Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

OLEH :

NAVA SYAFAAT ARAFAT USMAN


14420231070

CI LAHAN CI INSTITUSI

(Nurmala Dewi, S.Kep., Ns.) (Ernasari, S.Kep.,Ns.,M.Biomed)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2024
A. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan
darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal.
Defenisi Hipertensi adalah tekanan darah tinggi adalah suatu
peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara
terus menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole
konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban
kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat dan arteri yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi juga didefenisikan sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Udjianti, 2018).
Penyakit hipertensi merupakan gejala peningkatan tekanan darah
yang kemudian berpengaruh pada organ yang lain, seperti stroke untuk otak
atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot
jantung. Penyakit ini salah satu masalah utama dalam kesehatan masyarakat
di Indonesia maupun dunia. Diperkirakan, sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terutama terjadi di negara berkembang pada tahun 2025 ; dari
jumlah total 639 juta kasus di tahun 2000. Jumlah ini diperkirakan
meningkat menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini
(Ardiansyah, 2020).
Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi terkena terkanan darah
tinggi dari pada pria. Dari kasus - kasus tadi, ternyata 68,4% diantaranya
termasuk hipertensi ringan (diastolik 95,104 mmHg), 28,1% hipertensi
sedang (diastolik 105,129 mmHg), dan hanya 3,5% yang masuk hipertensi
berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). Hipertensi pada
penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%. Persentase ini termasuk
rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%),
sehingga merupakan faktor risiko yang kurang penting
2. Etiologi
Dari seluruh kasus hipertensi 90% adalah hipertensi primer.
Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
primer seperti berikut ini. (Udjianti, 2018).
a. Genetik individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
menopause tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet, Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi
d. Berat badan (obesitas), Berat badan > 25% diatas ideal dikaitkan dengan
berkembang nya hipertensi.
e. Gaya hidup, Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah.
Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui, berikut ni
beberapa kondisi yang menjadi penyebab hipertensi sekunder (Udjianti,
2018).
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal
Obat kontrasepsi yang berisi esterogen dapat menyebabkan
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume
expansion. Dengan penghentian obat kontrasepsi, tekanan darah
normal kembali secara beberapa bulan.
b. Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal
Ini merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan atu atau lebih arteri
renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklorosis atau
fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit
parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi dan perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-medited hypertention di sebabkan
kelebihan primer aldosteron, koristol dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi
dan hipokaemia
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor
inibermula saraf simpatis, yang berlanjut berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini,neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Udjianti,
2018).
Pada saat bersamaan dimana sistemsimpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsangan emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan streoid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yanng mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian diubah menjadi
angiotensin 2, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air di tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mengakibatkan keadaan
hipertensi (Udjianti, 2018)
4. Mind Mapping
5. Manifestasi klinik
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan
impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas
nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor
risiko penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi
kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.

Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi


dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang
berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan
pekerjaan menyebabkan penderita bepergian dan makan di luar rumah),
penurunan frekuensi atau intensitas aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke
hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram
otot, kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema,
gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral, wajah
membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang, dan
tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi
sekunder (Adrian, 2019).

1. Faktor risiko
a. Riwayat hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal pribadi
dan di keluarga
b. Riwayat faktor risiko pribadi dan di keluarga (contoh:
hiperkolesterolemia familial) Riwayat merokok
c. Riwayat diet dan konsumsi garam Konsumsi alcohol
d. Kurang aktivitas fisik/ gaya hidup tidak aktif Riwayat disfungsi
ereksi Riwayat tidur, merokok, sleep apnoea (informasi juga dapat
diberikan oleh pasangan)
e. Riwayat hipertensi pada kehamilan/pre-eklampsia
2. kemungkinan Hipertensi sekunder
a. Awitan hipertensi derajat 2 atau 3 usia muda (< 40 tahun),
perkembangan hipertensi tiba-tiba, atau tekanan darah cepat
memburuk pada pasien usia tua
b. Riwayat penyakit ginjal/traktus urinarius
c. Penggunaan obat/penyalahgunaan zat/terapi lainnya: kortikosteroid,
vasokonstriktor nasal, kemoterapi, yohimbine, liquorice Episode
berulang berkeringat, nyeri kepala, ansietas, atau palpitasi, sugestif
phaeochromocytoma
d. Riwayat hipokalemia spontan atau terprovokasi diuretik, kelemahan
otot, dan tetani (hiperaldosteronisme)
e. Gejala penyakit tiroid/ hiperparatiroidisme Riwayat kehamilan saat
ini dan/atau penggunaan kontrasepsi oral
f. Riwayat sleep apnoea
3. Riwayat dan Gejala Hypertension Mediated Organ Damage (HMOD),
Penyakit kardiovaskuler, Stroke, Penyakit Ginjal
a. Otak dan mata: Nyeri kepala, vertigo, sinkop, gangguan penglihatan,
transient ischemic attact (TIA), defisit motorik atau sensorik, stroke,
revaskulerisasi karotis, gangguan kognisi, demensia (pada lanjut
usia)
b. Jantung : Nyeri dada, sesak napas, edema, infark miokard,
revaskulerisasi koroner, sinkop, riwayat berdebar-debar, aritmia
(terutama AF), gagal jantung
c. Ginjal : Haus, poliuria, nokturia, hematuria, infeksi traktus urinarius
d. Arteri perifer: Ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten, jarak
berjalan bebas nyeri, nyeri saat istirahat, revaskulerisasi perifer
Riwayat Penyakit Ginjal Kronis (contoh: penyakit ginjal polikistik) pribadi
atau keluarga (Adrian, 2019).
6. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut (Setiadi, 2021) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler - kapiler ginjal glomelurus. Rusaknya membran
glomelurus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah yang
diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan,hingga
kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan
arteri atau yang sering disebut dengan ateroklorosis dan arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah)
7. Pemerikaan penunjang
Pemerikaan penunjang menurut (Nur arif dan kusuma, 2019)
a. Pemerikaan Laboratorium
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagubilita, anemia.
b. BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
e. CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG :dapat menunjukkan pola rengangan, dimanaluas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi
g. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung
8. Penatalaksanaan
Menurut (Setiadi, 2021) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi.
a. Terapi non farmakologi merupakan terapi tanpa menggunakan obat,
terapi non farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana
termasuk pengelolaan stress dan kecemasan merupakan langkah awal
yang harus dilakukan. Penanganan non farmakologis yaitu
menciptakan keadaan rileks, mengurangi stress dan menurunkan
kecemasan. Terapi non farmakologi diberikan untuk semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor resiko serta penyakit lainnya
b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat obatan
yang dalam kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien
hipertensi seperti : angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker,
calcium chanel dan lainnya. Penanganan hipertensi dan lamanya
pengobatan dianggap kompleks karena tekanan darah cenderung
tidak stabil.

9. Prognosis
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan terjadi
pada sekitar 90% pasien hipertensi. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
Terapi kombinasi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat
mengontrol tekanan darah agar tidak merusak organ target. Oleh
karena itu, obat antihipertensi harus terus diminum untuk mengontrol
tekanan darah dan mencegah komplikasi. Studi menunjukkan kontrol
tekanan darah pada hipertensi dapat menurunkan insidens stroke
sebesar 35-44%, tetapi sampai saat ini belum jelas apakah golongan
obat antihipertensi tertentu memiliki perlindungan khusus terhadap
stroke. Satu studi menunjukkan efek ARB (antagonis reseptor AII)
dibandingkan dengan penghambat ACE menurunkan risiko infark
miokard, stroke, dan kematian 13% lebih banyak, termasuk 25%
penurunan risiko stroke baik fatal maupun non-fatal
10. Penyimpangan KDM
.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas : Nama, umur, agama, jenis kelamin, tanggal masuk dan
penanggung jawab.
2) Riwayat kesehatan
3) Riwayat kesehatan dahulu : Apakah klien pernah mengalami sakit yang
sangat berat.
4) Riwayat kesehatan sekarang : Beberapa hal yang harus diungkapkan
pada setiap gejala yaitu sakit kepala,kelelahan,pundak terasa berat.
5) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah keluarga pernah mengalami
penyakit yang sama.
6) Aktivitas / istirahat
 Gejala: kelelahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irma jantung, dan
takipneu
7) Sirkulasi
 Gejala: riwayat penyakit, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
dan penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi.

 Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial dari tekanan darah)


diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Hipertensi postural
mungkin berhubungan dengan regimen obat.
8) Integritas Ego
 Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, faktor stress multiple
(hubungan keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)
 Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara.
9) Eliminasi
 Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
10) Makanan/cairan
 Gejala : makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang di
goreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan kandungan
tinggi kalori, mual, muntah dan perubahan BB meningkat / turun,
riwayat penggunaan obat diuretic

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

- Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung


(D.0008)

- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu proses dalam pemecahan


masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang
melakukan dari semua tindaka keperawatan.

