Anda di halaman 1dari 171

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN

Oleh :

NOERINTA RIDHASTA DEWI

NIM ( 201403028 )

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

i
SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :

NOERINTA RIDHASTA DEWI

NIM ( 201403028 )

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

ii
iii
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Noerinta Ridhasta Dewi


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 20 September 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Dungus Desa Karangrejo RT 02 RW 01
Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun
Email : noerinta209@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
- SD Karangrejo 03
- MTs AL-ISTIQOMAH DUNGUS
- SMKF Kesehatan Aditapa Madiun
- STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Riwayat Pekerjaan :-

vi
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

ABSTRAK

Noerinta Ridhasta Dewi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN
110 halaman + 28 tabel + 6 gambar + lampiran

Hipertensi dapat didefiniskan sebagai tekanan darah persisten dimana


tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
Puskesmas Banjarejo memiliki 4 kelurahan yaitu Kelurahan Banjarejo, Kelurahan
Kejuron, Kelurahan Mojorejo dan Kelurahan Mansirejo. Berdasarkan data dari
kegiatan posyandu lansia, Kelurahan Manisrejo paling banyak terdapat kejadian
hipertensi yaitu sebanyak 119 jiwa (45,59%). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan case control. Dalam
menentukan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling. Jumlah
sampel yang diambil sebanyak 84 responden dengan pembagian 42 untuk
kelompok kasus dan 42 untuk kelompok kontrol. Variabel yang diteliti adalah
usia, jenis kelamin, status perkawinan, riwayat keluarga, obesitas, konsumsi junk
food, konsumsi soft drink, kebiasaan merokok, konsumsi kopi dan aktivitas fisik.
Berdasarkan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik, variabel
yang berpengaruh dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo
Kota Madiun adalah Status Perkawinan dengan nilai p value 0,032 (aOR = 3,564;
95%CI= 1,118-11,363), Obesitas dengan p value 0,037 (aOR= 3,379; 95%CI=
1,079-10,583), Konsumsi Kopi dengan nilai p value 0,000 (aOR= 8,533; 95%CI=
2,572-28,304) dan Aktivitas Fisik dengan nilai p value 0,007 (aOR= 5,133;
95%CI= 1,565-16,834).
Kesimpulan penelitian ini adalah variabel yang bukan merupakan faktor
resiko kejadian hipertensi pada lansia adalah Usia, Jenis Kelamin, Riwayat
Keluarga, Konsumsi Junk Food, Konsumsi Soft Drink dan Merokok. Berdasarkan
hasil penelitian, disarankan kepada lansia agar selalu menjaga pola makan dan
gaya hidup sehat serta mengontrol tekanan darah. Dan kepada petugas kesehatan
agar selalu memberikan bimbingan dan penyuluhan dalam meningkatkan
informasi mengenai hipertensi.

Kata Kunci: Faktor-faktor, hipertensi, lansia


Kepustakaan : 38 (2010-2015)

vii
PUBLIC HEALTH PROGRAM
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018
ABSTRACT

Noerinta Ridhasta Dewi

THE INFLUENCE FACTORS OF HYPERTENSION EVENT IN THE


ELDERLY IN MANISREJO MADIUN
110 pages + 28 tables + 6 pictures + attachments

Hypertension can be defined as persistent blood pressure where the systolic


pressure was above 140 mmHg and diastolic pressure was above 90 mmHg..
Banjarejo Health Center has 4 villages is like Banjarejo, Kejuron, Mojorejo, and
Manisrejo. Based on data from the activities of elderly posyandu, in Manisrejo
village has the highest incidence of hypertension, wich is 119 peoples (45,59%).
The purpose of this study was to determine the factors that affect the incidence of
hypertension at elderly in Manisrejo Village Madiun City.
This research design was using case control approach. In determine the
sample was using Simple Random Sampling technique. The number of samples
were 84 respondents, with the division of 42 respondents for case group and 42
respondents for control group. The variables that studied were age, sex, marital
status, family history, obesity, junk food consumption, soft drink consumption,
smoking habits, coffee consumption and physical activity.
Based on multivariate analysis use a logistic regression test, the influential
variable with hypertension event in the elderly in Manisrejo Madiun was marital
status with p value 0,032 (aOR = 3,564; 95%CI= 1,118-11,363), Obesity with p
value 0,037 (aOR= 3,379; 95%CI= 1,079-10,583), Coffee Consumtion with p
value 0,000 (aOR= 8,533; 95%CI= 2,572-28,304) and Physical Activity with p
value 0,007 (aOR= 5,133; 95%CI= 1,565-16,834).
The conclusions of this study were the variables that were not risk factor
of hypertension incidence at elderly were Age, Sex, Family History, Junk Food
Consumption, Soft Drink Consumption and Smoking habits. Based on the results
of the study, advisable to elderly to always maintain a healthy diet and lifestyle
and control blood pressure. And to health workers to always provide guidance and
counseling to improving information about hypertension.

Keywords : Factors, hypertension, elderly


Bibliography : 38 (2010-2015)

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Zaenal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Ibu Avicena Sakufa M, SKM.,MKes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakatyang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
3. Ibu Riska Ratnawati, SKM.,MKes selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk dan yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Ibu Hanifah Ardiani, SKM.,M.KM selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk dan yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak Suhadi Prayitno, S.KM.,MM selaku Dewan Penguji yang telah
memberikan saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Bambang Subanto, SH, selaku kepala Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kta Madiun yang telah memberikan ijin rekomendasi penelitian.

ix
7. Ibu Lestari Nurhandayani, SKM, selaku sekretaris Dinas Kesehatan Kota
Madiun yang telah memberikan ijin rekomendasi penelitian dan pengambilan
data.
8. Bapak drg. Totok Dwi S, selaku Kepala Puskemas Banjarejo Kota Madiun
yang telah memberikan ijin serta kerjasamanya selama proses penelitian dan
pengambilan data.
9. Keluarga tercinta yang telah memberikan segala dukungan, doa dan nasehat.
10. Teman-teman Kesehatan Masyarakat, responden serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelsaikan proposal skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Penulis juga berharap
semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kita semua.

Madiun, 16 Juli 2018


Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Pernyataan......................................................................................... iv
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... v
Abstrak ............................................................................................................. vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii
Daftar Gambar .................................................................................................. xv
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvi
Daftar Singkatan............................................................................................... xvii
Daftar Istilah..................................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10
1.5 Keaslian Penelitian .......................................................................... 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) .................................................. 14
2.1.1 Definisi Hipertensi ......................................................................... 14
2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah ............................................................ 15
2.1.3 Penyebab Hipertensi ...................................................................... 16
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................... 17
2.1.5 Tanda dan Gejala ........................................................................... 19
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 20
2.1.7 Penatalaksanaan ............................................................................. 21
2.1.8 Teknik Mengukur Tensi Darah ...................................................... 24
2.1.9 Komplikasi Hipertensi ................................................................... 26
2.1.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi ........ 29
2.2 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) ............................. 45
2.3 Lansia................................................................................................ 47
2.3.1 Pengertian Lansia........................................................................... 47
2.3.2 Klasifikasi Lansia .......................................................................... 47
2.3.3 Proses Penuaan .............................................................................. 48
2.3.4 Masalah Kesehatan Lanjut Usia .................................................... 49
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 52
1.2 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 54
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 55

xi
4.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 56
4.3 Teknik Sampling............................................................................... 59
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 60
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .................... 62
4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 69
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 71
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 71
4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................ 73
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian ...................................................... 79
5.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 80
5.2.1 Hasil Analisa Univariat ................................................................. 81
5.2.2 Hasil Analisa Bivariat .................................................................... 84
5.2.3 Hasil Analisa Multivariat ............................................................... 92
5.3 Pembahasan ...................................................................................... 95
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 108
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 110
6.2 Saran ................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................ 12


Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah ............................................................ 16
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) ........................................ 43
Tabel 2.3 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik ................................................... 46
Tabel 4.1 Nilai Odds Ratio Beberapa Faktor Resiko Hipertensi .................. 58
Tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ..................................................... 64
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia ......................... 70
Tabel 4.4 Coding variabel faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ..................................................... 74
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Hipertensi ................ 81
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ......................................... 81
Tabel 5.3 Distribusi Frekunsi Berdasarkan Jenis Kelamin............................ 82
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Keluarga.................... 82
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan ................... 83
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Obesitas ................................... 83
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Junk Food .............. 84
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Soft Drink ............... 84
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Merokok .................................. 84
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Kopi ....................... 85
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik ......................... 85
Tabel 5.12 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 86
Tabel 5.13 Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 87
Tabel 5.14 Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................................... 88
Tabel 5.15 Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 89
Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Hipertensi
pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................ 90
Tabel 5.17 Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ........................................... 90
Tabel 5.18 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 91
Tabel 5.19 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 92
Tabel 5.20 Variabel Kandidat Model Multivariat ........................................... 93
Tabel 5.21 Variabel yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 94
Tabel 5.22 Variabel Kandidat Model Multivariat ........................................... 95

xiii
Tabel 5.23 Variabel yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada
lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun................................. 97

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


Hipertensi pada lansia ................................................................... 51
Gambar 3.2 Kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian hipertensi pada lansia ...................................................... 61
Gambar 4.1 Desain Kasus Kontrol .................................................................... 56
Gambar 4.2 Kerangka kerja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
hipertensi pada lansia .................................................................... 61
Gambar 5.1 Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ............................................... 79
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Kelurahan Manisrejo Kota Madiun ............... 80

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent


Lampiran 2. Lembar Kuesioner
Lampiran 3. Lembar Bimbingan
Lampiran 4. Lembar Revisi Setelah Ujian
Lampiran 5. Surat Ijin Validasi
Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Bakesbangpol
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Madiun
Lampiran 9. Output SPSS
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

xvi
DAFTAR SINGKATAN

BMI : Body Masa Index

Depkes : Departemen Kesehatan

DM : Diabetes Militus

EKG : Elektrokardiografi

FFQ : Food Frequency Questionnaire

GPAQ : Global Physical Activity Questionnaire

HDL : High Density Lipoprotein

IMT : Indeks Massa Tubuh

Kemenkes : Kementrian Kesehatan

KLB : Kejadian Luar Biasa

MET : Metabolic Equivalent

mmHg : Milimeter Raksa

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PTM : Penyakit Tidak Menular

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

WHO : World Health Organization

xvii
DAFTAR ISTILAH

Diastolik : Tekanan darah bawah atau angka bawah yang

memperlihatkan jumlah darah di dalam arteri ketika jantung

sedang beristirahat.

Hipertensi : Tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas

140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg

Junk Food : Makanan siap saji yang lebih praktis, enak dan tidak

menghabiskan waktu lama sehingga dapat disajikan kapan

dan dimana saja

mmHg : Angka tekanan darah yang dinyatakan dengan dua besaran

yaitu tekanan diastolik dan tekanan sistolik

Sistolik : Tekanan darah atas, dimana tekanan darah karena adanya

jantung berkontraksi.

Soft Drink : Minuman ringan yang menggunakan pemanis minuman juga

menggunakan pengawet makanan, atau bisa disebut dengan

minuman berkarbonasi.

xviii
xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hipertensi dapat didefiniskan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90

mmHg. Hipertensi diakatakan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95-

104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114

mmHg dan hipertensi beraat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.

Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap

lebih serius dari peningkatan sistolik (Padila, 2013)

Hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54

tahun (11,9%), dan umur 55-64 tahun (17,2%). (Kemenkes, 2017) Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lansia (lanjut usia) adalah usia yang

meliputi usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut

tua (75-90 tahun) dan usia sangat tua (diatas 90 tahun). Lansia beresiko tinggi

terhadap penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,

diabetes melitus, gout (reumatik), dan kanker. Salah satu penyakit yang

banyak di derita oleh lansia yaitu hipertensi. (Deri Putra, 2015)

Kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142

juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali

lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%)

dari total polulasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000

1
(9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia

mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia

sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000. Pada

abad ke-21 tantangan khusus bidang kesehatan dari terus meningkatnya

jumlah Lansia yaitu timbulnya masalah degeneratif dan Penyakit Tidak

Menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan-gangguan

kesehatan jiwa yaitu depresi, demensia, gangguan cemas, sulit tidur.

Penyakit-penyakit tersebut, akan menimbulkan permasalahan jika tidak

diatasi atau tidak dilakukan pencegahan, karena ini akan menjadi penyakit

yang bersifat kronis dan multi patologis. (Kemenkes RI, 2013)

Bertambahnya umur pada lansia, fungsi fisiologis mengalami

penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak

muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya

tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Hasil

Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak

Menular (PTM) antara lain hipertensi, artritis, stroke, Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM). Angka prevalensi

hipertensi pada lansia pada usia 55-64 tahun sebesar 45,9%, usia 65-74 tahun

sebesar 57,6% dan usia >75 tahun sebesar 63,8%. (Riskesdas 2013,

Kementrian Kesehatan)

Puskesmas Banjarejo memiliki 4 kelurahan yaitu Kelurahan Banjarejo,

Kelurahan Kejuron, Kelurahan Mojorejo dan Kelurahan Mansirejo.

Berdasarkan data dari kegiatan posyandu lansia, lansia di Kelurahan

2
Banjarejo yang menderita hipertensi sebanyak 41 jiwa (30,11%), Kelurahan

Manisrejo sebanyak 119 jiwa (45,59%), Kelurahan Mojorejo sebanyak 94

jiwa (31,43%) dan Kelurahan Kejuron sebanyak 76 jiwa (42,22%). Hipertensi

yang paling banyak terdapat di Kelurahan Manisrejo. (Data Posyandu Lansia

2017)

Meningkatnya prevalensi hipertensi pada umumnya disebabkan karena

adanya perubahan gaya hidup, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran

pola penyakit dari penyakit-penyakit infeksi bergeser ke penyakit-penyakit

chronic degeneratif. Salah satu penyakit chronic degeneratif diantaranya

adalah penyakit tekanan darah tinggi (Darmojo, 1994). Yayasan Jantung

Indonesia (2005) menyatakan bahwa akibat yang terjadi jika hipertensi tidak

segera ditangani adalah otak (menyebabkan stroke), mata (menyebabkan

retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan), jantung

(menyebabkan penyakit jantung koroner termasuk infark jantung dan gagal

jantung), ginjal (menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal).

(Wahyuningsih, dkk, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam

dua kelompok besar yaitu faktor tang tidak dapat dimodifikasi/tidak dapat

diubah seperti jenis kelamin, usia, genetik dan faktor yang dapat

dimodifikasi/faktor yang dapat diubah seperti pola makan (junk food, asupan

natrium, asupan lemak), kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya

hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama - sama (common

underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup

3
menyebabkan timbulnya hipertensi (Depkes RI, 2003). Menurut Yundini

(2006) saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih

banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini

antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang

berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),

kurangnya aktivitas fisik, merokok, alkohol, konsumsi kopi dan makan

makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti

perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung

banyak lemak, protein, dan tinggi garam tetapi rendah serat pangan,

membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit

degeneratif seperti hipertensi. (Djauhar Arif, dkk, 2013)

Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang

meningkatkan penyakit hipertensi. Junk food sebagai penyumbang utama

terjadinya hipertensi. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak

dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan

berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang

lebih besar. Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler

menyebabkan volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi.

Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung kalium

mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan akan meningkatkan resiko

hipertensi (Junaedi, dkk. 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rantiningsih Sumarni, dkk

(2015) di Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta menunjukkan bahwa

4
faktor risiko terjadinya hipertensi pada lansia yang sering mengkonsumsi junk

food sebesar 4,083 lebih besar dibandingkan lansia yang jarang

mengkonsumsi junk food dan terdapat hubungan antara konsumsi junk food

dengan kejadian hipertensi. Konsumsi junk food yang saat ini menjadi sangat

popular di lingkungan anak sampai orang dewasa. Saat ini terjadi perubahan

pola konsumsi makanan pada lansia dengan kecenderungan untuk memilih

makanan yang mempunyai komposisi tinggi kalori, tinggi lemak, rendah serat

dan sebagainya. Jenis makanan junk food banyak digemari oleh para lansia

karena junk food dianggap lebih praktis, enak dan tidak menghabiskan waktu

lama sehingga dapat disajikan kapan dan dimana saja, tak heran jika

hipertensi memiliki peluang berjangkit pada semua orang. Junk food dikenal

sebagai makanan yang tidak sehat. Junk food mengandung sejumlah besar

natrium yang dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga

jantung harus memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan darah

lebih tinggi (hipertensi). Makanan yang kurang seimbang akan memperburuk

kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun dibandingkan usia

dewasa. (Rumantiningsih Sumarni, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solehatul Mahdmudah, dkk

(2015) di Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi

pada lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil analisis regresi

logistik berganda terlihat nilai OR Exp (B) asupan natrium sebesar 4,627

dapat diartikan bahwa responden yang asupan natrium berlebih memiliki

5
resiko 4,627 kali lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi

dibandingkan responden yang asupan natriumnya baik (OR Exp (B) = 4,627;

95% CI = 1,574-13,635). (Solehatul Mahmudah, dkk, 2015)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Anggraeny (2014)

menunjukkan bahwa lansia yang tidak melakukan aktivitas fisik berisiko 1,57

kali menderita hipertensi dibanding lansia yang melakukan aktivitas fisik,

tetapi tidak bermakna. Lansia yang merokok berisiko 1,42 kali menderita

hipertensi dibanding lansia yang tidak merokok, tetapi tidak bermakna.

Aktivitas fisik yang dilakukan secara tepat dan teratur, serta frekuensi dan

lamanya waktu yang digunakan dengan baik dan benar dapat membantu

menurunkan tekanan darah. Tekanan darah akan meningkat ketika sedang

melakukan aktivitas fisik. Tetapi jika seseorang melakukan aktivitas fisik

secara teratur akan lebih sehat dan tekanan darahnya akan lebih rendah

daripada seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik. Selain itu, aktivitas

fisik yang kurang cenderung membuat seseorang mengalami kegemukan dan

akan menaikkan tekanan darah. (Rini Anggraeny, 2014)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Martiani, dkk (2012)

di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran Semarang menunjukkan bahwa

kebiasaan minum kopi meningkatkan risiko kejadian hipertensi, namun

tergantung dari frekuensi konsumsi harian. Minum kopi dan merokok dapat

merangsang konstriksi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan

darah (Andri Budianto, 2017). Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah

tidak dibantahkan, bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu

6
artikel ilmiah membuktikan bahwa dalam kepulan asap rokok terkandung

4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya itu adalah tar, karbon

monoksida (CO) dan nikotin. Berbagai penyakit kanker pun mengintai serta

dapat menimbulkan hipertensi (Abadi, 2005). Faktor kebiasaan minum kopi

didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, dimana

dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10

mmHg (Rohaendi, 2008).

Penelitian tentang penyakit hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo belum pernah dilakukan sebelumnya dan angka kejadian hipertensi

pada lansia masih tinggi. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat

rumusan masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi

kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Apakah ada pengaruh antara Jenis Kelamin dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

2. Apakah ada pengaruh antara Usia dengan kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo?

7
3. Apakah ada pengaruh antara Riwayat Keluarga dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

4. Apakah ada pengaruh antara Status Perkawinan dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

5. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Junk Food dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

6. Apakah ada pengaruh antara Aktivitas fisik dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

7. Apakah ada pengaruh antara Merokok dengan kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

8. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Kopi dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

9. Apakah ada pengaruh antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo?

10. Apakah ada pengaruh antara Konsumsi Soft Drink dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Manisrejo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

8
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh antara Jenis Kelamin dengan kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

2. Mengetahui pengaruh antara Usia dengan kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo.

3. Mengetahui pengaruh antara Riwayat Keluarga dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

4. Mengetahui pengaruh antara Status Perkawinan dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

5. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Junk Food dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

6. Mengetahui pengaruh antara Aktivitas Fisik dengan kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

7. Mengetahui pengaruh antara Merokok dengan kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo.

8. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Kopi dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

9. Mengetahui pengaruh antara Obesitasi dengan kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo.

10. Mengetahui pengaruh antara Konsumsi Soft Drink dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo.

9
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Sebagai penambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu yang

didapatkan selama perkuliahan.

1.4.2 Manfaat bagi puskesmas

1. Sebagai bahan masukan dan bahan evaluasi agar mampu

meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan kesehatan terutama

pada lansia

2. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat

antara institusi tempat praktek peminatan.

1.4.3 Manfaat bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

1. Memperkenalkan program kepada institusi yang bergerak di bidang

kesehatan yaitu Puskesmas Banjarejo.

2. Terbinanya kerjasama dengan institusi tempat praktek peminatan

dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara

akademik dengan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia

yang dibutuhkan dalam pembangunan Kesehatan Masyarakat.

1.4.4 Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian hipertensi pada lansia khususnya di Kelurahan Manisrejo Kota

Madiun.

10
1.4.5 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan informasi/referensi

dan masukan bagi perkembangan ilmu kesehatan khususnya ilmu

kesehatan masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah pernah

dilakukan. Peneliti uraikan penelitian terdahulu yang serupa tetapi

memiliki perbedaan yang cukup jelas, sebagai batasan agar tidak terjadi

kesamaan dengan penelitian ini.

11
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Tempat Desain Variabel Hasil


Penelitian PenelitianPenelitian Penelitian
1. Edi Gaya hidup dan Kecamatan Cross Variabel Konsumsi Junk
Sampurno hipertensi pada Kasihan Sectional bebas : Food, Aktivitas
Ridwan, lanjut usia di Bantul Konsumsi Fisik dan Merokok
Esti Kecamatan Yogyakarta Junk Food, merupakan faktor
Nurwanti Kasihan Bantul Aktivitas resiko terjadinya
(2013) Yogyakarta Fisik, hipertensi.
Merokok.
Variabel
terikat :
Hipertensi
pada lansia
2. Darma Hubungan gaya Ruang Cross Variabel Ada hubungan
Yunita, hidup terhadap Rawat Inap Sectional bebas : antara pola makan
Hamzah kejadian di RSUD Pola makan dan merokok
Taza, hipertensi di Labuang dan Merokok terhadap hipertensi
Junaidi Ruang Rawat Baji Variabel di RSUD Labuang
(2014) Inap di RSUD Makassar terikat : Baji Makassar
Labuang Baji Hipertensi
Makassar
3. Muhammad Hubungan Rumah Cross Variabel Terdapat hubungan
Deri Indeks Massa Sakit Sectional bebas : yang bermakna
Ramadhan, Tubuh dengan Umum Indeks Massa antara
Dewi Tekanan Darah Daerah Tubuh (IMT) indeks massa tubuh
Masyitah, pada penderita Raden Variabel dengan tekanan
Ahmad Hipertensi di Mattaher terikat : darah
Syauqy Poliklinik Jambi Hipertensi pada penderita
(2015) penyakit dalam hipertensi.
Rumah Sakit
Umum Daerah
Raden Mattaher
Jambi
4. Reni Dwi Studi Prevalensi Tambaksari Cross Variabel Riwayat hipertensi
Setyaningsi dan Kajian -Banyumas Sectional bebas : serta kebiasaan
h, Pramesti Faktor Resiko Minum kopi, mengkonsumsi
Dewi, Made Hipertensi pada Merokok, makanan asin
Suandika Lansia di desa Konsumsi merupakan variabel
(2014) Tambaksari- makanan yang berhubungan
Banyumas asin, IMT, secara signifikan
Tingkat dengan kejadian
Stres, hipertensi.
Riwayat
hipertensi

12
Lanjutan tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Tempat Desain Variabel Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
5. Prisilia Hubungan Balai Cross Variabel Terdapat hubungan
Alva Seke, kejadian stres Penyantuna Sectional bebas : antara kejadian
Hendro J. dengan penyakit n Lanjut Stres stres dengan
Bidjuni, Jill hipertensi pada Usia Senjah Variabel penyakit hipertensi
Lolong lansia di Balai Cerah terikat : pada lansia di Balai
Penyantunan Kecamatan Hipertensi Penyantunan
Lanjut Usia Mapanget lansia Lanjut Usia Senjah
Senjah Cerah Kota Cerah Kecamatan
Kecamatan Manado Mapanget Kota
Mapanget Kota Manado
Manado

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang diakukan

adalah :

1. Variabel terikat : Hipertensi pada lansia

2. Variabel bebas : Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga, Status

Perkawinan, Konsumsi Junk Food, Aktivitas

Fisik, Merokok, Konsumsi Kopi, Obesitas, dan

Konsumsi Soft Drink.

3. Subjek : Lansia > 60 tahun

4. Metode Penelitian : Menggunakan metode analitik dengan desain

penelitian Case Control. Uji yang digunakan

adalah Chi Square dan Regresi Logistik.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

2.1.1 Definisi Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan

darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan

tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan meningkatknya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal

jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. (Wahyu Rahayu, 2015)

Pada pemriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang

lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang

lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan

darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik,

misalnya 120/80 mmHg. (Wahyu Rahayu, 2015)

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140

mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan

tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering terjadi

pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai

usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan

menurun drastis. (Wahyu Rahayu, 2015)

14
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila

tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.

Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.

(Wahyu Rahayu, 2015)

Menurut Smith Tom, 1995 Hipertensi dapat didefiniskan sebagai

tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan

tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Hipertensi diakatakan ringan apabila

tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan

diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg dan hipertensi beraat bila tekanan

diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan

tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik

(Padila, 2013)

2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami.

Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih

rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik

dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah

ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling

tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

(Wahyu Rahayu, 2015)

15
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik Diastolik
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)

2.1.3 Penyebab Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Menurut Lany Gunawan (2001) dalam Padila (2013), hipertensi

berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

lain.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,

sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

16
1. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi.

2. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi

adalah umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin

(laki-laki lebih tinggi daripada perempuan) dan ras (ras kulit hitam

lebih banyak daripada kulit putih)

3. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi sari 30 gr), kegemukan

atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misanya merokok.

Minum akohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan

17
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

(Padila, 2013)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla

adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Konteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vaskontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensi II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini meyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, mneyebabkan peningkatan volume intra

vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

(Padila, 2013)

Menurut Brunner & Suddarth (2002), untuk pertimbangan

gerontologi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada

18
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer. (Padila, 2013)

2.1.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut

Edward K Chung, 1995 dalam Padila, 2013)

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang soesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteru oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan

gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan

dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal

19
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,

pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang

bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun seseorang dengan

tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa

timbul gejala sebagai berikut :

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual

d. Muntah

e. Sesak nafas

f. Gelisah

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada

otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut

ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang untuk penderita hipertensi :

(Padila, 2013)

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

2. Pemeriksaan retina

20
Retina (selaput peka cahaya pada permukaan dalam bagian

belakang mata) merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara

langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap

arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan

yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di

dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk

memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan

derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya

hipertensi.

3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti

ginjal dan jantung. Pemeriksaan awal pada keruskaan ginjal bisa

diketahui dengan melalui peemerisaan air kemih. Dan pemeriksaan

jantung bisa ditemukan pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen

dada.

4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin

7. Foto dada dan CT scan.

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akbiat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan

21
pencapaian dan pemelirahaan tekanan darah diabwah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hieprtensi meliputi : (Padila, 2013)

2.1.7.1 Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk

hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi

sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

1. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a. Retriksi garam secara moderat dari 20 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c. Penurunan berat badan

d. Penurunan asupan etanol

e. Menghentikan merokok

f. Diet tinggi kalium

2. Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi.

3. Edukasi psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi

meliputi:

a. Teknik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk

menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan

22
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga

untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan

ketegangan.

b. Teknik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang

bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,

dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat

otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.

4. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan

pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan

hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2.1.7.2 Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan

tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah

komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.

Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup

penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite

Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Commite on Detection,

Evaluation and Treatment pf High Blood Pressure, USA, 1988)

23
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis

kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat

tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan

penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :

1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta bloker, Ca

antagonis, ACE inhibitor

2. Step 2 : alternatif yang bisa diberikan

a. Dosis obat pertama dinaikkan

b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

c. Ditambah obat kedua jenis lain, dapat berupa diuretika, beta

bloker, Ca antagonis, Alpa bloker, Clonidin, Reserphin,

Vasodilator.

3. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh

a. Obat kedua diganti

b. Ditambah obat ketiga jenis lain

4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya

a. Ditambah obat ketiga dan keempat

b. Re-evaluasi dan konsultasi

2.1.8 Teknik Mengukur Tensi Darah

1. Yang diperiksa duduk santai dengan lengan rileks diatas meja. Telapak

tangan menghadap keatas, dan otot lengan tidak boleh menegang.

24
2. Letakkan perangkat tensimeter di dekat lengan yang diperiksa, dengan

skala menghadap ke pemeriksa. Pemeriksa bisa duduk atau berdiri di

hadapan diperiksa.

3. Pasang kain pembalut (cuff) tensimeter di lengan atas, dengan bagian

bawah pembalutnya berada disekitar 3 cm diatas lipat siku. Ketepatan

posisi pemasangan ini akan mempengaruhi hasil. Bebatan hendaknya

tidak terlampau ketat dan tidak juga terlalu longgar.

4. Letakkan ujung stetoskop pada lipat siku tempat denyut nadi paling

keras teraba dengan tangan kiri. Pasangkan stetoskop ujung satunya di

kedua liang telinga.

5. Pegang bola karet tensimeter dengan tangan kanan. Putar katup di

pangkal bola pemompa dengan jempol dan telunjuk jarum jam untuk

menutup selang. Sambil stetoskop di tangan kiri menekan, lalu

pompakan bola karetnya sehingga tampak air raksa berangsur-angsur

naik sehingga bunyi detak jantung masih terdengar di telinga. Stop

memompa setelah bunyi detak jantung menghilang. Naikkan

pemompaan 30 milimeter air raksa di atas sejak bunyi detak jantung

menghilang.

6. Putar balik pemutar katup kebalikan arah jarum jam secara perlahan

dengan jempol dan telunjuk tangan kanan setelah selesai memompa.

Atur pengenduran katup pemutar, agar laju turunnya air raksa sekitar 3

milimeter per detik. Perhatikan turunnya air raksa pada skala saat

pertama kali bunyi detak jantung mulai terdengar. Saat itulah yang

25
ditetapkan sebagai nilai tekanan atas/sistolik. Sementara itu, air raksa

terus turun. Perhatikan juga skala air raksa saat bunyi detak jantung

sudah menghilang. Saat itulah ditetapkan sebagai nilai tekanan

bawah/diastolik. Lalu, kendurkan terus katup sampai air raksa sampai

turun tuntas ke bawah skala nol. Cata berapa hasil sistolik dan

diastoliknya, dan itulah nilai tensi darah yang dihasilkan. (Ulfah

Nurrahmani dan Helmanu Kurniadi, 2015)

2.1.9 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit

ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi

semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-

20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya

tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital.

Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau

tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. (Bianti Nuraini, 2015)

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai

mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,

gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan

kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan

koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi

26
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat

mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses

tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic

Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi

yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. (Bianti

Nuraini, 2015)

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa

penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung

dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,

antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress

oksidatif. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan

sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan

organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya

ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). (Bianti Nuraini, 2015)

1. Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang

diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan

intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari

pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi

pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak

mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-

daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang

27
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat terjadi

terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.

Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang

intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan

neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.

2. Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami

arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran

darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak

mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen

miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia

jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.

3. Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif

akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus.

Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit

fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi

hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan

menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai

edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang

berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.

28
4. Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama

hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang

dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan

darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada

saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina

akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita

retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada

akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir.

Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi

hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba.

Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara

mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan

sudden vision loss.

2.1.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi

2.1.10.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

1. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita

yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen

29
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut

dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan

umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita

umur 45-55 tahun. (Bianti Nuraini, 2015). Penelitian yang dilakukan

di Kelurahan Sawangan Baru Depok menunjukkan bahwa, untuk

distribusi jenis kelamin lebih banyak berjenis kelamin perempuan

sebanyak 80 responden (92,0%), sedangkan responden yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 7 responden (8,0%). (Solehatul

Mahmudah, dkk, 2015)

Berdasarkan hasil uji chi square antara jenis kelamin dengan

kejadian hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=1,000). Hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan Prasetyaningrum (2014)

yang mengatakan laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi

dibandingkan perempuan saat usia < 45 tahun. Tetapi saat usia >65

tahun, perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dibanding laki-

30
laki setelah wanita memasuki masa monopouse prevalensi pada

wanita akan semakin meningkat dikarenakan faktor hormonal.

Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin dengan hipertensi namun dapat dilihat

kecenderungan prevalensi hipertensi laki-laki sebesar 28,6% yang

menderita hipertensi lebih besar dibandingkan perempuan 26,3%. Hal

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susyani dkk.

(2012) hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dimana p-

value=0,404. Berbeda dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013)

menunjukkan prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih

tinggi dibanding laki-laki. (Solehatul Mahmudah, dkk, 2015)

2. Usia

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif, dengan

bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat yang

disebabkan beberapa perubahan fisiologis. Pada proses fisiologis

terjadi peningkatan resistensi perifer dan peningkatan aktifitas

simpatik, dinding arteri akan mengalami penebalan karena kolagen

yang menumpuk pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah

berangsur menjadi sempit dan kaku. Selain itu pada usia lanjut

sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai

berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal dimana aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun, hal ini memicu

31
terjadinya hipertensi. Berdasarkan usia terbanyak untuk kelompok

hipertensi adalah usia ≥55 tahun (53,3%). Usia terbanyak untuk

kelompok non hipertensi adalah < 55 tahun (83,3%). Selanjutnya

dianalis dengan uji multivariat dan didapatkan nilai signifikansi

(p=0,010), yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara umur dengan kejadian hipertensi. (Idha Kurniasih, dkk,

2011)

3. Riwayat Keluarga

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi.

Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler

dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu

dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan

70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga. (Bianti Nuraini, 2015)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas

Airmadidi menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji chi square

menghasilkan nilai probabilitas 0,000 dengan tingkat kesalahan 0,05.

Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat

keluarga dengan hipertensi. Orang yang mempunyai anggota keluarga

hipertensi berisiko 17,71 kali lebih besar dibandingkan dengan orang

32
yang tidak mempunyai anggota keluarga yang menderita hipertensi.

(Merlisa C Talumewo, 2014)

2.1.10.2 Faktor yang dapat dimodifikasi

1. Status Perkawinan

Status perkawinan memiliki hubungan secara tidak langsung

dengan status kesehatan termasuk hipertensi melalui faktor resiko

perilaku (pola hidup) maupun stres. Selain itu juga berhubungan

secara langsung dengan sistem kardiovaskuler, endokrin, kekebalan

tubuh, saraf sensorik dan mekanisme fisiologik lainnya. Hipertensi

lebih beresiko pada mereka yang berstatus janda atau duda karena

kehilangan pasangan atau orang yang dicintai merupakan stres

kehidupan yang paling berat dan dapat disertai dengan kemungkinan

terkenanya penyakit serta kematian. Sejalan dengan teori tersebut,

pada penelitian yang dilakukan oleh Suciaty Dwi (2013) ditemukan

bahwa janda atau duda sebagai kelompok yang paling beresiko untuk

menderita hipertensi dengan nilai resiko pada responden yang cerai

hidup sebesar 1,67 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan

responden berstatus menikah, dan pada responden dengan status cerai

mati memiliki resiko untuk meningkatkan kejadian hieprtensi sebesar

1,081 kali dibandingkan responden yang menikah. Sedangkan pada

responden yang belum menikah PR yang didapatkan <1, artinya dalam

penelitian ini status perkawinan belum menikah merupakan protektor

atau memiliki kecenderungan untuk menurunkan resiko hipertensi.

33
2. Konsumsi Junk Food

Junk food mengandung sejumlah besar natrium yang dapat

meningkatkan volume darah di dalam tubuh sehingga jantung harus

memompa darah lebih kuat yang menyebabkan tekanan darah lebih

tinggi (hipertensi). (Rumantiningsih Sumarni, dkk, 2015). Konsumsi

garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah

ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua,

yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari

banyaknya garam yang di makan. Masyarakat yang mengkonsumsi

junk food terlalu berlebihan adalah masyarakat dengan tekanan darah

yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat

yang jarang mengkonsumsi junk food menunjukkan hanya mengalami

peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya

usia. (Widyaningrum, 2012)

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konsumsi junk food

memiliki resiko 1,14 kali mengalami hipertensi. Konsumsi junk food

secara teratur yang mengandung garam dan karbohidrat tinggi sangat

meningkatkan resiko hipertensi. (Thawornchaisit, 2017)

3. Asupan Natrium

Menurut Vita Health (2005) dalam Paskah Rina Situmorang

(2015), makanan yang diawetkan dan komsumsi garam dapur serta

bumbu penyedap dalam jumlah yang tinggi seperti monosodium

glutamat (MSG), dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung

34
natrium dalam jumlah yang berlebih, sehingga dapat menahan air

(retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah, akibatnya

jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan

darah menjadi naik, selain itu natrium yang berlebihan akan

menggumpal pada dinding pembuluh darah, dan natrium akan

terkelupas sehingga akibatnya menyumbat pembuluh darah.

Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi terjadi

melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan

darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi

natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat, untuk

menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler itu menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga

berdampak pada timbulnya hipertensi.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Nancy, 2011 tidak

menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara asupan natrium

dengan kejadian hipertensi. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini

jarang mengonsumsi bahan makanan sumber natrium termasuk garam

sebagai bumbu. Hal ini diketahui dari hasil analisis yang menunjukkan

bahwa 96,1% lansia yang hipertensi, jarang mengkonsumsi natrium,

demikian juga dengan 94,7% lansia yang tidak hipertensi. Umumnya

para lansia sudah mengetahui perlunya membatasi konsumsi natrium,

termasuk lansia yang hipertensi. (Nancy Swanida, dkk, 2011)

35
3. Asupan Lemak

Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak

mengandung protein, vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging

berlemak dan jeroan mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Kadar

lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh

darah karena banyaknya lemak yang menempel pada dinding

pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk

memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan

darah. Konsumsi makanan berlemak dalam penelitian ini diukur

dengan cara menanyakan frekuensi penggunaan bahan makanan

berlemak sebulan terakhir yang tertera pada tabel FFQ. Dari penelitian

ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan konsumsi makanan

berlemak dengan kejadian hipertensi. (Andi Besse Rawasiah, dkk,

2014)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin, 2012

menunjukkan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak merupakan

faktor risiko terjadinya hipertensi pada masyarakat di Desa Sruni

Musuk Boyolali (p-value 0,827 > 0,05) dengan OR = 1,100 ; CI95%

0,467-2,595. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang

mengkonsumsi makanan tinggi lemak berisiko 1,1 kali terkena

hipertensi dibandingkan yang tidak mengkonsumsi makanan yang

tinggi lemak. (Suprihatin, 2012)

36
4. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi

karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang

tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot

jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula

kekuatan yang mendesak arteri. (Bianti Nuraini, 2015)

Selain berolahraga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil

melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya :

a. Naik tangga, pilih naik tangga daripada naik eskalator atau elvator

b. Jalan kaki

c. Jalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan

d. Bermain dengan anak-anak

e. Tetap bergerak, misalnya dengan mengganti saluran TV secara

manual dariapda menggunakan remote control. Hal-hal kecil

seperti ini akan membuat anda tetap bergerak

f. Berdiri setiap satu jam. Jika pekerjaan mengharuskan anda banyak

duduk, cobalah untuk berdiri atau berjalan beberapa menit setiap

satu jam. Anda bisa menerima telepon sambil berdiri, mengambil

minuman ataupun menghampiri meja rekan kerja daripada

menghubunginya lewat ponsel.

g. Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci peralatan yang ada

dirumah sendiri. (Astrid Savitri, 2016)

37
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Limbung menunjukan

bahwa terdapat kecenderungan pada kelompok kasus yang aktifitas

fisik ringan yaitu sebesar 60,5% lebih besar di bandingkat pada

kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan Uji statistik Chi

Square (X2) diperoleh p value = 0,002 (<0,05) sehingga Ha diterima,

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Limbung

Dusun Mulyorejo Posyandu Bunda Kabupaten Kubu Raya, dengan

nilai OR 95% CI 4,449 (1,776-11,144) berarti responden dengan

aktivitas ringan berisiko 4,449 kali mengalami kejadian hipertensi

dibandingkan dengan responden aktivitas ringan. (Ilyasa Gusti, 2013)

5. Merokok

Menurut Vita Health (2005), merokok dapat mempermudah

terjadinya penyakit jantung. Selain itu, merokok dapat meningkatkan

denyut jantung dan tekanan darah. Hal ini disebabkan pengaruh

nikotin dalam peredaran darah. Kerusakan pembuluh darah juga

diakibatkan oleh pengendapkan kolesterol pada pembuluh darah,

sehingga jantung bekerja lebih cepat. (Paskah Rina Situmorang, 2015)

Seseorang disebut memiliki kebaisaan merokok apabila dia

melakukan aktivitas merokok setiap hari dengan jumlah satu batang

atau lebih sekurang-kurangnya selama satu tahun. Penelitian terakhir

menyatakan bahwa merokok menjadi salah satu faktor resiko

hipertensi yang dapat dicegah. Merokok merupakan faktor resiko yang

38
potensial untuk ditiadakan di Indonesia, khususnya dalam upaya

melawan arus peningkatan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler

pada umumnya. (Ulfah Nurrahmani dan Helmanu Kurniadi, 2015)

Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme

pelepasan norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipacu

oleh nikotin. Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang

dihisap per hari, tidak tergantung pada lamanya merokok. Seseroang

yang merokok lebih dari satu pak per hari memiliki kerentanan dua

kali lebih besar daripada yang tidak merokok.. (Ulfah Nurrahmani dan

Helmanu Kurniadi, 2015)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nancy Swanida, dkk

(2012) menunjukkan bahwa sebesar 14,5% lansia yang merokok

mengalami hipertensi, hasil ini sama dengan lansia yang tidak

hipertensi (14,5%), dengan nilai OR 1, sehingga hasil analisis

menunjukkan tidak ada pengaruhm bermakna antara merokok dengan

terjadinya hipertensi. Merokok dapat menyebabkan hipertensi, namun

merokok adalah salah satu faktor risiko utama dari penyakit

kardiovaskular. Merokok juga menghalangi efek obat anti hipertensi.

