Anda di halaman 1dari 40

lOMoARcPSD|24417647

Asuhan Keperawatan Komunitas Agregat Lansia

Fakultas ilmu keperawatan (Universitas Andalas)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)
MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT LANSIA

Dosen Pengampu
Dr. Ns. Rika Sabri, M.Kes.,Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh
Kelompok 10 Kelas 2A 2020
Nessa Febriani (2011313033)
Rani Zul Yuliartha Rizky (2011312060)
Regy Aprilianty Sutrisna (2011311020)
Yopi Sahendra (2011312039)

PROGAM STUDI KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022/2023

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 21 September 2022

Penulis

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................1

Daftar Isi............................................................................................................................2

BAB I

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Manfaat..................................................................................................................3

BAB II

PEMBAHASAN................................................................................................................4

A. Overview Karakteristik Tumbuh Kembang Lansia...............................................4


B. Permasalahan Kesehatan Lansia............................................................................8
C. Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Lansia...................................................19
D. Asuhan Keperawatan Pada Komunitas Agregat Lansia......................................22
E. Promosi dan Prevensi Permasalahan Kesehatan Agregat Lansia........................27
F. Program Kesehatan Lansia..................................................................................27

BAB III...........................................................................................................................35

PENUTUP.......................................................................................................................35

A. Kesimpulan..........................................................................................................35
B. Saran....................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (1974) komunitas didefinisikan sebagai kelompok social yang
ditentukan oleh batas wilayah, nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya
saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Salah satu kelompok khusus dalam komunitas adalah kelompok khusus
agregat lansia. Lansia meliputi usia pertengahan yaitu usia 45-59 tahun, usia lanjut
elderly 60-74 tahun, usia lanjut old 75-90 tahun dan sangat tua diatas 90 tahun
lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Terdapat 3 aspek yang
harus dipertimbangkan, yaitu biologis (penduduk lansia mengalami proses penuaan
secara terus menerus ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Secara ekonomi
penduduk lansia dipandang sebagai beban dibanding sumber daya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik tumbuh kembang lansia?
2. Apa saja permasalahan kesehatan lansia?
3. Apa saja factor risiko yang menjadi pendukung dari permasalahan kesehatan
pada agregat lansia?
4. Apa saja promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk permasalahan
kesehatan pada agregat lansia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang lansia.
2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan lansia.
3. Untuk mengetahui factor risiko apa saja yang menjadi pendukung dari
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
4. Untuk mengetahui promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


BAB II
PEMBAHASAN

1. Overview Tumbuh Kembang Lansia

A. Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah
seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak
berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

B. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

1. Young old (usia 60-69 tahun)


2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas).

C. Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :

1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia
perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai
umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
Pekerjaan Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas
adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga
dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat
Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar
pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau
jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
4) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan
lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai
tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih
baik (Darmojo & Martono, 2006).
5) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan
penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan
penduduk yang semakin baik.
6) Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari
setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok,
diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).

D. Perubahan pada Lanjut Usia

Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi :

a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas
kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan
fisik, emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan
rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender,
penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat
patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.
Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi
kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan
fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan
seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku
aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan
kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda
penyakit akut atau perburukkan masalah kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
(penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia
yang mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif.
Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa
dan berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang
normal.

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin
banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang
mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan
perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan,
kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan


keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-
masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

1. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).


2. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
3. Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4. Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup (memasuki
rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
b. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat
padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
c. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
d. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
e. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
f. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
g. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri)

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


2. Permasalahan Kesehatan Lansia

1. Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyebab 60-70% penyakit demensia, yang merupakan


gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan intelektual dan sosial
seseorang. Penyakit ini menyebabkan sebagian zat kimia dan struktur otak berubah
sehingga menyebabkan kematian pada sel otak seiring waktu. Penyakit Alzheimer
bersifat progresif, gejalanya berkembang perlahan dan akan memburuk dari waktu
ke waktu hingga menjadi cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari-hari
seperti penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif
lainnya.

Gejala dan Tahapan Alzheimer

Alzheimer adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya penyakit ini bergerak
secara perlahan dan akan memburuk seiring waktu. Struktur kimia pada otak
semakin rusak dari waktu ke waktu menyebabkan kemampuan seseorang untuk
mengingat, memahami, berkomunikasi dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari
akan secara bertahap menurun. Tingkat kecepatan perkembangan gejala penyakit
Alzheimer berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada individu itu sendiri,
namun umumnya gejala akan berkembang secara perlahan selama beberapa tahun.
Menurut Lika, rata-rata pasien Alzheimer hanya dapat hidup selama 8-10 tahun
setelah terdiagnosis, namun ada keadaan tertentu dimana pasien bisa hidup lebih
lama jika cepat terdeteksi dan terobati.

Terdapat serangkaian tahapan pada penyakit ini, biasanya dimulai dengan


mengalami turunnya daya ingat ringan seperti mudah lupa kejadian yang belum
lama dilalui. Gejala awal ini seringkali tidak disadari oleh pengidap maupun orang-
orang terdekat. Lambat laun, gejala-gejala lain akan muncul termasuk sering terlihat
bingung, pengidap akan kesulitan untuk berkomunikasi dan merespon lingkungan
sekitarnya, mengalami gangguan kecemasan, dan perubahan suasana hati yang
dramatis, serta bahkan tidak mampu lagi melakukan aktivitas tanpa bantuan orang
lain.

Lebih jelasnya, menurut Lika, gejala penyakit Alzheimer terbagi dalam tiga tahap,
yaitu tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir.

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


8

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


a. Tahap Awal

Tanda dan ciri-ciri pada tahap awal adalah:

 Sering lupa nama tempat dan benda;


 Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan;
 Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan cerita yang sama
berulang kali;
 Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan;
 Sering merasa bingung atau linglung;
 Sering tersesat di tempat yang sering dilewati;
 Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya menaruh
piring di mesin cuci;
 Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi;
 Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai;
 Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru;
 Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah.

Gejala awal penderita yaitu turunnya kemampuan untuk mengingat atau


mempelajari hal baru diduga berkaitan dengan perkembangan penyakit Alzheimer
yang pada tahap awal terjadi pada daerah otak yang bertanggungjawab dalam proses
pembelajaran.

b. Tahap Pertengahan

Seiring menyebarnya Alzheimer ke area otak yang lebih luas, gejala yang lebih
berat mulai muncul, pada tahap pertengahan tanda dan ciri-cirinya adalah:

 Sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman terdekatnya;


 Rasa kebingungan meningkat dan mengalami disorientasi, misalnya jadi sering
tersesat dan tidak tahu jam berapa sekarang;
 Perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat;
 Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif;
 Mulai mengalami delusi dan halusinasi;
 Mengalami masalah saat berkomunikasi;

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


 Kesulitan melakukan tugas tata ruang, seperti menilai jarak.

Pada tahap ini biasanya pasien akan membutuhkan dukungan bantuan dari orang
lain untuk membantu melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian,
atau bahkan menggunakan toilet.

c. Tahap Akhir

Pada tahap akhir, gejala berkembang menjadi sangat berat, pengidap mengalami
kehilangan memori yang serius, perubahan perilaku yang ekstrim, kesulitan
berbicara, menelan dan berjalan, bahkan sampai mengalami kecurigaan tidak
berdasar terhadap anggota keluarga, teman dan perawat. Tanda dan ciri-ciri pada
tahap akhir ini adalah:

 Kesulitan makan dan menelan (disfagia);


 Kesulitan untuk mengubah posisi atau bergerak tanpa bantuan;
 Penurunan atau kenaikan berat badan yang drastis;
 Sering ngompol atau buang air besar tidak disengaja;
 Kesulitan berkomunikasi;
 Perubahan emosi dan sifat;
 Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan mengenai tahapan
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan buang air besar.

Gejala-gejala ekstrim lainnya adalah pasien mengalami insomnia, mengalami


halusinasi, gangguan persepsi, apati, depresi, perilaku agresif, serta kecemasan
berlebih.

Penyebab Alzheimer

Hingga saat ini, masih belum diketahui penyebab penyakit Alzheimer secara pasti,
tidak ada satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit ini. Meski
begitu, sangat mungkin apabila penyakit ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor
usia, pembawaan genetik, gaya hidup, serta lingkungan yang mempengaruhi orang
tersebut selama berjalannya waktu. Bahkan bagi beberapa orang, penyakit ini

10

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


berkembang diam-diam tidak terdeteksi selama bertahun-tahun sampai gejalanya
muncul.

a. Usia

Merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit demensia. Satu dari 14 orang di
atas usia 65 tahun dan satu dari enam orang di atas usia 80 tahun terkena penyakit
demensia.

b. Pembawaan Genetik

Dalam sebagian besar kasus Alzheimer, kecil pengaruhnya gen Alzheimer


diturunkan oleh orang tua, namun kemungkinan untuk terserang penyakit Alzheimer
yang orang tua atau anggota keluarganya terkena Alzheimer sedikit lebih tinggi
daripada orang yang tidak memiliki kasus Alzheimer pada keluarga dekatnya.

c. Faktor Lain

Terjadinya perbedaan kromosom, orang dengan down syndrome merupakan faktor


lain yang memiliki peningkatan risiko berkembangnya penyakit Alzheimer. Selain
itu, orang yang memiliki cedera kepala berat atau leher (whiplash injuries), seperti
petinju yang menerima pukulan terus menerus pada kepalanya juga memiliki
peningkatan risiko mengalami perkembangan demensia.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik,merokok, hanya
sedikit makan buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki peningkatan risiko
perkembangan penyakit Alzheimer. Faktor lainnya yaitu mengidap penyakit
kardiovaskular, hipertensi, hiperkolesterolemia, peningkatan kadar homocysteine.
Proses pembelajaran dan ikatan sosial juga turut mempengaruhi, level pendidikan
formal yang rendah, pekerjaan yang membosankan, kurangnya aktivitas yang
melatih otak seperti membaca, bermain game, bermain alat music, dan kurangnya
komunikasi sosial.

Meski penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui, pengaruh penyakit ini
terhadap otak sudah jelas. Penyakit ini merusak dan menghancurkan sel otak secara
perlahan. Sel otak yang menyimpan dan memproses informasi melemah dan mati.

11

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Selain itu, protein abnormal dihasilkan sehingga menciptakan plak dan penumpukan
di sekitar dan di dalam sel dan akhirnya mengganggu komunikasi pengidapnya.

2. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai olehpenurunan


mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baruosteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2016 ).

Klasifikasi Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain,yang
dibedakan lagi atas :
1. Osteoporosis tipe I (pasca menopouse), yang kehilangan tulang terutama dibagian
trabekula.
2. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah Korteks.
3. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tidak
diketahui
2. Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada/akibat penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal jantung kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.

Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

 Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.


 Nyeri timbul mendadak.
 Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
 Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
 Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
 Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

12

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Etiologi Osteoporosis

Determinan Massa Tulang

A. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.


Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai
contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih
kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat
(terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.

B. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.


Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan
massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain
tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun
tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur
dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor
genetik.

C. Faktor makanan dan hormone

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein
dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium)
di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

13

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Osteoporosis pada lansia

Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran


produksi beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan
hormone seks. Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa hormone tersebut
akan merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga
memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya
setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosterone
pada kurun waktu usia 48 – 52. Persoalan besar akan muncul juga jika terjadi
gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti yang terjadi pada
osteoporosis. Dalam osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi
dibandingkan dengan proses meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan
tulang. Tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar sehingga kekuatannya pun
merosot drastis. Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja penurunan
sepersepuluh kepadatan tulang saja menimbulkan resiko patah tulang 2 – 3 kali
lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko terjadi patah tulang sulit dihindari.
Proses tidak seimbang bisa muncul secara alamiah seperti akibat pengaruh usia
lanjut, menopause, gangguan hormonal, dan ketidak aktifan tubuh. (Ningsih
&Lukman, 2017).

Penyakit Kronik Lainnya Pada Lansia

1. Kanker

Cancer mammae adalah keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kullit payudara. (Romauli & indari,
2013). Cancer mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol lantaran
perubahan abnormal dari gen yang bertanggung-jawab atas pengaturan pertumbuhan
sel.

Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru
yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna untuk mempertahankan fungsi
payudara, gen yang bertanggung-jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel
termutasi.Kondisi itulah yang disebut cancer mammae. (Satmoko, 2012).

14

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cancer mammae
adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada
payudara, sehingga menyebabkan terjadinya benjolan atau kanker yang ganas. 2.6.4
Faktor Resiko Cancer Mammae Menurut Mulyani & Nuryani (2013), Sukaca &
Suryaningsih (2009) terdapat

beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya cancer


mammae, diantaranya:

1. Gender Perempuan memiliki risiko terkena cancer mammae lebih besar


dibanding pria. Perbandingannya seratus banding satu perempuan yang terkena
cancer mammae dibandingkan pria.

2. Pemakaian hormon Laporan dari Harvard School of Public Health


menyatakan bahwa terdapat peningkatan bermakna pada pengguna terapi Estrogen
Replacement. Suatu meta analisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko
cancer mammae pada pengguna kontrasepsi oral, perempuan yang menggunakan obat
ini untuk mengalami kanker ini sebelum menopause. Oleh sebab itu jika kita bisa
menghindari adanya penggunaan hormon ini secara berlebihan maka akan lebih
aman.

3. Kegemukan (obesitas) setelah menopause Seorang perempuan yang


mengalami obesitas setelah menopause akan beresiko 1,5 kali lebih besar untuk
terkena cancer mammae dibandingkan dengan perempuan yang berat badannya
normal.

4. Radiasi payudara yang lebih dini Sebelum usia 30 tahun, seorang


perempuan yang harus menjalani terapi radiasi di dada (termasuk payudara) akan
memiliki kenaikan risiko terkena cancer mammae. Semakin muda ketika menerima
pengobatan radiasi, semakin tinggi risiko untuk terkena cancer mammae di kemudian
hari.

5. Riwayat cancer mammae Seorang perempuan yang mengalami cancer


mammae pada satu payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
menderita kanker baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara
yang sama. Tingkat risikonyo bisa tiga sampai empat kali lipat.

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


15

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


6. Riwayat keluarga Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu
anggota keluarga inti yang terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota
keluarga yang terkena kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.

7. Periode menstruasi Perempuan yang mulai mempunyai periode awal


(sebelum usia 12 tahun) atau yang telah melalui perubahan kehidupan (fase
menopause) setelah usia 55 tahun mempunyai risiko terkena cancer mammae yang
sedikit lebih tinggi. Mereka yang mempunyai periode menstruasi yang lebih sehingga
lebih banyak hormon estrogen dan progesteron.

8. Umur atau usia Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae


berusia 50 tahun ke atas. Resiko terkena cancer mammae meningkat seiring
bertambahnya usia.

9. Ras Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.
Kemungkinan terbesar karena makanan yangmereka makan banyak mengandung
lemak. Ras seperti Asia mempunyai bahan pokok yang tidak banyak mengandung
lemak yang berlebih.

10. Perubahan payudara Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan


payudara yang dikenal sebagai hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka seorang
perempuan memiliki peningkatan risiko cancer mammae.

11. Aktivitas fisik Penelitian terbaru dari Women’s Health Initiative


menemukan bahwa 25 aktivitas fisik pada perempuan menopause yang berjalan
sekitar 30 menit per hari dikaitkan dengan penurunan 20 persen resiko cancer
mammae. Namun, pengurangan risiko terbesar adalah pada perempuan dengan
berat badan normal. Dampak aktivitas fisikk tidak ditemukan pada perempuan
dengan obesitas. Jika aktivitas fisik dikombinasikan dengan diet dapat menurunkan
berat badan sehingga menurunkan risiko cancer mammae dan berbagai macam
penyakit.

12. Konsumsi alkohol Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan


beresiko terkena cancer mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati,
sehingga hati bekerja lebih keras sehingga sulit memproses estrogen agar keluar dari
tubuh dan jumlahnya akan meningkat.

16

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


13. Merokok Merokok dapat meningkatkan resiko berkembangnya cancer
mammae, apalagi bagi perempuan yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
cancer mammae.

2. Kardiovaskuler (Hipertensi)

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada
3 kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri
(2013) hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah
yang disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Faktor-faktor Resiko Hipertensi

i. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang
dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur (Yulianti, 2005).
ii. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi
pada laki- laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika
seorang wanita mengalami menopause. Laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan
dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Daerah
perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7%
pada wanita (Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
17

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


iii. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang
hidupnya memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
iv. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5- 15 gram
perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam Sagala, 2009).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka
sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan
dan peningkatan tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat
dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir
tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika
asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya
rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat
prevalensinya 15-20%.
3. Obesitas

Obesitas dapat terjadi ketika kita sering mengonsumsi makanan


danminuman tinggi kalori, dengan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik
yangsesuai. Kebutuhan rata-rata kalori bagi wanita dewasa yang aktif secara fisikper
hari adalah sekitar 2000, sedangkan bagi pria dewasa yang juga aktifsecara fisik
adalah 2500 kalori.Masalah berat badan berlebih atau obesitas timbul saat
kitamengonsumsi makanan dengan kadar kalori dan lemak melebihi dari
jumlahyang dibutuhkan. Kalori yang tidak berubah menjadi energi dan tidak
terpakaitersebut akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh. Seiring
waktu,penumpukan lemak ini menambah berat badan yang mengarah pada
beratbadan berlebih hingga obesitas.

18

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


4. Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Pada Lansia

Faktor Risiko Penyakit Kronis Lansia

a. Kanker
a) Usia
Lebih dari setengah jenis kanker menyerang setelah usia 60 tahun keatas. Alasan
kanker baru timbul di usia tua dikarenakan pertumbuhannya yang lambat.
b) Obesitas
Beberapa jenis kanker sangat berkaitan dengan kejadian obesitas. Jika seseorang
mengalami kelebihan berat badan maka sangat disarankan untuk menurunkan
berat badan dan mencegah kenaikannya.
c) Merokok
Hampir 90% kasus kematian akibat kanker paru paru pada pria. Lebih dari 40
bahan kimia dari sekitar 4000 bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok
merupakan zat karsinogenik atau zat pemicu kanker.
d) Genetic
Penderita kanker karena diturunkan sering menderita pada usia lebih muda.
sebagian besar pasien, penyebab kanker bersifat sporadic, hasil akumulasi
progresif mutasi genetic dan perubahan epigenetic seumur hidup. Sebagian kecil
lainnya dikarenakan cacat gen warisan.
b. Kardiovaskular
a) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar risiko terkena penyakit jantung.
Sehubungan dengan tingkat kolestrol serum. Pada pria, peningkatan ini tingkat
off pada usia 45-60 tahun, sedangkan wanita peningkatana terus tajam hingga
usia 60-65 tahun. Penuaan berkaitan dengan perubahan sifat mekanik dan
struktur dinding pembuluh darah yang menyebabkan hilangnya elastisitas arteri
dan kepatuhan arteri berkurang dan dapat menyebabkan penyakit arteri coroner.

19

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


b) Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung dibanding wanita pre-
menopause. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal. Yaitu pada hormone
estrogen (hormone seks utama), dimana wanita memiliki hormone ini untuk
efek perlindungan melalui metabolism glukosa dan system hemostatic dan
memiliki efek langsung pada peningkatan fungsi sel endotel. Saat menopause,
estrogen berkurang dan dapat mengubah metabolism lipid membentuk yang
lebih aterogenik dengan mengurangi kolestrol HDL dan peningkatan kadar
kolestrol LDL dan total.
c) Polusi Udara
Partikel polusi udara memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang bagi
penyakit kardiovaskular.
c. DM
Yang tidak dapat diubah
a) Umur
Semakin bertambahnya umur, maka kemampuan jaringan mengambil glukosa
darah semakin menurun (pada orang dengan usia 40 keatas)
b) Keturunan
Pola genetic yang kuat pada DM tipe 2, seseorang yang memiliki saudara
kandung mengidap diabetes type 2 memiliki risiko yang lebih tinggi menjadi
pengidap diabetes.

Yang dapat diubah

a) Pola Makan
Pola makan yang salah cenderung menyebabkan timbulnya obesitas.
b) Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kuangnya pembakaran energi oleh tubuh
sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak yang
akan menyebabkan obesitas.
c) Obesitas
DM Tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. IDF menyebutkan 80% dari
penderita diabetes memiliki berat badan yang berlebihan.
20

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


d) Stress
Stress mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kortisol, hormone
stress yang utama. Kortisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan
protein tubuh, peningkatan trigliserida darah dan penurunan penggunaan gula
tubuh, yang mana manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula darah atau
yang dikenal sebagai hiperglikemia.
e) Pemakaian Obat-obatan
Memiliki riwayat penggunaan obat golongan kortikosteroid dalam jangka waktu
lama.
d. Arthtritis
a) Jenis Kelamin
Wanita akan lebih mudah terkena arthtritis dibanding pria.
b) Umur
Artritis biasanya timbul pada umur 40-60 tahun
c) Riwayat Keluarga
Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit artritis maka akan ada
kemungkinan anggota keluarga yang lain terkena juga
d) Merokok

21

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


5. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia
Pengkajian
a. Data Inti
 Demografi : Kaji berapa banyak KK yang tinggal di daerah tersebut.
Kaji juga batas wilayah daerah tersebut.
 Statistik Vital : Kaji jumlah angka kesakitan dan angka kematian pada
wilayah tersebut. Terkhusus untuk permasalahan penyakit kronik dan
kesehatan reproduksi pada orang dewasa.
 Etnisitas : Kaji apa suku yang mayoritas dan minoritas di daerah
tersebut, lihat bagaimana komunikasi yang terjalin antarsuku dan apakah
ada kegiatan yang berkaitan dengan etnis mengenai kesehatan.
 Nilai dan Keyakinan : Kaji apa agama mayoritas dan minoritas di daerah
tersebut dan perhatikan apakah ada kebiasaan yang berkaitan dengan
agama mengenai kesehatan.
b. Subsistem Komunitas
 Lingkungan Fisik : Kaji kondisi dan kebersihan lingkungan sekitar
keluarga, susunan antarrumah, bagaimana masyarakat mengelola sampah
dan perhatikan juga bagaimana kualitas udara, air dan tanah didaerah
tersebut.
 System Kesehatan : Kaji bagaimana kemudahan akses pelayanan
kesehatan bagi keluarga, apakah masyarakat sering menggunakan
fasilitas kesehatan tersebut atau tidak, apakah masyarakat menggunakan
BPJS.
 Ekonomi : Kaji pekerjaan yang dominan dilakukan di wilayah tersebut.
 Keamanan dan Transportasi : Kaji apa saja transportasi umum yang
dapat digunakan masyarakat untuk mempermudah akses mendapatkan
layanan kesehatan.
 Kebijakan dan Pemerintahan : Kaji kebijakan apa saja yang sudah
diberlakukan di daerah tersebut terkait bidang kesehatan, kebijakan
terhadap kemudahan mendapatkan layanan kesehatan.

22

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


 Komunikasi : Kaji jenis dan tipe komunikasi yang digunakan oleh
penduduk daerah tersebut. Jenis bahasa yang digunakan juga penting
terutama untuk penyampaian infomasi mengenai kesehatan.
 Pendidikan : Kaji tingkat pendidikan penduduk daerah tersebut, Kaji
tingkat pengetahuan penduduk mengenai permasalahan terkait kesehatan
seperti penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.
 Rekreasi : Kaji jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi
atau pemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari
sarana rekreasi yang ada.
c. Persepsi
Persepsi dari masyarakat dan keluarga mengenai permasalahan kesehatan seperti
penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.

23

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


Diagnosa

Disuatu daerah binaan, tim perawat komunitas melakukan


penyebaran angket dan memperoleh data 40% lansia mengonsumsi makanan
dengan tidak terkontrol dan hanya berada di rumah setiap harinya. Setelah di
lakukan wawancara dengan Kader posyandu, kader posyandu mengatakan
40% lansia menderita diabetes namun jarang memeriksakan kondisinya serta
hasil wawancara dengan kader kesehatan desa didapatkan informasi
mengatakan lansia banyak yang menderita hipertensi dan lansia malas
mengikuti posyandu lansia yang diselelnggarakan setiap bulannya.

No Data Etiologi Masalah keperawatan


1. Ds : Kebiasaan Pemeliharaan
- Kader posyandu hidup lansia kesehatan tidak
mengatakan 40% yang tidak efektif
lansia menderita terkontrol
diabetes namun jarang
memeriksakan
kondisinya
Do :
- Lansia mengonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya
berada di rumah setiap
harinya
2. Ds : Ketidakpatuhan Ketidakpatuhan
- Kader kesehatan desa lansia dalam
mengatakan lansia mengikuti
banyak yang posyandu
menderita hipertensi lansia
dan lansia malas
mengikuti posyandu

24

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


lansia yang
diselelnggarakan
setiapbulannya

Diagnosa Keperawatan

1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d ketidakmampuan mengatasi masalah d.d


kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, kurang menunjukkan
minat untuk meningkatkan perilaku sehat.
2. Ketidakpatuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman d.d menolak mengikuti anjuran.

Kriteria Hasil dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Pemeliharaan Kesehatan SLKI : Pemeliharaan SIKI : Edukasi Kesehatan
Tidak Efektif Kesehatan
Tindakan
Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama 3x a. Identifikasi kesiapan
pertemuan, maka dan kemampuan
pemeliharaan kesehatan menerima informasi
meningkat dengan kriteria b. Identifikasi factor
hasil : yang dapat
a. Menunjukkan meningkatkan dan
perilaku adaptif menurunkan motivasi
(4) perilaku hidup bersih
b. Menunjukkan dan sehat
pemahaman Terapeutik
perilaku sehat (4) a. Siapkan materi dan
c. Kemampuan media pendidikan
menjalankan kesehatan
perilaku sehat (4) b. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan factor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan

25

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


b. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
Ketidakpatuhan SLKI : Tingkat SIKI : Dukungan
Kepatuhan Kepatuhan Program
Pengobatan
Setelah dilakukan
intervensi selama 3x Tindakan
pertemuan, maka Tingkat Observasi
Kepatuhan meningkat a. Identifikasi kepatuhan
dengan kriteria hasil : menjalani program
a. Verbalisasi pengobatan
kemauan Terapeutik
memenuhi a. Buat komitmen
program menjalani program
pengobatan (4) pengobatan dengan
b. Verbalisasi baik
mengikuti anjuran b. Buat jadwal
(4) pendampingan
c. Perilaku keluarga untuk
mengikuti bergantian menemani
program pasien selama
pengobatan (4) menjalani program
d. Perilaku pengobatan
menjalankan c. Dokumentasikan
anjuran aktivitas selama
menjalani program
pengobatan
d. Diskusikan hal yang
dapat mendukung
atau menghambat
berjalannya program
pengobatan
e. Libatkan keluarga
untuk mendukung
program yang dijalani
Edukasi
a. Informasikan program
pengobatan yang
harus dijalani
b. Informasikan manfaat
yang akan diperoleh

26

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


jika teratur menjalani
program pengobatan

6. Promosi dan Prevensi Kesehatan Lansia Serta Program Pemerintah Terkait

Prevensi Kesehatan Lansia

1. Prevensi Alzheimer
Pencegahan yang dapat dilakukan, berupa pencegahan primer, sekunder (diagnosis
dini) dan tersier. Pencegahan primer dilakukan terhadap faktor risiko (metabolik
dan vaskular) dan pelindung. Upaya pencegahan primer terutama dilakukan pada
faktor nutrisi, aktivitas fisik (olahraga teratur), pelatihan fungsi kognisi dan sosial
serta evaluasi dan penanganan faktor risiko metabolik dan vaskular (Qiu et al.,
2009; Perdossi, 2015). Faktor nutrisi bisa berupa memakan makanan yang
bervariasi dan sehat, tetap aktif sehingga kekuatan otot dan berat badan tetap
terjaga, banyak mengkonsumsi buah dan sayur, diet rendah lemak yang bersaturasi,
minum air secukupnya, berhenti merokok, batasi asupan garam, gula dan alkohol
(Perdossi, 2015).
Pencegahan sekunder dilakukan dengan diagnosis dini pada lansia sedangkan
pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah hilangnya kemampuan penderita
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup penderita
(Qiu et al., 2009).
Penanganan tersier Demensia Alzheimer berupa penanganan psikososial dan
farmakologis. Penanganan psikososial meliputi berbagai fungsi seperti fungsi
kognisi dan perilaku. Penanganan ini dinilai tiap tahun sebanyak 2 kali. Tujuan
penanganan ini adalah untuk mempertahankan dan memperlambat penurunan fungsi
kognisi serta meningkatkan kualitas hidup (Qiu et al., 2009; Perdossi, 2015).
Keluarga perlu dilibatkan sejak awal penanganan PA sehingga kondisi penderita
sebelum dan setelah penanganan dapat diketahui (Perdossi, 2015).
2. Prevensi osteoporosis
Prevensi pada osteoporosis yang dapat dilakukan yaitu :
- Asupan kalsium 1000 mg per hari
- Asupan vitamin D yang disarankan yaitu 800 IU per hari

27

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


- Diet protein yaitu 1,2 gram/kg berat badan per hari dengan sekurang-kurangnya
20-15 gram protein di tiap sajian makanan
- Aktivitas dan latihan fisik yang teratur per minggu
- Hindari merokok dan konsumsi alcohol
- Minum asupan kalsium yang baik
3. Prevensi permasalahan kesehatan kronik lansia
Menurut teri H.L. Bloom, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor
keturunan. Gunawan (2007) menemukan ada beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya penyakit kronis atau regeneratif pada seseorang . faktor
faktor tersebut Antara lain adalah kebiasaan hidup (perilaku), ciri perseorangan, dan
keturunan. Pada bebagai kajian serta penelitian, penyakit kronis biasanya tidak
disebabkan oleh satu faktor saja. Oleh karena itu penyakit kronis dikatakan bersifat
multifaktorial. Namun penyebab utama penyakit kronis adalah pola atau kebiasaan
hidup yang tidak sehat (Handajani et al. 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan
bahwa kebiasaan hidup juga berpengaruh besar pada kejadian kematian akibat
penyakit degeneratif/kronis. The Un 13 High-Level Meeting on Non-communicable
Disease Tahun 2001 menyebutkan bahwa salah satu intervensi utama untuk
mengendalikan PTM adalah memperbaiki kebiasaan hidup seperti kebiasaan
merokok, kebisasan berolah raga, konsumsi garam, lemak, gula, alkohol, serta
aktivitas fisik yang baik (Kemenkes, 2011). Pencegahan penyakit kronis dapat
dilakukan dengan melakukan pengendalian terhadap faktor risikonya (Depkes RI,
2006). Pengendalian faktor risiko penyakit kronis merupakan tindak pencegahan
penyakit kronis. Dimana pada lansia tindakan pengendalian faktor risiko penyakit
kronis dapat berupa pengendalian kebiasaan hidup lansia sebagai pencegahan
primer yang meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi garam,
kebiasaan berolahraga, serta kebiasaan memanfaatkan waktu luang (Tirtayasa,
2008).
1) Kebiasaan merokok
Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan merokok merupakan faktor risiko
utama penyakit jantung, PPOK, serta penyakit tidak menular lainnya. Menurut
WHO (2008) faktor risiko penyebab penyakit regeneratif yang dapat dikontrol

28

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


salah satunya adalah merokok. Merokok dapat menikkan tekanan darah
khususnya bila dikombinasikan dengan alkohol dan kafein. Karena nikotin yang
terdapat pada tembakau dapat memperburuk feokromositoma dan merangsang
sistem adrenergik yang dapat meningkatkan tekanan darah (Wibowo,1998).
Hasil analisis faktor risiko studi morbiditas tahun 2001 di Jawa dan Bali oleh
Badan Litbang Kes, diperoleh bahwa responden dengan perilaku merokok
mempunyai risiko 1,53 kali terkena penyakit kronis seperti PJK, hipertensi,
stroke dan PPOK dibandingkan dengan yang tidak merokok. Selain itu
responden yang merokok lebih dari 30 tahun mempunyai risiko 2.98 kali
dibandingkan yang merokok kurang atau sama dengan 10 tahun (Pradono, 2003)
2) Pola konsumsi garam
Menurut Jason et al. (2004) pada penelitiannya, secara nyata seseorang yang
memiki penghasilan rendah akan lebih banyak mengonsumsi fast Food dan
makanan yang tidak sehat lainnya. Kelompok dengan sosial ekonomi rendah
cenderung mengonsumsi sedikit sayur buah, serta lebih banyak mengonsumsi
makanan berlemak, asin, dan manis dibandingkan dengan kelompok yang
memiliki sosial ekonomi tinggi. Selain itu Aziz dik (2014) menyatakan,
kelompok yang memiliki pendapatan rendah lebih banyak mengonsumsi
makanan asin. rasa asin mengindikasikan adanya kandungan natrium yang
tinggi dalam satu makanan. Natrium memegang peranan penting terhadap
timbulnya penyakit kronis pada lansia seperti hipertensi. Konsumsi natrium
yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya
valume darah sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Astawan, 2007).
3) Kebiasaan berolahraga
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan
endapan kolesterol pada pembuluh nadi, selain itu olahraga juga dapat
bermaanfat untuk menguatkan otot – otot jantung, mengindari stres baik karena
pekerjaan, maupun berasal dari keluarga. Dengan berolahraga secara teratur
seperti jalan santai, senam, berenang, bersepeda, dapat memberikan kesehatan
dan kesegaran jasmani (Oswari, 1997). Dalam penelitiannya Fakihan (2016)
menyatakan bahwa

29

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


kurangnya olahraga atau aktivitas fisik dapat menyebabkan lansia mendapatkan
kualitas tidur yang buruk. Olahraga yang cukup dapat mengendalikan berbagai
risiko penyakit kronis seperti DM, Hipertensi, Arthritis, serta penyakit tidak
menular lainnya. Lara dan Choirul (2016) menyatakan bahwa pada individu
yang berisiko terkene DM, pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan
dengan olahraga. Hal serupa juga dikemukakan oleh Arief (2008) orang yang
tidak berlahraga secara terartur mempunyai risiko mengalami tekanan darah
tinggi atau hipertensi meningkat 20 -50% dibandingkan mereka yang aktif
berolah raga secara teratur.
4) Kebiasaan memanfaatkan waktu luang
Selain melakukan olahraga atau latuhan kesegaran jasmani lainnya, perawatan
kesehatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan kegiatan santai untuk
mengisi memanfaatkan waktu luang seperti berkebun, Mamasa, manari,
menjahit, membaca, serta ikut aktif dalam kegiatan sosial dimasyarakat
sehingga terhindar dari situasi yang memungkinkan lansia mengalami rasa jenuh
dan stres. stress pada lansia sebagian besar berasal dari keluarga, seperti
perselisihan, perasaan saling acuh, perbedaan tujuan/pandangan, dan adanya
perubahan status (Bart, 1994). Nurhidayah (2016) menyatakan bahwa
memanfaatkan waktu luang untuk melakukan hobi dapat membantu lansia
terhindar dari stres. stres yang terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan
berbagai masalah pada kehidupan lansia seperti aspek intelektual yaitu lansia
susah berkonsentrasi, serta lebih mudah lupa, aspek interpersonal yaitu mudah
menyalahkan, aspek emosional seperti cemas, sedih, depresi, dan aspek fisik
seperti tekanan darah meningkat, pusing, susah tidur (insomnia) dan mudah
lelah. Maka dari itu memanfaatkan luang dapat mencegah terjadinya penyakit
kronis pada lansia.
5) Kehadiran di Posyandu Lansia
Sedangkan pencegahan sekunder dapat dilakukan berupa kehadiran di Posyandu
Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015 tentang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan
bahwa tugas dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi
dini gangguan kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya
adalah

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


30

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –
masing. (Depkes RI, 2017).

Program Kesehatan Lansia

Posyandu Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015
tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan
bahwa tugas dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi
dini gangguan kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalah
tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –
masing. (Depkes RI, 2017). Posyandu lansia/posbidu lansia berfungsi dalam upaya
promontif dan preventif yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup melalui
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Posyandu lansia dalam pelaksanaan
tugasnya, berfungsi memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain, selain itu, posyandu
lansia membantu mendorong lansia agar dapat berativitas dan mengembangkan
potensi diri.

a. Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan Komunitas Lansia


Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantuk masyarakat mengubah pola
hidup dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum, sedangkan focus
proteksi kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan
memberikan imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agen karsinogenik
toksin dan hal yang membahayakan kesehatann dilingkungan sekitar.
Tujuan pelayanan kesehatan untuk lansia :
a. Meningkatkan kemampuan fungsional
b. Memperpanjang usia hidup
c. Meningkatkan dan menurunkan penderita.
b. Intervensi Berfokus Individu/Kelompok
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendayagunakan lansia dan keluarganya dalam
membuat keputusan kesehatan yang rasional. Beberapa kategori intervensi promosi
kesehatan dan proteksi kesehatan dengan target individu atau keluarga :
a. Skrining kesehatan

31

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


b. Modifikasi gaya hidup
c. Pendidikan kesehatan (individu atau kelompok)
d. Konseling
e. Imunisasi
f. Perawatan dirumah
g. Dukungan social
h. Manajemen kasus
c. Intervensi Berfokus Pada Komunitas
Intervensi berfokus pada komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan
pada lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok lansia yang beragam
di komunitas. Tujuan intervensi ini adalah meningkatkan kapasitas dan ketersediaan
komunitas terhadap pelayanan gabungan kesehatan dan social yang sesuai dan
dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia
di komunitas. Contoh :
a. Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang menekankan pada
masyarakat lansia
b. Mengadakan kampanye pada bulan mei yang telah ditetapkan
c. Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia
d. Kolaborasi dengan universitas atau pusat perkumpulan lansia untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif kepada sekelompok lansia

32

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum tujuan dari keperawatan kelompok khusus agregat lansia yaitu
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat menolong
diri mereka sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pihak lain. Untuk pemberian
asuhan keperawatan tetap dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Kelompok
khusus lansia merupakan sekelompok masyarakat yang karena keadaan fisik, mental
maupun social dan ekonomi perlu mendapatkan bantuan, bimbingan , pelayanan
kesehatan dan asuhan keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan
mereka dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap mereka sendiri.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.

33

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Muliani. 2019. Makalah Tinjauan Literatur : Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana.

Zaki, Achmad. 2020. Buku Saku Osteoporosis Volume 1. Haja Mandiri.

Sutarga, I Made. 2018. Makalah Dukungan Keluarga Dan Kesehatan Lansia. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Ns. Helly M. Katuuk, S. M. (2022). TREND & ISSUE KEPERAWATAN VOL : 2


Keperawatan Medikal Bedah, Maternitas, Jiwa, Komunitas, Gawat Darurat,
Gerontik & Anak.

34

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)


lOMoARcPSD|24417647

Downloaded by Lantern Id (lanternid20@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai