Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

SECTIO CAESAREA DI RUANG MATERNAL


RUMAH SAKIT NU MANGIR

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik pada program studi Profesi Ners
STIKES Banyuwangi

OLEH :
RIKE NUR SAFITRI
202104054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
1. Sectio caesarea adalah salah satu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut (Sofian A, 2012).
2. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding perut (Hartanti, 2014).
3. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Sectio caesarea adalah suatu tindakan pengeluaran janin dan plasenta melalui tindakan
insisi pada pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh (Aprina, 2016).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi sectio caesarea menurut Hartanti (2014) dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Sectio caesaria ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan
vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan sambungan segmen atas dan bawah
uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan
bersama-sama kandung kemih didorong ke bawah serta ditarik agar tidak menutup lapang
pandang.
2. Segmen bawah : insisi membujur
Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio caesarea klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skapel kedalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting berujung tumpul atau insisi
ditempatkan secara vertikal digaris tengah uterus.
4. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Pembedahan ini digunakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus
yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering
berakibat fatal. Dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum
ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka
dengan insisi segmen bawah.
5. Sectio caesarea histerektomi
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus.
1.3 Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) etiologi sectio caesarea dibagi menjadi :
1. Etiologi berasal dari ibu
Ada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada,
disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul , ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I - II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit
( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista " ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya.
2. Etiologi yang berasal dari janin
fetal distress atau gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea (Doengoes, 2010) :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Biasanya terpasang kateter urinalis
7. Auskultasi bising usus biasanya tidak terdengar atau samar
8. Pengaruh anastesi menimbulkan mual dan muntah
1.5 Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak
memungkinkan dan akhirnya diilakukan tindakan Sectio caesarea, bahkan sekarang sectio
caesarea menjadi salah satu pilihan persalinan. Adanya beberapa hambatan ada proses
persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta
previa, rupture sentralis dan lateralis, panggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-
eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan (Prawirohardjo, 2010).
Proses operasi sebelumnya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah hambatan mobilitas fisik.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri (Prawirohardjo, 2010). Proses pembedahan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya jaringan, pembuluh darah, dan saraf-
saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan masalah nyeri dan terdapat luka post operasi, yang
mana bila tidak dirawat dengan baik akan meninmbulkan masalah resiko infeksi
(Prawirohardjo, 2010).
1.6 Indikasi
Menurut Rasjidi (dalam Lailia, 2018) indikasi sectio caesaria antara lain :
1. Indikasi mutlak
a. Ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi
3) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
4) Stenosis serviks/vagina.
5) Plasenta previa.
6) Disproporsi sefalopelvik
7) Ruptura uteri membakat
b. Indikasi janin
1) Kelainan letak
2) Gawat janin
3) Prolapsus plasenta
4) Perkembangan bayi yang terlambat
5) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
2. Indikasi relatif
a. Riwayat seksio cesarea sebelumnya
b. Presentasi bokong
c. Distosia
d. Fetal distress
e. Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
g. Gemeli
3. Indikasi sosial
a. Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
b. Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau
asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul
c. Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah
melahirkan.
1.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sectio caesarea menurut Kristiyanasari (2010) diantaranya :
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin atau hematokrit, Golongan darah
6. Urinalis
7. Amneosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. Ultrasound sesuai pesanan.
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (dalam Lailia, 2018) yaitu :
1. Ruang pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau dengan cermat
jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik.
2. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan kehilangan
darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan
untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan Kristaloid
ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
3. Observasi tanda-tanda vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam setelah 2
jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil.
Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah
perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
4. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler
dan morfin sulfat 10- 15mg intramuskuler.
5. Perawatan luka dan pembalutan
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit atau klip pada hari keempat setelah
pembedahan.
6. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam stelah
operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
7. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan dilakukan
lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama operasi atau
menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.
8. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap
terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis. Sejumlah uji
klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat sectio
caesarea untuk menurunkan angka infeksi.
9. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak
6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah
menjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari demi hari
pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi sectio caesarea
10. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-
48 jam atau lebih.
1.9 Komplikasi
Menurut Kristiyanasari, (2010) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien post sectio
caesarea adalah :
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteri uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain
Seperti luka kandung kemih dan embolisme paru-paru.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
1.10 Pathway

Indikasi Ibu Indikasi Janin

Sectio Caesarea

Luka post SC Insisi dinding Tindakan


abdomen anastesi

Terputusnya inkontenuitas imobilisasi


MK : jaringan, pembuluh darah,
Risiko Infeksi saraf-saraf sekitar daerah
insisi

MK : MK :
Merangsang pengeluaran Gangguan Defisit
histamin
Mobilitas Perawatan
Fisik Diri

MK :
Nyeri Akut

(Mitayani, 2011)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas umum
Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, alamat, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, cara datang, diagnosa medis, identitas penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan klien post sectio caesarea adalah nyeri
seperti ditusuk-tusuk, panas, perih, mules dan sakit pada jahitan perineum
(Mohamed & Saied, 2012).
b. Riwayat penyakit sekarang
Waktu timbulnya masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala yang timbul tiba-
tiba, lokasi, obat yang diminum dan cara penanggulangan (Suratun, 2010).
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat kesehatan klien
Awal manarche, jadwal haid teratur atau tidak, lama haid, warna darah haid dan
adanya nyeri atau tidak.
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Hamil dan persalinan ke berapa, anak hidup atau tidak, adanya riwayat SC,
penolong saat persalinan, nifas normal atau tidak.
c. Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Jenis KB yang digunakanm ada keluhan saat KB atau tidak.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis, keturunan
maupun menular.
e. Riwayat psikososial dan status spiritual
Pengkajian mengenai faktor emosional, perilaku dan sosial pasca pospartum
memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan keluarga terhadap
dukungan, penyuluhan dan bimbingan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu tubuh
Suhu tubuh yang diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari pasca
partum karena biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38°C
mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau karena awitan laktasi dalam 2 sampai
4 hari. Demam yang menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam
pertama dapat menandakan adanya infeksi.
2) Nadi
Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari
pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/ menit. Frekuensi diatas
100 kali/menit (takikardi) dapat menunjukkan adannya infeksi, hemoragi,
nyeri, arau kecemasan.
3) Tekanan darah
Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena diuresis dan
diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler.
Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
tekanan darah menkunjukkan peningkatan tekanan darah akibat kchamilan,
yang dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejang eklamsia
dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al.
dalam Reeder et al., 2011).
4) Pernafasan
Klien post operasi biasanya terjadi peningkatan pernafasan, lihat adanya
tarikan dinding dada, frekuensi pernafasan, irama nafas serta kedalaman nafas.
b. Pemeriksaan Umum
1) Kepala dan wajah
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya hiperpigmentasi pada
wajah ibu (cloasmagravidanum), amati warna dari keadaan rambut, kaji
kerontokan dan kebersiihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
2) Mata
Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan kanan
dan kiri, amati keadaan konjungtiva (konjungtivitis atau anemis), sclera
(ikterik atau indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor
kanan dan kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil,
ada atau tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada
kedua bola mata.
3) Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa abnormal
dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri tekan pada hidung.
4) Telinga
Amati kesimetrisan, warma dengan daerah sekitar, ada atau tidaknya luka,
kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan otitis media.
5) Mulut
Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya stomatitis pada mulut,
amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan kebersihan gigi.
6) Leher
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya distensi
vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
7) Paru-paru
Kesimetrisan bentuk dada, gerakann nafas (frekuensi irama, kedalaman, dan
upaya pemafasan pengggunaan otot- bantu pernafasan), warna kulit, lesi,
edema, pembengkakan, kaji pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile
fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi (nomalnya berbunyi sonor),
kaji bunyi (normalnya kanan dan kiri terdengar vesiikuler).
8) Kardiovaksuler
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta peningkatan
tekanan darah.
9) Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu inspeksi ukuran,
bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri
tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama
pascapartum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali skresi kolostrum
yang banyak.
10) Abdomen
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar abdomen,
bising usus, tampak linea nigra atau alba, striae livida atau albican, terdapat
bekas luka operasi sectio caesarea. Mengkaji luka jahitan post sectio caesarea
yang meliputi kondisi luka (melintang atau membujur, kering atau basah,
adanya nanah atau tidak), dan mengkaji kondisi jahitan (jahitan menutup atau
tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta terdapat warna kemerahan pada
sekitar area jahitan atau tidak) (Anggraini, 2010).
11) Ekstremitas bawah
Inspeksi ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises.
12) Genetalia
Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul dan mengkaji
keadaan lochea. Lochea yang berbau menandakan adanya tanda-tanda risiko
infeksi (Handayani, 2010).
13) Nutrisi
Klien post sectio caesarea harus menghindari makanan dan minuman yang
mengandung bahan kimia, pedas dan menimbulkan gasa karena gas perut
dapat menimbulkan masalah sesudah post sc.
14) Eleminasi
Menggambarkan pola sekresi yaitu kebiasaan BAB dan BAK meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi, bau serta masalah eleminasi (Anggraini, 2010).
Pada klien post sc biasana 2-3 hari mengalami kesulitan BAB.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan post sectio caesarea berdasarkan SDKI (PPNI, 2018a) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma perineum selama persalinan dan kelahiran
ditandai dengan tampak meringis, tekanan darah meningkat, frekuensi nadi
meningkat, merintih.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak ditandai
dengan fisik lemah dan gerakan terbatas.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan tidak mampu
mandi, mengenakan pakaian, makan, ke toilet dan berhias secara mandiri
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
C. Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL (SLKI (PPNI, 2018)) (SIKI(PPNI, 2018))
1. Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) :
dengan trauma perineum keperawatan 1x24 jam nyeri Observasi :
selama persalinan dan berkurang. 1. Identifikasi lokasi,
kelahiran ditandai Dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
dengan tampak Tingkat nyeri (L.08066) : frekuensi, kualitas,
meringis, tekanan darah 1. Kemampuan menuntaskan intensitas nyeri
meningkat, frekuensi aktivitas meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
nadi meningkat, 2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi faktor yang
merintih 3. Gelisah menurun memperberat dan
4. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
5. Frekuensi nadi membaik 4. Monitor efek samping
6. Pola tidur membaik penggunaan analgesik
Penyembuhan luka (L.14130) : Terapeutik :
1. Penyatuan tepi luka meningkat 1. Berikan teknik
2. Jaringan granulasi meningkat nonfarmakologis untuk
3. Edema pada sisi luka menurun mengurangi rasa nyeri
4. Peradangan luka menurun (mis. hipnotis, akupresur,
5. Nyeri menurun terapi musik, aromaterapi,
dll)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
anagesik, jika perlu
Pemberian analgesik
(1.08243) :
Observasi :
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
durasi, intensitas)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
narkotika, non-narkotik
atau NSAIO) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Terapeutik :
1. Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
2. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
jika perlu
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi
fisik berhubungan keperawatan selama 2x24 jam (1.06171) :
dengan program mobilitas fisik kembali efektif. Observasi :
pembatasan gerak Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri
ditandai dengan fisik 1. Kekuatan otot meningkat atau keluhan fisik lainnya
lemah dan gerakan 2. Rentang gerak meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
terbatas 3. Nyeri menurun melakukan ambulasi
4. Gerakan terbatas menurun 3. Monitor kondisi umum
5. Kelemahan fisik menurun selama melakukan
ambulasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan prosedure
ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi
roda)
Dukungan Mobilisasi
(1.05173) :
Observasi :
1. Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
3. Monitor kondisi umum
selama melakukan
ambulasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri


berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam (1.11348) :
kelemahan ditandai perawatan diri klien meningkat. Observasi :
dengan tidak mampu Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebiasaan
mandi, mengenakan Perawatan diri (L.11103) : perawatan diri sesuai usia
pakaian, makan, ke toilet 1. Kemampuan mandi meningkat 2. Monitor tingkat
dan berhias secara 2. Kemampuan mengenakan kemandirian
mandiri pakaian meningkat Terapeutik :
3. Kemampuan makan meningkat 1. Siapkan keperluan pribadi
4. Kemampuan ke toilet meningkat ( mis. parfum, sikat gigi,
5. Minat melakukan perawatan diri sabun mandi)
meningkat 2. Dampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
3. Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (1.14539)
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam risiko :
efek prosedur invasif infeksi dapat dicegah. Observasi :
Dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala
Tingkat infeksi (L.14137) : infeksi lokal dan sistemik
1. Demam menurun Terapeutik :
2. Kemerahan menurun 1. Berikan perawatan kulit
3. Nyeri menurun pada area edema
4. Bengkak menurun 2. Pertahankan teknik aseptik
5. Kadar sel darah putih membaik pada pasien berisiko tinggi
6. Kultur area luka membaik Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. (2010). Asuhan Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Nuha Medika.


Aprina. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persalinan Section Caesarea di RSUD
DR.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan, 7(1), 1–7.
Doengoes. (2010). Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care
(E. Monica (ed.); 3rd ed.). EGC.
Handayani. (2010). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. TIM.
Hartanti. (2014). Asuhan keperawatan pada Ny. M dengan post sectio caesarea hari ke-1 atas
indikasi disproporsi cefalopelvic di ruang bougenvil di RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Diploma Thesis.
Kristiyanasari, W. (2010). Gizi Ibu Hamil. Nuha Medika.
Lailia. (2018). Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan Fokus Studi Pengelolaan
Nyeri Akut Di Rsud Djojonegoro Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan.
Mitayani. (2011). Asuhan keperawatan maternitas. Salemba Medika.
Mohamed, A. E. A., & Saied. (2012). Episiotomy pain and wound healing and post partum
women. Journal of American Science, 8(6), 640–650.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc (3rd ed.). MediAction.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator diagnostik (I).
DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan
(I). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (I). DPP PPNI.
Prawirohardjo. (2010). ilmu kebidanan. PT. Bina Pustaka.
Reeder, S. J., Martin, L., L., Koniak-Griffin, & Deborah. (2011). Keperawatan maternitas
kesehatan wanita, bayi, dan keluarga. EGC.
Sofian A. (2012). Rustam mochtar sinopsis obstetri obstetri obstetri operatif obstetri sosial (III).
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suratun. (2010). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasespsi. Trans Info
Media.

Anda mungkin juga menyukai