Orang yang menderita hipertensi sebaikya berhenti dan tidak merokok

sama sekali, meskipun perlu diperhatikan kenaikan berat badan akibat

berhenti merokok.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merlisa

menghasilkan perhitungan dengan menggunakan uji chi square

39
dihasilkan nilai probabilitas sebesar 0,001 dengan tingkat kesalahan

0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

kebiasaan merokok dengan hipertensi di Puskesmas Airmadidi

Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara. Orang yang

mempunyai kebiasaan merokok berisiko 4,362 kali lebih besar

menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak

mempunyai kebiasaan merokok. (Merlisa C Talumewo, dkk, 2014)

6. Konsumsi Kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut

berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg (Rohaendi,

2008).

Konsumsi kafein (kopi) berlebihan dapat menyebabkan efek

samping yang tidak menyenangkan, seperti : (Astrid Savitri, 2016)

a. Insomnia

b. Gugup

c. Kegelisahan

d. Sifat lekas marah

e. Masalah pada perut

f. Detak jantung cepat

g. Tremor otot

Saat ini kopi sudah menjadi bagian dari rutinitas harian

manusia modern. Meskipun dalam jumlah rendah kafein tidak

40
menimbulakn masalah kesehatan, namun ada tertentu dimana kita

perlu menguranginya.

a. Mengurangi kafein bisa dilakukan secara bertahap, misalnya

minum setengah kaleng soda dan bukan satu kaleng penuh. Minum

secangkir kecil kopi satu atau dua kali sehari, dan berhenti pada

sore hari. Pengurangan bertahap akan membantu tubuh terbiasa

dengan dosis kafein rendah.

b. Persingkat waktu minum kopi dirumah atau di kafe. Begitu pula

jika membuat teh, seduh sebentar saja. Hal ini dapat mengurangi

konten kafein. Lebih baik lagi jika memilih teh herbal yang tidak

memiliki kafein.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elvivin (2015)

menunjukkan bahwa hasil analisis besar risiko kondisi fisik rumah

terhadap kejadian malaria, diperoleh OR sebesar 12,500. Artinya

responden yang minum kopi diatas tiga gelas perhari mempunyai

risiko mengalami hipertensi 12,500 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang minum kopi satu sampai tiga gelas perhari.

Karena rentang nilai pada tingkat kepercayaan(CI) = 95% dengan

lower limit (batas bawah) = 4,883 dan upper limit (batas atas) =

31,999 tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut

bermakna. Dengan demikian minum kopi merupakan faktor risiko

kejadian hipertensi pada masyarakat nelayan suku bajo di Pulau Tasipi

Kabupaten Muna Barat tahun 2015. (Elvivin, 2015)

41
7. Stres

Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon

adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,

sehingga tekanan darah akan meningkat . Stres dapat mengakibatkan

tekanan darah naik untuk sementara waktu. Jika stres telah berlalu,

maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Pada penelitian

ini tidak ditemukan adanya pengaruh stres terhadap terjadinya

hipertensi. Hasil penelitian lain juga menyimpulkan bahwa stres dan

tekanan psikologis tidak berhubungan dengan hipertensi. Hubungan

antara peristiwa-peristiwa stres dengan hipertensi dilaporkan bukan

karena efek stres pada tekanan darah dan mungkin dianggap berasal

dari perasaan negatif tentang penyakit dan bukan karena penyakit itu

sendiri. (Nancy Swanida, dkk, 2011)

8. Obesitas (Kegemukan)

Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat

badan adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi.

Dibanding dengan orang kurus, orang yang gemuk lebih besar

peluangnya terkena hipertensi. Kegemukan merupakan ciri khas dari

populasi hipertensi. Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit

hipertensi adalah orang dewasa yang berat badannya sedang

bertambah. Dugaannya adalah jika berat badan seseorang bertambah,

volume darah akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk

memompah darah juga bertambah. Sering kali kenaikan volume darah

42
dan beban pada tubuh yang bertambah berhubungan dengan

hipertensi, karena semakin besar bebannya, semakin berat juga kerja

jantung dalam memompah darah keseluruh tubuh. Kemungkinan lain

adalah dari faktor produksi insulin, yakni suatu hormon yang

diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula darah. Jika berat

badan bertambah, terdapat kecenderungan pengeluaran insulin yang

bertambah. Dengan bertambahnya insulin, penyerapan natrium dalam

ginjal akan berkurang. Dengan bertambahnya natrium dalam tubuh,

volume cairan dalam tubuh juga akán bertambah. Semakin banyak

cairan termasuk darah yang ditahan, tekanan darah akan semakin

tinggi. (Paskah Rina Situmorang, 2015)

Untuk mengetahui seseorang itu termasuk memiliki berat badan

belebih atau tidak, yaitu dengan cara menghitung BMI (Body Masa

Index) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : Berat Badan

(Kilogram) dibagi tinggi badan (meter).

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT Kategori
< 16 Kurus tingkat berat
16,00-16,99 Kurus tingkat ringan
17,00-18,49 Kurus ringan
18,50-24,99 Normal
25,00-29,99 Obesitas 1
30,00-39,99 Obesitas 2
>40 Obesitas 3
(Sumber: Menurut WHO dalam Setyo Wibowo, 2014)

Obesitas dan hipertensi merupakan dua keadaan yang sering

ditemukan bersama-sama, sehingga diperkirakan keduanya

43
mempunyai hubungan yang sangat erat dan mungkin mempunyai

hubungan sebab akibat, tetapi sampai saat ini mekanisme terjadinya

hipertensi pada obesitas masih belum jelas. Hasil analisis statistik

bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR=6,32 dengan nilai

lower limit (LL)=3,64 dan upper limit (UL)=10,96. Karena nilai lower

limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1 dengan tingkat

kepercayaan 95% dan didukung oleh nilai p value sebesar 0,000

(0,000 < 0,05) maka dikatakan signifikan sehingga Ho ditolak dan Ha

diterima. Interpretasi hasil analisis bivariat antara obeiatas dengan

kejadian Hipertensi adalah responden dengan obesitas Hipertensi

berisiko menderita Hipertensi sebesar 6,32 kali dibandingkan dengan

responden yang tidak obesitas. (Ode Alifariki, 2015)

9. Konsumsi Soft Drink

Menurut Siregar (2009), minuman ringan disamping

menggunakan pemanis minuman juga menggunakan pengawet

makanan. Adanya pemanis berlebihan dapat juga menyebabkan

kenaikan berat badan dan akan mempengaruhi penampilan seseorang,

selain itu dapat juga menyebabkan berbagai penyakit degeneratif

seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), jantung koroner dan diabetes

melitus. Selain pemanis juga terdapat natrium benzoat, konsumsi

natrium benzoat secara berlebih dapat menyebabkan kram perut dan

kanker. Salah satu soft drink yang diminati di Indonesia adalah

minuman berkarbonasi. Karbonasi merupakan efek penginjeksian gas

44
CO2 (karbondioksida) ke dalam minuman, sehingga memiliki

penampakan bergelembung-gelembung yang menyuguhkan kesan

segar. Komposisi soft drink (minuman berkarbonasi) sangat

sederhana, yaitu terdiri atas 90% air. Sisanya kombinasi pemanis

buatan, gas CO2, pencita rasa (esens), pewarna, asamfosfat, kafein,

dan beberapa mineral terutama aluminium (Bilal, 2010)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Thawornchaisit di Thailand

menemukan bahwa konsumsi minuman ringan (soft drink) lebih dari

satu kali per minggu meningkatkan resiko hipertensi. Hal ini terjadi

karena kandungan yang ada dalam minuman tersebut yaitu

mengandung glukosa dan fruktosa yang akan meningkatkan tekanan

darah sistolik maupun diastolik. Pada penelitian ini menunjukkan

konsumsi minuman ringan (soft drink) memiliki resiko 1,34 kali

mengalami hipertensi. (Thawornchaisit, 2017)

2.2 Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)

Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) merupakan instrumen

untuk mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO. Kuesioner

GPAQ terdiri dari 16 pertanyaan sederhana terkait dengan aktifitas sehari-hari

yang dilakukan selama satu minggu terakhir dengan menggunakan indeks

aktifitas fisik yang meliputi empat domain, yaitu aktivitas fisik saat bekerja,

aktivitas perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, aktivitas rekreasi dan

45
aktivitas menetap (sedentary activity). GPAQ mengukur aktivitas fisik

dengan mengklasifikasikan berdasarkan MET (Metabolic Equivalent).

Berdasarkan penelitian Singh & Purothi (2013: 36) tingkat aktivitas

fisik dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Tinggi: dalam 7 hari atau lebih dari aktivitas berjalan kaki, aktivitas

dengan intensitas sedang maupun berat minimal mencapai 3000 MET

menit per minggu

2. Sedang: dalam 5 hari atau lebih dari aktivitas berjalan kaki, aktivitas

dengan intensitas sedang maupun tinggi minimal mencapai 600 MET

menit per minggu.

3. Rendah: seseorang yang tidak memenuhi kriteria tinggi maupun sedang.

Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus sebagai berikut:

Total Aktivitas Fisik MET menit/minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5 x


P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]

Setelah mendapatkan nilai total aktivitas fisik dalam satuan MET

menit/minggu, responden dikategorikan ke dalam 3 tingkat aktivitas fisik

yaitu aktivitas tingkat tinggi, sedang, dan rendah seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik

MET Kategori
MET >= 3000 Tinggi
3000 > MET >= 600 Sedang
600 < MET Rendah

46
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan

perhitungan deskriptif presentase, yaitu dengan cara mengadakan presentase

dan penyebaran serta memberikan penafsiran yang diperoleh atas dasar

presentase tersebut. Teknik analasis ini dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Keterangan:

P: Presentase yang dicari

F: Frekuensi

N: Jumlah responden

2.3 Lansia

2.3.1 Pengertian Lansia

Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap

perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang

mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari.

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade. Menurut

WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang

tidak dipisah – pisahkan. (Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

47
2.3.2 Klasifikasi Lansia

2.3.2.1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun

2. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

3. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

2.3.2.2 Menurut Kemenkes RI ada lima klasifikasi lansia, yaitu:

1. Pralansia (prasenilis) adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun.

2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas.

3. Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih.

4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya tergantung orang lain.

2.3.3 Proses Penuaan

Menua adalah proses yang mengakibatkan suatu perubahan bersifat

kumulatif, dan suatu proses penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian

(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Secara umum, proses menua adalah

perubahan terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, profresif dan

detrimental (Dewi, 2014). Proses penuaan merupakan proses biologis

dimana terdapat perubahan-perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh

48
jam biologis, terjadinya aksi dari zat metabolik akibat mutasi spontan,

radikal bebas dan adanya kesalahan pada molekul DNA, dan perubahan

yang terjadi di dalam sel ataupun akibat pengaruh dari luar sel. Menurut

Dewi & Darwin, 2014 dalam (Christine Yohana, 2017).

Menurut Hernawati dan Ina 2006 dalam (Christine Yohana, 2017),

perubahan pada lansia meliputi perubahan biologis, psikologis dan

sosiologis. Perubahan biologis diantaranya adalah penurunan fungsi sel

otak, penurunan kemampuan, penurunan massa otot dan peningkatan massa

lemak yang mengakibatkan penurunan cairan tubuh sehingga kulit kelihatan

mengerut, kering serta muncul garis-garis yang menetap pada wajah,

penurunan indera penglihatan, dan penurunan indera pendengaran yang

menyebabkan lansia kurang aktif dan mengganggu kegiatan sehari-hari.

Perubahan psikologis berupa ketidakmampuan untuk mengadakan

penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi misalnya sindrom lepas jabatan

dan sedih yang berkepanjangan. Perubahan sosiologis lansia sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap diri sendiri.

Perubahan ini disebabkan oleh perubahan status sosial, misalnya pensiunan.

2.3.4 Masalah Kesehatan Lanjut Usia

Menurut Badan Pusat Statistik 2015 dalam (Christine Yohana, 2017),

seiring dengan penambahan umur, proporsi lansia yang mengalami keluhan

kesehatan semakin besar. Sebanyak 37,11% penduduk pra lansia mengalami

keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, meningkat menjadi 48,39 % pada

49
lansia muda, meningkat lagi menjadi 57,65 % pada lansia madya, dan

proporsi tertinggi pada lansia tua yaitu sebesar 64,01 % (Kementerian

Kesehatan RI, 2013). Keluhan kesehatan itu sendiri adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik

karena penyakit akut/kronis, kecelakaan, kriminalitas, atau sebab lainnya.

Kemunduran pada fungsi organ tubuh khususnya lansia menyebabkan

rawan terhadap serangan berbagai penyakit kronis, seperti diabetes melitus,

stroke, gagal ginjal, kanker, hipertensi, dan jantung. Jenis-jenis keluhan

kesehatan pada lansia dapat mengindikasikan gejala awal dari penyakit

kronis yang sebenarnya tengah diderita. Adapun jenis keluhan kesehatan

yang paling banyak dialami lansia adalah keluhan lainnya, yaitu jenis

keluhan kesehatan yang secara khusus memang diderita lansia seperti asam

urat, darah tinggi, darah rendah, reumatik, diabetes, dan berbagai jenis

penyakit kronis lainnya (Badan Pusat Statistik, 2015).

50
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi Faktor yang dapat dimodifikasi

Jenis Kelamin Genetik Status Asupan Natrium Aktivitas Fisik Konsumsi Kopi Obesitas
Perkawinan

Usia
Junk Food Asupan Lemak Merokok Soft Drink Stres

Stres dan Peningkatan Peningkatan Peningkatan


Tekanan sosial volume darah kerja otot hormon
jantung adrenalin

HIPERTENSI
PADA LANSIA

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia
(Sumber : Teori Hendrik L. Blum dalam Setyo Wibowo, 2014)

51
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang

dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai

dengan identifikasi masalahnya. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012)

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT


Jenis Kelamin

Usia

Riwayat Keluarga

Asupan Natrium

Asupan Lemak

Status Perkawinan
HIPERTENSI
Konsumsi Junk Food PADA LANSIA

Aktivitas Fisik

Merokok

Konsumsi Kopi

Obesitas

Konsumsi Soft Drink

Stres

52
Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Mempengaruhi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian

Hipertensi pada Lansia

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Hipertensi pada lansia

terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor

yang dapat dimodifikasi. Untuk faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah

jenis kelamin, usia dan riwayat keluarga. Dan faktor yang dapat dimodifikasi

adalah status perkawinan, konsumsi junk food, asupan natrium, asupan lemak,

aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi, obesitas (kegemukan), konsumsi soft

drink dan stres.

Dari kerangka konsep diatas variabel yang akan diteliti terdiri dari

faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu jenis kelamin, usia dan riwayat

keluarga. Dan faktor yang dapat dimodifikasi yaitu status perkawinan,

konsumsi junk food, aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi, obesitas dan

konsumsi soft drink. Variabel asupan natrium dan asupan lemak tidak diteliti

karena faktor konsumsi junk food sendiri sudah mengandung natrium dan

lemak. Sedangkan untuk variabel stres tidak diteliti karena jika penelitian

hanya menggunakan kuesioner maka hasilnya tidak akurat.

53
3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap tujuan penelitian

yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat. Hipotesis

merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. (V.

Wiratna Sujarweni, 2014) Sesuai dengan teori yang dikemukakan, maka

hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan adalah :

(1) Ada pengaruh antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(2) Ada pengaruh antara usia dengan kejadian hipertensi pada lansia

(3) Ada pengaruh antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(4) Ada pengaruh antara status perkawinan dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(5) Ada pengaruh antara konsumsi junk food dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(6) Ada pengaruh antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(7) Ada pengaruh antara merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia

(8) Ada pengaruh antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada

lansia

(9) Ada pengaruh antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada lansia

(10) Ada pengaruh antara konsumsi soft drink dengan kejadian hipertensi

pada lansia

54
BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan urutan langkah dalam melakukan penelitian.

Hal-hal yang termasuk dalam metode penelitian adalah desain penelitian yang

digunakan, kerangka kerja penelitian, populasi sampel yang akan diteliti, jumlah

sampel yang diperlukan, teknik sampling yang digunakan, cara mengidentifikasi

variabel dengan definisi operasionalnya, cara pengumpulan data, metode analisis

data yang digunakan, keterbatasan penelitian dan nilai etika penelitian. (A. Aziz

Alimul Hidayat, 2012)

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kasus kontrol (case control). Penelitian case control

merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara kelompok

kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan

riwayat ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat

retrospektif, yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu

kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti. (A. Aziz

Alimul Hidayat, 2012).

Faktor Resiko (+)


Kasus :
Hipertensi (+)
Faktor Resiko (-)

55
Faktor Resiko (+)
Kontrol :
Hipertensi (-)
Faktor Resiko (-)

Retrospektif
Lampau Sekarang

Gambar 4.1 Desain Kasus Kontrol : (Budiman Chandra, 2008)

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari

saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek

tersebut. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012) Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh lansia yang memeriksakan kesehatannya di Posyandu Lansia

Kelurahan Manisrejo pada bulan Desember tahun 2017.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Bila populasi besar, peneliti tidak

mungkin mengambil semua untuk penelitian misal karena terbatasnya dana,

tenaga dan waktu. Maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil

dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan

dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari

populasi itu betul-betul mewakili dan harus valid, yaitu bisa mengukur

sesuatu yang seharusnya diukur. (V. Wiratna Sujarweni, 2014)

56
Pada penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit hipertensi pada lansia, ada dua sampel pada penelitian ini yaitu

kelompok kasus pada lansia yang menderita penyakit hipertensi baru

maupun riwayat hipertensi sebelumnya dan kelompok kontrol pada lansia

yang tidak menderita penyakit hipertensi.

Penentuan besarnya sampel penelitian dengan memperhatikan Odds

Ratio hasil beberapa penelitian terdahulu tentang beberapa faktor risiko

hipertensi. Untuk memenuhi jumlah sampel minimal, penentuan ukuran

sampel menggunakan rumus sebagai berikut :

( Zα√ 2 PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2 )2


n=
( P1 – P2 )2

Keterangan :

N= besar sampel

P1 = Proporsi paparan pada kelompok kasus

P2 = Proporsi paparan pada kelompok kontrol

Zα = Tingkat kepercayaan 5% (1,96)

Zβ = Presisi 80% (0,842)

OR = Odds Ratio

Dalam perhitungan sampel penelitian ini diambil dari OR terkecil = 1,529

(diperoleh dari penelitian Narra Baskar, 2017)

57
Tabel 4.1 Nilai Odds Ratio Beberapa Faktor Resiko Hipertensi

No. Variabel OR
1. Riwayat Keluarga 17,71
2. Status Perkawinan 3,786
3. Konsumsi Junk Food 17,69
4. Aktivitas Fisik 8,07
5. Merokok 3,56
6. Konsumsi Kopi 12,5
7. Obesitas 6,32
8. Konsumsi Soft Drink 4,23

OR x P2
P1 =
(1 – P2 ) + (OR x P2 )
P1 = OR x P2

(1-P2) + (OR x P2)

= 3,56 x 0,43

(1-0,43) + (3,56 x 0,43)

= 0,72

P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol yang diketahui (43,0%)

P = ½ (P1 + P2) = 0,57

Q1 = 1 – P1 = 0,28

Q2 = 1 – P2 = 0,57

Q = ½ (Q1 + Q2) = 0,425

(Sudigdo S, 2002 dalam Sulistiyowati, 2009)

Dimasukkan dalam rumus :

( 1,96√ 2 x 0,57 x 0,525 + 0,842 √ 0,72 x 0,28 + 0,43 x 0,57 )2


n=
(0,72 – 0,43 )2

58
= 41,97
Jadi dalam penelitian ini sampel yang diperlukan untuk kasus dan

kontrol adalah 1:1 yang masing-masing sebanyak 42 kasus dan 42 kontrol.

4.2.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi kelompok kasus dan kontrol

Kriteria inklusi kelompok kasus dan kontrol antara lain :

1. Lansia usia > 60 tahun

2. Bersedia menjadi responden

3. Responden kooperatif bisa mendengar dan merespon

Kriteria ekslusi kelompok kasus dan kontrol antara lain :

1. Lansia pikun

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel

akan mewakili keseluruhan populasi yang ada. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Simple

random sampling adalah pengambilan sampel dengan cara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini dilakukan

bila anggota populasi dianggap homogen, sebagai contoh bila populasinya

homogen kemudian sampel diambil secara acak, maka akan didapatkan

sampel yang representatif.

Menurut Sugiyono (2014) bahwa dikatakan simple (sederhana) karena

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

59
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Pada penelitian ini

dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Pada penelitian ini

dilakukan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random

sampling. Langkah-langkah simple random sampling yang dilakukan dengan

cara undian adalah sebagai berikut :

1. Mendaftar semua anggota populasi

2. Kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor, masing-masing

dalam satu kertas kecil-kecil.

3. Kertas kecil-kecil yang sudah diberi nomor tersebut kemudian digulung

atau dilinting.

4. Kemudian lintingan kertas tersebut dimasukkan ke dalam suatu tempat

(kotak atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengaduk sehingga

tersusun secara acak.

5. Kemudian peneliti mengambil lintingan kertas satu per satu sampai

diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan.

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populsi, sampel, dan

teknik sampling penelitian, teknis pengumpulan data dan analisis data. (A.

