Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI

DIRUANG WISMA TERATAI GRIYALANSIA JANNATI


PROVINSI GORONTALO

DISUSUN OLEH
LIA AFRIANI NAPU, S.Kep

C03122069

PRESEPTOR
Helmi Mahmud S.H TTD :
KLINIK

Dr. Ibrahim Paneo, S.Kep., M.Kes TTD :


PRESEPTOR
AKADEMIK

TANGGAL 1. TGL :
PENGUMPULAN 2. TEPAT WAKTU :
3. TERLAMBAT :

SARAN
PRESEPTOR
KLNIK/AKADEMIK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian dan Klasifikasi
Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang di gunakan oleh darah untuk
melawan dinding pembuluh arteri dan bisa di ukur dalam satuan milimeter air raksa
(mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua angka , yaitu angka tekanan darah
sitolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik merupakakn nilai tekanan darah saat fase
kontraksi jantung, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat fase
relaksasi jantung. Seorang dikatakan hipertensi dan beresiko mengalami masalah
kesehatan apa bila setelah dilakukan bebrapa kali pengukuran nilai tekanan darah tetap
tinggi. Nilai tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg (Yunita
indah 2018)
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan darah sistolik atau diastolik. Di
definisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic (TTD) Pada level 90 mmHg atau lebih
(Joyce & Jane 2017). Hipertensi yang tidak terkendali dapatmenyebabkan kejadian
stroke, gangguangginjal dan gangguan jantung (lewis, 2017).Di dukung oleh hasil
penelitian (Cherly, Yvon& Martha 2016) Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik diatas 90 mmHg, yang jika tidak di tangani dengan baik dapat
mengakibatkan terjadinya kompikasi seperti gagal jantung, stroke, gagal gunjal.
Berikut merupakan klasifikasi hipertensi :
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi pimer di sebut juga dengan esensial atau hipertensi idiopatik.
Etiologinya banyak faktor, dengan penyebab yang tidak dapat diidentifikasi, tetapi
beberapa yang umumnya terlibat berkaitan dengan hemeostatik, tekanan darah
terus tinggi dan terus naik dari waktu ke waktu karena peningkatan progresif dan
terus menerus dalam resistensi arteri ferifer. Kenaikan terus menerus dalam
resistesi arteri adalah karna resisitensi ginjal yang tidak sesuai terhadap garam dan
air atau ketidak normalan pada dinding pembuluh darah. (Joyce & Jane 2017)
Beberapa faktor yang terjadi dalam hipertensi esensial seperti : Faktor genetic,
stress dan fsikologis, serta faktor lingkungan dan diet, peningkatan pengunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium, peningkatan tekanan darah
tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer, umumnya gejala
baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target, seperti ginjal, mata, otak
dan jantung.(Wijaya & Putri.2017).
b. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologinya dapat di ketahui
dengan jelas sehinga lebih mudah untuk di kendalikan dengan obat-obatan,
penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,
diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelaianan endokrin lainya, seperti
obesitas, resisitensi insulin, hipertirodisme dan pemakaian obat-obatan
kontrasepsi oral dan kartikosteroid.(Andre & Yesie.2016)

2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu
:
a. Hipertensi Esensial atau Primer Menurut Lewis (2017) hipertensi primer adalah
suatu kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak
ditemukan. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi
pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit
renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit
lainnya. Genetik dan ras 9 merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya
hipertensi primer, termasuk faktor lain yang diantaranya adalah faktor stress,
intake alkohol moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.
b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan
terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan
dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial. Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
3. Manifestasi Klinik
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang di catat
oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekana darah akan naik, dan jika
keadaan ini tidak terditeksi selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap tidak sadar
bahwa tekanan darsahnya naik, jika keadaan ini dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan
darah akan terus naik, manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien pada akhirnya
akan datang kerumah sakit dengan mengeluhkan sakit kepala terus- menerus,
kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur, atau penglihatan ganda,
atau mimisan, sakit kepala, mudah lelah, palpasasi, mual. (Joyce & Jane 2016&
Haryani 2017)
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap 14 norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2018 ).
5. Pathway

Fetique

Intolerasi Aktivitas
6. Pemeriksaan Diagnostik
Uji yang di gunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah sel darah
lengkap, urinealisis. Penentuan serum kalium dan kadar natrium. Kadar glukosa
darah saat puasa, kadar serum kolestrol, nitrogen urem darah, dan kadar serum
keratin elektrokardiogram, dan radiografidada. Tes ini menyediakan informasi yang
berguna dalam menentukan keparahan penyakit vaskuler, luasnya kerusakan organ
sasaran, dan kemungkinan penyebab hipertensi. Klien dengan potensi hipertensi
sekunder mungkin memerlukan uji yang lebih luas (Joyce & Jane 2016).

7. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Menurut (wijaya&putri, 2017) Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal : Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal,
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam
ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di
butuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di
dalam tubuh.
b. Otak : Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila
tidak di obati resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata : Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati
hipertensi dan mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung : Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung
akan meningkat, otot janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut
dekompresi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak
cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan
sesak nafas atau odema , kondisi iini di sebut gagl jantung (Helmanu & Ulfa
2018)
8. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan untuk menangani hipertensi
terdiri atas 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan Nonfarmkologi : penatalaksanaan non farmakologis dengan
modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi
dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan
darah tinggi. Penatalaksanan hiperteni dengan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah
yaitu :
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai boddy mass index (BMI)
dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi
barat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan
meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolesterol namun kaya denagn protein dan jika
berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkan sebanyak 55 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium (sodium) : Mengurangi asupan natrium dapat
dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100
mmol/hari ( kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr gram/hari. Jumlah yang lain
dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok
teh) setiap hari.pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari,
dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekan diastolik
sekitar 2,5 mmHg
3) Batasi konsumsi alkohol : Konsumsi alkohol harus dibatasi karena
konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatan darah. Para peminum
berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari
pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet : Pertahankan asupan diet pottasium (
>90 mmol 3500 mg/hari )dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan dan
sayur dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh
dan lemak total. Kalium dapat menurunkan tekan darah dengan dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing. Dengan
setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari,
seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup
5) Menghindari merokok : Merokok memang tidak berhubungan secara
langsung dan timbulnya hipertensi. Tetapi merokok dapat meningkatkan
risiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke,
maka perlu dihindari mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat
memperberat hipertensi. Nikotin dalam tembaku membuat jantung bekerja
lebih keras karena menyempitakn pembuluh darah dn meningkatkan
frekuensi denyut jantung serta tekanan darah. Maka pada penderita
hipertensi dianjurkan untuk menghentikan
6) Penurunan stres : Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang
menetap namun jika episode stres sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stres dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan
memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi
yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
7) Terapi masase (pijat) : Pada prinsip pizat yang dilakukan pada penderita
hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga
gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua
jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan
otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.
b. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik (Hidroklorotiazid) : Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume
cairan tubuh berkurang dan mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin dan reserpin) Menghambat
aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metroprolol, Propanolol dan Reserpin) : Menurunkan daya
pompa jantung, Tidak di anjurkan pada penderita yang telah mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronchial Pada penderita diabetes militus
: dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin) : Bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan reaksi otot polos pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril) : Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemes.
6) Penghambat Reseptor Angeotensin II (Vaisartan) : Menghalangi
penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya
pompa jantung
7) Antagonis kalsium ( Ditiasem dan Varapamil) Menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnose medis, penanggung
jawab, catatan kedatangan
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan kepala terasa pusing dan
bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien
masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang,
tidak bisa tidur
c. Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien
mengkonsumsi obat rutin seperti captopril.
d. Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
keturunan.
Data dasar pengkajian
e. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
f. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular
Tanda: kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin
g. Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress
multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara
h. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
i. Makanan / cairan
Gejala: makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolestrol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema
j. Neurosensori
Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggam, perubahan retinal
optic
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oxipital berat,
nyeri abdomen
l. Pernafasan
Gejala: dispnea yang berkaiatan dengan aktifitas, takipnea, ortopnea,
dispneanoctural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda: distress respirasi/pengguanaan otot aksesoris pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
m. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
n. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM,
penyakit ginjal, faktor resiko etnik, pengguaan pil kb atau hormone

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Resiko Penurunan Curah Jantung
c. Intoleran Aktivitas