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung


(D.0008)

Kriteria hasil (L.02008):

1. Takikardi menurun

2. Dispnea menurun

3. Pucat menurun

4. Batuk menurun

5. Tekanan darah membaik

Intervensi (I.02075)

1. Identifikasi tanda/gejala primer dan sekunder penurunan curah jantung


Monitor nadi

2. Monitor tekanan darah

3. Monitor keluhan nyeri dada

4. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah


atau posisi nyaman

5. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

6. Anjurkan berhenti merokok


7. Kolaborasikan pemberian antiaritmia, jika oerlu

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai


dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
sulit tidur (D.0077)

Kriteria hasil (L.08066)

1) Keluhan nyeri menurun

2) Meringis menurun

3) Sikap protektif menurun

4) Gelisah menurun

5) Kesulitan tidur menurun

Intrevensi (I.08238)

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

4) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

6) Fasilitasi istirahat tidur

7) Jelaskan strategi meredakan nyeri

8) Anjurkan memonitor secara mandiri

9) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2019).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,
2021).
Menurut Setiadi (2021) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2021).

I. Kajian Islami Tentang Penyakit


Sakit merupakan ketentuan Allah, tetapi kita diberi akal dan jalan
oleh Allah untuk sembuh. Sebagai muslim yang taat beragama, apabila
sakit kita diwajibkan ikhtiar untuk memperoleh kesembuhan dengan
tidak lupa berdoa kepada Allah.
Sakit yang menimpa seseorang merupakan tanda cinta Allah kepada
hambaNya, dan apabila dijalani dengan sabar, ikhlas dan semangat
untuk sembuh, insya Allah akan diridhaiNya.
“Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah akan
menimpakan musibah kepadanya.” (HR Bukhari).
Ikhtiar untuk sembuh dari sakit harus disertai semangat, kesabaran
dan keyakinan untuk sehat kembali. Hal itu akan mempermudah dalam
menjalani pengobatan, baik secara medis ataupun alternatif tak lupa
harus diiringi dengan ibadah sesuai kondisi serta memanjatkan doa
kepada Allah. Ikhtiar tersebut sangat dianjurkan dalam Islam untuk
membantu kesembuhan.
Hal tersebut sesuai dengan Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim :

‫َم ا ِم ْن ُم ْس ِلٍم ُيِص ْيُبُه َأًذ ى ِم ْن َم َر ٍض َفَم ا ِس َو اُه ِإَّال َح َّط ُهللا ِبِه َس ِّيَئاِتِه َك َم ا َتُح ُّط‬

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya,


melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa- dosanya seperti
pohon yang menggugurkan daun- daunnya”.(HR.Bukhari no 5660 dan
muslim no 2571).

II. Terapi Keperawatan Holistic/Komplementer Terkait Kasus


jenis terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi diantaranya pemberian terapi musik suara alam,
terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah, terapi akupunktur pada
pasien hipertensi, terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah, teknik
relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah, light massage
terhadap tekanan darah, membaca alquran terhadap penurunan tekanan
darah, brain gym terhadap tekanan darah, senam hipertensi terhadap
tekanan darah, dan penurunan tekanan darah penderita hipertensi setelah
diberikan terapi akupresur terapi-terapi tersebut mampu mengatasi dalam
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Diharapkan pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah
dengan cara terapi komplementer, selain mudah diterapkan terapi
komplementer juga menghemat biaya pengobatan dan tanpa adanya efek
samping (nurhasanah, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah (2020). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.Diva Press: Yogyakarta


Dafriani, P., & Prima, B., (2019). Pendekatan Herbal Dalam Mengatasi
Hipertensi. https://doi.org/1031227/osf.io/x6mbn
Endang triyanto (2018). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu.Yogyakarta.Graha Ilmu
Nurarif (2019). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid. Yogyakarta Mediaction Publishing
Nurhasanah (2021), JENIS TERAPI KOMPLEMENTER UNTUK
MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA
HIPERTENSI. STIKES Muhammadiyah Lhokseumawe
Potter, Perry (2019). Fundamental Of Nursing 7 th edition. Jakarta. Salemba
Medika
Putri, M. E., Rahayu, U., Hang, S., Tanjungpinang, T., Riau, K., Keperawatan, F.,
& Padjadjaran, U. (2022). Pemberian Asuhan Keperawatan secara Holistik
pada Pasien Post Operasi Kanker Payudara Pendahuluan Kanker payudara
merupakan salah satu penyakit yang ditakuti menyerang pada perempuan
dan dapat mengakibatkan kematian . Kanker payudara merupakan penyebab
ke. 2(2), 191–203.
Padila (2021). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Bengkulu: Nuha Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
Setiadi (2021). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Edisi 1.
Yogyakarta. Graha Ilmu
Udjianti,Wajan (2018). Keperawatan Kardiovaskuler.Cetakan Ketiga. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai