KEPERAWATAN GERONTIK
DOSEN PEMBIMBING:
Mawar Eka Putri, S.Kep, Ns, M.Kep
DISUSUN OLEH:
Kelompok I
Andry Indrawan (202013028)
Farida (202013029)
Reza Umami (202013030)
Puji syukur kami panjatkan kcpada Tuhan Yang Maha Esa yang tclah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Dan Teori Tentang Lansia”.
Kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini berkat bantuan dan
bimbingan dosen sehingga kendala-kendala dapat kami selesaikan. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mawar Eka Putri, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen
pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Gerontik.
Kami berharap makalah ini dapat dinikmati oleh para pembaca. Kami juga menyadari bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah kami ini dapat dipahami oleh para pembaca. Sekiranya makalah yang telah
disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya, sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 4
A. Konsep Teori Lansia................................................................................................ 4
B. Tempat Pelayanan Bagi Lansia.............................................................................. 10
C. Pelayanan Sosial Di Keluarga................................................................................. 13
D. Foster Care Servis.................................................................................................... 15
E. Pusat Santunan Keluarga........................................................................................ 16
F. Panti Sosial Lansia................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 19
A. Kesimpulan............................................................................................................... 19
B. Saran.......................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan-permasalahan Lansia tersebut maka rumusan masalah yang
penulis sajikan dalam makalah ini adalah:
1. Konsep teori Lansia.
2. Tempat pelayanan bagi Lansia.
3. Pelayanan sosial di keluarga.
4. Foster care servis.
5. Pusat santunan keluarga.
6. Panti sosial Lansia.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsep teori tentang Lansia.
2. Mengetahui tempat pelayanan bagi Lansia.
3. Mengetahui pelayanan sosial di keluarga terhadap Lansia.
4. Mengetahui apa itu foster care servis bagi Lansia.
5. Mengetahui pusat santunan keluarga bagi Lansia.
6. Mengetahui panti sosial Lansia.
D. Manfaat Penelitian
3
4
5
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu: pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65
tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga
batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80
tahun). (Efendi, 2009)
3. Proses Penuaan
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang.
Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur tersebut. Semakin
bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat
dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun
dengan mereka yang berumur 30 tahun, yaitu berat otak pada Lansia 56%, aliran darah
ke otak 80%, cardiac output 70%, jumlah glomerulus 56%, glomerular filtration rate
69%, vital capacity 56%, asupan O2 selama olahraga 40%, jumlah dari axon pada saraf
spinal 63%, kecepatan pengantar impuls saraf 90% dan berat badan 88%. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi proses penuaan, sehingga muncullah teori-teori yang
menjelaskan faktor penyebab proses penuaan.
Faktor yang dapat mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua
bagian. Pertama, faktor genetik , yang melibatkan perbaikan DNA, respons terhadap
stres, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua faktor lingkungan, yang meliputi
bahan-bahan kimia. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas metabolisme
sel yang akan menyebabkan terjadinya stres oksidasi sehingga terjadi kerusakan pada
sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan (Sunaryo, 2016).
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menurut (Kholifah, 2016) terdapat perubahan yang terjadi pada Lansia, yaitu:
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra Sistem pendengaran: Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada Lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal: Jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago,
tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon,
tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian
menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi
rata.
6
7) Kebijaksanaan (Wisdom).
8) Kinerja (Performance).
9) Motivasi.
c. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Keturunan (hereditas).
5) Lingkungan.
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian. Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika Lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement). Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau
bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada Lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
3) Depresi. Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode
depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas. Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif.
Gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping
obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
Berikut beberapa kelebihan yang bisa diperoleh di panti wredha untuk keluarga
yang memiliki Lansia:
a. Memiliki pelayanan medis tingkat lanjut.
Salah satu kelebihan dari panti wredha adalah fasilitas perawatan Lansia,
termasuk perawatan medis tingkat lanjut. Umumnya, panti wredha memiliki
pelayanan medis yang mirip dengan yang ditawarkan di rumah sakit. Pelayanan
11
kesehatan di setiap panti wredha tentu akan bervariasi, tetapi biasanya meliputi
beberapa hal di bawah ini:
1) Menyediakan perawat Lansia yang terampil.
2) Perawatan ortopedi, seperti masalah otot, sendi, dan tulang.
3) Pengobatan untuk gangguan pernapasan.
4) Perawatan setelah operasi, seperti perawatan luka.
5) Terapi antibiotik dan intravena.
Tidak hanya memperhatikan kesehatan fisik, ada beberapa panti yang
menyediakan konseling gizi, pekerjaan sosial, dan kegiatan rekreasi. Hal ini
bertujuan agar Lansia merasa sehat dan nyaman menjalani hari-hari di panti tanpa
perlu mengkhawatirkan kondisi kesehatannya.
b. Memudahkan Lansia berinteraksi dengan orang lain
Selain memperoleh perawatan kesehatan tingkat lanjut, kelebihan lainnya dari
panti untuk Lansia ini adalah mereka dapat berinteraksi dengan orang lain.
Kebanyakan Lansia mungkin memilih untuk hidup terpisah dari anak dan cucunya
agar tidak merepotkan mereka. Namun, tidak sedikit dari mereka yang mungkin
kesepian karena tinggal seorang diri atau berdua dengan pasangan dan sesekali
dengan perawat.
Dengan berada di panti, para Lansia akan lebih sering bertemu dengan orang
yang seumuran dengan mereka. Selain itu panti juga sering mengadakan acara dan
kegiatan untuk Lansia yang memungkinkan penghuninya bersosialisasi satu sama
lain.
c. Menjalani aktivitas harian yang teratur.
Pada saat Lansia tinggal di rumah bersama anggota keluarganya atau justru
sendirian, mungkin mereka akan lebih cepat merasa bosan. Bagaimana tidak,
kondisi tubuh membuat Lansia tidak bisa banyak bergerak selayaknya saat masih
muda. Sementara itu, panti untuk Lansia menghadirkan aktivitas harian yang
teratur. Mulai dari bangun pagi, sarapan, senam Lansia bersama-sama, hingga
malam hari diatur oleh pengelola panti. Setiap orang memang akan merespons
keteraturan yang berbeda karena ada beberapa orang yang menyukainya dan ada
pula yang tidak.
tinggal di panti ini membuat Lansia merasa depresi. Hal ini bisa terjadi karena Lansia
tidak bebas berada di fasilitas ini.
Sebagai contoh, Lansia tidak bisa bebas memilih menu makanan harian atau
kegiatan yang mereka sukai. Selain itu, ada kemungkinan bahwa panti tersebut memiliki
pelayanan yang tidak berkualitas jika dibandingkan ketika berada di rumah sendiri.
Akibatnya, orang yang sudah memasuki usia senja ini bukan lebih sehat, tetapi lebih
sering jatuh sakit.
Panti wredha mungkin akan terlihat menakutkan atau tidak menyenangkan untuk
para Lansia. Belum lagi perasaan dikhianati atau merasa ditelantarkan oleh keluarga
ketika berada di sana. Oleh karena itu, saat ingin menitipkan Lansia ke panti, pastikan
bahwa Lansia tidak merasa keberatan. Selain itu, pastikan pula bahwa panti yang dipilih
adalah yang terbaik untuk membantu Lansia sehat dan bahagia menjalani hari-harinya.
3. Posyandu Lansia
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia adalah suatu wadah pelayanan kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM) untuk melayani penduduk Lansia, yang proses
pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga
swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan kesehatan pada upaya
promotif dan preventif. Di samping pelayanan kesehatan, Posyandu Lansia juga
memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, keterampilan, olah raga, seni budaya,
dan pelayanan lain yang dibutuhkan para Lansia dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Selain itu Posyandu
Lansia membantu memacu Lansia agar dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi
diri.
4. Puskesmas Santun Lansia
Yang dimaksud Puskesmas Santun Lansia adalah Puskesmas yang menyediakan
ruang khusus untuk melakukan pelayanan bagi kelompok usia lanjut yang meliputi
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabiIitatif. Ciri-ciri Puskesmas
Santun Lansia yaitu pelayanannya secara pro-aktif, baik, berkualitas, sopan,
memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan kepada Lansia, memberikan
keringanan/penghapusan biaya pelayanan bagi Lansia yang tak mampu, memberikan
berbagai dukungan dan bimbingan kepada Lansia dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan melalui kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor.
C. Pelayanan Sosial Di Keluarga
Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan
dengan lingkungan sosialnya. Pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan
sosial. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi
pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan,
tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga
pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada
13
golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin,
cacat, tuna sosial dan sebagainya.
Pengertian pelayanan sosial Lansia secara khusus dapat ditemukan dalam Peraturan
Menteri Sosial Nomor. 19 tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lansia, pada pasal
1 dijelaskan bahwa pelayanan sosial Lansia adalah upaya yang ditujukan untuk membantu
Lansia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi sosialnya. Arah kebijakan pelayanan
dan perlindungan Lansia pada saat ini mengacu pada skema penyediaan layanan long term
care (LTC). Layanan LTC melibatkan tiga komponen, yaitu pemerintah melalui pelayanan
sosial Lansia berbasis institusi (institutional based), masyarakat melalui pelayanan sosial
Lansia berbasis komunitas (Community based), dan layanan berbasis rumah tangga (Home-
Based) (Tristanto, 2020).
Pelayanan sosial Lansia berbasis institusi di Indonesia dilaksanakan dalam bentuk Balai
Rehabilitasi Sosial Lansia (BRSLU) ataupun Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW). Merujuk
pada Peraturan Menteri Sosial No. 19 tahun 2012 pasal 7 menjelaskan bahwa pelayanan
dalam panti dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan, dan
terpenuhinya kebutuhan dasar Lansia. Pelayanan sosial berbasis institusi umumnya melayani
Lansia yang mengalami tingkat kerentanan sangat tinggi yaitu: Lansia yang masih mandiri
dan mengalami keterlantaran dijalanan dan Lansia yang sudah tidak memiliki kemandirian
yang tidak mungkin dilayani melalui pelayanan sosial berbasis rumah tangga dan berbasis
komunitas.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan dalam panti, meliputi:
1. Pemberian tempat tinggal yang layak.
2. Jaminan hidup berupa makan, pakaian, pemeliharaan kesehatan.
3. Pengisian waktu luang termasuk rekreasi.
4. Bimbingan mental, sosial, keterampilan, agama.
5. Pengurusan pemakaman atau sebutan lain.
Pelayanan sosial Lansia berbasis komunitas, dapat berupa Lembaga Kesejahteraan
Sosial (LKS). Hal tersebut tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, pasal 38 ayat 2 yang berbunyi penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dari unsur masyarakat diantaranya adalah melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial atau
Organisasi Sosial.
dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis, LKS yang memiliki kesadaran bersama akan
melindungi Lansia dari kerentanan dan diskriminasi, LKS (termasuk PUSAKA) menjadi
penggerak utama bagi keluarga dan komunitas untuk melakukan perawatan sosial bagi
Lansia. Dan Komunitas adalah yang terdekat dengan keluarga Lansia, sehingga harus
dikuatkan melalui LKS agar lebih sensitif dan responsif dalam mencegah dan menyelesaikan
permasalahan yang dialami Lansia.
Kehadiran LKS dalam memberikan pelayanan kepada Lansia, sejatinya lebih diarahkan
pada model pelayanan berbentuk program day care services atau Program Pelayanan Harian
Lansia (PHLU). Pelayanan tersebut merupakan suatu model pelayanan sosial dimana Lansia
datang ke LKS LU sesuai dengan waktu yang ditentukan. PHLU ini diharapkan sebagai
alternatif pelayanan yang tepat dalam mempertahankan dan mengembangkan keberfungsian
sosial Lansia, serta merespon kebutuhan dan permasalahan guna mewujudkan kesejahteraan
sosial Lansia. Di samping itu, PHLU juga diharapkan dapat membantu pemenuhan
kebutuhan Lansia yang tidak dapat diberikan oleh keluarganya seperti perawatan jiwa dan
dukungan psikososial Lansia.
Perawatan Lansia di LKS LU dilakukan melalui pendampingan oleh seorang
pendamping sosial. Menurut Direktorat Bantuan Sosial (2007) pendampingan adalah suatu
proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klien dalam
mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif
dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan
dapat diwujudkan. Pendampingan Lansia di LKS LU dapat dilakukan oleh pendamping
sosial yang berlatar belakang pekerja sosial, atau pramu sosial, pengasuh, dan relawan sosial
dengan syarat mempunyai kompetensi terkait bimbingan dan perawatan Lansia.
Pelayanan sosial Lansia berbasis komunitas akan lebih optimal apabila ada peran serta
dari keluarga Lansia. Hal tersebut disebabkan karena LKS hanya sebagai bagian dari sistem
dukungan dalam melakukan pelayanan Lansia. Sedangkan pelayanan utama berasal dari
rumah tangga (home-based) yaitu keluarga Lansia karena keluarga memiliki peran antara
lain sebagai berikut:
1. Keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis Lansia.
2. Keluarga tempat berlindung yang utama Lansia.
3. Keluarga tempat Lansia untuk menjalankan peran dan mengaktualisasikan dirinya di
usia lanjut.
4. Keluarga yang baik, harmonis dan bahagia dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan
sosial Lansia melalui perawatan. Keluarga yang tidak peduli, tidak harmonis, dan penuh
konflik beresiko bagi kesehatan fisik dan psikis Lansia.
5. Keluarga tempat terbaik bagi Lansia.
Oleh sebab itu dukungan keluarga kepada Lansia harus diperkuat, agar terwujudnya
pemenuhan hak dan kebutuhannya. Hal tersebut karena pranata sosial pertama dan utama
dalam mewujudkan Lansia sejahtera adalah keluarga.
Menurut Chan (2005) keluarga yang merupakan dukungan informal menjadi pihak yang
paling penting dan diandalkan ketika dukungan formal yaitu negara kesulitan bahkan tidak
15
dapat menjamin dengan baik kehidupan Lansia. Hal senada juga dikemukakan oleh Harris
dalam Baroroh dan Irafayani (2015) bahwa keluarga merupakan orang terdekat yang secara
spontan akan mengambil bagian menjadi caregiver, ketika keluarga yang dicintainya
membutuhkannya. Layanan Lansia berbasis rumah tangga adalah bentuk pelayanan
pendampingan dan perawatan Lansia di rumah yang dilakukan oleh keluarga inti. Pelayanan
Lansia di rumah dapat dilakukan dalam bentuk membantu Lansia yang mempunyai
hambatan fisik, mental dan sosial, termasuk memberikan dukungan dan pelayanan untuk
Lansia hidup mandiri.
Pendampingan dan perawatan sosial Lansia berbasis rumah tangga sebenarnya bukan
hal baru di Indonesia. Program ini telah diperkenalkan sejak tahun 1974 oleh almarhum Ibu
Jenderal A.H. Nasution yang ketika itu lebih berfokus pada pemberian makanan bergizi
kepada Lansia. Setelah itu, pendampingan dan perawatan sosial Lansia di rumah mulai
berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat Indonesia (Tristanto, 2020).
Care). Home care dilaksanakan secara terintegrasi dengan program Perawatan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas maupun di RS.
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses
pelayanan Lansia dalam panti adalah proses bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan,
santunan dan perawatan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana dalam panti
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Lansia.
Adapun peran dan fungsi dari Panti Sosial itu sendiri adalah memberikan pelayanan dan
perlindungan sosial dalam upaya memenuhi hak dan kewajiban terhadap Lansia
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Sosial Usia Lanjut.
Beberapa peran dan fungsi panti sosial lainnya juga dikemukakan dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1974 Pasal 3 ayat 1 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial menjelaskan tugas-tugas pemerintah ialah:
1. Menentukan garis kebijkan yang diperlukan untuk memelihara, membimbing dan
meningkatkan usaha kesejahteraan sosial.
2. Memupuk, memelihara, membimbing dan meningkatkan kesadaran serta rasa tanggung
jawab sosial masyarakat.
3. Melakukan pengamanan dan pengawasan pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial.
Demikian pula dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia, dalam Bab V Ps 12 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi Lansia tidak
potensial di antaranya:
1. Pelayanan keagamaan dan mental spritual.
2. Pelayanan kesehatan.
3. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan
prasarana umum.
4. Pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum.
5. Perlindungan sosial.
Selain itu Panti Sosial merupakan lembaga utama yang merupakan tempat pelaksanaan
tugas pekerja sosial yang menggunakan metode pekerja sosial sebagai metode pokok dalam
melakasanakan fungsinya. Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis
yang sama berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Panti sosial merupakan lembaga
pelayanan kesejahteraan sosial yang berfungsi melaksanakan kegiatan bimbingan sosial,
pemulihan sosial, penyantunan sosial, dan pemberian bantuan sosial.
Menurut Friedleander sebagaimana yang dikutip Setyabudi, bahwa: Panti harus
merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat mempeoleh cara hidup yang baru
dalam kehidupan bersama rekanrekannya memperoleh pengalaman diri hidup berkelompok,
memperoleh pemeliharaan kesehatan yang baik, memperoleh tambahan makan yang bergizi,
memperoleh suasana persahabatan, memperoleh pendidikan pelatihan, yang kesemuanya itu
diberikan.
Selain itu panti sosial merupakan lembaga yang memang bergerak dibidang usaha
kesejahteraan sosial yang menggunakan profesi pekerja sosial dalam memberikan pelayanan
18
baik bersifat preventif, akuratif maupun promotif kepada klieannya secara khusus serta
masyarakat pada umumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketergantungan Lansia disebabkan kondisi orang Lansia banyak mengalami
kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk
perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang telah memasuki masa Lansia mengalami penurunan. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan dan kulit, perubahan
bagian dalam tubuh seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa dan hati, perubahan panca
indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan perubahan motorik antara lain
berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan
fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial
mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Masalah umum yang dialami Lansia yang berhubungan dengan kesehatan fisik yaitu:
rentannya terhadap berbagai penyakit karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi pengaruh dari luar, berkurangnya teman/ relasi akibat kurangnya aktifitas di
luar rumah, kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak, meninggalnya
pasangan hidup, anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang
lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, anak-anak telah dewasa
dan membentuk keluarga sendiri. (Azizah, 2011)
B. Saran
Dalam Keperawatan Gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui Asuhan
Keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para Lansia sehingga Lansia merasa
tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif. Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui
tentang cara-cara asuhan pada Lansia sehingga Lansia dapat menjalani masa tuanya dengan
lebih baik dan nyaman.
19
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh, D. B., & Irafayani, N. (2015). “Peran Keluarga Sebagai Care Giver Terhadap
Pengelolaan Aktifitas Pada Lansia Dengan Pendekatan Nic (Nursing Intervention
Classification) Dan Noc (Nursing Outcome Classification)”. Jurnal Keperawatan, 3(2).
Chan, Angelique. (2005). “Aging in Southeast and East Asia: Issues and Policy Directions”. J
Cross Cult Gerontol (2005), Volume 20, pp. 269–284.
Departemen Sosial RI. (2007). “Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma
Center”. Jakarta: Direktorat Bantuan Sosial.
https://golantang.bkkbn.go.id/mengenal-panti-wredha-panti-untuk-Lansia. Diunduh tanggal 28
Agustus 2022.
https://lui.kemsos.go.id/warta/detail/110/pusat-santunan-keluarga-pusaka-menjadi-garda-
terdepan-dalam-penanganan-lanjut-usia. Diunduh tanggal 28 Agustus 2022.
InfoDRTin. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Sosial RI. (2014). “Pedoman Asistensi Sosial Lansia Melalui Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS)”. Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Lansia.
Kementrian Sosial RI. (2012). “Pedoman Pelayanan Sosial Lansia”. Peraturan Mentri Sosial No.
19 tahun 2012.
Muhidin, S. (1992). “Pengantar Kesejahteraan Sosial”. Bandung: STKS press.
Tristanto, A. (2020). “Dukungan Kesehatan Jiwa Dan Psikososial (Dkjps) Dalam Pelayanan
Sosial Lansia Pada Masa Pandemi Covid-19”. Sosio Informa, 6(2), 205-222.
Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
20