3. Luaran Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan (SIKI)


(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri
dengan spasme pembuluh tindakan 3x24 jam Observasi
darah serebral diharapkan nyeri akut 1.Identifikasi lokasi,
Gejala dan tanda Mayor menurun dengan karakteristik, durasi,
Data Subjektif kriteria hasil : frekuensi, intensitas
1. Mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri nyeri
Data Objektif menurun 1. Identifikasi skala nyeri
1. Tampak meringis 2. Meringis menurun 2. Identifikasi respon nyeri non
2. Bersikap protektif (mis. 3. Sikap protektif verbal
Waspada, posisi menurun 3. Identifikasi faktor yang
menghindari nyeri) 4. Gelisah menurun memperberat dan yang
3. Gelisah 5. Kesulitan tidur memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat menurun 4. Identifikasi pengetahuan dan
5. Sulit tidur 6. Frekuensi nadi keyakinan tentang nyeri
Gejala dan tanda Minor membaik 5. Monitor efek samping
Data Subjektif 7. Pola nafas membaik penggunaan analgetik
(Tdak tersedia) 8. Tekanan darah Terapeutik
Data Objektif membaik 6. Berikan teknik nonfarkologis
1. Tekanan darah meningkat 9. Pola tidur membaik untuk mengurangi rasa nyeri
2. Pola nafas berubah 7. Kontrol lingkungan yang
3. Nafsu makan menurun memperberat rasa nyeri
4. Diaferosis 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
11. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi pereda
nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
14. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
15. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
2 R Resiko penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung berhubungan dengan tindakan 3x24 jam Observasi
perubahan afterload diharapkan Penurunan 1. Identifiksi tanda dan gejala
Gejala dan tanda mayor : curah jantung primer penurunan curah jantung
Subjektif meningkat dengna 2. Identifikasi tanda dan gejala
1. Palpitasi kriteria hasil : sekunder penurunan curah
2. lelah 1. Kekuatan nadi jantung
3. Dispnea perifer meningkat 3. Monitor tekanan darah
4. Batuk 2. Palpitasi menurun 4. Monitor intake dan output
Objektif 3. Bradikardia 5. Monitor saturasi oksigen
1. Bradikardia / menurun 6. Monitor keluhan nyeri dada
takipkardia 4. Gambaran EKG 7. Monitor EKG 2 sadapan
2. Gambaran EKG arimia menurun 8. Monitor aritmia
aritmia atau gangguan 5. Lelah menurun Teraputik
konduksi 6. Edema menurun 9. Posisikan pasien semi fowler
3. Edema 7. Distensi vena atau fowler dengan kaki ke
4. Distensi vena jugularis jugularis menurun bawah atau posisi nyaman
5. Tekanan darah 8. Dispnea menurun 10. Berkan diet jantung yang sesuai
meningkat/menurun 9. Tekanan darah Berat 11. Fasilitasi pasien dan keluarga
6. Capillary refill time badan membaik untuk memodifikasi gaya hidup
>3 detik sehat
12. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
13. Anjurkan beraktivitas fisik
secara toleransi
14. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
15. Anjurkan berhenti merokok
16. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
harian
Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian antiaritmia
33 3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kelemahan selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi
Gejala Tanda Mayor dan diharapkan toleransi tubuh yang mengakibatkan
minor aktivitas meningkat kelelahan
Subjektif : dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik &
1. Mengeluh lelah 1. Kemudahan melakukan emosional
2. Dispnea saat/setelah aktivitas sehari- hari 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas meningkat 4. Monitor lokasi dan
3. merasa tidak nyaman 2. Kekuatan tubuh ketidaknyamanan selama
setelah beraktivitas bagian atas melakukan aktivitas
4. Merasa lelah meningkat Terapeutik
Objektif : 3. Kekuatan tubuh 5. Sediakan lingkungan yang
1. frekuensi jantung bagian bawah nyaman dan rendah stimulus
meningkat >20% dari meningkat (mis. cahaya, suara, suara,
kondisi istrirahat 4. Keluhan lelah kunjungan)
2. tekanan darah berubah menurun 6. Lakukan latihan rentang gerak
>20% dari kondisi istrahat 5. Dispnea saat pasif dan /aktif
3. Gambaran EKG menunjukan beraktivitas 7. Berikan aktivitas distraksi
aritmia saat/setelah aktivitas menurun yang menengkan
6. Dispnea setelah 8. Fasilitasi duduk di di sisi
beraktivitas tempat tidur , jika tidak dapat
menurun berpindah atau berjalan
7. Perasaan lemah Edukasi
menurun 9. Anjurkan tirah baring
8. Frekuensi nadi 10. Anjurkan melakukan aktivitas
membaik secara bertahap
9. Tekanan darah 11. Anjurkan menghubungi
membaik perawat jika tanda dan gejala
10. Saturasi oksigen kelelahan tidak berkurang
membaik 12. Ajarkan strategi koping untuk
11. Frekuensi nafas mengurangi kelelahan
membaik
Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S., W, &Yessie, M.P (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
dewasa Teori dan Contoh

Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. Asuhan Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc.. Hawaks, J,
H & Black, J. 2014.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Buku 2.Singapore:
ELSAVIER.

Himbumi Medika. 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta: Himbumi Medika. Kayce
Bell, P. D. 2015 Hypertension The Silent Killer Update Jnc8.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Volume 3.
EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai