Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK PADA LANSIA

DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 15
TK 3/REG 3

SHEFIA NOVERA ACHDIWATI HS 1814401105


DAVID ANREANSYAH 1814401123
RAHMATIN VENIYA 1814401139

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RREPUBLIK INDONESIA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POLTEKKES TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan Asuhan Keperawatan Kelompok pada
Lansia di Panti Tresna Werdha Budi Mulia.

Dalam menyelesaikan laporan Asuhan Keperawatan ini penulis telah berusaha untuk
mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman
dan kemampuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa laporan asuhan keperawatan ini
jauh dari sempurna.

Terselesaikannya Laporan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kelompok ingin menyampaikan terimakasih
kepada Ibu Dwi Agustanti, S.Kp,M.Kep.Sp.Kom

Bandar Lampung, 16 Agustus 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Tujuan Penulisan........................................................................................
C. Manfaat......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Menua (Aging Process)..................................................................
B. Teori Proses Menua...................................................................................
C. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia....................................................
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuaan.............................................
E. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia.......................................
F. Patofisiologi Proses Penuaan.....................................................................
G. Asuhan Keperawatan Khusus Kelompok Lansia.......................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian..................................................................................................
B. Analisa Data...............................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
D. Perencanaan Keperawatan, Implementasi, dan Evaluasi...........................
E. Implementasi..............................................................................................
F. Evaluasi......................................................................................................
G. Rencana Tindak Lanjut..............................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua (aging)  merupakan suatu perubahan progresif pada


organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel
serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alam
yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia
secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan
(impairment), keterbatasan fungsional ( functional limitations), ketidakmampuan
(disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan
proses kemunduran (Nugroho, 2000).

Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan


diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar
11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, dibawah Cina,
India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus
BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun.
Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup
orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke-103 dunia.
Data terbaru menunjukkan bahwa angka harapan hidup masyarakat Indonesia
pada tahun 2005 tercatat 67,68 dan jumlah lanjut usia ini mencapai 18,4 juta
(8,4%) dari total penduduk Indonesia. Data statistik tersebut mengisyaratkan
pentingnya pengembangan keperawatan gerontik di Indonesia (Harian
Waspada, 24 September 2006, hal. 15).

Jumlah penduduk Indonesia yang berusia lanjut terus meningkat.


Peningkatan jumlah tersebut seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup
, yakni 63 tahun untuk laki-laki dan 67 untuk wanita. Biro Pusat Statistik
mencatat jumlah penduduk usia lanjut Indonesia pada tahun 2000 mencapai
7,1 % dari total penduduk yang 201.241.999  jiwa atau mencapai
14.415.814 jiwa.Ini mencerminkan salah satu satu hasil pembangunan
kesehatan di Indonesia. Tetapi di sisi lain sekaligus menjadi tantangan untuk
mengupayakan agar mereka mampu mempertahankan kualitas hidupnya.
Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh majunya pelayanan
kesehatan, menurunnya angka kematian pada bayi dan anak, perbaikan gizi dan
sanitasi dan meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.

Masa tua atau usia lanjut secara alami tidak dapat dihindari. Pada usia
lanjut tejadi perubahan biologis karena proses penuaan dimana fungsi

1
organ akan berkurang sehingga timbul banyak masalah kesehatan seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan muskuloskeletal, penyakit
infeksi TBC, ISPA, mata, gizi, gangguan endokrin, ganguan psikososial dan
berbagai akibat dari pengaruh lingkungan sosial, budaya ekonomi dan
pendidikan. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi
dan psikologis. Oleh karena itu diperlukan pembinaan usia lanjut yang terpadu
dan berkesinambungan baik berupa upaya preventif, kuratif maupun rehabilitatif
dengan memperhatikan faktor lingkungan sosial budaya serta potensi yang ada
dalam masyarakat sehingga kesehatan usia lanjut dapat terpelihara dengan baik
dan sumber daya usia lanjut dapat berfungsi sebagai aset yang
bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Meningkatnya kualitas kesehatan usia
lanjut dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan dimana perawat termasuk di
dalamnya. Perawatan lansia menjadi tantangan tersendiri bagi perawat,
perubahan – p  erubahan kecil dalam kemampuan seorang lansia untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi
asuhan keperawatan dalam memberi dukungan hendaknya memiliki
kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, spiritual dan aspek yang
lain.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan pengkayaan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia yang


dapat menyebabkan masalah kesehatan

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengidentifikasi perubahan-peruabahan fisik, mental, dan spiritual yang


terjadi pada lansia khususnya di Panti Sosial Tresna Wredha Budhi Mulia

b. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang terjadi akibat


perubahan-perubahan pada  perubahan-perubahan pada lansia di Panti Sosial
Tresna Wredha Budhi Mulia

c. Mampu melakukan asuhan keperawatan terkait dengan masalah kesehatan yang


telah teridentifikasi.

d. Mampu melaporkan keberhasilan asuhan keperawatan yang telah dilakukan


selama praktek di Panti Sosial Tresna selama praktek di Panti Sosial Tresna
Wredha Budhi Mulia

2
C. Manfaat

Manfaat dari praktek dari praktek keperawatan gerontik adalah:

1. Bagi mahasiswa

2. Dapat menerapkan konsep teori/asuhan keperawatan gerontik pada lansia sebagai


kelompok di Observasi, Susi, Merpati, Cenderawasih, Lili, Mawardi Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia

3. Bagi Lansia di Observasi, Susi, Merpati, Cenderawasih, Lili, Mawar, Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3.

a. Lansia dapat mengenal masalah kesehatannya

b. Lansia mendapatkan penjelasan tentang kesehatannya secara sederhana

c. Lansia dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal

4. Panti Sosial Tresna Werdha Diharapkan dapat memberikan sumbangan/masukan


berupa informasi tentang kondisi kesehatan masyarakat panti guna membantu
program kesehatan pada masyarakat khususnya pada lansia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Menua (Aging Process)

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur


seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ
tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ
antara manusia yang berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30
tahun, yaitu berat otak pada lansia 56%, aliran darah ke otak 80%, cardiac output
70%, jumlah glomerulus 56%, glemerular filtration rate 69%, vital capacity
56%, asupan O2 selama olahraga 40%, jumlah jumlah dari axon pada saraf
spinal 63%, kecepatan pengantar inpuls saraf 90%, dan berat badan 88%. Banyak
faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut, sehingga muncul lah teori-
teori yang menjelaskan mngenai faktor penyebab proses penuaan ini. Di antara
teori yang terkenal adalah teori telomere dan teori radikal bebas, yang
dikemukakan oleh J.M. McCord dan I.Fridovich dan Denham Harman (1956). 

Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut


dapat dibagi atas dua bagian.  Pertama,faktor genetik, yang melibatkan
perbaikan DNA, respon terhadap stres, dan pertahanan terhadap antioksidan.
Kedua, faktor lingkungan, yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam
penyakit, dan stres dari luar, misalnya radiasi atau bahan-bahan kimia. Kedua
faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan
menyebabkan terjadinya stress oksidai sehingga terjadi kerusakan pada sel yang
menyebabkan terjadinya proses penuaan. (Sunaryo, 2016).

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

B. Teori Proses Menua


1. Teori-teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada

4
saatnya akan mengalami mutasi.Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel  –  sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional
sel).
b. Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari Kekebalan Sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. 
d. Teori “Immunology Slow Virus” (Immunology Slow Virus Theory) 
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.
f. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen.Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial


a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) 
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap

5
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1) Kehilangan Peran
2) Hambatan Kontak Sosial
3) Berkurangnya Kontak Komitmen

3. Teori Psikologi

Dengan ini dikembangkan oleh Birren dan Jenner (1977), teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang merespon pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua. Teori Psikologi terdiri dari
Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow ( Maslow’s Hierarchy of
Human Needs) Teori Individualism Jung (Jungs Theory of
Individulism), Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson ( Erikson’s
Eight Stages of Life), dan Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi
(Selective Optimization with Compensation)
a. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow/ Maslow’s Hierarchy of
Human Needs (1960). Dalam teori hierarki menurut maslow, kebutuhan
dasar manusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terrendah,
yaitu kebutuhan biologis/fisiologi/seks, rasa aman, kasih saying, harga
diri, sampai pada yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri. Seseorang
akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah
menuju ketingkat yang paling tinggi. Menurut Maslow, semakin tua usai
individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai
aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka
individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan
semua sifat yang ada didalamnya, yaitu otonomi, kreatif, mandiri, dan
hubungan interpersonal yang positif.

b. Teori Individualism jung (Jung’s Theory of Individualism). Teori ini

6
dikemukakan oleh Carl Gustaf Jung (2009). Menurut Carl Gustaf Jung,
sifat dasar manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstover dan introvert.
Individu yang telah mencapai lansia akan cenderung introvert. Dia lebih
suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya. Menua
yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antara sis
introvernya dengan sisi ekstrvernya, namun lebih condong kea rah
introvert. Meski demikian, dia tidak selalu hanya senang dengan dunianya
sendiri, tetapi juga terkadang dia ekstrover juga.

c. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eighht Stages


of Life), sebagaimana dikemukakan oleh Erik Erikson (1950).
Menurut Erikson, tugas perkembanga terakhir yang harus dicapai
individu adalah ego integrity vs disappear. Jika individu tersebut
sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi invidu
yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup
penuh arti, menjadi lanisa yang bertanggung jawab, dan kehidupannya
berhasil). Namun, jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini, dia
kana hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri,
merasakan kegetiran, dan merasa terlambat untuk memperbaiki
diri). Optimalisasi selektif dengan kompensasi (Selective Optimization
with Compensation). Menurut teori ini, keompensasi terhadap penurunan
tubuh ada 3 elemen, yaitu : seleksi, optimalsasi, dan kompensasi.
Seleksi yaitu adanya penururnan fungsi tubuh karena proses penuaan
maka mau tidak mau haru ada peningkatan pembatasan terhadap
aktivitas lanisa sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud optimalisasi adalah
lansia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna
meningkatkan kehidupannya. Kemudian kompensasi adalah aktivitas-
aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena proses penuaan
diganti dengan aktivitas-aktivitas lain yang mungkin bisa dilakuakn dan
bermanfaat bagi lansia

C. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia


Menurut Hardiwinoto dan Setiabudi (2005), berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain :
1) Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industry.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan

7
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
 
2) Permasalahan khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental, maupun social.
b. Berkurangnya integritas social lanjut usia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan catat.
e. Berubahnya nilai social masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistic.
f. Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

D. Faktor –  faktor yang Mempengaruhi Ketuaan


1) Heriditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan dan tres

E. Perubahan –  Perubahan yang Terjadi pada Lansia


1. Perubahan Fisik
a. Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan ekstra seluler
b. Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon
waktu untuk mereaksi, mengecilnya saraf panca indra system
pendengaran,presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan: spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.
d. Sistem Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e. Sistem respirasi: otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan

8
menurun.
f. Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun karena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin.
g. Sistem genitourinaria: ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, GFR menurun
sampai 50%. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia
yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75% dialami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi
selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi
berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin: pada sistem endokrin hampir semua produksi hormone
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti: progesteron, estrogen dan
testosteron.
i. Sistem integumen: pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menipis menjadi kelabu, sedangkan
rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal: tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut -
serabut otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kram dan
tremor.
k. Sistem Reproduksi: Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita
meliputi penipisan dinding vagina dengan pengecilan ukuran dan
hilangnya elastisitas, penurunan sekresi vagina, atropi uterus dan ovarium,
serta penurunan tonus muskulus pubokoksigeus. Pada pria lanjut usia,
penis dan testis menurun ukurannya dan kadar androgen berkurang.

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum

9
c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan

e. Lingkungan

3. Perubahan Perubahan Psikososial


a. Pensiun: nilai seorang diukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak
lebih sempit.
1) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
2) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
3) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan Spiritual
Ada beberapa pendapat tentang perubahan spiritual pada lansia.
Menurut maslow (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006), bahwa agama
dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Selanjutnya
menurut Muray & Zentner (dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk., 2006),
bahwa kehidupan keagamaan lansia makin matang. Hal ini terlihat dalam
cara berpikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia
70 tahun, antara lain perkembangan yang dicapai pada tingkat ini sehingga
lansia bisa berpikir dan bertindak dengan member contoh cara mencintai dan
member keadilan. Pada lansia terjadi juga perubahan-perubahan yang
menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil, timbullah
berbagai masalah. Diperlukan penyesuaian dalam menghadapi
perubahan. Cirri penyesuaian diri lansia yang baik antara lain minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosail luas, menikmati
kerja dan hasil kerja, serta menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain. Sedangkan
cirri-ciri penyesuaian diri kedalam dunia fantasi, selalu mengingat kembali ke
masa lalu, selalu khawatir karena pengangguran, kurang ada motivasi, rasa
kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan tempat
tinggal yang tidak diinginkan.

10
F. Patofisiologi Proses Penuaan
1. Berbagai teori tentang proses menua :
a. Faktor Biologi
 Teori Kesalahan
 Teori Keterbatasan
 Teori Pakai Dan Usang
 Teori Imunitas
 Teori Radikal Bebas
 Teori Ikatan Silang
b. Faktor Psikologis
 Teori Tugas perkembangan
 Teori Delapan tingkat kehidupan
 Teori Jung
c. Faktor Sosial
 Teori Stratifikasi
 Teori Aktifitas
 Teori Kontinyuitas
2. Perubahan-perubahan yg terjadi:
a. Terganggunya pembentukan sel-sel baru
b. Penurunan fungsi imunitas - Penurunan semua fungsi organ tubuh
c. Tidak stabilnya keadaan  psikologis
d. Memasuki group / kelompok lansia dalam komunitas
e. Penurunan berbagai fungsi sistem dan organ tubuh ; paru, jantung, ginjal,
pencernaan, penglihatan, musculuskletal, dll
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Keterbatasan mobilitas fisik
c. Gangguan rasa nyaman nyeri
d. Gangguan pemenuhan aktivita sehari-hari
e. Resiko terjadinya infeksi
f. Resiko terjadinya cedera

11
G. Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Lansia
Pada bab ini akan diuraikan tentang pengertian kelompok khusus dan asuhan
keperawatan kelompok khusus, tujuan, sasaran, ruang lingkup kegiatan, prinsip
dasar serta tahapan asuhan keperawatan kelompok.
1. Pengertian
Menurut Efendi, 2008 bahwa kelompok khusus adalah sekelompok
masyarakat atauu individu yang keadaan fisik, mental maupun sosial
budaya dan ekonominya perlu mendapat bantuan, bimbingan dan pelayanan
kesehatan dan asuhan keperawatan karena ketidakmampuan dan
ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap
dirinya. Sedangkan asuhan keperawatan kelompok khusus adalah suatu upaya
dibidang keperawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada
kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin,
umur, permasalahan kesehatan serta rawan terhadap masalah kesehatan, yang
dilaksanakan secara terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kemampuan
kelompok dan derajat kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan
prefentif dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitative yang
ditujukan kepada mereka yang tinggal dipanti dan kelompok-kelompok yang
ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga keperawatan dengan pendekatan
pemecahan masalah melalui proses keperawatan.
2. Tujuan
Tujuan asuhan keperawatan kelompok khusus terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum asuhan keperawatan kelompok khusus adalah
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat
menolong diri mereka sendiri (self care) dan tidak terlalu tergantung kepada
pihak lain.
Sedangkan tujuan khususnya adalah agar kelompok khusus mampu :
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperaawatan kelompok khusus
sesuai dengan macam, jenis, dan tipe kelompok.
b. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan permasalahan yang terdapat pada kelompok.
c. Menanggulangi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka
hadapi berdasarkan rencana yang telah disusun bersama.
d. Meningkatkan kemampuan kelompok khusus dalam memelihara
kesehatannya.
e. Mengurangi ketergantungan kelompok khusus dari pihak lain dalam
pemeliharaan dan perawatan diri sendiri.
f. Meningkatkan produktifitas kelompok khusus lebih banyak berbuat dalam

12
rangka meningkatkan kemampuannya sendiri.
g. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dan keperawatan
dalam menunjang fungsi puskesmas dalam rangka pengembangan
pelayanan kesehatan masyarakat.

3. Sasaran Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus


Ada dua sasaran pokok pembinaan kelompok khusus yaitu melalui institusi
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap kelompok khusus dan
pelayanan kelompok khusus yang ada dimasyarakat yang telah diorganisir
secara baik atau melalui posyandu, kelompok khusus dengan ciri khas
tertentu, misal kelompok lansia, kelompok penderita kusta, TBC, dan lain-
lain.

4. Ruang Lingkup Kegiatan Asuahan Keperawatan Kelompok Khusus


Kegiatan asuhan keperawatan kelompok khusus mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabiltasi dan resosialitatif melalui kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi sebagi berikut :
a. Pelayanan kesehatan dan keperawatan
b. Penyuluhan kesehatan
c. Bimbingan dan penyelesaian masalah terhadap anggota kelompok, kader
kesehatan dan petugas panti
d. Melakukan rujukan medic dan kesehatan
e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan masyarakat, kader dan
petugas
f. panti atau pusat-pusat rehabilitasi kelompok khusus.
g. Alih teknologi dalam bidang kesehatan dan keperawatan kepada petugas
panti dan kader kesehatan.

5. Prinsip Dasar Asuhan Kelompok Khusus


Prinsip dasar asuhan kelompok khusus yaitu :
a. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelompok khusus dalam
meningkatkan kesehatan mereka sendiri
b. Menekankan kepada upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan
upaya kuratif dan rehabilitative
c. Pendekatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan adalah
proses keperawatan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambung dan
berkesinambungan
d. Melibatkan peran serta masyarakt khusus petugas panti, kader kesehatan dan
kelompok sebagai sasaran pelayanan.
e. Dilakukan di intitusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
kelompok khusus di masyarakat terhadap kelompok khusus yang mempunyai

13
masalah yang sama
f. Ditekankan pada pembinaan perilaku penghuni panti, petugas panti, lingkungan
panti bagi yang d intitusi dan masyarakat yang mempunyai masalah yang sama ke
arah perilaku hidup sehat.

6. Proses Keperawatan Kelompok Khusus


Dalam memberikan asuha keperawatan kelompok pendekatan yang
digunakan adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan eveluasi.
a. Pengkajian data yang perlu dikaji pada kelompok khusus mencakup
identitas kelompok, masalah kesehatan, pemanfaatan fasilitas kesehatan,
keikutsertaan dalam upaya kesehtan, status kesehatan kelompok dan
kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal anggota kelompok.
b. Diagnosa, setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk
menentukan masalah keperawatan kelompok. Diagnosa keperawatan
kelompok didasarkan pada masalah kesehatan yang dijumpai pada
kelompok dengan mempertimbangkan faktor resiko dan potensial
terjadinya masalah. Selain itu juga didasarkan pada kemampuan
kelompok dalam menyelesaikan masalah dapat dilihat dari segi
sumber daya kelompok yang diberkaitan dengan finansial,
pengetahuan dukungan keluarga, masing-masing anggota kelompok dan
sebagianya.
c. Perencanaan, setelah masalah teridentifikasi dilanjutkan dengan
penentuan prioritas masalah dan rencana keperawatan. Dalam
memprioritaskan masalah, hal yang perlu dipertimbangkan adalah sifat
masalah yang dihadapi kelompok, tingkat bahaya yang mengancam
kelompok, kemungkinan masalah dapat diatasi, berat ringannya masalah
yang dihadapi kelompok, kemungkinan masalah dapat diatasi, berat
ringanya masalah yang dihadapi kelompok dan sumber daya yang tersedia
dalam kelompok.
Selanjutnya menyusun rencana keperawatan kelompok mencakup tujuan
keperawatan yang ingin dicapai, rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan dan kriteria hasil. Dalam menyusun rencana tindakan ada  beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain :
1) Keterlibatan pengurus dan anggota kelompok dalam menyusun rencana
keperawatan
2) Keterpaduan dengan pelayanan kesehatan lainnya, baik berupa biaya, tenaga,
sarana maupun waktu.
3) Kerjasama lintas program dan lintas sektoral sehingga program pelayanan
bersifat menyeluruh.

d. Pelaksanaan, dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kelompok khusus hal yang

14
perlu diperhatikan adalah :
1) Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh tenaga keperawatan, yang
diberikan
2) Dilakukan dalam rangka alih teknologi dan keterampilan keperawatan
3) Di institusi lebih ditekankan kepada penghuni panti, pengelola/pengurus  panti
dan lingkungan  panti dan lingkungan panti
4) Di masyarakat lebih ditekankan kepada anggota kelompok, kader kesehatan,
pengurus kelompok dan keluarga.
5) Bila ada masalah yang tidak dapat ditanggulangi, maka dilakukan rujukan
medis dan tujukan kesehatan.
6) Adanya keterpaduan pelayanan dengan sektor lain.
7) Dicatat dalam catatan keperawatan yang telah ditetapkan

e. Evaluasi, dilakukan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan dalam  perencanaan


dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh setelah dilakukan tindakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Mengevaluasi efektifitas asuhan
keperawatan yang telah dilaksanakan mulai dari pengkajian sampai dengan
pelaksanaan. Evaluasi dilakukan bersama-sama kelompok, dan merupakan respon
kelompok terhadap program kesehatan. Adapu jenis evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif untuk menilai aktifitas  program  program tiap hari, dan evaluasi sumatif
dilakukan untuk menilai aktifitas program jangka panjang atau akhir program.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA

Pada bab ini akan diuraikan tentang asuhan keperawatan kelompok khusus fokus
pada lansia dengan dermatitis yang dilakukan oleh kelompok 2 PSTW Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan Khususnya diruangan SUSI, Melati, Cendrawasih, Anggrek, Merpati, Lili, Observasi
yang dilaksanakan pada tanggal 25 s.d 27 Juli 2017. Dalam memberikan asuhan keperawatan
kelompok khususnya pada lansia pendekatan yang dilakukan yaitu proses keperawatan
meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan
evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian metode yang digunakan adalah observasi, wawancara dan
pemeriksaan fisik yang diperoleh sebagai berikut :
1. Gambaran tentang panti
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia merupakan unit pelaksana
bidang kesejahteraan lansia yang memberikan pelayanan berupa jaminan
hidup, pemeliharaan kesehatan, bimbingan mental (agama), dan sosial atau
biopsikososial sehingga lansia dapat hidup tentram. Sasaran panti ini adalah
lansia terlantar, yang tidak mampu membiayai hidupnya (kesulitan ekonomi)
dan tidak dirawat oleh keluarganya.

2. Gambaran Ruang Kelolaan Kelompok


a. Ruang Subsidi silang (SUSI)
Ruang SUSI berbentuk rumah yang terdiri dari 7 unit rumah yang berisi 7 WBS
laki-laki dan 11 WBS perempuan. Setiap unit rumah diisi oleh 2 -3 WBS. Jumlah
total WBS yang sekarang menempati Ruang SUSI berjumlah 18 WBS. 19
Fasilitas di Ruang SUSI yaitu tempat tidur, meja tamu, kamar mandi, TV Masing-
masing rumah memiliki 1 buah, lemari, sepeda statis untuk olahraga WBS. 
Kelebihan dari ruang SUSI adalah warga binaannya mampu untuk membuat
kerajinan tangan seperti alas kaki, dompet dan lain-lain. Kekurangannya didepan
ruang SUSI terdapat tempat pembakaran sampah yang menyebabkan WBS
mengalami kekambuhan asma.

b. Ruang Melati
Ruang melati terdiri 14 tempat tidur yang terisi 12 WBS perempuan.
Fasilitas di ruang melati yaitu 14 tempat tidur, 1 buah meja makan, 8 buah
kursi, lemari 14 buah, kamar mandi 2. Ruang melati merupakan
ruangan untuk warga binaan perempuan yang sudah mandiri.
Kekurangan ruangan ini kurangnya penerangan karena banyak lampu
yang sudah tidak berfungsi.

16
c. Ruang Cenderawasih
Ruang cenderawasih adalah ruangan untuk WBS laki-laki yang setengah
renta. Dihuni 20 WBS. Terdapat 22 tempat tidur, 1 buah meja makan, 8
kursi, 2 buah lemari, 1 buah dispenser dan 4 kamar mandi.
d. Ruang Anggrek
Ruang anggrek adalah ruangan untuk WBS perempuan yang renta dihuni
oleh 21 WBS. Fasilitas berupa 21 tempat tidur, lemari 2 buah, 2 kamar
mandi, 1 buah TV, 1 buah dispenser.
e. Ruang merpati
Ruang merpati terdiri 10 tempat tidur yang dihuni oleh 8 WBS laki-laki
mandiri. Fasilitas di ruang merpati yaitu lemari kayu 2 buah, kamar mandi
2.

f. Ruang Lili

Ruang lili adalah ruangan untuk WBS perempuan yang mandiri dihuni
oleh 12 WBS. Fasilitas di ruang lili yaitu 14 tempat tidur, 8 buah kursi,
lemari 7 buah, kamar mandi 2 buah, meja makan 1 buah, sofa dan TV 1
buah (gabung dengan ruang tulip)

g. Ruang Observasi
Ruang observasi adalah ruangan untuk WBS perempuan mandiri.
Kapasitas ruang observasi memiliki 4 kamar dengan setiap kamar terdapat
3 tempat tidur. WBS yang menempati ruang observasi berjumlah
19 penghuni. Melebihnya penghuni diruang observasi menyebabkan ada
beberapa WBS yang tidur dibangku. Fasilitas di ruang observasi yaitu
terdapat 12 tempat tidur, meja makan 1 buah, TV 1 buah, lemari 4 buah,
5 buah kursi dan 2 kamar mandi.
3. Gambaran karakteristik WBS
Gambaran tentang karaktersitik WBS di ruang SUSI, Melati, Cendrawasih,
Anggrek, Merpati, Lili dan Observasi di PSTW 3 Margaguna Jakarta Selatan
adalah sebagai berikut :

17
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Kelompok WBS Berdasarkan Usia di PSTW Budi Mulia

Umur Susi Melati Cendrawasi Anggrek Merpat Lili Observas ∑ %


h i i
<60 3 2 8 2 1 2 4 22 20%
60-70 5 6 10 7 2 4 7 41 37%
>70 10 4 2 12 5 6 8 47 43%
Jumlah 18 12 20 21 8 12 19 110 100%

Berdasarkan tabel diatas terdapat kelompok Usia yang paling tinggi > 70 tahun sebesar 43 %.
Dan populasi yang paling banyak > 70 tahun di ruangan Anggrek berjumlah 12 orang.

Tabel 3.2
Distribusi Frekuensi Kelompok Jenis Kelamin Berdasarkan Usia di PSTW Budi Mulia

Jenis Susi Melat Cendrawasih Anggrek Merpat Lili Observas ∑ %


Kelamin i i i
Laki-laki 7 - 20 - 8 - - 35 32%
Perempuan 11 12 - 21 - 12 19 75 68%
Jumlah 18 12 20 21 13 12 19 110 100%
Berdasarkan tabel diatas jenis kelamin perempuan lebih tinggi dari jenis kelamin laki-laki
dengan presentase perempuan berjumlah 75 orang (68 %) dan laki-laki 35 orang (32 %).

Tabel 3.3
Distribusi Frekuensi Kelompok Agama Berdasarkan Usia di PSTW Budi Mulia

Agama susi melati Cendrawasih Anggrek merpat lili observas ∑ %


i i
Muslim 17 10 14 20 98 94 85%16
Protesta - 2 4 1 2- 12 11% 3
n
Katolik - - 2 - - 1 - 3 3%
Budha 1 - - - - - - 1 1%
Jumlah 18 12 20 21 8 12 19 110 100%
Berdasarkan tabel diatas Agama Muslim berjumlah 94 orang (85%), Protestan 12 orang (11%),

18
Katolik 3 orang (3%), Budha 1 orang (1%).

Tabel 3.4
Distribusi Frekuensi Klasifikasi Penyakit yang Diderita WBS di PSTW Budi Mulia

Penyakit Susi Melati Cendrawasih Anggrek Merpati Lili Observas ∑ %


i
Dermatitis - 7 4 4 5 1 8 29 28%
Hipertensi 3 1 4 8 5 6 2 25 24%
Katarak - - 1 - 1 - - 1 1%
Asam urat 5 - - - - 2 - 7 7%
Stroke - - - 9 - - - 9 9%
Psikotik - - 6 - - - - 6 6%
Ispa 3 - - - 1 1 1 6 6%
DM - 2 - - - - - 2 2%
Demensia - - 6 - - - 8 14 13%
Gastritis - 2 - - 1 2 - 5 5%
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit yang dialami oleh WBS sebagian
besar Dermatitis sebanyak 29 orang (28%) dengan penderita terbanyak di ruang Observasi dan
Hipertensi sebanyak 25 orang (24%) dengan penderita terbanyak di ruang Anggrek adanya
Dermatitis dalam urutan pertama dan termasuk dalam penurunan sistem tubuh pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdah sehingga perlu diadakan penyuluhan dan demonstrasi perawatan
kulit Dermatitits pada WBS.

Tabel 3.5
Distribusi Frekuensi WBS Berdasarkan Pola Makan yang disukai di PSTW Budi Mulia

Jenis Susi Melati Cendrawasih Anggrek Merpati Lili Observasi ∑ %


Makanan
Nasi 18 12 20 21 8 12 19 11 100%
0
Sayur 18 12 20 21 8 12 19 11 100%
0
Ikan 18 12 18 21 5 10 19 10 94%
3
Daging 18 7 20 15 6 12 19 97 88%
Telur 18 12 20 21 8 12 19 11 100%
0
Tahu/tempe 18 12 20 21 8 12 19 11 100%
0
Buah-buahan 19 12 20 21 8 12 19 11 100%

19
0
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis makanan yang dikonsumsi untuk semua
WBS sama dan perlu diperhatikan baik dari segi gizi maupun dari kualitas makanan serta jenis
penyakit yang dialami oleh WBS.

Tabel 3.6
Distribusi Frekuensi WBS Berdasarkan Pola Minum di PSTW Budi Mulia

Jenis Susi Melat Cendrawasih Anggrek Merpat Lili Observas ∑ %


Minuman i i i
Air putih 18 12 20 21 8 12 19 110 100%
Kopi 8 2 2 - 1 4 2 18 20%
Teh manis 5 3 2 - - 3 3 17 19%
Dari data diatas diketahui bahwa sebanyak 110 orang WBS melakukan pola hidup sehat dengan
rajim minum air Putih, hal kebiasaan lainya yang dilakukan adalah minum Kopi sebanyak 20%
(18 orang).

Tabel 3.7
Distribusi Frekuensi WBS Berdasarkan Kebiasaan Tidur di PSTW Budi Mulia

Kebiasaan Susi Melat Cendrawasih Anggrek Merpat Lili Observas ∑ %


tidur i i i
Tidur siang 7 10 3 - 3 4 27 - 25%
Tidak tidur 11 2 17 21 5 8 19 83 75%
siang
Jumlah 8 12 20 21 8 12 19 110 100%
Berdasarkan data frekuensi kebiasaaan pola tidur siang WBS menyatakan sebanyak 27 orang
(25%), dan sebanyak 83 WBS menyatakan ti orang (25%), dan sebanyak 83 WBS menyatakan
tidak tidur siang.

20
4. Dari hasil Wawancara dan Observasi
1) Kebersihan diri
a) Penampilan sebagian besar WBS tampak bersih. Namun sebagian ada WBS
yang jarang mandi sehingga menimbulkan gatal-gatal.
b) Keadaan emosi
Ada satu lansia yang bila di ajak bicara jawabannya tidak sesuai tema yang
sedang dibicarakan, sehingga sering kali tidak di dengarkan oleh lansia yang
lain maupun petugas.
c) Pengambilan keputusan
Di panti tidak ada lansia yang berperan sebagai pengambil keputusan. Masing
mandi dan gosok gigi 2 –  3 kali dalam satu hari dilakukan terutama  jika
mereka akan melaksanakan sholat. Tercium bau mulut saat  berkomunikasi
dengan beberapa lansia terdapat kotoran pada rangkaian gigi dan warna gigi
yang menguning. Lansia keramas 2 -3 kali setiap minggu dengan
menggunakan shampo, baju klien ganti 2 kali sehari.

2) Psikologis dan sosial Masing berhak menentukan yang terbaik bagi dirinya. Bila
ada anggota ruangan yang sakit.
a. Rekreasi Kegiatan
rekreasi yang dilakukan anggota ruangan antara lain menonton TV,
mendengarkan Radio atau bercakap –  cakap di ruang tengah. Pengurus panti
mengadakan program senam pagi dan musik serta keliling panti.
b. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Lansia yang sakit hanya minum obat yang di berikan dari poliklinik panti.
Setiap hari selasa dokter dari puskesmas memeriksa kesehatan WBS di panti
c. Ketergantungan obat
Sebagian lansia yang sering menggunakan obat yang diberikan dokter dari
puskesmas
d. Kecacatan
Di panti tidak ada lansia yang mengalami kecacata Di panti tidak ada lansia
yang mengalami kecacatan.
e. Keadaan ekonomi
Semua lansia di wisma Melati tidak ada yang mempunyai tunjangan pensiun,
mereka hanya mendapatkan uang santunan dari panti sebesar Rp 2.500.- /

21
minggu. Uang itu kebanyakan di simpan atau digunakan untuk membeli
kebutuhan sehari –  hari.
f. Kegiatan organisasi social
Sebagian besar lansia mengikuti pengajian dan senam lansia yang diadakan di
panti. Pengajian setiap hari Senin dan Rabu serta senam setiap hari Selasa dan
Jum’at.
g. Hubungan antara anggota kelompok
Besar lansia di dalam kelompok mementingkan kepentingan pribadi masing
–  masing dan cenderung membiarkan dan tidak perduli satu sama lain.
Lansia  –  lansia sering berkomunikasi dan terlibat dalam interaksi kelompok.
h. Hubungan di luar kelompok
Sebagian besar lansia menyatakan jarang berkunjung dan berhubungan
dengan lansia yang tinggal di wisma yang lain, hubungan dengan lansia di
wisma lain dilakukan melalui kegiatan pengajian dan olah raga.
i. Hubungan dengan anggota keluarga
Tidak ada waktu khusus untuk kunjungan keluarga. Keluarga bisa
mengunjungi lansia kapan saja sesuai kebutuhan keluarga. Tetapi sebagian
lansia tidak pernah lagi di kunjungi oleh keluarga karena sanak keluarganya
sudah tidak ada.

3) Spiritual
a. Ketaatan beribadah
Semua lansia di ruang Melati beragama Islam dan saat menjalankan ibadah
(shalat lima waktu) dan selalu mengikuti pengajian yang diadakan oleh panti.
Semua lansia percaya akan tibanya kematian dan lansia pasrah bila kematian
menjemput mereka.
b. Keyakinan tentang kesehatan
Lansia percaya bahwa sakit dan sehat adalah hal yang wajar terjadi pada
manusia. Beberapa lansia sering mengeluh pegal dan nyeri, biasanya jika hal
itu terjadi mereka biasanya menggunakan minyak kayu putih atau balsem
pada daerah yang terasa sakit. Cara ters daerah yang terasa sakit. Cara
tersebut cukup mengu ebut cukup mengurangi rasa sakit. rangi rasa sakit.

4) Kultural
a. Adat yang mempengaruhi kesehatan Lansia di wisma semuanya berasal dari
pulau jawa dan tidak ada adat istiadat yang mempengaruhi kesehatan.
b. Tabu –  tabu Tidak ada pantrangan budaya yang dianut oleh lansia di wisma

5) Keadaan lingkungan dalam


a. Penerangan
Semua kamar umumnya mendapatkan penerangan yang cukup baik masing – 
masing kamar diberi lampu lima watt. Penerangan di ruang tengah dan di
pintu menuju kamar mandi menggunakan menggunakan neon 40 watt pada
malam hari sebagian lampu dimatikan.

22
b. Kebersihan dan kerapihan
Secara umum kondisi kamar –  kamar cukup bersih dan rapi, juga ruang tamu,
kamar mandi dan wc. Setiap hari ruangan dibersihkan oleh para lansia dan
kamar –  kamar lansia di bersihkan oleh para lansia yang menempati kamar
tersebut. Namun lantai di ruangan agak licin, terutama di depan kamar mandi.
Di kamar mandi tidak terdapat pegangan pengaman.
c. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara secara umum cukup baik karena di setiap ruang terdapat cukup
jendela yang selalu dibuka setiap pagi selain itu dikamar  –   kamar lansia
terdapat cukup ventilasi.

6) Keadaan lingkungan dan halaman


a. Pemanfaatan halaman
Halaman panti dimanfaatkan untuk penghijauan, para WBS merawatnya
dengan menyiramnya dan menyiangi rumput.
b. Pembuangan air limbah
Semua limbah dari kamar mandi dan WC dialirkan melalui saluran tertutup
dan di teruskan ke sungai Citarum.
c. Pembuangan sampah
Kebanyakan sampah di wisma adalah sampah organik, sampah tersebut
ditampung menggunakan tempat sampah dan setiap pagi diangkut ke
penampungan sampah.
d. Sumber pencemaran
Letak panti berjauhan dengan jalan raya utama sehingga tidak menimbulkan
kebisingan.

B. Analisa Data
Data Diagnosa keperawatan
Data Subjektif Gangguan integritas kulit  berhubungan
Berdasarkan hasil wawancara : berhubungan dengan defisit defisit
a. Beberapa WBS mengeluh gatal- perawatan diri
gatal di  badan terutama di
ekstremitas.
b. WBS mengatakan belum tahu
cara yang tepat untuk mengatasi
gatal-gatal
c. WBS mengatakan gatal-gatal
timbul hampir setiap hari
d. Jika timbul gatal-gatal WBS
meminta obat gatal –  gatal di
poliklinik dan menggunakan
bedak untuk mengurangi rasa
gatal

23
Data Objektif 
a. Jumlah WBS 110 orang
b. Jumlah WBS dengan dermatitis
29 orang dari (28%) di ruang
Observasi, Susi, Lili, Melati,
Anggrek, Merpati, Cendrawasih
Data Subjektif  Defisit perawatan diri diruang Observasi,
WBS mengatakan mandi 2 x sehari Susi, Lili, Melati, Anggrek, Merpati,
namun mandi tidak memakai sabun dan Cendrawasih PSTW Budi Mulya 3
sikat gigi Margaguna Jaksel b.d kurangnya
pengetahuan WBS.
Data Objektif
Panti menyediakan sabun, pasta gigi
namun  jarang di gunakan WBS

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang teridentifikasi berdasarkan analisa data :
1. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan defisit perawatan diri
2. Defisit perawatan diri diruang Observasi, Susi, Lili, Melati, Anggrek, Merpati,
Cendrawasih PSTW Budi Mulya b.d kurangnya  pengetahuan WBS.

D. Perencanaan Keperawatan, Implementasi, dan Evaluasi


Pada kesempatan ini, kelompok akan mengatasi masalah yang ditemukan pada kelompok
lansia di ruang Observasi, Susi, Lili, Melati, Anggrek, Merpati, Cendrawasih PSTW Budi
Mulya yaitu masalah kesehatan lansia dengan dermatitis dengan rumusan diagnosa
keperawatan sebagai berikut.
Gangguan integritas kulit dan defisit perawatan diri berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang  pengetahuan tentang akibat, komplikasi dan cara perawatan lansia
dan dermatitis.
Sasaran/ tujuan jangka panjang :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kurang lebih 2 minggu diharapkan tidak
terjadi komplikasi akibat dermatitis.
1. Tujuan jangka pendek :
Setelah tindakan keperawatan selama 2 minggu diharapkan :
a. Pengetahuan lansia tentang dermatitis bertambah.
b. Kerjasama dengan petugas panti untuk menggerakkan kelompok lansia dalam
melakukan perawatan kulit untuk dermatitis

2. Strategi intervensi :
a. Komunikasi, informasi dan motifasi kelompok lansia.
b. Kerja sama dengan petugas panti untuk menggerakkan kelompok lansia dalam
melakukan perawatan kulit pada dermatitis.

24
3. Rencana intervensi :
a. Berikan pendidikan kesehatan pada lansia tentang pengertian, penyebab, akibat,
dan komplikasi dermatitis.
b. Motivasi WBS untuk melaksanakan perawatan kulit.
c. Anjurkan WBS untuk ke klinik jika terjadi peradangan pada kulit yang
mengganggu.

4. Standar :
a. Pengetahuan WBS tentang pengertian, penyebab, akibat, dan komplikasi
dermatitis.
b. WBS termotivasi untuk menjaga kebersihan diri dan perawatan diri
c. Partisipasi WBS dalam melakukan kebersihan diri dan perawatan kulit d.
Motivasi WBS untuk ke klinik jika terjadi peradangan pada kulit yang
mengganggu.

E. Implementasi
Senin, 6 Juli 2020
Pukul 14.00 WIB mengukur TTV pada WBS di ruangan Observasi, Susi, Lili, Melati,
Anggrek, Merpati, hasil rata-rata tekanan darah 90-140 / 60-100 mmHg, nadi 75-110
x/menit, respirasi 18-22 nadi 75-110 x/menit, respirasi 18-22 x/menit, suhu 36-37ºC,
skala nyeri 0-3. Pukul 16.00 WIB memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
penyebab tanda gejala dan perawatan kulit pada dermatitis. Hasil : para WBS
mendengarkan mengajukan beberapa pertanyaan dan mampu menjelaskan kembali,
pengertian,  penyebab, tanda dan gejala serta perawatan perawatan kulit pada dermatitis,
dermatitis, serta pemberian pemberian materi dan leflet mengenai dermatitis.

Kamis, 9 Juli 2020


Pukul 09.00 mengadakan pelatihan pada petugas panti dengan tema kebersihan diri  pada
lansia dengan dermatitis. Pelatihan berjalan dengan baik dan peserta aktif dalam
mengikuti pelatihan dengan jumlah peserta sebanyak 24 orang. Pukul 13.50 WIB
melakukan TAK hand hygiene dengan diiringi terapi musik, diikuti oleh WBS sebanyak
28 orang. Hasil : TAK berjalan dengan baik. Pukul 14.00 Menanyakan kepada WBS
tentang langkah-langkah cuci tangan yang  benar. Hasil : WBS mampu menyebutkan 6
langkah cuci tangan.

F. Evaluasi
S :
 WBS mengatakan senang diajarkan tentang dermatitis dan perawatan diri
 WBS mengatakan lebih mengetahui tentang pencegahan dan
perawatannya
 WBS mengatakan sudah menerapkan cara perawatan dermatitis dan
berkurang Gatalnya.

O :

25
 WBS tampak puas dan mengerti tentang dermatitis dan mengoleskan salep
2x sehari setelah mandi
 WBS Sudah tidak terlihat menggaruk lagi

A : Tujuan tercapai masalah belum sepenuhnya teratasi

P : Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan didelegasikan pada petugas panti.


Anjurkan WBS mengontrol dermatitis ke klinik panti

Dalam hasil observasi dan wawancara pada WBS terlihat adanya perbandingan antara
sebelum dan sesudah dilakukan asuhan keperawatan kelompok khusus  pada lansia  pada
lansia dengan dermatitis. dengan dermatitis. Didapatkan hasil Didapatkan hasil sebesar
sebesar 10% tidak 10% tidak mengalami mengalami keluhan gatal-gatal lagi dan 90%
masih mengalami keluhan gatal-gatal. Angka kejadian dermatitis sebelum dan sesudah
diberikan asuhan keperawatan kelompok khusus lansia tidak ada perbedaan. Sebelum
100% (29 orang) dan sesudah tetap dalam presentase 100% (26 orang). Hanya keluhan
gatal-gatal yang berkurang. Selain memberikan asuhan keperawatan kelompok,
mahasiswa juga memberikan asuhan keperawatan kepada WBS yang dibina oleh
kelompok 2 sebanyak 110 WBS dapat dilihat pada lampiran 4.

G. Rencana tindak lanjut


Agar asuhan keperawatan pada WBS berlanjut diharapkan petugas panti untuk
melakukan tindakan yang telah direncanakan seperti memotivasi WBS untuk menerapkan
pola hidup sehat, mengajarkan WBS merawat kulit yang gatal, mengajak WBS
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, melakukan follow up pada WBS dengan
dermatitis baik mengenai perawatan kulit dan obat-obatan.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini, kelompok akan memberikan kesimpulan dari hasil pembahasan pada
bab sebelumnya mengenai asuhan keperawatan kelompok khusus lansia di ruang
Anggrek, Cenderawasih, Observasi, Susi, Melati, Merpati Dan Lily di PSTW Budi
Mulya maka kelompok menyimpulkan :
1. Pada pengkajian kelompok, data yang diperoleh sesuai dengan teori dimana
terjadi  perubahan pada semua aspek baik fisik, mental, sosial dan spiritual
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan adalah Gangguan integritas kulit b.d
defisit  perawatan  perawatan diri dan Defisit Defisit perawatan perawatan diri
diruang diruang Anggrek, Anggrek, Cendrawasih, Cendrawasih, Observasi, Susi,
Melati, Merpati Dan Lily di PSTW Budi Mulya  b.d kurangnya pengetahuan
WBS.
3. Perencanaan pada kelompok lansia mengacu pada teori dimana perencanaan
mencapai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
4. Pada pelaksanaan mengacu pada perencanaan yang telah disusun dengan
memperhatikan sumber daya di PSTW Budi Mulya. Pada  pelaksanaan
kelompok melakukan tindakan sesuai dengan perencanaan yang disusun
5. Pada evaluasi khususnya pada masalah di dermatitis pengetahuan kelompok
lansia meningkat namun perlu pemantauan terus menerus karna lansia sudah
mengalami  penurunan daya ingat.

B. Saran

Agar asuhan keperawatan kelompok khususnya di PSTW Budi Mulia 3 Jakarta


Selatan berkelanjutan maka kelompok memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk WBS agar tetap melaksanakan kegiatan dengan mengikuti semua
petunjuk untuk menghindari terjadinya komplikasi pada dermatitis dan agar
setiap WBS lebih aktif dalam beraktifitas secara mandiri sesuai dengan
kemampuannya

27
2. Untuk para petugas yang belum mengikuti pelatihan keperawatan kulit
dermatitis pada usia lanjut, agar berpartisipasi dalam mengikuti pelatihan
berikutnya supaya mampu memberikan keperawatan pada lansia secara
optimal
3. Para petugas panti agar tetap menciptakan lingkungan yang aman untuk
menghindari terjadinya cedira WBS dan petuga panti tetap melaksanakan
rencana keperawatan yang telah dibuat oleh kelompok

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scrib.com/document/361723380/Asuhan-Keperawatan-Gerontik-Pada-Kelompok-
Khusus-Lansia-Di-Panti-Werdha

28

Anda mungkin juga menyukai