagnosa yaitu :
1. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
bagi pembaca mengenai penyakit hipertensi
DAFTAR PUSTAKA