Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KESEHATAN MATRA LAUT

ASUHAN KEPERAWATAN TOHB PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

1. Mesin Angriyani ( 202013022)


2. Rachmad Hidayat (202013023)
3. Dina Filza Irsalina ( 202012016)
4. Depi Ratnasari ( 202013021)
5. Putri Sertianingsih (202013026)

Dosen pembimbing : Yusnaini Siagian S. Kep. Ns, M. Kep

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu meyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis Luka Bakar (cumbostio)” tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan makalah ini ditulis adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kesehatan Matra Laut Prodi D3 Keperawatan Tingkat III. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis Luka Bakar (cumbostio) bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 30 Oktober 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Luka Bakar


1. Pengertian Luka Bakar.................................................................................3
2. Etiologi Luka bakar.....................................................................................3
3. Klasifikasi Luka Bakar................................................................................4
4. Manifestasi Luka Bakar...............................................................................6
5. Patofisiologi Luka Bakar.............................................................................7
6. Fase Luka Bakar..........................................................................................7
7. Komplikasi Luka Bakar...............................................................................8
8. Penatalaksanaan Luka Bakar ......................................................................9
9. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................12
B. Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik
1. Definisi terapi hiperbarik...........................................................................12
2. Tipe hiperbarik chumber...........................................................................13
3. Manfaat tohb..............................................................................................14
4. Indikasi tohb..............................................................................................15
5. Kontrak indikasi tohb................................................................................16
6. Trik atau tim terapi tohb............................................................................16
7. Peran perawat dalam tohb..........................................................................17
8. Komplikasi tohb........................................................................................17

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS LUKA BAKAR (CUMBOSTIO)

ii
A. Pengkajian...............................................................................................................19
B. Diagnnosa Keperawatan..........................................................................................21
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................................22
D. Implementasi Keperawatan.....................................................................................24
E. Evaluasi Keperawatan.............................................................................................24

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................26
B. Saran........................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh terpajannya kulit dengan
api, suhu tinggi, listrik, radiasi maupun bahan kimia sehingga membuat
integritas kulit menjadi terganggu atau rusak. Kurang lebih 2,5 juta 0rang
mengalami luka bakar di Amerika setiap tahunya . dari kelompok ini ,200.000
orang memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 orang dirawat di rumah
sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap tahunya akibat luka dan cedera
inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar. Lebih separuh dari kasus luka
bakar yang dirawat dirumah sakit seharusnya dapat dicegah
Terapi luka bakar diarahkan pada tujuan untuk meminimalkan edema,
mempertahankan jaringan yang sehat pada zona stasis, melindungi
mikrovaskularisasi, meningkatkan daya tahan host, dan menyediakan substrat
yang diperlukan untuk mempertahankan viabilitas jaringan. Tujuan utama dari
terapi luka bakar mencakup kelangsungan hidup pasien, kecepatan peyembuhan
luka, meminimal-kan scar atau pigmentasi yang abnormal, dan efektifitas biaya
pengobatan. Hasil optimal yang diharapkan ialah pemulihan kualitas hidup
sedapat mungkin seperti keadaan sebelum menderita luka bakar.
Terapi oksigen hiperbarik atau hyperbaric oxygen therapy (HBOT) adalah
suatu terapi yang dilakukan dengan cara memberikan 100% oksigen bertekanan
kepada pasien (Mahdi, 2012). Oksigen tersebut memiliki tekanan yang lebih
tinggi daripada tekanan udara atmosfir, biasanya hingga mencapai 3 ATA.
Melihat kegunaan dari terapi oksigen hiperbarik yang sangat luas dalam
mengatasi berbagai penyakit serta jumlah pasien yang membutuhkannya maka
keberadaan alat terapi tersebut diperlukan dalam jumlah yang banyak. Akan
tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan alat HBOT di
Indonesia sangatlah terbatas. Sejauh ini, hanya beberapa rumah sakit yang
memiliki alat HBOT, antara lain: RSAL Dr. Ramelan, Surabaya; RS PT Arun,
Aceh; RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang; RSAL Dr Mintohardjo, Jakarta; RS

