DISUSUN OLEH
LIA AFRIANI NAPU, S.Kep
C03122069
PRESEPTOR
Helmi Mahmud S.H TTD :
KLINIK
TANGGAL 1. TGL :
PENGUMPULAN 2. TEPAT WAKTU :
3. TERLAMBAT :
SARAN
PRESEPTOR
KLNIK/AKADEMIK
2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu
:
a. Hipertensi Esensial atau Primer Menurut Lewis (2017) hipertensi primer adalah
suatu kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak
ditemukan. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi
pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit
renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit
lainnya. Genetik dan ras 9 merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya
hipertensi primer, termasuk faktor lain yang diantaranya adalah faktor stress,
intake alkohol moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.
b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan
terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan
dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial. Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
3. Manifestasi Klinik
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang di catat
oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekana darah akan naik, dan jika
keadaan ini tidak terditeksi selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap tidak sadar
bahwa tekanan darsahnya naik, jika keadaan ini dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan
darah akan terus naik, manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien pada akhirnya
akan datang kerumah sakit dengan mengeluhkan sakit kepala terus- menerus,
kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur, atau penglihatan ganda,
atau mimisan, sakit kepala, mudah lelah, palpasasi, mual. (Joyce & Jane 2016&
Haryani 2017)
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap 14 norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2018 ).
5. Pathway
Fetique
Intolerasi Aktivitas
6. Pemeriksaan Diagnostik
Uji yang di gunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah sel darah
lengkap, urinealisis. Penentuan serum kalium dan kadar natrium. Kadar glukosa
darah saat puasa, kadar serum kolestrol, nitrogen urem darah, dan kadar serum
keratin elektrokardiogram, dan radiografidada. Tes ini menyediakan informasi yang
berguna dalam menentukan keparahan penyakit vaskuler, luasnya kerusakan organ
sasaran, dan kemungkinan penyebab hipertensi. Klien dengan potensi hipertensi
sekunder mungkin memerlukan uji yang lebih luas (Joyce & Jane 2016).
7. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Menurut (wijaya&putri, 2017) Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal : Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal,
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam
ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di
butuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di
dalam tubuh.
b. Otak : Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila
tidak di obati resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata : Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati
hipertensi dan mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung : Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung
akan meningkat, otot janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut
dekompresi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak
cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan
sesak nafas atau odema , kondisi iini di sebut gagl jantung (Helmanu & Ulfa
2018)
8. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan untuk menangani hipertensi
terdiri atas 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan Nonfarmkologi : penatalaksanaan non farmakologis dengan
modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi
dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan
darah tinggi. Penatalaksanan hiperteni dengan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah
yaitu :
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai boddy mass index (BMI)
dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi
barat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan
meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolesterol namun kaya denagn protein dan jika
berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkan sebanyak 55 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium (sodium) : Mengurangi asupan natrium dapat
dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100
mmol/hari ( kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr gram/hari. Jumlah yang lain
dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok
teh) setiap hari.pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari,
dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekan diastolik
sekitar 2,5 mmHg
3) Batasi konsumsi alkohol : Konsumsi alkohol harus dibatasi karena
konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatan darah. Para peminum
berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari
pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet : Pertahankan asupan diet pottasium (
>90 mmol 3500 mg/hari )dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan dan
sayur dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh
dan lemak total. Kalium dapat menurunkan tekan darah dengan dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing. Dengan
setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari,
seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup
5) Menghindari merokok : Merokok memang tidak berhubungan secara
langsung dan timbulnya hipertensi. Tetapi merokok dapat meningkatkan
risiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke,
maka perlu dihindari mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat
memperberat hipertensi. Nikotin dalam tembaku membuat jantung bekerja
lebih keras karena menyempitakn pembuluh darah dn meningkatkan
frekuensi denyut jantung serta tekanan darah. Maka pada penderita
hipertensi dianjurkan untuk menghentikan
6) Penurunan stres : Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang
menetap namun jika episode stres sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stres dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan
memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi
yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
7) Terapi masase (pijat) : Pada prinsip pizat yang dilakukan pada penderita
hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga
gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua
jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan
otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.
b. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik (Hidroklorotiazid) : Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume
cairan tubuh berkurang dan mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin dan reserpin) Menghambat
aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metroprolol, Propanolol dan Reserpin) : Menurunkan daya
pompa jantung, Tidak di anjurkan pada penderita yang telah mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronchial Pada penderita diabetes militus
: dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin) : Bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan reaksi otot polos pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril) : Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemes.
6) Penghambat Reseptor Angeotensin II (Vaisartan) : Menghalangi
penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya
pompa jantung
7) Antagonis kalsium ( Ditiasem dan Varapamil) Menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnose medis, penanggung
jawab, catatan kedatangan
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan kepala terasa pusing dan
bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien
masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang,
tidak bisa tidur
c. Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien
mengkonsumsi obat rutin seperti captopril.
d. Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
keturunan.
Data dasar pengkajian
e. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
f. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular
Tanda: kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin
g. Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress
multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara
h. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
i. Makanan / cairan
Gejala: makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolestrol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema
j. Neurosensori
Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggam, perubahan retinal
optic
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oxipital berat,
nyeri abdomen
l. Pernafasan
Gejala: dispnea yang berkaiatan dengan aktifitas, takipnea, ortopnea,
dispneanoctural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda: distress respirasi/pengguanaan otot aksesoris pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
m. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
n. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM,
penyakit ginjal, faktor resiko etnik, pengguaan pil kb atau hormone
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Resiko Penurunan Curah Jantung
c. Intoleran Aktivitas
3. Luaran Keperawatan
Andra, S., W, &Yessie, M.P (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
dewasa Teori dan Contoh
Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. Asuhan Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc.. Hawaks, J,
H & Black, J. 2014.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Buku 2.Singapore:
ELSAVIER.
Himbumi Medika. 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta: Himbumi Medika. Kayce
Bell, P. D. 2015 Hypertension The Silent Killer Update Jnc8.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Volume 3.
EGC : Jakarta