Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-hari.
Menurut JNC VII, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. 2 Prevalensi dunia
memperkitakan terdapat 1 milyar individu yang mengalami hipertensi. WHO juga mencatat terdapat
kecenderungan hipertensi merukapakan penyebab utama terjadinya 62 persen pada kasus
cerebrovascular disease dan 49 persen penyebab terjadinya Penyakit jantung iskemik. Selain itu,
hipertensi juga salah satu penyebab terjadinya penyakit seperti stroke dan gagal ginjal bila tidak
ditangani secara baik.1 Hipertensi merupakan salah satu penyebab kerusakan berbagai organ baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah hipertropi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, gagal jantung, stroke,
penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer dan retinopati. Untuk itulah pentingnya diagnosis dini
serta penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang akan terjadi
atau mencegah kerusakan lebih lanjut yang sedang terjadi.1,2 Strategi penatalaksanaan hipertensi
meliputi terapi non farmakologi seperti modifikasi gaya hidup dan diet dan terapi farmakologi untuk
mencapai target terapi hipertensi. Dalam penanganannya, diperlukan kerjasama antara tim medis,
pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan keluarga tentang penyakit dan
komplikasi akan membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu
memperbaiki kualitas hidup penderita.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hipertensi Berdasarkan JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan sistolik
nya melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga
kali kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali kunjungan.1 Tabel 1. Klasifikasi
Tekanan Darah1,3 JNC VII ESC/ISH (2007) Klasifikasi Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik Normal < 120 <
80 Optimal < 120 < 80 Pre-Hipertensi 130-139 80-89 Normal 120-129 80-84 Tahap 1 140-159 90-99
Normal Tinggi 130-139 85-89 Tahap 2 >160 >100 Tingkat 1 140-159 90-99 Tingkat 2 160-179 100-109
Tingkat 3 > 180 > 110 Hipertensi Sistolik > 140 < 90 2.2 Etiologi Hipertensi Berdasarkan etiologinya
hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi primer/essensial dengan insiden 80-95% dimana
pada hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya. Selain itu terdapat pula hipertensi sekunder
akibat adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari, seperti stenosis arteri renalis, penyakit
parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronism, dan sebagainya. 1 3 2.3 Faktor Resiko
Hipertensi Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.2,4
a. Usia Usia mempengaruhi faktor resiko terkena Hipertensi dengan kejadian paling tinggi pada usia
30 – 40 th. Kejadian 2X lebih besar pada orang kulit hitam, dengan 3X lebih besar pada laki-laki kulit
hitam, dan 5X lebih besar untuk wanita kulit hitam. b. Jenis kelamin Komplikasi hipertensi meningkat
pada seseorang dengan jenis kelamin laki-laki. c. Riwayat keluarga Riwayat keluarga dengan
hipertensi memberikan resiko terkena hipertensi sebanyak 75%. d. Obesitas Meningkatnya berat
badan pada masa anak-anak atau usia pertengahan resiko hipertensi meningkat. e. Serum lipid
Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko dari hipertensi. f. Diet Meningkatnya
resiko dengan diet sodium tinggi, resiko meninggi pada masyarakat industri dengan tinggi lemak,
diet tinggi kalori. g. Merokok Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah rokok dan
lamanya merokok. Terdapat penambahan kriteria, sebagai berikut : a. Keturunan atau Gen 4 Kasus
hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya kepada anaknya. b. Stres Pekerjaan
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress berhubungan dengan pekerjaan
mereka. Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan
bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang c. Asupan Garam
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Terdapat bukti bahwa mereka
yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang
lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya d. Aktivitas Fisik (Olahraga) Olahraga lebih
banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tekanan darah. 2.5 Patogenesis Hipertensi Pada dasarnya hipertensi merupakan
penyakit multifaktorial yang timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-
faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan.3 Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah kapiler.3 5 Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.3 6 Gambar 2.1 Patogenesis Hipertensi3
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor
yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti
asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan
tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak
mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan
darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya
reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat
yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi
sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan
cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang
misalnya 7 kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan tekanan darah pada
hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada
ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor
endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang
membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen
akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada
bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika
berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan
kebutaan, sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering
buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.3 2.5
Manifestasi Klinis Hipertensi Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain
yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lainlain.3 2.6 Diagnosis Hipertensi
Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik. Beberapa pasien
mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti 8 berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang
dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan
seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksismal,
berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat
pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang
kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan riwayat
keluarga.2,3 Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali
pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada dua
atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung)
serta teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah
atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin,
gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi
jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada
kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan
diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH,
FT4, FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer berupa kadar
aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen, peningkatan kadar serum Na, penurunan K,
peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan
kadar metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar kortisol urin 24
jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler
Sonografi.3,4 2.7 Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya
hidup namun terapi antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan
penyerta dan hipertensi derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi
gaya hidup.4 Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: 9 Target tekanan darah 60 tahun < 6
g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari
dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi
farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi pengobatan.
Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras, serta ada
atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien harus rutin
kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu
dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.1,4 Jenis obat antihipertensi: 4 1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing), sehingga
volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan
berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah: Bendroflumethiazide,
chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan indapamide. 2. ACE-Inhibitor Kerja obat golongan ini
menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek
samping yang sering timbul adalah 10 batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang
tergolong jenis ini adalah Catopril, enalapril, dan lisinopril. 3. Calsium channel blocker Golongan obat
ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot
jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, diltiazem dan
nitrendipine. 4. ARB Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan. 5. Beta blocker Mekanisme obat
antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial. Contoh
obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol. 11
Gambar 2.3 Tata Laksana Menurut JNC VII 12 13 Gambar 2.3 Algoritma penanganan hipertensi (JNC
8) 14 BAB III SIMPULAN Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan
atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga kali kunjungan yang cermat
sewaktu duduk dalam satu atau dua kali kunjungan. Salah satu tujuan tata laksana hipertensi adalah
untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencegah terjadinya komplikasi. Diet/nutrition care pada
pasien hipertensi memeran peranan penting dalam tata laksananya. Untuk mencegah penurunan
dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan evaluasi status kesehatan
serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang
diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.

Anda mungkin juga menyukai