1
Pertamina Cilacap; RSU Sanglah, Denpasar; RS Pertamina Balikpapan; RS
Gunung Wenang, Manado; RSU Makasar; RSAL Halong, Ambon; dan RS
Petromer, Sorong (Mahdi, 2012).
Berdasarkan kenyataan ini maka pengembangan alat HBOT adalah sesuatu
yang mendesak untuk segera dilakukan. Secara garis besar, alat HBOT terdiri dari
beberapa komponen utama, seperti hyperbaric chamber, sistem suplai oksigen dan
pengkondisian udara beserta sistem kontrol alirannya, serta monitoring panel.
Selain itu, alat tersebut juga dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung
yang bertujuan untuk menunjang kenyamanan dan keamanan pasien. Dari
berbagai komponen yang ada, hyperbaric chamber merupakan komponen yang
relatif paling penting untuk dirancang terlebih dahulu di dalam proses
pengembangan alat HBOT.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu untuk memahami tentang asuhan
kepertawatan pada pasien dengan diagnosa medis luka bakar (cumbostio)”
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Konsep Dasar Luka Bakar
2. Mengetahui Konsep Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa Medis Luka
Bakar (Cumbostio)

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Luka Bakar


1. Pengertian
Luka bakar adalah perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar
dengan zat termal, Chemical, elektrik, atau radiasi yang menyebabkan luka bakar
(Luckmanandsorensen”s, 1993) Luka bakar adalah sejenis cedera pada daging
atau kulit yang disebabkan oleh panas, listrik, zat kimia, gesekan atau radiasi.
Luka bakar yang hanya mempengaruhi kulit bagian luar dikenal dengan luka
bakar superfisial atau derajat 1. Bila cedera menebus beberapa lapisan dibawanya,
hal ini disebut luka bakar sebagian lapisan kulit luar atau derajat II. Pada luka
bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit atau derajat III, cedera meluas ke
seluruh lapisan kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV melibatkan cedera
kejaringan yang lebih dalam, seperti otot atau tulang..

2. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai
faktor dapat menjadi penyebab luka bakar, beratnya luka bakar juga dipengaruhi
oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misalnya suhu benda yang
membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas: api, air panas dan minyak
panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan
ruangan yang tertutup. Faktor yang mempengaruhi beratnya luka bakar antara lain
:
a. Keluasan luka bakar
b. Kedalaman luka bakar
c. Umur pasien
d. Agen penyebab
e. Fraktur atau luka lain yang menyertai
f. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung, dll.

3
g. Obesitas
h. Adanya trauma inhalasi

3. Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama
tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung-
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema
dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama
akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh dasar luka berwarna merah atau
pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-
ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua Menurut (Rahayuningsih,
2012) :
 Derajat II dangkal (superficial)kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14
hari
 Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness)

4
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak,
tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis
dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan .

Berdasarkan luasnya,yaitu:
a. America burnAssociation membagi dalam :
1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
 Tingkat II : kurang dari 15% total bodysurface area pada orang dewasa
atau kurang dari 10% total bodysurface area pada anak anak
 Tingkat III : kurang dari 2% total bodysurface area yang tidak disertai
komplikasi
2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate)
 Tingkat II :15% - 25% total bodyserface area pada orang dewasa atau
kurang dari 10% - 20% total body pada area anak
 Tingkat III: kurang dari 10% total bodysurface area yang tidak disertai
komplikasi
3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor) :
 Tingkat II 32% : Total bodysurface area atau lebih pada orang dewasa atau
lebih dari 20% total bodysurface area pada anakanak
 Tingkat III : 10% atau lebih
 Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga kaki dan
perineum
 Luka bakar pada jalan pernapasan atau adanya komplikasi pernapasan. •
Luka bakar sengatan listrik(elektrik
 Luka bakar yang ditandai dengan masalah yang memperlemah daya tahan
tubuh seperti luka jaringan lunak, fraktur, trauma lain atau masalah
kesehatan sebelumnya.

5
b. Americancollageofsurgoen membagi dalam :
1) Parah – critical:
 Tingkat II : 30% atau lebih. • Tingkat III: 10% atau lebih
 Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
 Dengan adanya komplikasi pernapasan, jantung, fraktur, sloftissue yang
luas.
2) Sedang – moderate
 Tingkat II : 15 – 30%
 Tingkat III: 1 – 10% 11 3. Ringan – minor
 Tingkat II: < 155
 Tingkat III : < 1%

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada
orang dewasa digunakan rumus “rule of nine” yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang, dan bokong, ekstermitas atas kanan atau kiri, paha kanan
atau kiri, tungkai dan kaki kanan atau kiri masingmasing mewakili luas 9%, dan
sisanya telapak tangan dan genetalia mewakili luas 1%. Pada anak dan bayi
digunakan rumus lain karena luas relatif kepala anak lebih besar. Dikenal
rumus10 untuk bayi dan rumus 10- 15-20 untuk anak. Pada anak-anak, kepala dan
leher mewakili luas 15%, badan depan dan belakang masing-masing mewakili
luas 20%, ekstremitas atas masing-masing mewakili luas 10%, dan ekstremitas
bawah masingmasing mewakili luas 15%

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya :
a. Grade I : Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
b. Grade II : Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan
edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi

6
c. Grade III : Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka
merah keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang
rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skingraf.

5. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik,
derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi
jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit
dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan
subkutan tergantung pada penyebabnya. Terjadinya integritas kulit
memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Kehilangan cairan akan
mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh akibat dari peningkatan
pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstra vaskuler melalui kebocoran kapiler yang berakibat tubuh
kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan protein plasma. Kemudian terjadi
edema menyeluruh dan dapat berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak
segera ditangani. Menurunnya volume intra vaskuler menyebabkan aliran plasma
ke ginjal dan GFR (Rate Filtrasi Glomerulus) akan menurun sehingga haluaran
urine meningkat. Jika resitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat
bisa terjadi gagal ginjal dan apabila resitasi cairan adekuat, maka cairan
interstisial dapat ditarik kembali ke intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.

6. Fase Luka Bakar


a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life threatening. Dalam
fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway
tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam

7
pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang
berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O dan
tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema
instabilitas sirkulasi (Barbara, 2010).
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai 21 hari.
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-System Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal
ini merupakan dampak atau perkembangan masalah yang timbul pada fase
pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan
sumber panas. Luka yang terjadi penyebab proses inflamasi dan infeksi, masalah
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau tidak dilapisi epitel
luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8-12 bulan hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka bakar dan pemulihan fungsi organorgan fungsional. Masalah
yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

7. Komplikasi Luka Bakar


Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Notoatmodjo, 2010)
a. Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang
paling
sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama
dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih
rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat
terjadi akibat penggunaan tabung dan kateter. Kateter urin dapat menyebabkan

8
infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi
traktus respirasi seperti pneumonia.
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi Penderita dengan kerusakan
pembuluh
darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume
darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini akibat lamanya waktu tirah baring pada
pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi darah normal,
sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan
membentuk sumbatan darah.
c. Komplikasi jangka panjang Komplikasi jangka panjang terdiri dari
komplikasi fisik
dan psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi
secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di
area sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi
atau tertarik bersama. Akibarnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka.
Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress
pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita.

8. Penatalaksanaan
Penanganan luka bakar pada anak dan dewasa pada dasarnya sama hanya
akibat yang ditimbulkan dapat lebih serius pada anak. Hal itu disebabkan secara
anatomi kulit anak lebih tipis, lebih mudah terjadi kehilangan cairan dan elektrolit
serta kemungkinan terjadi hipotermi cukup besar. Berbagai macam respon sistem
organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan
antar disiplin Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana
perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan
fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Perawatan sebelum di rumah sakit (prehospital care). Perawatan sebelum klien
dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir

9
ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Prehospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab luka bakar dan atau
menghilangkan sumber panas
a. Penatalaksanaan prehospital penanganan pertama pada luka bakar antara
lain :
1) Menjauhkan penderita dari sumber luka bakar
2) Memadamkan pakaian yang terbakar
3) Menghilangkan zat kimia penyebab luka bakar
4) Menyiram dengan air sebanyak -banyaknya bila karena zat kimia.
5) Mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek
yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).
Fitriana (2014) menyebutkan bahwa pada tindakan penatalaksanaan luka
bakar terdapat beberapa prioritas tindakan untuk mengatasi kegawatan pada klien
yaitu sebagai berikut :
1) Menghentikan proses pembakaran
Jika menemukan penderita masih dalam keadaan terbakar maka harus segera
dilakukan pemadaman dengan cara menyiram dengan air dalam jumlah banyak
apabila disebabkan bensin atau minyak. Menggulingkan penderita pada tanah
(drop and roll) atau menggunakan selimut basah untuk memadamkan api.
Walaupun api sudah mati, luka bakar akan tetap mengalami proses perjalanan
pembakaran, untuk mengurangi proses ini luka dapat disiram atau direndam
dengan air bersih untuk pendinginan. Perlu diketahui bahwa proses pendalaman
ini hanya akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila pertolongan datang
setelah 15 menit, usaha sia-sia dan hanya akan menimbulkan hipotermi. Tidak
diperbolehkan sekali-kali mengompres luka bakar dengan kassa air es karena
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
2) Perawatan luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk
memperkecil kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi rasa nyeri
dengan mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang
terbakar. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka.Tujuan

10
dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang
minimal.Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi:
 Pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur.
 Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien
tidak hipotermi.
 Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit.

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar, yaitu:


a. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barrier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian
salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan
pembengkakan.
b. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertama
tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun
dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau
Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,
transcyte, integra).
c. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal
dan
cangkok kulit (early exicision and grafting ) Setelah sembuh dari luka,
masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang menjadi
cacat berat.Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan
kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga
diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.

11
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (2018) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah:
a. Hitung darah lengkap: Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
c. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
d. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis
e. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
f. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
g. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
h. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

B. Konsep Dasar Terapi Hiperbarik Oksigen


1. Definisi terapi hiperbarik oksigen

Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien


menghirup oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan
ditekan dengan oksigen lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer Absolut)
(Gill dan Bell, 2014).
Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan pengobatan dimana
pasien menghirup oksigen murni (100%) secara berkala ketika
menyelam atau di dalam Ruangan Udara Bertekanan Tinggi (RUBT)
dengan tekanan lebih dari 1 ATA. Terapi oksigen hiperbarik merupakan
terapi yang sudah banyak digunakan untuk penyakit penyelaman
maupun penyakit bukan penyelaman baik sebagai terapi utama maupun
terapi tambahan (Hariyanto, et al, 2009).

12
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis dalam suatu ruangan
menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer
tinggi (hyperbaric chamber) dengan tekanan lebih besar daripada 1
ATA (Biomedical engineering,2014).
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan
yang menggabungkan oksigen murni dan tekanan udara 1,3-6 atmosfer
di dalam ruangan udara bertekanan tinggi (Turangan, 2016).
Kondisi ruang terapi HBO harus memiliki tekanan udara yang
lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1
ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam
atau dalam ruang udara yang bertekanan tinggi yang dirancang baik
untuk kasus penyelaman maupun pengobatan klinis.
Setiap penurunan kedalaman 10 meter, tekanan akan naik 1 atm.
Pada saat terapi akan diberikan tekanan 2-3 ATA. Hal ini akan
menghasilkan 6 ml oksigen terlarut dalam 100 ml plasma dan durasi
rata-rata terapi sekitar 60-90 menit. Dosis yang digunakan pada
perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman untuk
pasien, selain itu juga berkaitan dengan lamanya perawatan yang
dibutuhkan. Tekanan di atas 2,5 ATA memiliki efek imunosupresif
(Ali, et al, 2014).

2. Tipe hiperbarik chumber


Hyperbaric chamber merupakan ruangan berbentuk kapsul yang
terbuat dari baja dan aluminium yang memiliki lubang jendela akrilik.
Chamber terdiri dari ruangan dengan dua pintu. Satu untuk ke luar
chamber (lock chamber) dan satu ruang utama dari chamber (main
chamber) yang dapat diberi tekanan masing-masing sehingga
memungkinkan pasien untuk masuk atau keluar dari main chamber
saat masih bertekanan. Airlock atau medical lock berfungsi untuk
memasukkan atau mengeluarkan obat-obatan, instrumen, makanan,

13
atau barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam chamber
(Haryoto, 2015).

Jenis ruangan hiperbarik dibedakan menjadi 4, yakni :


1. Monoplace chamber
Chamber yang digunakan untuk pengobatan satu pasien.
2. Multiplace chamber
Chamber yang digunakan untuk pengobatan beberapa pasien. Pada
waktu yang bersamaan chamber ditekan dengan udara dan pasien
harus melakukan valsava manuver, kemudian setelah mencapai
kedalaman yang sesuai pasien menghirup oksigen murni (100%)
dari masker.
3. Animal chamber
Chamber yang digunakan untuk penelitian dan menggunakan
binatang sebagai objek.
4. Portable chamber
Chamber yang dapat digunakan atau dibawa ke tempat kejadian
penyelaman, sebagai tempat transfer dari tempat kejadian hingga
ke chamber utama.

3. Manfaat terapi hiperbarik oksigen


Terapi Hiperbarik Oksigen dapat dimanfaatkan pada:
1. Kasus penyelaman: dekompresi, keracunan gas CO, dan tes
toleransi oksigen untuk penyelam
2. Penyakit klinis: Diabetes Mellitus, stroke, luka bakar, bell's palsy,
osteomyelitis,cangkok kulit/jaringan, dll
3. Kebugaran

Secara umum terapi hiperbarik oksigen memiliki manfaat, antara lain :


1. Meningkatkan konsentrasi oksigen ke seluruh sel dan jaringan
tubuh

14
2. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah daru untuk
meningkatkan aliran darah pada daerah sirkulasi yang berkurang
3. Membunuh bakteri terutama anaerob seperti Closteridium
perfingens (penyebab gas gangren)
4. Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) seperti
bakteri E.Coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan
pada luka mengganas
5. Mampu menghambat produksi alfa toksin
6. Meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup
7. Menurunkan waktu paruh koreboksihemoglobin dari 5 jam menjadi
20 menit pada penyakit keracunan gas CO
8. Mempercepat penyembuhan luka dengan pembentukan fibroblast
9. Mereduksi ukuran buble nitrogen
10. Mengurangi edema
11. Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang
dapat menjaga elastisitas kulit

4. Indikasi HBOT
Menurut Sutarno (2000), indikasi terapi hiperbarik oksigen meliputi :
1. Dekompresi
2. Keracunan CO dan sianida
3. Emboli paru
4. Anemia
5. Infeksi jaringan lunak
6. Abses intrakranial
7. Osteomielitis
8. Peningkatan penyembuhan luka, ujung amputasi yang tidak
sembuh, luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama,
ulkus stasis refraktori
9. Luka bakar

15
10. Tuli mendadak
11. Crush injury & Acute traumatic injury
12. Delayed radiation injury

5. Kontraindikasi HBOT
1. Absolute
Kontraindikasi HBOT adalah pneumothorax yang belum dirawat,
kecuali telah dilakukan tindakan pembedahan untuk mengatasi
pneumothorak sebelum diberikan terapi HBO.

