Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN MASALAH KESEHATAN HIPERTENSI
DI WILAYAH PUSKESMAS

DISUSUN OLEH :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA. 2020/2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat
Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing akademik dan Clinical


Instruktur Praktik Klinik Keperawatan Gerontik “Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Kesehatan Hipertensi Di Wilayah
Puskesmas ”

Telah disetujui

Tanggal :…………………………

Oleh :

Pembimbing Klinik (CI) Pembimbing Akademik

ii
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN MASALAH HIPERTENSI

I. KONSEP TEORI PENYAKIT


A. Pengertian
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara
terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani dalam Pratiwi, 2019).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan
hipertensi arteri dimana kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan
darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolic tergantung apakah
otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut
(diastole ). Tekanan darah normal pada istirahat adalah dalam kisaran sistolik
(bacaan atas) 100-140 mmHg dan diastolic 60-90 mmHg. Tekanan darah
tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg (Liliana, 2020).
Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah
waktu jantung menguncup dan tekanan darah diastolik, yakni tekanan darah
saat jantung istirahat atau relaksasi. Penentuan batasan hipertensi ini sangat
penting karena akan menjadi cut off point untuk memperoleh prevalensi
hipertensi dipopulasi. Perubahan-perubahan pada batasan hipertensi akan
mengakibatkan terjadinya perubahan prevalensi hipertensi pada populasi
(Liliana, 2020).

A. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani dalam Pratiwi, 2019) :
1. Hipertensi Primer Atau Hipertensi Esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
memengaruhi yaitu :
a. Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini
tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang
memliki tekanan darah tinggi.
b. Jenis kelamin dan usia
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko
tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka
tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta
jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
c. Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh
penderita dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang
dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam
akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya
didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan
peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja
ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding
pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
d. Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal)
dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau
hipertensi.
e. Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu

2
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung
rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien.
Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus
dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar
tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup
sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh
hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat
stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat
aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan
pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara
langsung meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung
meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat
dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena
diangkat,tekanan darah akan kembalike normal (Aspiani dalam Pratiwi,
2019).

B. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan
sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

3
terletak di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini bermula pada
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi
hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam
genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem
saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin, sodium, dan air.
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Pratiwi, 2019).

C. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi terbagi menjadi 2 jenis yakni hipertensi primer (esensial ) dan

4
hipertensi sekunder. Adapun perbedaannya adalah :

1. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi idiopatik karena
hipertensi ini memiliki penyebab yang belum diketahui. Penyebab yang
belum jelas atau belum diketahui tersebut sering dihubungkan dengan
faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer merupakan
hipertensi yang paling banyak terjadi, yaitu sekitar 90 % dari kejadian
hipertensi (Bumi, 2017).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu
(Bumi, 2017). Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal, arteri , jantung,
atau system endokrin menyebabkan 5-10 % kasus lainnya (hipertensi
sekunder).Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas seperti
penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya obesitas pada dada dan
perut , intoleransi glukosa , wajah bulat seperti bulan , punuk kerbau.
Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi dan
mempunyai gejala dan tanda yang khas. Besar perut mungkin
mengidikasikan stenosis arteri renalis (Penyempitan arteri yang
mengedarkan darah ke ginjal).

D. Tanda dan Gejala Hipertensi


Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani dalam Pratiwi, 2019)
menyebutkan gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan
darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa
tanda gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi
sebagai berikut:
1. Sakit kepala
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

5
3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
5. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera
Adapun pada gejala hipertensi yang semakin kronis akan muncul gejala-
gejala seperti : Ensefalopati hipertensif, Hemiplegic, Gangguan penglihatan
dan pendengaran.
Menurut teori (Brunner dan Suddarth dalam Pratiwi, 2019) klien
hipertensi mengalami nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi
penyempitan pembuluh darah akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan
menyebabkan peningkatan tekanan vasculer cerebral, keadaan tersebut akan
menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien hipertensi.

E. Klasifikasi Hipertensi
Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80
mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Tabel 1. 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Sebagai Patokan
dan Diagnosis Hipertensi (mmHg)
Kategori Tekanan darah
Sistolik Diastolik

Normal < 120 mmHg <80 mmHg


Prehipertensi 120-129 mmHg <80 mmHg

Hipertensi stage I 130-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi stage II ≥ 140 mmHg ≥ 90 mmHg

(Sumber : American Heart Association, Hypertension Highlights


2018 : Guideline For The Prevention, Detection, Evaluation And
Management Of High Blood Pressure In Adults 2013)
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer

6
dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah
yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan
hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet,
berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan
darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal
atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi
sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain:
penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular,
luka bakar dan stres (Aspiani dalam Pratiwi, 2019).

F. Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai
organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani
dalam Ardiyaningsih, 2018)
1. Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi
di otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak
yang terpajan tekanan darah tinggi.
2. Infark miokard
Dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12
trombus yang bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh
darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.

7
3. Gagal jantung
Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.
Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut
dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,
banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas
(eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
4. Ginjal
Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak
sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan dalam tubuh.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tekanan Darah Secara Rutin
2. Pemeriksaan Laboratorium

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan modifikasi
gaya hidup dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam membantu mengobati
tekanan darah tinggi. Berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah yaitu : (Aspiani dalam Pratiwi, 2019)
a. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi
garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin- angiostensin
sehingga sangata berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah
asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara
dengan 3-6 gram garam per hari.

8
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
oksidanitat pada dinding vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
b. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa
studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan
adalah hal yangs angat efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1 kg/minggu)
sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan
obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat
penurunan penurunan berat badan yang terjual bebas mengandung
simpasimpatomimetik, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah,
memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjadinya
eksaserbasi aritmia.
c. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung..
olahraga isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel,
vasoldilatasin perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga
teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan
kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis
akibat hipertensi.
d. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti
merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi

9
efek jangka oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Terapi oksigen
b. Pemantauan hemodinamik
c. Pemantauan jantung
d. Obat-obatan :
1) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi
garam dan airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan
TPR. Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor
ACE berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan
menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiostenin
I menjadi angiostenin II. Kondisi ini menurunkan darah secara
langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung
dengan menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya
meningkatkan pengeluaran natrium.

10
WOC HIPERTENSI

Faktor yang tidak dapat Faktor yang dapat


diubah : dikontrol :
1. Genetik 1. Gaya Hidup
2. Usia 2. Diet
3. Jenis Kelamain 3. Roko/Alkohol
4. Psikologis

Hipertensi
Kurang Terpapar
MK: Defisit Retina
Informasi
Pengetahuan
1. Kerusakan vaskuler pembuluh darah
2. Vasokontriksi, Gangguan Sirkulasi
Spasme Arteriole
Otak

Pembuluh Darah
Ginjal
Resistensi pembuluh darah Suplai O2 otak Diplopia
otak meningkat menurun
Vasokontriksi pembuluh sistemik Koroner
Mengurangi perubahan darah ginjal
MK: Resiko
status kesehatan Sinkop
Vasokonstriksi Iskemi Miokard Tinggi Injuri
Blod flow menurun
Respon RAA
MK: MK:
MK: Afterload MK: Nyeri Dada
Nyeri Gangguan
Gangguan Meningkat (Nyeri Akut)
Akut Pola Tidur Retensi NA  Edema
Perfusi
Jaringan
MK: Kelebihan MK: Penurunan
Volume Cairan 11 Curah Jantung
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
DENGAN MASALAH HIPERTENSI

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Data Keluarga
3. Status Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
b. Pengetahuan (Usaha Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Keluhan)
c. Obat-Obatan
4. Age Related Changes (Perubahan Terkait Proses Menua)
a. Fungsi Fisioligis
1) Kondisi Umum
a) Kelelahan
b) Perubahan BB
c) Perubahan Nafsu Makan
d) Masalah Tidur
e) Kemampuan ADL
2) Integumen
a) Lesi/Luka
b) Pruritus
c) Perubahan Pigmen
d) Memar
e) Pola Penyembuhan Lesi
3) Hematopoetic
a) Perdarahan Abnormal
b) Pembengkakan Kelenjar Limfe
c) Anemia
4) Kepala
a) Sakit Kepala
b) Pusing

12
c) Gatal Pada Kulit Kepala
5) Mata
a) Perubahan
b) Pengelihatan
c) Pakai Kacamata
d) Nyeri
e) Gatal
f) Photobobia
g) Diplopia
h) Riwayat Infeksi
6) Telinga
a) Penurunan Pendengaran
b) Discharge
c) Tinitus
d) Vertigo
e) Alat Bantu Dengar
f) Riwayat Infeksi
g) Kebiasaan Membersihkan Telinga
h) Dampak Pada ADL
7) Hidung Sinus
a) Rhinorrhea
b) Discharge
c) Epistaksis
d) Obstruksi
e) Snoring
f) Alergi
g) Riwayat Infeksi
8) Mulut, Tenggorokan
a) Nyeri Telan
b) Kesulitan Menelan
c) Lesi

13
d) Perdarahan Gusi
e) Caries
f) Perubahan Rasa
g) Gigi Palsu
h) Riwayat Infeksi
i) Pola Sikat Gigi
9) Leher
a) Kekakuan
b) Nyeri Tekan
c) Massa
10) Pernafasan
a) Batuk
b) Nafas Pendek
c) Hemoptisis
d) Wheezing
e) Asma
11) Kardiovaskuler
a) Chest Pain
b) Palpitasi
c) Dipsnoe
d) Paroximal Nocturnal
e) Orthopnea
f) Murmur
g) Edema
12) Gastrointestinal
a) Disphagia
b) Nausea / Vomiting
c) Hemateemesis
d) Perubahan Nafsu Makan
e) Massa
f) Jaundice

14
g) Perubahan Pola BAB
h) Melena
i) Hemorrhoid
j) Pola BAB
13) Perkemihan
a) Dysuria
b) Frekuensi
c) Hesitancy
d) Urgency
e) Hematuria
f) Poliuria
g) Oliguria
h) Nocturia
i) Inkontinensia
j) Nyeri Berkemih
k) Pola BAK
14) Reproduksi
a) Lesi
b) Discharge
c) Postcoital Bleeding
d) Nyeri Pelvis
e) Prolap
f) Riwayat Menstruasi
g) Aktifitas Seksual
h) Pap Smear
15) Muskuloskeletal
a) Nyeri Sendi
b) Bengkak
c) Kaku Sendi
d) Deformitas
e) Spasme

15
f) Kram
g) Kelemahan Otot
h) Masalah Gaya Berjalan
i) Nyeri Punggung
j) Pola Latihan
k) Dampak ADL
16) Persyarafan
a) Headache
b) Seizures
c) Syncope
d) Tic / Tumor
e) Paralysis
f) Paresis
g) Masalah Memori
5. Potensi Pertumbuhan Psikososial Dan Spiritual
a. Psikososial
1) Cemas
2) Depresi
3) Ketakutan
4) Insomnia
5) Kesulitan Dalam Mengambil Keputusan
6) Kesulitan Konsentrasi
7) Mekanisme Koping
8) Presepsi Tentang Kematian
9) Dampak Pada ADL
b. Spiritual
1) Aktivitas Ibadah
2) Hambatan
6. Lingkungan
a. Kamar
b. Kamar Mandi

16
c. Dalam Rumah
d. Luar Rumah
7. Negative Functional Consequences

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual mapun potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu
mengklasifikasi masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan. (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
1. Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab :
a. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan
2. Gangguan Pola Tidur
Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
Penyebab :
a. Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
b. Kurang kontrol tidur
c. Kurang privasi
d. Restraint fisik

17
e. Ketiadaan teman tidur
f. Tidak familiar dengan peralatan tidur
3. Defisit Pengetahuan
Definisi : Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu
Penyebab :
a. Keteratasan kognitif
b. Gangguan fungsi kognitif
c. Kekeliruan mengikuti anjuran
d. Kurang terpapar informasi
e. Kurang minat dalam belajar
f. Kurang mampu mengingat
g. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

18
J. Rencana dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Tindakan 1. Manajemen nyeri
Penyebab keperawatan selama 3 x 24 jam a. Observasi
1. Agen pencedera fisiologis diharapkan Tingkay Nyeri dapat 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
(mis. infarmasi, lakemia, menurun dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
neoplasma) 1. Keluhan nyeri menurun nyeri
2. Agen pencedera kimiawi 2. Kemampuan menuntaskan 2) Identifikasi skala nyeri
(mis. terbakar, bahan kimia aktivitas meningkat 3) Identifikasi respon nyeri non verbal
iritan) 3. Meringis menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat
3. Agen pencedera fisik 4. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri
(mis.abses, amputasi, 5. Gelisah menurun 5) Identifikasi pengetahuan dan
terbakar, terpotong, 6. Kesulitan tidur menurun keyakinan tentang nyeri
mengangkat berat, prosedur 7. Ketegangan otot menurun 6) Identifikasi pengaruh budaya
operasi, trauma, latihan fisik 8. Frekuensi nadi membaik terhadap respon nyeri
berlebihan) 9. Pala nafas membaik 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada
10. Pola tidur membaik kualitas hidup
11. Tekanan darah membaik 8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan

19
9) Monitor efek samping penggunaan
analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan

20
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2. Pemberian analgesik
a. Observasi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-

21
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgetik
5) Monitor efektifitas analgetik
b. Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
4) Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
c. Edukasi

22
1) Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
2. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Dukungan Tidur
Penyebab : keperawatan selama 3 x a. Observasi
a. Hambatan lingkungan pertemuan, diharapkan pola tidur 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
(mis. kelembapan membaik, dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
lingkungan sekitar, suhu 1. Kemampuan aktivitas (fisik dan/atau psikologis)
lingkungan, pencahayaan, meningkat 3) Identifikasi makanan dan minuman
kebisingan, bau tidak 2. Keluhan sulit tidur menurun yang mengganggu tidur (mis. kopi,
sedap, jadwal 3. Keluhan sering terjaga the, alcohol, makan mendekati
pemantauan/pemeriksaan/t menurun waktu tidur, minum banyak air
indakan) 4. Keluhan tidak puas tidur sebelum tidur)
b. Kurang kontrol tidur menurun 4) Identifikasi obat tidur yang
c. Kurang privasi 5. Keluhan pola tidur berubah dikonsumsi
d. Restraint fisik menurun b. Terapeutik
e. Ketiadaan teman tidur Keluhan istirahat tidak cukup 1) Modifikasi lingkungan (misa.

23
f. Tidak familiar dengan menurun Pencahayaan, suhu, kebisingan,
peralatan tidur matras dan tempat tidur)
2) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3) Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
4) Tetapkan jadwal tidur rutin
5) Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis.
pijat, pengaturan posisi, terapi
akupuntur)
6) Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
c. Edukasi
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
3) Anjurkan menghindari makanan/

24
minuman yang mengganggu tidur
4) Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
5) Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis. psikologis, gaya
hidup, sering berubah shift bekerja)
6) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
cara nonfarmakologis lainnya
2. Edukasi Aktivitas/Istirahat
a. Observasi
1) Identifikasi kemampuan dan
kesiapan menerima informasi
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan istirahat
2) Jadwalkan pemberian pendkes sesuai
kesepakatan

25
3) Berikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik/olahraga secara rutin
2) Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain dan
aktivitas lainnya
3) Anjurkan menyusun jadwal aktivitas
dan istirahat
4) Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis. kelelahan,
sesak nafas saat aktivitas)
5) Ajarkan cara mengidentifikasi target
dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Edukasi Kesehatan
Penyebab : keperawatan selama 3 x a. Observasi
a. Keteratasan kognitif pertemuan, diharapkan tingkat 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan

26
b. Gangguan fungsi kognitif pengetahuan meningkat dengan menerima informasi
c. Kekeliruan mengikuti kriteria hasil : 2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
anjuran 1. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan menurunkan
d. Kurang terpapar informasi meningkat motivasi perilaku hidup bersih dan
e. Kurang minat dalam 2. Keampuan menjelaskan dan sehat
belajar pengetahuan tentang hipertensi b. Terapeutik
f. Kurang mampu meningkat 1) Sediakan materi dan media
mengingat 3. Perilaku sesuai dengan pendidikan kesehatan
g. Ketidaktahuan pengetahuan 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan
menemukan sumber 4. Pertanyaan tentang masalah sesuai dengan kesepakatan
informasi yang dihadapi menurun 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Menjalani pemeriksaan yang c. Edukasi
tidak tepat menurun 1) Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

27
28
K. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana perawat
melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
digunakan untuk melaksanaan intervensi.

L. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah fase kelima atau terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil
evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, assesment, planing). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang klien hadapi yang telah di buat pada perencanaan
tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada klien
hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan adalah :
1. Pasien memiliki ketertarikan dalam belajar
2. Pasien dapat mengidentifikasi sumber informasi yang akurat
3. Pasien secara aktif mengungkapkan secara verbal informasi yang dapat
digunakannya
4. Pasien dapat menggunakan informasi yang diperoleh dalam
meningkatkan kesehatan atau mencapai tujuan

M. Aplikasi Pemikiran Kritis


Peningkatan angka kejadian hipertensi dan pengobatan yang
membutuhkan waktu lama dan biaya yang besar sehingga perlu
dipertimbangkan untuk menggunakan pendekatan nonfarmakologis untuk
mengendalikan tekanan darah. Pendekatan nonfarmakologis ini salah satunya

29
adalah dengan teknik relaksasi yakni Hidroterapi (Rendam Kaki Dengan Air
Hangat).
Hidroterapi (Rendam Kaki Dengan Air Hangat) adalah metode utama
yang mudah dipelajari. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
teknik ini secara signifikan menurunkan tekanan darah dengan metode yang
mudah untuk dipraktekan secara mandiri oleh penderita hipertensi. Terapi
dengan air hangat merupakan salah satu cara pengobatan tubuh yang
memanfaatkan air sebagai agen penyembuh. Air dimanfaatkan sebagai
pemicu untuk memperbaiki tingkat kekuatan dan ketahanan terhadap
penyakit. Pengaruh sirkulasi tubuh dengan menggunakan terapi air dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti demam, radang paru-paru, sakit
kepala, dan hipertensi. Terapi air adalah cara yang baik untuk meningkatkan
daya tahan tubuh, melancarkan peredaran darah dan memicu pembuangan
racun.
Terapi rendam kaki membantu meningkatkan sirkulasi darah,
mengurangi edema dan meningkatkan relaksasi otot. Manfaat rendam kaki air
hangat menurut efek biologis panas atau hangat dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Tekanan
hidros tatik air terhadap tubuh mendorong aliran darah dari kaki menuju
kerongga dada dan darah akan berakumulasi di pembuluh darah besar
jantung. Air hangat akan mendorong pembesaran pembuluh darah dan
meningkatkan denyut jantung.
Teknik hidroterapi (rendam kaki dengan air hangat) dinyatakan mampu
untuk menurunkan tekanan darah penderita hipertensi, hal ini dibuktikan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Malibel (2020) dengan judul
penelitiannya “Pengaruh Pemberian Hidroterapi (Rendam Kaki Air Hangat)
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sikumana Kota Kupang”.

30
1. Pelaksanaan
Hidroterapi (rendam kaki dengan air hangat) dilakukan selama 10-15
menit setiap latihan, dengan suhu kepanasan air 36-40 oC, dan dapat
dilakukan sehari 1 kali atau 2 kali di waktu pagi dan malam sebelum
istirahat/tidur.

2. Evaluasi
Hasil penelitian ditemukan karakteristik responden berdasarkkan usia
pada kelompok intervensi 50,0% dan kelompok kontrol 43,3% pada usia
50-59 tahun, berdasarkan jenis kelamin pada kelompok intervensi
berjenis kelamin perempuan 56,7% dan kelompok kontrol berjenis
kelamin laki-laki 60,0%. Berdsarkan uji Wilcoxon ada perbedaan
Tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan hidroterapi (rendam kaki
air hangat) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol p-value

31
sistolik dan diastolik pada kelompok intervensi (p-value = 0,00 dan p-
value = 0,00) dan pada kelompok kontrol (p-value = 0,46 dan p-value =
0,01). Berdasarkan uji Mann-whitney perbandingan Tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan hidroterapi (rendam kaki air hangat)
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p-value=0,00). Hasil
ini menunjukan ada pengaruh pengaruh pemberian hidroterapi (rendam
kaki air hangat) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sikumana Kota Kupang. Saran
bagi pukesmas di harapkan dapat digunakan sebagai alternatif terapi
yang dapat disarankan pada pasien dengan hipertensi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyaningsih, N. K. D. (2018) Gambaran Kadar Kolesterol Total Pada


Penderita Hipertensi Di Puskesmas Abiansemal III Kabupaten Badung.
Jurusan Analis Kesehatan.

Bumi, M. (2017). Berdamai Dengan Hipertensi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit


Buku Bumi Medika

Liliana, L. (2020). Gambaran Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi


Terhadap Kadar Kolesterol Total. Yogyakarta : Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.

Malibel, Y. A. A. (2020). Pengaruh Pemberian Hidroterapi (Rendam Kaki Air


Hangat) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sikumana Kota Kupang. Kupang : Prodi Ners
STIKes Citra Husada Mandiri

Pratiwi, A. A. M. P. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Hipertensi Dengan Pemenuhan Kebutuhan Kesiapan Peningkatan
Pengetahuan Di Wilayah Kerja UPT PusKesmas Sukawati I Gianyar. 
Denpasar : Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1, Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI

Who. (2018). World Health Day 2013 - Hypertension. A Global Brief on


Hypertension. http://doi.org/10.1136/bmj.1.4815.882-a

33

Anda mungkin juga menyukai