Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan


darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014). Gejala-gejala yang mungkin dirasakan
pada penderita hipertensi yaitu sakit kepala disertai mual dan muntah, penglihatan
kabur, berkemih pada malam hari, sulit bernafas. Semakin tinggi tekanan darah
semakin besar resikonya (Price, 2005). Hipertensi merupakan faktor risiko utama
penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di
Indonesia (Rikesdas, 2007).
Whelton (2004) melaporkan jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia
berkisar satu miliar. Data Lancet (2008), menunjukkan di Asia tercatat 38,4 juta
penderita hipertensi pada tahun 2000 (Muhammadun, 2010). Hasil Penelitian
Rahajeng (2009) didapatkan hasil bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah
32,2%. Penyakit hipertensi patut mendapat perhatian karena di negara maju penyakit
tersebut telah menjadi keprihatinan tersendiri. Berdasarkan data Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memperlihatkan yang menderita hipertensi mencapai 50% sedangkan
yang diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya 25% dan 12,5% yang terobati
dengan baik. Prevalensi hipertensi di Indonesia tercatat mencapai 31,7% dari populasi
pada usia 18 tahun keatas dan dari jumlah tersebut 60% penderita hipertensi akan
menderita stroke, sementara sisanya akan mengalami gangguan jantung, gagal ginjal
dan kebutaan (Rikesdas, 2008). Hasil penelitian Setiawan (2004) didapatkan hasil
prevalensi hipertensi di Pulau Jawa adalah 41,9%.
Data tersebut memperlihatkan bahwa begitu besar prevalensi penderita
hipertensi yang masih memerlukan penatalaksanaan yang tepat. Hipertensi dapat
terjadi karena peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup akibat
aktivitas susunan saraf simpatis (Corwin, 2009). Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya peningkatan kontraktilitas serat-serat otot jantung dengan cara
vasokontriksi selektif pada organ perifer (Muttaqin, 2009). Apabila hal tersebut terjadi

1
terus menerus maka otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsi
jantung sebagai pompa menjadi terganggu, akibat lebih lanjut yaitu terjadinya
kerusakan pembuluh darah otak, mata (retinopati), dan gagal ginjal (Muhammadun,
2010). Hipertensi dapat menjadi ancaman serius apabila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat.
Penatalaksanaan asuhan keperawatan nonfarmakologis dimaksudkan untuk
membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat
normal sehingga memperbaiki kondisi sakitnya. Penatalaksanaan hipertensi tidak
selalu menggunakan obat-obatan (farmakologis). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pendekatan nonfarmakologis dapat dilakukan pada penderita hipertensi yaitu
meliputi; teknik-teknik mengurangi stres, penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium, dan tembakau, olahraga atau latihan yang berefek meningkatkan
lipoprotein berdensitas tinggi, relaksasi, dan pijat yang merupakan intervensi wajib
yang harus dilakukan pada setiap terapi hipertensi (Muttaqin, 2009).
Slow Stroke Back Massage (pijat lembut pada punggung) adalah pijat untuk
meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan
meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter
arteriol (Cassar, 2004). Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter
asetilkolin untuk menghambat aktifitas saraf simpatis dengan menurunkan
kontraktilitas otot jantung, volume sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian
menurunkan tekanan darah (Muttaqin, 2009). Penelitian Meek didapatkan hasil bahwa
implikasi keperawatan slow stroke back massage dapat menurunkan tekanan darah,
frekuensi jantung dan suhu tubuh (Smeltzer, 2004).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengaplikasikan jurnal
“Pengaruh Slow Stroke Back Massage Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Ny.S
Dengan Hipertensi Di Ruang Ayyub 2 RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran aplikasi jurnal “Pengaruh Slow Stroke Back Massage
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Ny. S Dengan Hipertensi Di Ruang
Ayyub 2 RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar dari Hipertensi

2
b. Mengaplikasi jurnal mengenai “Pengaruh Slow Stroke Back Massage Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Ny. S Dengan Hipertensi Di Ruang Ayyub 2
RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.
c. Menganalisis hasil aplikasi jurnal mengenai “Pengaruh Slow Stroke Back
Massage Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Ny. S Dengan Hipertensi
Di Ruang Ayyub 2 RS Roemani Muhammadiyah Semarang”.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Pengertian hipertensi oleh beberapa sumber adalah sebagai berikut :

1. Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah


diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

2. Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terjadi
pada lansia, dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, tekanan sistolik 150-155 mmHg
dianggap masih normal pada lansia (Sudarta, 2013).

3. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah di dalam pembuluh


darah arteri dalam satu poeriode, mengakibatkan arteriola berkonstriksi sehingga
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri
(Udjianti, 2011).

B. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
dibagi menjadi empat klasifikasi, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada table :
Klasifikasi berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik

Kategori Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik (mmHg)


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120 - 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Stadium 1 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Sumber : (Smeltzer, et al, 2012)

C. Etiologi
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara
penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan. Pada hipertensi
esensial tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit

4
lainnya, genetik serta ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi
esensial termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya
hidup (Triyanto, 2014)
2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan pembuluh


darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), hiperaldosteronisme, penyakit
parenkimal (Buss & Labus, 2013).

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan
dalam bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf
simpatis bergerak melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin
sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk
melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme
hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur
tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2008). Mekanisme ini antara lain:
1. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh darah
juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprin oleh medulla adrenal ke
dalam darah. Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi
darah akan merangsang pembuluh darah untuk vasokonstriksi. Faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriktor (Saferi & Mariza, 2013).

2. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin


Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi substrat renin
untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama
hormon ini masih menetap didalam darah (Guyton, 2012).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer memiliki
pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia (Smeltzer &
Bare, 2008). Perubahan struktural dan fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan kemampuan relaksasi otot polos pembuluh

5
darah akan menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,
sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).

E. Manifestasi klinik
Manisfestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami
hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain :
1. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah tidak
mantap.
2. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
3. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
4. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah akibat
vasokonstriksi pembuluh darah.
5. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.
6. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran
darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun tanda-tanda
klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua kali pengukuran
tekanan darah secara berturutan dan bruits (bising pembuluh darah yang terdengar
di daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis
disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi hipertensi
sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan yang
menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab adalah sindrom cushing yang
menyebabkan obesitas batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan
pasien feokromositoma mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat
dan perspirasi yang sangat banyak (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensimenurut Corwin (2009) menyerang organ-organ
vital antar lain:
1. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark miokard menyebabkan
kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian menyebabkan

6
iskemia jantung serta terjadilah infark.
2. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan progresif
sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan aliran darah ke
unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik menurun kemudian
hilangnya kemampuan pemekatan urin yang menimbulkan nokturia.
3. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh darah
di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat penebalan
pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran darah yang
diperdarahi otak berkurang.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada
penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara
memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index dengan
rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi berat
badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.
Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol
kaya protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
b. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah garam
yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr
garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300
mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat
dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari
(Dalimartha, 2008).
c. Batasi konsumsi alkohol

7
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih dari 1
gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga
membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium
yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya
sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi
cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500
mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
e. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi seperti
penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah tembakau,
didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras
karena mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut
jantung serta tekanan darah (Dalimartha, 2008).
f. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat
mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi
(Hartono, 2007).
g. Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternatif yang
menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan
emosional, setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk rileks
sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah
menjadi lancar dan menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).
h. Terapi masase (pijat)
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh
sehingga meminimalisir gangguan hipertensi beserta komplikasinya, saat
semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak terhalang oleh tegangnya
otot maka resiko hipertensi dapat diminimalisir (Dalimartha, 2008).
2. Penatalaksanaan Farmakologi

8
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin) Obat-obatan jenis
penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat aktifitas saraf simpatis.
c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
d. Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan
pernafasan seperti asma bronkial.
e. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
f. Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah.
g. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril) Fungsi utama
adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II dengan efek samping
penderita hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
h. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
i. Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor.
j. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil) Kontraksi jantung (kontraktilitas)
akan terhambat.

H. Pengkajian Fokus
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda: Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin

9
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan / Cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema.
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis.
Tanda: Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optic.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: Episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit ginjal.
k. Aktivitas / istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

10
takipnea.
l. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler.
Tanda: Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin.
m. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress
multiple.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
n. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
o. Makanan / Cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema.
p. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis.
Tanda: Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optik.
q. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen.

11
I. Pathways Keperawatan

12
J. Fokus Intervensi dan Rasional
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko Kerusakan Perfusi Jaringan Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
Perifer.
a. Monitor tekanan darah setiap 4 jam, nadi apikal dan tanda neurology
tiap 10 menit
Rasional: Untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan keefektifan
terapi.
b. Pertahankan tirah baring pada posisi semifowler sampai tekanan
darah.
Rasional: Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.

c. Pantau data laboratorium misalnya: GDA, Kreatinin


Rasional: Memantau hasil laboratorium GDA, kreatinin

d. Anjurkan untuk tidak merokok atau menggunakan produk nikotin


Rasional: Untuk mengurangi tekanan darah ke jantung

e. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti hipertensi misalnya golongan


inhibitor simpa (pra panolol, antenolol) golongan vasodilator
(hydralazin).
Rasional: Mengontrol tekanan darah.

2. Nyeri (akut) Sakit Kepala Berhubungan Dengan Peningkatan Vaskuler


Serebral:
a. Berikan tindakan non farmakologis untuk menghilangkan rasa sakit
kepala. Misalnya, kompres dingin pada dahi, pijat punggung dari leher,
tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi.
Rasional: Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit kepala

b. Hilangkan minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat


meningkatkan sakit kepala, misalnya, mengejang saat BAB, batuk
panjang membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.
c. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fasekuat.

13
Rasional: Meminimalkan stimulasi/ meningkatkan relaksasi.

d. Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab nyeri dan


lama nyeri bila diketahui).
Rasional: Pasien mengetahui tentang sebab-sebab nyeri dan lama nyeri

3. Resiko (injuri) Jatuh Berhubungan Dengan Gangguan Penglihatan.


a. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain.
Rasional: Pasien mengenal lingkungan.

b. Pertahankan tirah baring tetap dalam posisi terlentang yang ditentukan.


Rasional: Meminimalkan stimulasi/ meningkatkan relaksasi.

c. Anjurkan pasien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu lelah.


Rasional: Membantu menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan
relaksasi.

d. Modifikasi lingkungan sekitar pasien.


Rasional: Memberikan lingkungan yang nyaman

4. Intoleransi aktivitas Berhubungan Dengan Penurunan Cardiac Out Put.


a. Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri berhadap (jika
dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan).
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba.

b. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi.


Rasional: Mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.

14
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
Ny.S dirawat di ruang Ayyub 2 dengan diagnose hipertensi, keluhan utama pasien
mengatakan “nyeri kepala”, saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien sudah
menderita hipertensi kurang lebih 30 tahun, wajah pasien tampak menyeringai. Pasien
mengatakan sulit tidur karena sakit kepala dan lingkungan yang bising, pasien hanya
tidur ± 3 jam. Mata pasien tampak sayu dan sering menguap. Pasien mengatakan
badannya lemas. Kesadaran pasien komposmetis. Pengkajian nyeri didapatkan :
P : Nyeri kepala krena tekanan darah tinggi,bertambah jika untuk aktivitas, berkurang
jika untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar sampai tengkuk.
S : Skala 6
T : Nyeri muncul mendadak, dan intermitten.
Tanda-tanda vital didapatkan : RR: 21 x/mnt, Suhu: 36,5°C, TD: 200/103 mmHg,
Nadi: 102x/menit.
Hasil Laboratorium
Laboratorium Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
Hemoglobin 12,6 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 38,1 % 40-52
Jumlah Eritrosit 4,67 juta/mm3 4.4-5,9
Jumlah Trombosit 236.000 /mm3 150.000-440.000
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 145 mg/dL <150
Ureum 18 mg/dL <48
Creatinin 0,52 mg/dL 0,45-0,75
Kolestrol Total 179 mg/dL <200
Trigliseride 71 mg/dL <150
Kalium 3,5 mEq/L 3,5-5,0
Natrium 140 mEq/L 135-147
Chlorida 104 mEq/L 95-105

EKG:
Sinus Takikardi.
Terapi:
` Infus RL IV 20tpm
Furosemid IV 1/24 Jam
Omeprazole IV 1/24 Jam
Amlodipin PO 3/24 Jam

15
Paracetamol PO 3/24 Jam

Analisa Data
Tanggal Data Fokus Problem Etiologi
23 Des Ds : Pasien mengatakan “nyeri Nyeri Akut Agen Cedera
2019 kepala” Fisiologis
Pengkajian nyeri didapatkan:
(iskemia)
P : Nyeri kepala krena tekanan
darah tinggi, bertambah jika
untuk aktivitas, berkurang jika
untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar
sampai tengkuk.
S : Skala 6
T : Nyeri muncul mendadak,
dan intermitten.

Do :
Wajah pasien tampak
menyeringai.
Pasien tampak gelisah.
TD: 200/103 mmHg, Nadi:
102x/menit.
23 Des Ds : Pasien mengatakan “nyeri Resiko perfusi Suplai O2 tidak
2019 kepala” serebral tidak adekuat
Pengkajian nyeri didapatkan:
efektif
P : Nyeri kepala krena tekanan
darah tinggi, bertambah jika
untuk aktivitas, berkurang jika
untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar
sampai tengkuk.

16
S : Skala 6
T : Nyeri muncul mendadak,
dan intermitten.

Do : Pasien tampak gelisah.


Pasien sering menguap.
Kesadaran Komposmetis.
TD: 200/103 mmHg, Nadi:
102x/menit.
RR: 21x/menit, reguler.
23 Des Ds : Pasien mengatakan sulit Gangguan pola Nyeri dan
2019 untuk tidur karena kepalanya tidur hambatan
pusing dan lingkungan yang lingkungan
bising.
Pasien mengatakan hanya tidur
± 3 jam.
Do : Pasien tampak lemah, mata
sayu.
Pasien sering menguap.
TD: 200/103 mmHg, Nadi:
102x/menit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Fisiologis.
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Rfektif Berhubungan Dengan Suplai Oksigen Tidak
Adekuat.
3. Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Nyeri Dan Hambatan Lingkungan.

C. Pathways Keperawatan Kasus


Gaya Hidup, Faktor Genetik

Hipertensi

Perubuhan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi
Otak

17
Resistensi pembuluh Suplai Oksigen ke otak
darah otak meningkat menurun

Nyeri Kepala Sinkop

Nyeri Akut Gangguan Pola


Tidur Resiko Perfusi
Serebral Tidak Efektif

D. Fokus Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil : Rasa nyeri berkurang / hilang, tampak rileks, dapat istirahat dan
aktivitas dengan baik, skala nyeri menurun, nadi 60 – 80 x/menit
a. Intervensi: Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, dengan skala nyeri 1 – 10.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia.
b. Intervensi: Monitor tanda-tanda vital
Rasional : TD meningkat menunjukkan klien mengalami nyeri
c. Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi nafas dan imajinasi terbimbing
Rasional : Dapat mengurangi nyeri.
d. Intervensi: Kolaborasi pemberian obat aktivitas
Rasional : Obat untuk mengatasi nyeri.
e. Intervensi: Berikan tindakan nyaman, misal, pijatan punggung perubahan posisi,
musik tenang / perbincangan ,relaksasi / latihan nafas.
Rasional: Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat.
Tujuan: Setalah dilakukan perawatan 3x24 jam diharapkan aliran darah ke serebral
adekuat.
Kriteria Hasil: tingkat kesadaran meningkat, sakit kepala menurun, gelisah menurun,
tekanan darah dan frekuensi nadi norml.
Tindakan/ intervensi :
a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK.
Rasional: untuk mengetahui penyebab peingkatan intrakranial.
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK.
Rasional : mengetahui adanya peningkatan TIK pada pasien.
c. Monitor status pernapasan.
Rasional :mengetahui status napas pasien kaitannya dengan peningkatan TIK.
d. Monitor intake dan output cairan.
Rasional : mengetahui tanda-tanda penurunan curah jantung.
e. Berikan posisi semi fowler.

18
Rasional: membuka ekspansi paru, meningkatkan sirkulasi oksigen ke otak.
f. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
Rasional: Untuk mengeluarkan cairan, menurunkan tekanan darah.
3. Gangguan pola tidur berhubungn dengan nyeri dan hambatan lingkungan.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3x24 jam kualitas dan kuantitas tidur
membaik.
Kriteria hasil : sulit tidur menurun, istirahat terpenuhi.
Intervensi
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Identifikasi factor penggangu tidur.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi..
c. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan ( relaksasi nafas dalam,
pijat).
Rasional: menurunkan stressor, merilekskan tubuh.
d. Modifikasi Lingkungan.
Rasional : Linkungan nyaman, dapat menigkatkan kualitas dn kuantitas tidur.

E. Implementasi dan Evaluasi


Diagnosa Waktu Implementasi Respon Klien
Nyeri Akut 09.00 a. Mengkaji Ds : Pasien
karakteristik mengatakan “nyeri
nyeri, lokasi, kepala”
Pengkajian nyeri
intensitas,
didapatkan:
dengan skala
P : Nyeri kepala
nyeri 1 – 10.
krena tekanan darah
tinggi, bertambah jika
untuk aktivitas,
berkurang jika untuk
istirahat.
Q : Nyeri terasa
seperti tertusuk-
tusuk.
R : Nyeri di kepala
dan menjalar sampai
tengkuk.
S : Skala 6

19
09.30 T : Nyeri muncul
mendadak, dan
intermitten.
09.35
Do :
Wajah pasien tampak
menyeringai.
10.00
Pasien tampak
gelisah.
b. Mengukur
DS:-
09.40
tanda-tanda vital DO: TD: 200/103
mmHg, Nadi:
c. Mengajarkan 102x/menit.
DS: Pasien
teknik relaksasi
mengatakan lebih
nafas
nyaman.
DO:Pasien tampak
d. Kolaborasi
rileks.
memberikan DS: Pasien
obat analgetik kooperatif.
DO: nyeri berkurang,
e. Memberikan
pasien lebih rileks.
tindakan DS: pasien
nyaman :pijatan mengatakan lebih
punggung nyaman.
DO: pasien tampak
rileks.
Resiko Perfusi 09.05 a. Mengidentifikasi DS: pasien
Serebral Tidak penyebab mengatakan
Efektif peningkatan TIK. mempunyai riwayat
hipertensi.
DO: pnyebab
09.10 peningkatan TIK
b. Memeriksa
yaitu hipertensi.
tanda/gejala DS: pasien
peningkatan TIK. mengatakan pusing.
DO: TD: 200/103
mmHg, Nadi:

20
102x/menit.
09.15 RR: 21x/menit.
Kesadaran
c. Memeriksa status
komposmetis.
pernapasan. DS:-
DO: RR: 21x/menit,
reguler, tidak dalam,
tidak menggunakan
11.00
otot bantuu
pernapasan,askultasi
09.30 paru vesikuler,
perkusi sonor.
d. Memonitor intake
DS: pasien
dan output cairan.
kooperatif.
10.00 DO: intake 2000ml
Output: 1500ml
DS: pasien
e. Memberikan posisi
mengatakan lebih
semi fowler.
nyaman.
DO: Pasien tampak
rileks.
DS: pasien
mengatkan sering
f. Kolaborasi
pipis.
memberikan diuretic
DO: urine pasien
osmosis
keluar 1500ml
Gangguan Pola 1100 a. Mengidentifikas DS: pasien
Tidur i pola aktivitas dan mengatkan sulit tidur
tidur. dan tidur hanya 3
jam.
DO: pasien tampak
11.10 gelisah, mata sayu,
sering menguap.
DS: Pasien
b. Mengidentifikas
mengatakan sulit
i factor penggangu
tidur karena nyeri
09.40
tidur.
kepala dan
lingkungan yang

21
bising.
DS: pasien
mengatkan lebih
12.00 c. Melakukan
nyaman.
prosedur untuk
DO: pasien tampak
meningkatkan
rileks.
kenyamanan
DS: pasien kooperatif
(relaksasi nafas
DO: lingkungan
dalam, pijat).
nyaman.
d. Modifikasi
Lingkungan.

Evaluasi:
S : Pasien mengatakan nyeri kepala
P : Nyeri kepala krena tekanan darah tinggi,bertambah jika untuk aktivitas, berkurang
jika untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar sampai tengkuk.
S : Skala 6
T : Nyeri muncul mendadak, dan intermitten.
Pasien mengatakan sulit tidur, hanya tidur kurang lebih 3 jam.
O : Pemeriksaan TTV:
TD: 195/98 mmHg, N: 99x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,00C.
Pasien tampak lemah, mata sayu, sering mengup.
Kesadaran pasien komposmetis.
Urine ouput 1500ml.
A : nyeri akut, resiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan pola tidur belum teratasi.
P : Lanjutkan Intervensi:
1. Mengkaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, dengan skala nyeri 1 – 10.
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas
4. Kolaborasi memberikan obat analgetik
5. Memeriksa tanda/gejala peningkatan TIK.
6. Memeriksa status pernapasan.
7. Memonitor intake dan output cairan.
8. Memberikan posisi semi fowler.
9. Kolaborasi memberikan diuretic osmosis.
10. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur.
11. Mengidentifikasi factor penggangu tidur.
12. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (relaksasi nafas dalam,
pijat punggung).
13. Modifikasi Lingkungan.

22
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
1. Nama : Ny.S
Umur : 43 tahun
Tanggal lahir : 19 Juni 1976
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Diagnosa : Hipertensi
2. Nama : Ny.Se
Umur : 51 tahun
Tanggal lahir : 08 Agustus 1968
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Diagnosa : CHF

B. Data Fokus Pasien


1. Ny. S dirawat di ruang Ayyub 2 dengan diagnose hipertensi, keluhan utama pasien
mengatakan “nyeri kepala”, saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien sudah
menderita hipertensi kurang lebih 30 tahun, wajah pasien tampak menyeringai.
Pengkajian nyeri didapatkan :
P : Nyeri kepala karena tekanan darah tinggi,bertambah jika untuk aktivitas,
berkurang jika untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar sampai tengkuk.
S : Skala 6
T : Nyeri muncul mendadak, dan intermitten.
Tanda-tanda vital didapatkan : RR: 21 x/mnt, Suhu: 36,5°C, TD: 200/103 mmHg,
Nadi: 102x/menit.

23
2. Ny. Se dirawat di ruang Ayyub 2 dengan diagnose CHF, keluhan utama pasien
mengatakan “nyeri kepala”, saat dilakukan pengkajian wajah pasien tampak
menyeringai. Pengkajian nyeri didapatkan :
P : Nyeri kepala karena tekanan darah tinggi,bertambah jika untuk aktivitas,
berkurang jika untuk istirahat.
Q : Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di kepala dan menjalar sampai tengkuk.
S : Skala 5
T : Nyeri muncul mendadak, dan intermitten.
Tanda-tanda vital didapatkan : RR: 24 x/mnt, Suhu: 37,2°C, TD: 155/78 mmHg,
Nadi: 95x/menit.

C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence Based Nursing


Riset yang Diaplikasikan
1. Nyeri Akut (sakit kepala) Berhubungan Dengan Agen Cedera Fisiologis (Iskemia).
2. Nyeri Akut (sakit kepala) Berhubungan Dengan Agen Cedera Fisiologis (Iskemia).

D. Evidence Based Nursing Practice yang Diterapkan pada Pasien


Pengaruh Slow Stroke Back Massage Pada Ny.S Dengan Hipertensi Di Ruang Ayyub
2 RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

E. Analisa Sintesa Justifikasi / Alasan Penerapan Evidence Based Nursing Practice

Gaya hidup, faktor genetik


HIPERTENSI

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi
Otak

Resistensi Pembuluh
darah otak
Peningkatan Takanan
Pembuluh darah otak
Nyeri kepala

Nyeri Akut
Tindakan keperawatan :

Slow Stroke Back


Massage
Aktivitas saraf simpatis
Sirkulasi darah menurun
meningkat
24
Aktivitas saraf
parasimpatis meningkat
Ketegangan otot
menurun Pelepasan neurotransmiter
Asitokoin
Pelepasan hormone Vasodilatsi arteri dan
endorphin dan oksiosin vena
Tekanan darah menurun
Rileks

Nyeri menurun
Nyeri menurun
F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practice
Penatalaksanaan asuhan keperawatan nonfarmakologis dimaksudkan untuk
membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat
normal sehingga memperbaiki kondisi sakitnya. Penatalaksanaan hipertensi tidak
selalu menggunakan obat-obatan (farmakologis). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pendekatan nonfarmakologis dapat dilakukan pada penderita hipertensi yaitu
meliputi; teknik-teknik mengurangi stres, penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium, dan tembakau, olahraga atau latihan yang berefek meningkatkan
lipoprotein berdensitas tinggi, relaksasi, dan pijat yang merupakan intervensi wajib
yang harus dilakukan pada setiap terapi hipertensi (Muttaqin, 2009).
Slow Stroke Back Massage (pijat lembut pada punggung) adalah pijat untuk
meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan
meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter
arteriol (Cassar, 2004). Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter
asetilkolin untuk menghambat aktifitas saraf simpatis dengan menurunkan
kontraktilitas otot jantung, volume sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian
menurunkan tekanan darah (Muttaqin, 2009). Penelitian Meek didapatkan hasil bahwa
implikasi keperawatan slow stroke back massage dapat menurunkan tekanan darah,
frekuensi jantung dan suhu tubuh (Smeltzer, 2004).

25
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing Practice


Slow Stroke Back Massage merupakan intervensi mandiri perawat dan sangat
bermanfaat. Slow Stroke Back Massage bisa menjadi kombinasi intervensi
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan tekanan darah pasien yang
tidak menimbulkan efek samping dan tidak mengganggu pengobatan farmakologis
yang sedang dijalankan pasien. Slow Stroke Back Massage dipilih karena teknik non
farmakologi yang mengurangi ketegangan otot sehingga menimbulkan rasa nyaman
dan rileks sehingga nyeri akan berkurang dan tekanan darah akan turun. Slow Stroke
Back Massage (pijat lembut pada punggung) adalah pijat untuk meningkatkan
relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas
saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter arteriol (Cassar, 2004).
Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter asetilkolin untuk menghambat
aktifitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot jantung, volume
sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian menurunkan tekanan darah
(Muttaqin, 2009). Penelitian Meek didapatkan hasil bahwa implikasi keperawatan

26
slow stroke back massage dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi jantung dan
suhu tubuh (Smeltzer, 2004).

B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Practice


Mekanisme penerapan teknik relaksasi imajinasi terbimbing yaitu:
1. Pre Test
Melakukan pengukuran tekanan darah pasien menggunakan sphygnomanometer.
2. Post Test
a. Melakukan terapi Slow Stroke Back Massage kepada responden selama 20
menit.
b. Pasien duduk di tepi tempat tidur.
c. Kemudian, pegang bagian atas bahu pasien dengan kedua tangan dan
meletakkan ibu jari masing-masing tangan tepat di bawah pangkal tengkorak,
membuat gerakan melingkar kecil di leher atas.
d. Pada tahap berikutnya, tempatkan telapak tangan di pangkal tengkorak dan
membuat stroke panjang dan halus sampai ke tulang belakang pasien. Tangan
kedua mengikuti yang pertama di pangkal tengkorak dan membelai tulang
belakang saat tangan pertama kembali ke pangkal tengkorak.
e. Selanjutnya, peneliti letakkan tangan di kedua sisi leher pasien di bawah telinga
pasien dan membelai ke bawah dan melewati tulang selangka pasien dengan ibu
jari tepat di atas tulang belikat dan mengulangi gerakan itu beberapa kali.
f. Kemudian, letakkan ibu jari masing-masing tangan di samping tulang belakang,
mulai dari bahu, dan memindahkan ibu jari ke tulang belakang ke pinggang dan
mengulangi gerakan ini beberapa kali.
g. Menyelesaikan prosedur dengan menempatkan telapak tangannya di setiap sisi
leher pasien dan membuat sapuan terus-menerus, panjang, menyapu leher,
melintasi setiap bahu, dan menuruni punggung dekat tulang belakang dan
mengulangi seluruh proses beberapa kali.
h. Melakukan pengukuran tekanan darah setelah diberikan slow stroke back
massage.

C. Hasil yang Dicapai


Pengaruh Slow Stroke Back Massage terhadap penurunan tekanan darah Ny.S

Slow Stroke Tekanan Darah Sebelum Tekanan Darah Sesudah


Back Dilakukan Slow Stroke Dilakukan Slow Stroke
Massage Back Massage Back Massage

TD: 200/103 mmHg TD: 195/98 mmHg


Hari 1
N: 102x/menit N: 99x/menit

27
TD: 195/120 mmHg TD: 175/95 mmHg
Hari 2
N: 65x/menit N: 88x/menit

TD: 166/89 mmHg TD: 136/74 mmHg


Hari 3
N: 98x/menit N: 84x/menit

Pengaruh Slow Stroke Back Massage terhadap penurunan tekanan darah Ny.Sa

Slow Stroke Tekanan Darah Sebelum Tekanan Darah Sesudah


Back Dilakukan Slow Stroke Dilakukan Slow Stroke
Massage Back Massage Back Massage

TD: 155/78 mmHg TD: 129/74 mmHg


Hari 1
N: 95x/menit N: 92x/menit

Berdasarkan hasil dari aplikasi penerapan Slow Stroke Back Massage terhadap
penurunan tekanan darah pada Ny.S dengan Hipertensi di Ruang Ayyub 2 RS Roemani
Muhammadiyah Semarang, didapatkan hasil bahwa Slow Stroke Back Massage
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada Ny.S dengan Hipertensi.

D. Kelebihan dan Hambatan yang Ditemui Selama Aplikasi Evidence Based Nursing
Practice
1. Kelebihan
Kelebihan Slow Stroke Back Massage yaitu tidak memerlukan peralatan yang
banyak dan mudah dalam mengaplikasikan secara mandiri, tanpa harus memerlukan
bantuan dari orang lain.
2. Hambatan
Selama mengaplikasikan EBN, perawat tidak menemukan hambatan selama
melaksanakan aplikasi EBN.

BAB VI
PENUTUP

28
A. Simpulan
Berdasarkan hasil aplikasi EBN mengenai pengaruh Slow Stroke Back Massage
terhadap penurunan tekanan darah pada Ny.S dengan hiertensi di Ruang Ayyb 2 RS
Roemani Muhammadiyah Semarang dapat disimpulkan bahwa, penggunaan slow stroke
back massage sangat membantu klien dalam mengurangi tekanan darah pada pasien.
Slow Stroke Back Massage juga sangat mudah diaplikasikan karena tidak memerlukan
banyak peralatan dan bantuan orang lain, sehingga dapat diaplikasikan secara mandiri.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat mengapliasikan Slow Stroke Back Massage yang berguna
dalam tindakan keperawatan mandiri non farmakologi sebagai salah satu cara
menurunkan teknan darah pada pasien hipertensi.

29

Anda mungkin juga menyukai