2. Relatif
a) ISPA
b) Sinusitis kronis
c) Kejang-kejang
d) Empisema dengan retensi CO2
e) Panas tinggi yang tidak terkontrol. Hal ini merupakan
predisposisi dari kejang. Suhu tubuh harus diturunkan
sebelum terapi HBO
f) Riwayat operasi thorax atau operasi telinga
g) Infeksi virus
h) Penyakit keganasan
i) Kehamilan, hal ini akan mengakibatkan malformasi
kongenital

6. Tim Terapi HBOT

1) Supervisor
2) Dokter hiperbarik
3) Tender/perawat
4) Operator
5) Teknisi/mesin

16
7. Peran Perawat Dalam HBOT

1. Pra terapi HBO


1) Anamnesis (identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu,kontraindikasi)
2) Persiapan alat (masker, air minum, selimut, pispot)
3) Pemeriksaan fisik lengkap
4) Pemeriksaan tambahan bila perlu
5) Inform consent (manfaat, proses, cara adaptasi ketika ada
tekanan, benda-benda yang tidak boleh dibawa)

2. Intra HBO
1) Bantu transfer input pasien
2) Safety klien
3) Cek kembali barang-barang yang dibawa
4) Ingatkan jangan terlambat valsava
5) Monitor tanda-tanda barotraumas, keracunan O2
6) Monitor keadaan umum pasien
7) Koordinasi dengan operator atau dokter jika terjadi masalah
3. Post HBO
1. Bantu pasien keluar
2. Monitor tanda-tanda barotraumas, keracunan CO
3. Lepas masker
4. Rapikan/ bersihkan chamber
5. Pendokumentasian

8. Komplikasi HBOT

Komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen antara lain :


1. Barotrauma pada telinga, paru, dan gigi

17
2. Keracunan oksigen
3. Nyeri sinus
4. Katarak dan myopia
5. Claustrophobia
6. Fibroplasia retrolental
7. Gangguan neurologis

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
LUKA BAKAR (CUMBOSTIO)

A. Pengkajian
1. Indentitas klien :
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, no. RM, dx medis,
pendidikan terakhir, dan biaya
2. Keluhan utama
Klien dengan combutio termasuk dalam keluhan klinis
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan luka bakar (combutio), penyebabnya apa dan upaya
yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji beberapa penyakit yang pemah dialami yang mungkin menjadi
kontraindikasi terapi HBO. Seperti pneumotorax untreated, infeksi
respirasi atas, kejang kejang empisema dengan retensi CO2, lesi
pulmonary asimptomatik pada foto dada, riwayat bedah thorax atau bedah
telinga, demam tinggi yang tidak terkontrol, penyakit keganasan, dan
kehamilan.
5. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum (TTV dan keadaan umum)
b. ROS (Review of System)
1) Neurologis
2) Pernafasan
3) Kardiovaskuler
4) Pencernaan
5) Perkemihan.

6. Pengkajian pra Tohb

19
a. Observasi TTV
b. Ambang demam
c. Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu (batuk. demam, sakit tenggorokan,
pilek, mual,diare, malaise)
d. Auskultasi paru-paru
e. Lakukan uji gula darah pada pasien dengan IDDM.
f. Observasi cedera orthopedic umum dalam luka trauma.
g. Tes pada pasien keracunan CD/ Oksigen
h. Uji ketajaman penglihatan
i. Mengkaji tingkat nyeri
j. Penilaran status nutrisi terutama pada pasien dengan DM dengan
pengobatan atau insulin

7. Pengkajian intra Tohb


a. Mengamati tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasiefek samping ditemui dalam Tohb
b. Mendorong pasien untuk menggunakan teknik atau kombinasi teknik yang
paling efektif atau nyaman
c. Pasien perlu diingatkan bahwa manuver Valsava hanya untuk digunakan
selama dekompresi dan mereka perlu bemapas normal selama terapi (tidak
menahan napas)
d. Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi
hingga nyeri roda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak lega, pasien harus
dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh dokter THT
e. Untuk mencegah barotrauma Gl. ajarkan pasien bernafas secara normal
(jangan menelan udara) dan menghindari makan besar utuu makanan yang
memproduksi gas atau minum sebelum perawatan
f. Pantau adanya claustrophobia, untuk mencegah atau mengurangi efek dari
claustrophobia gunakan media seperti TV, film, buku-buku, kaset
tape,atau perawat/anggota keluarga duduk di sisi ruangan

20
g. Monitor pasien selama dekompresi terutama selama dekompresi darurat
untuk tanda tanda pneumotoraks tersebut
h. Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hipoglikemia X.
Pengkajun pout Tohb
i. Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji ontologis harus
dilakukan
j. Tes gula darah pada pasien IDDM
k. Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom kompartemen, nekrosis dan
pasca implanta harus dilakukan penilian status neurovaskular dan luka
l. Passen dengan keracunan CO mungkin memerlukan tes psicyomen atau
tingkat carboxyhemoglobin
m. Pasion dengan insufisiensi urteri akut retinu memerlukan hasil
pemeriksaan pandangan yang luas
n. Passen dirawat karena penyakit dekompresi, emboli gas arteri, atau edema
cerebral.

B. Diagnosa
1. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar terbuka
2. Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber),
ledakan peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
3. Kecemasan dan ketakutan b/d perasaan kecemasan kurungan terkait
dengan ruang oksigen hiperbarik (claustrofobia)

21
C. Intervensi
Diagnosa Rasional Intervensi
1. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kontrol luka pasien
integritas kulit b.d asuhan keperawatan, 2. Identifikasi keluhan pasien/ riwayat-
luka bakar terbuka
kriteria hasil yang riwayat penyakit sebelummnya
diharapkan yang menjadi kontraindikasi TOHB
1. Menunjukkan 3. Kaji kemampuan melakukan valsava
regenerasi 4. Lakukan vital sign
jaringan 5. Kaji luka
2. Mencapai
penyembuhan
luka tepat waktu
pada area luka
bakar
Setelah dilakukan
2. Resiko cidera 1. Bantu pasien masuk dan keluar
asuhan keperawatan,
yang b/d dari ruang dengan tepat
kriteria hasil yang
pasien 2. Amankan peralatan di dalam
diharapkan
transfer in/out ruang sesuai dengan kebijakan
1. Pasien tidak akan
dari ruang dan prosedur
mengalami
(chamber), 3. Monitor peralatan dan supple
cedera
ledakan untuk perubahan tekanan dan
peralatan, volume
kebakaran,da 4. Ikuti prosedur pencegahan
n/ peralatan kebakaran sesuai kebijakan yang
dukungan ditentukan dan prosedur
medis 5. Monitor adanya udara di IV
linedan tekanan tubing line
invasif. udara semua harus
dikeluarkan dari tabung, jika ada.

22
6. Dokumentasikan bahwa semua
lini invasif terbebas dari udara
terutama saat chamber di berikan
tekanan dan setelah diberikan
tekanan.

3. Kecemasan dan Setelah dilakukan


1. Kaji riwayat kecemasan dan ketakutan
ketakutan b/d asuhan keperawatan,
pasien and ulang kembali informasi
perasaan kriteria hasil yang
dari dokter hiperbarik yang relevan
kecemasan diharapkan
2. Lakukan tindakan pencegahan yang
kurungan terkait 1. Pasien mampu
sesuai (mis. HE, Orientasi chamber,
dengan ruang mentolelir Terapi
dan obat)
oksigen hiperbarik HBO
3. Saat terapi berlangsung monitor tanda
(claustrofobia)
dan gejala dari kecemasan termasuk :
 Gelisah
 Ketidakmampuan untuk
mentolerir masker wajah
atau tudung kepala dan
 Laporkan perasaan
tertutup atau terjebak.
4. Jaga ketenangan

5. Pastikan terjadi kontak mata dengan


pasien
6. Yakinkan pasien bahwa dia aman

7. Libatkan pasien dalam pemecahan


masalah / perasaannya thd kecemasan
kurungan
8. Beri obat anti kecemasan ssi perintah
dokter hiperbarik dan nilai efektivitas

23
atau pengobatan.
9. Beritahukan dokter hiperbarik,respon
pasien terhadap obat anti kecemasan,
langkah-langkah dan kemampuan
untuk mentolerir kurungan
10. Dokumentasikan hasil intervensi

D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam


rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pada tahap ini perawat menggunakan
semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post
appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen. Interdependen dan dependen.

E. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan


dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi,
teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakan :

S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki

O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,


pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan

24
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.

P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan


berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan
ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai)

25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara holistik dari
berbagai aspek. Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar,
kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain.
Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) merupakan terapi medis yang memiliki
dasar ilmu kedokteran dan terbukti secara klinis dengan cara pemberian oksigen
murni kepada peserta terapi Hiperbarik yang berada didalam ruangan bertekanan
tinggi dengan tujuan meningkatkan kadar oksigen dalam darah, plasma dan
jaringan
Terapi oksigen hiperbarik sudah dinyatakan aman oleh FDA untuk 13
penyakit, tetapi penggunaan terapi oksigen hiperbarik sebagai antiaging kulit
untuk saat ini belum disetujui. Studi klinis terkait peremajaan kulit ini masih
sangat terbatas dan belum dapat diekstrapolasi ke praktik klinis.
Uji pada hewan menemukan bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat
memperlambat pembentukan kerutan pada kulit dengan cara meningkatkan
degradasi proteosomal dari HIF-1α sehingga memperlambat angiogenesis. Di sisi
lain, penelitian terhadap manfaat terapi oksigen hiperbarik pada ulkus dan luka
yang sulit sembuh justru menemukan hasil sebaliknya bahwa terapi oksigen
hiperbarik akan meningkatkan angiogenesis sehingga membantu penyembuhan
luka.

B. Saran
Adapun saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang dapat diusulkan yaitu
sebagai masukan untuk tetap terus meningkatkan sistem pengontrolan supaya
sesuai standar dari yang disarankan dan agar ada pembagian waktu terapi yang
berbeda untuk jenis penyakit yang berbeda pada masing-masing pasien, agar
pasien atau perawat yang ada di dalam ruang TOHB merasa lebih aman dan
tenang saat melakukan terapi.

26
27
DAFTAR PUSTAKA

AlmansyahI,Prasetyo. TOH 2015. Luka dalam sjahsyuh hidayat R,deJongWeditor


,Buku ajar ilmu bedah Edisi 2 Jakarta .penerbit buku kedokteran EGC.

Effendy,Christine 2011. Perawatan Pasien Luka Bakar.Jakarta: EGC

Dwipayana, R. dan Prijambodo, B. 2015. The Effect of Hyperbaric Oxygen On


The Healing Of Rat’s Flexor Muscle Injury. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

Gill, A. L. dan Bell, C. N. A. 2014. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of


action and outcomes.US: Oxford Journals.

Hermanto, E dan Taufiqurrahman, I. 2015. Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik


dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya Indonesia.

Mahdi, Sasongko, Siswanto, Hinarya, Suharsono, Soepriyoto, Setiawan, Hanjaya,


Guntoro, dan Susanto. 2012. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.
Surabaya: Lembaga Kesehatan Kelautan (Lakesla) TNI AL.

Prasetyo, A. T., Soemantri, J. B., dan Lukmantya. 2012. Pengaruh Kedalaman dan
Lama Menyelam Terhadap Ambang Dengar Penyelam Tradisional dengan
Barotrauma Telinga. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Wahyudi, M. Z. “Dari Dekompresi sampai Kebugaran”. Jawa Pos. 19 Maret


2016. Halaman 14

Anda mungkin juga menyukai