Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan

tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya

pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan

ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan

menempuh jalur hukum untuk membelahak-haknya.

Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk

mendapatkan persetujuan pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.

Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional

dan memberi pedoman bila hak-hak pasien terancam. Perhatian lebih juga

diberikan pada advokasi pasien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin

bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada pasien dan

keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada

kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan

kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan

globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan

kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis

penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat

penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen,
1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal

ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan

pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg dan Swansburg, 1999) dan

hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di

rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.

Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di

Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah

kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005) dan 60% tenaga kesehatan adalah

perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan

pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan

sistem pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Legal Etik

Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi

bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur

dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan

Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang

dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan

kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun

sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi

dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran.

Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga

bisa diandalkan.

International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi

bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and

Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang Professional

Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu

kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual

yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang

penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006).


Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal

yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan,

pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat.

Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak pasiennya dan dirinya

sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum

sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari

penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

B. Isi dari prinsip – prinsip legal dan etik

1. Autonomi (Otonomi)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir

logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap

kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki

berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip

otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai

persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan

hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.

Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak

pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Contohnya,

seorang perawat apabila akan melakukan tindakan medis atau keperawatan

harus memberitahukan kepada pasien apa yang ingin dilakukan, cara kerja, dan

efek sampingnya.

2. Beneficience (Berbuat Baik)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,

memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan


atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,

dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan

otonomi. Contohnya, seorang perawat memberikan terapi antibiotik yang baru

dengan tepat serta memonitor keadaan umum pasien pasca diberikan terapi

antibiotik yang baru.

3. Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang

lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai

inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk

terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar

untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contohnya, sebelum pasien

dilakukan tindakan pembedahan pasca luka bakar, sebaiknya pasien harus

mendapat penjelasan tentang persiapan pembedahan baik di Ruang VIP

maupun diruang kelas 3, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah

satunya maka perawat melanggar prinsip justice ini.

4. Non-maleficience (Tidak Merugikan)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis

pada pasien.

5. Veracity (Kejujuran)

Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi

pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan

untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan

dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Contohnya, pada

saat serah terima pasien dari IGD ke perawat rawat inap, perawat IGD

melaporkan secara tepat tentang kondisi pasien tersebuh dan tetap di dekat
pasien sampai kondisi cukup aman untuk memindahkan tanggung jawab

perawatan kepada perawat rawat inap.

6. Fidellity (Metepati Janji)

7. Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya

terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta

menyimpan rahasia pasien. Contohnya Perawat anestesi sebelum

melakukan tindakan operasi H-1 wajib memberikan inform consent

terkait rencana pembedahan, anestesi, dan resiko. Oleh karena itu,

perawat anestesi berkewajiban untuk menepati dan berusaha yang

terbaik terkait apa yang telah diinformasikan kepada pasien.

8. Confidentiality (Kerahasiaan)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang pasien harus dijaga

privasi pasien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan

pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Contohnya, segala

sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya boleh

dibaca dalam rangka pengobatan pasien oleh tenaga medis yang berwenang.

9. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang

professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

Contohnya, perawat dalam melakukan tugas keperawatannya (salah dalam

pemberian dosis obat) apabila lalai dalam bertugas, maka dapat digugat sesuai

hokum oleh pasien yang menerima obat, dokter yang memberi delegasi dan

masyarakat yang menuntut kemampuan profesional

10. Informed Consent


Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah

mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti

persetujuan atau memberi izin.  Jadi “informed consent” mengandung

pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.

Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan

yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan

mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko

yang berkaitan dengannya. Contohnya, pasien yang akan dilakukan tindakan

medis, pasien dapat mengambil keputusan untuk dilakukan tindakan tersebut

atau tidak. Pasien juga mendapatkan hak untuk mengetahui resiko dan manfaat

dari tindakan medis tersebut.

C. Masalah Legal Dalam Keperawatan

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara.

Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk

menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari

seorang perawat:

a. Kelalaian

Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara  

tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak

melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan

cedera.

b. Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena

mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang

tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.

c. Fitnah

Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang

tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda

menyatakan secara verbal atau tertulis.

d. False imprisonment

Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan pelanggaran

hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau bahkan

mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga

termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan

sesuai dengan perintah dokter

e. Penyerangan dan pemukulan

Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang

lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara

nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas

ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan

menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.

f. Pelanggaran privasi

Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan

pribadinya.Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan

itu adalah tindakan yang melawan hukum.

g. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat

secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta

perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap

orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling

rentan. Biasanya,pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab

terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang

menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa

orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua

penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang

perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.

D. Landasan Aspek Legal Keperawatan

Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan Aspek legal

Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan

kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu

Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik

Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan.

Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga

kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga

berjenjang.

Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang

tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi
kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh

Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan

dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti

tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-

masing.

E. Aplikasi Aspek Legal dalam Keperawatan

Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek hukum yang

melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara perorangan

maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku hubungan baik antara manusia

yang satu dengan yang lain, antar kelompok manusia, maupun antara manusia

dengan kelompok manusia. Hukum dalam interaksi manusia merupakan suatu

keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006). Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no

36/2009 tentang kesehatan berbunyi : “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.”

Begitu pun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi “Pelaksanaan

pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu

keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini

keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan yang bertugas untuk

memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan keperawatan

di rumah sakit meliputi : proses pemberian asuhan keperawatan, penelitian dan

pendidikan berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan


sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan

penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan keperawatan, juga

peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang diperoleh melalui

pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk keamanaan pemberian asuhan

bagi pemberi pelayanan dan juga pasien selaku penerima asuhan.

Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam Kepmenkes 1239

dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat beberapa hal yang

berhubungan dengan kegiatan keperawatan. Adapun kegiatan yang secara langsung

dapat berhubungan dengan aspek legalisasi keperawatan :

1. Proses Keperawatan

2. Tindakan keperawatan

3. Informed Consent

Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari pasien perlu

ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak

terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya serta memberikan suatu kepastian

hukum, perlindungan tenaga perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan

dalam Kepmenkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik

Nomor Y.M.00.03.2.6.956
BAB III

ANALISA KASUS

A. Kasus

Seorang laki-laki 32 tahun, berobat ke poli kulit dengan keluhan pertamanya adalah

ada bercak putih hanya sedikit tetapi lama-kelamaan semakin melebar dan banyak.

Terlihat kulit menjadi tipis dan mengkilat, adanya bintil-bintil kemerahan (leproma

dan nodul) yang tersebar pada kulit, alis rambut rontok, muka tampak berbenjol-

benjol dan tegang facies leomina. Pasien merasakan adanya gejala-gejala lain

seperti merasa panas dari derajat rendah sampai dengan menggigil, anoreksia,

nausea, kadang disertai vomitus, cephalgia dan nyeri pada penis. Pasien juga

mengeluh perut terasa begah dan bengkak terutama di daerah sebelah kanan, pasien

juga mengeluh nyeri pinggang dan kebas pada ujung jari.

B. Analisa Kasus

Prinsip etik yang dipertimbangkan adalah veracity (kebenaran), karena pasien perlu

mendapat kebenaran akan penyakitnya, dengan cara pasien terlebih dahulu berobat

ke dokter untuk melakukan pemeriksaan medik, lalu mengetahui kebenaran

penyakit yang dideritanya. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan

seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus akurat, komprehensif, dan


objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada dan

mengatakan sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan

dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Pasien juga memiliki

otonomy atau hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.

Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Dalam

kasus diatas, informed consent diberikan setelah pasien melakukan pemeriksaan

medis ke dokter, maka kita sebagai perawat dapat melakukan informed consent

pada pasien sesuai hasil dari pemeriksaan medis dan informed consent diberikan

oleh dokter, serta perawat pun dapat melakukan informed consent pada pasien.

Pada prinsipnya semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien

memerlukan persetujuan dari pasien. Informasi untuk pasien melakukan test pada

kasus diatas cukup diberikan secara lisan, agar terjalin komunikasi dua arah dengan

menggunakan Bahasa yang sesuai dengan kondisi pasien, sehingga mudah

dipahami oleh pasien.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung

jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang

diatur dalam undang-undang keperawatan.

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal

yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan,

pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat.

Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak pasiennya dan dirinya

sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum

sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari

penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

B. Saran

a. Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan

suatu tindakan agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian

yang fatal akibatnya.


b. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif

semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik

Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.

c. Perlu adanya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang

diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap

mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan

dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut

berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam

melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.

d. Setelah mengatahui perkembangan UU yang mengatur tentang praktek keper

awatan, sebagai calon perawat atau mahasiswa keperawatan harus

meningkatkan mutu belajar agar memiliki kemampuan berpikir rasional dalam

menjalankan tugas sebagai perawat profesional.

Anda mungkin juga menyukai