Aziz Alimul Hidayat, 2012)

60
Populasi : Seluruh lansia yang memeriksakan kesehatannya di Posyandu
Lansia Kelurahan Manisrejo pada bulan Desember tahun 2017

Sampel : Lansia hipertensi sebanyak 42 dan lansia non hipertensi


sebanyak 42

Sampling : Simple Random Sampling

Desain Penelitian : Case Control

Pengumpulan Data
Kuesioner dan KMS Lansia

Variabel Bebas : Variabel Terikat :

1. Jenis Kelamin Pengolahan Data Hipertensi


2. Usia
3. Genetik Editing, Coding, Entry
4. Status Perkawinan Data, Tabulating
5. Konsumsi Junk
Food
6. Aktivitas Fisik
Analisis
7. Merokok
Chi Square
8. Konsumsi Kopi Regresi Logistik
9. Obesitas
10. Konsumsi Soft
Drink
Hasil dan Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka kerja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi

pada lansia

61
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Identifikasi Variabel

Menurut Sugiyono (2009) variabel penelitian adalah sesuatu hal yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Secara teoritis variabel sendiri dapat didefinisikan sebagai

atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi satu orang dengan

yang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Variabel adalah sifat yang

akan diukur dan diamati yang nilainya berbeda anata satu objek dengan

objek lainnya. (V. Wiratna Sujarweni, 2014)

4.5.2 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

4.5.2.1 Variabel Independent (bebas)

Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel dependen. (V. Wiratna Sujarweni, 2014). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, riwayat

keluarga, konsumsi junk food, aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi,

obesitas dan konsumsi soft drink.

4.5.2.2 Variabel Dependent (terikat)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat,

karena adanya variabel bebas. (V. Wiratna Sujarweni, 2014). Variabel

dependent dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi.

62
4.5.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan

cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan

ditentukan karakteristiknya. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012)

63
Tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor

Variabel Bebas

1. Jenis Ciri fisik dan biologis 1. Pria Kuesioner dan Nominal Jenis Kelamin
Kelamin responden untuk membedakan 2. Wanita Kartu Identitas dinyatakan dengan :
gender pada Pria = 1
penderita hipertensi Wanita = 2

2. Usia Usia adalah perhitungan usia Usia dalam Kuesioner dan Ordinal Usia dinyatakan
yang dimulai dari saat kelahiran tahun berdasar Kartu Identitas dengan :
seseorang sampai dengan waktu tanggal lahir 1. Usia lanjut (elderly)
perhitungan usia. Usia diteliti antara 60-74 tahun
sekitar 3 tahun yang lalu. 2. Usia lanjut tua (old)
antara 75-90 tahun
(WHO)

3. Riwayat Riwayat keluarga adalah Ada tidaknya Kuesioner Nominal Riwayat keluarga
Keluarga penilaian adanya riwayat riwayat dinyatakan dengan :
keluarga (ayah, ibu, kakek, hipertensi dari 1. Ada riwayat
nenek, saudara, dll) yang keluarga keluarga
menderita hipertensi dan 2. Tidak ada riwayat
memiliki hubungan garis keluarga
keturunan langsung.

64
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor

4. Status Status Perkawinan aadalah 1. Menikah Kuesioner dan Nominal Status Perkawinan
Perkawinan status yang menggambarkan 2. Cerai Kartu Identitas dengan pernyataan :
hubungan seseorang dengan 1. Cerai
lainnya (pembentukan 2. Menikah
keluarga) yang melewati proses
secara signifikan dengan segala
aturan yang menyertainya.
Seperti menikah ataupun
bercerai. Status perkawinan
diteliti sekitar 3 tahun yang
lalu.

5. Konsumsi Junk Food adalah makanan Food Kuesioner Ordinal Junk Food dengan
Junk Food yang mengandung natrium Frequency pernyataan :
dalam jumlah yang besar yang Questionnaire 1. Sering
dapat meningkatkan volume (FFQ) (>=3x/minggu)
darah di dalam tubuh sehingga 2. Jarang
jantung harus memompa darah (<3x/minggu)
lebih kuat yang menyebabkan (NHANES, 2017)
tekanan darah lebih tinggi
(hipertensi). Contohnya seperti
: Mie instan, mie ayam, bakso,
dll. Konsumsi makanan siap
saji yang diteliti dalam satu
minggu sekitar 3 tahun yang
lalu.

65
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor

6. Aktivitas Aktifitas sehari-hari yang Global Kuesioner Ordinal Aktivitas Fisik dengan
Fisik dilakukan selama satu minggu Physical pernyataan :
terakhir dengan menggunakan Activity 1. Kurang = < 600
indeks aktifitas fisik yang Questionnaire MET
meliputi aktivitas fisik saat (GPAQ) 2. Cukup = >= 600
bekerja, aktivitas perjalanan MET
dari suatu tempat ke tempat (WHO, 2012)
lain, aktivitas rekreasi dan
aktivitas menetap (sedentary
activity). Aktivitas fisik diteliti
sekitar 3 tahun yang lalu.

7. Merokok Merokok adalah kebiasaan Riwayat Kuesioner Nominal Merokok dengan


tanpa tujuan positif yang responden dan pernyataan :
merugikan bagi kesehatan Frekuensi 1. Tidak pernah sama
karena suatu proses merokok sekali merokok atau
pembakaran tembakau yang dalam sehari telah berhenti >= 6
menimbulkan polusi udara yang bulan
secara sadar langsung dihirup 2. Mengkonsumsi
dan diserap oleh tubuh bersama rokok
udara pernapasan, yang diteliti (Idha Kurnia, 2011)
sekitar 3 tahun yang lalu.

66
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor

8. Konsumsi Konsumsi kopi merupakan Frekuensi Kuesioner Ordinal 1. Lebih, jika


Kopi kebiasaan setiap harinya dalam minum kopi konsumsi kopi > 2
hal minum kopi, yang memiliki dalam sehari gelas/hari
kebiasaan mengkonsumsi kopi 2. Cukup, jika
apabila secara rutin konsumsi kopi <= 2
mengkonsumsi kopi minimal gelas/hari
satu cangkir/hari yang diteliti (Ayyun, 2016)
sekitar 3 tahun yang lalu.
9. Obesitas Keadaan dimana terjadi Berat Badan Kuesioner Nominal Obesitas dengan
penimbunan lemak berlebih dan Tinggi pernyataan :
didalam jaringan tubuh, Badan 1. Obesitas, >= 25
dihitung dari perbandingan kg/m2
antara berat badan (Kg) dibagi 2. Tidak Obesitas, <
dengan tinggi badan (m) 25 kg/m2
dikuadratkan (BMI), yang (WHO)
diteliti sekitar 3 tahun yang lalu

10. Konsumsi Konsumsi soft drink adalah Frekuensi Kuesioner Ordinal 1. Sering, >=
Soft Drink mengkonsumsi minuman yang konsumsi soft 2x/minggu
mengandung kandungan gula drink 2. Jarang, < 2x/minggu
tinggi dan berkarbonasi (Safriani, 2014)
(bergelembung). Konsumsi soft
drink diteliti sekitar 3 tahun
yang lalu.

67
Lanjutan tabel 4.2 Definisi Operasional Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor

Variabel Terikat
Hipertensi Hipertensi dapat didefiniskan Data rekam Kuesioner dan Nominal Hipertensi dengan
sebagai tekanan darah persisten medis KMS lansia pertanyaan :
dimana tekanan sistoliknya 1. Kasus
diatas 140 mmHg dan tekanan 2. Kontrol
diastoliknya diatas 90 mmHg.

68
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pembuatan instrumen harus

mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional dan skala

pengukurannya. (V. Wiratna Sujarweni, 2014). Dalam penelitian ini

variabel bebas (jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, status perkawinan,

konsumsi junk food, aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi, obesitas dan

konsumsi soft drink) pengumpulan data menggunakan intrumen penelitian

berupa kuesioner (daftar pertanyaan). Pertanyaan yang digunakan adalah

angket tertutup atau berstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian

rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab yang sudah

ada (responden hanya memberikan tanda (v) pada jawaban yang telah

disediakan).

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.10.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang

kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka

perlu diuji dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan)

dengan skors total kuesioner tersebut. (Notoatmodjo, 2012)

69
Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini

kemudian kita bandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada

signifikan 5% dengan n=30 (df=n-2= 28), maka di dapat R tabel sebesar

0.312. Penentuan kevalidan suatu instrumen diukur dengan

membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan disajikan

sebagai berikut:

 r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid

 r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak Valid

Jika ada butir yag tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut

dikeluarkan, dan proses analisis diulang untuk butir yang valid saja.

Adapun hasil uji validitas kuesioner adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian Hipertensi pada Lansia
No Butir R hitung Keterangan Interpretasi
1 0.887 0.312 Valid
2 0.884 0.312 Valid
3 0.735 0.312 Valid
4 0.420 0.312 Valid
5 0.417 0.312 Valid
6 0.347 0.312 Valid

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diektahui abhwa hasil uji validitas

kuesioner Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada

Lansia adalah valid, karena nilai r hitung > r tabel.

4.7.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasilpengukuran itu tetap konsisten atau tetap

70
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. (Notoatmodjo, 2012)

Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha dengan taraf

signifikasi 5%. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha >

0,60. Adapun hasil uji reliabilitas kuesioner Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia menunjukkan nilai

Cronbach’s Alpha 0,661 > 0,60 hal ini berarti reliabel.

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.8.1 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

4.8.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

4.9.1 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan data. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat

alat ukur pengumpulam data agar dapat memperkuat hasil penelitian. Alat

ukur pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa kuesioner/angket,

observasi, wawancara atau gabungan ketiganya. (A. Aziz Alimul Hidayat,

2012)

71
1. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat ukur berupa kuesioner dengan

beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya

besar dan tidak buta huruf. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan dalam kuesioner mampu menggali hal-hal yang bersifat rahasia.

Pembuatan kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat

oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

2. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian

untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Pengumpulan

data dengan cara observasi ini dapat digunakan apabila objek penelitian

adalah perilaku manusia, proses kerja atau responden kecil.

3. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan

hasil secara langsung. Metode dapat dilakukan apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam serta jumlah

responden sedikit.

4.9.2 Jenis Data

Pada dasarnya, penelitian merupakan proses penarikan kesimpulan

dari data yang telah dikumpulkan. Tanpa adanya kata, maka hasil penelitian

72
tidak akan terwujud dan penelitian tidak akan berjalan. Menurut sumbernya,

data dibedakan menjadi 2 jenis yaitu : (Saryono, 2013)

1. Data Primer

Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer

diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat

pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada subjek sebagai

sumber informasi yang dicari. Kelebihan data primer adalah akurasinya

lebih tinggi. Sedangkan kelemahannya berupa ketidakefisienan, untuk

memperolehnya memerlukan sumber daya yang lebih besar.

2. Data Sekunder

Disebut juga data tangan kedua. Data sekunder adalah data yang

diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari

subjek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data

laporan yang telah tersedia. Keuntungan data sekunder adalah efisiensi

tinggi, dengan kelemahan yaitu kurang akurat.

4.10 Teknik Analisis Data

4.10.1 Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data secara manual pada umumnya

melalui langkah-langkah sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2012)

1. Editing (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau angket yang dieproleh atau dikumpulkan

melalui kuesioner perlu disunting terlebih dahulu. Kalau ternyata masih

73
ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan

wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (droup out).

2. Coding Sheet (Membuat Lembaran Kode)

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom

untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi

nomor responden dan nomor-nomor pertanyaan.

Tabel 4.4 Coding faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lansia


No Variabel Kategori Kriteria
1. Jenis 1. Wanita
Kelamin 2. Pria
2. Usia 1. Usia lanjut tua 1. 75-90 tahun
2. Usia lanjut 2. 60-74 tahun
3. Riwayat 1. Ada
Keluarga 2. Tidak Ada
4. Status 1. Cerai
Perkawinan 2. Menikah
5. Konsumsi 1. Sering 1. >=3x/minggu
Junk Food 2. Jarang 2. <3x/minggu
6. Aktivitas 1. Kurang 1. < 600 MET
Fisik 2. Cukup 2. >= 600 MET
7. Merokok 1. Merokok 1. Mengkonsumsi rokok
2. Tidak Merokok 2. Tidak pernah sama
sekali merokok atau
telah berhenti >= 6
bulan
8. Konsumsi 1. Lebih 1. > 2 gelas/hari
Kopi 2. Cukup 2. <= 2 gelas/hari
9. Obesitas 1. Obesitas 1. >= 25 kg/m2
2. Tidak Obesitas 2. < 25 kg/m2
10. Konsumsi 1. Sering 1. >= 2x/minggu
soft drink 2. Jarang 2. < 2x/minggu
10. Hipertensi 1. Kasus 1. Tekanan darah diastolik
2. Kontrol >= 140 mmHg, sistolik
>= 90 mmHg
2. Tekanan darah diastolik
< 140 mmHg, tekanan
darah sistolik < 90
mmHg

74
3. Data Entry (Memasukkan Data)

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau

kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

4. Tabulasi

Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang digunakan oleh peneliti.

4.10.2 Analisis Data

1. Analisa Univariat

Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil

pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai distribusi

normal, amka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan dan

standar deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika distribusi data

tidak normal maka menggunakan median sebagai ukuran pemusatan

dan minimum-maksimum sebagai ukuran penyebaran. (Saryono, 2013).

Variabel dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, riwayat

keluarga, status perkawinan, konsumsi junk food, aktivitas fisik,

merokok, konsumsi kopi, obesitas dan konsumsi soft drink.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi

dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif.

Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis bivariat.

75
(Saryono, 2013). Menurut (Sopiyudin, 2009) mengatakan semua

hipotesis untuk kategorik yang berskala nominal dan ordinal tidak

berpasangan menggunakan analisa data uji chi square. Syarat uji chi

square adalah :

a. Sampel dipilih secara acak

b. Semua pengamatan dilakukan dengan independen.

c. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1 (satu). Sel

– sel dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20%

dari total sel.

d. Besar sampel sebaiknya >40

Hasil Uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya

perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat

menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik.

Dengan demikian Uji Chi Square tidak dapat menjelaskan derajat

hubungan, dalam hal ini Uji Chi Square tidak dapat mengetahui

kelompok mana yang memilki resiko lebih besar dibanding kelompok

yang lain. Untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko

Relatif (RR) dan Odds Rasio (OR). Keputusan dari pengujian Chi-

Square:

a. Apabila p > α (0,05) = Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak

ada hubungan.

b. Apabila p <= α (0,05) = Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada

hubungan.

76
Syarat Odds Ratio, sebagai berikut (Saryono, 2013):

a. OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif untuk terjadinya efek.

b. OR (Odds Ratio) > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

resiko.

c. OR (Odds Ratio) < 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan

faktor resiko.

3. Analisa Multivariat

Analisis multivariat adalah analisa metode statistik yang

memungkinkan kita melakukan penelitian terhadap lebih dari dua

variabel secara bersamaan. Dengan menggunakan teknik analisis ini

maka kita dapat menganalisis pengaruh beberapa variabel terhadap

variabel-variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan. (V. Wiratna

Sujarweni, 2014). Analisis multivariat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Regresi Logistik.

Langkah yang dilakukan dalam analisis regresi logistik adalah

sebagai berikut (Sopiyudin Dahlan, 2014).

a. Melakukan seleksi variabel yang layak dilakukan dalam model

multivariat dengan cara terlebih dahulu melakukan seleksi bivariat

antara masing-masing variabel independen dengan variabel

dependen dengan uji regresi logistik sederhana

77
b. Bila hasil analisis bivariat menghasilkan p value <0,25 atau

termasuk substansi yang penting maka variabel tersebut dapat

dimasukkan dalam model multivariat.

c. Variabel yang memenuhi syarat lalu dimasukkan ke dalam analisis

multivariat.

d. Dari hasil analisis dengan multivariat dengan regresi logistik

menghasilkan p value masing - masing variabel.

e. Variabel yang p value >0,05 ditandai dan dikeluarkan satu-persatu

dari model, hingga seluruh variabel yang p value >0,05 hilang.

f. Pada langkah terakhir akan tampak nilai exp(B), yang menunjukan

bahwa semakin besar nilai exp(B)/OR maka makin besar pengaruh

variabel tersebut tehadap variabel dependen.

78
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian yang berjudul “Faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota

Madiun”. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 28 Juni – 7 Juli 2018.

Dengan jumlah responden sebanyak 84 responden dengan pembagian 42

responden kasus hipertensi dan 42 responden kasus non hipertensi (kontrol),

sedangkan penyajian data dibagi menjadi dua yaitu data umum dan data khusus.

Data umum terdiri dari karakteristik responden di daerah tersebut meliputi : usia

dan jenis kelamin, setelah data umum dipaparkan dilanjutkan dengan data khusus

yang didasarkan pada variabel yang diteliti, yaitu riwayat keluarga, status

perkawinan, konsumsi junk food, aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi, obesitas

dan konsumsi soft drink.

5.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian

5.1.1 Profil Kelurahan Manisrejo


Kelurahan Manisrejo Kota Madiun terletak di Jl. Tanjung Raya No.
Kecamatan Taman Kota Madiun Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah
Kelurahan Manisrejo 2,8 km2. Kelurahan Manisrejo memiliki batas wilayah :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Munggut dan Kelurahan Banjarejo,
Kecamatan Wungu dan Kecamatan Taman
c. Sebelah Timur : Kelurahan Bantengan dan Kelurahan Mojopurno,
Kecamatan Wungu
d. Sebelah Barat : Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Taman

79
5.1.2 Jumlah Penduduk
Jumlah laki-laki : 7.949 jiwa
Jumlah Perempuan : 8.301 jiwa
Usia 0-15 : 3.397 jiwa
Usia 15-65 : 11.041 jiwa
Usia 65 keatas : 1.812 jiwa
5.1.3 Mata Pencaharian Pokok
Tabel 5.1 Mata Pencaharian Pokok Kelurahan Manisrejo
NO. Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Petani 95
2. Buruh Tani 51
3. Pertukangan 87
4. PNS 2.427
5. ABRI 81
6. Swasta 1.740
7. Pensiunan 160
Sumber: Buku Monografi Kelurahan Manisrejo Kota Madiun
5.1.4 Pelayanan Kesehatan
Kelurahan Mnaisrejo memiliki pelayanan kesehatan yaitu Pustu
Manisrejo yang termasuk wilayah kerja Puskemas Banjarejo Kota Madiun
dan memiliki 7 posyandu lansia diantaranya posyandu Ontorejo, Kunti Tali
Broto, Larasati, Cendana Manis, Sehat Sejahtera, Bima Sakti dan Srikandi.
Pelaksanaan posyandu tersebut diadakan setiap bulan sekali dengan
kegiatan pemeriksaan kesehatan terutama pemeriksaan tekanan darah.

5.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian terdiri dari data umumdan data khusus. Data umum

meliputi usia dan jenis kelamin. Sedangkan data khusus meliputi riwayat

keluarga, status perkawinan, konsumsi junk food, aktivitas fisik, merokok,

konsumsi kopi, obesitas dan konsumsi soft drink.

80
5.2.1 Hasil Analisa Univariat

1. Data Umum

Data umum yang diidentifikasi dari pasien hipertensi dan non hipertensi

adalah sebagai berikut :

1) Karakteristik berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia


Usia Jumlah (N) Prosentase (%)
Usia Lanjut Tua 68 81,0
Usia Lanjut 16 19,0
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa usia lansia

sebagian besar adalah Usia Lanjut Tua (81,0%).

2) Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.3 Distribusi Frekunsi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Prosentase (%)


Pria 50 59,5
Wanita 34 40,5
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia yang diteliti adalah pria (59,5%).

2. Data Khusus

Setelah mengetahui data umum dalam penelitian ini maka berikut

akan ditampilkan hasil penelitian yang terkait dengan data khusus dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

81
1) Riwayat Keluarga

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga Jumlah (N) Prosentase (%)


Ada Riwayat 51 60,7
Tidak Ada Riwayat 33 39,3
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia memiliki Riwayat Keluarga (60,7%).

2) Status Perkawinan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan

Status Perkawinan Jumlah (N) Prosentase (%)


Cerai 40 47,6
Menikah 44 52,4
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia dengan Status Cerai (47,6%).

3) Obesitas

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Obesitas

Obesitas Jumlah (N) Prosentase (%)


Obesitas 42 50,0
Tidak Obesitas 42 50,0
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia adalah Obesitas (50,0 %).

82
4) Konsumsi Junk Food

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Junk Food

Konsumsi Junk Food Jumlah (N) Prosentase (%)


Sering 32 38,1
Jarang 52 61,9
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia sering mengkonsumsi Junk Food >=3x/minggu (38,1%).

5) Konsumsi Soft Drink

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Soft Drink

Konsumsi Soft Drink Jumlah (N) Prosentase (%)


Sering 9 10,7
Jarang 75 89,3
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia jarang mengkonsumsi Soft Drink (89,3%).

6) Merokok

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Merokok

Variable Jumlah (N) Prosentase (%)


Merokok 37 44,0
Tidak Merokok 47 56,0
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia tidak merokok (56,0%).

83
7) Konsumsi Kopi

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Konsumsi Kopi

Konsumsi Kopi Jumlah (N) Prosentase (%)


Lebih 48 57,1
Cukup 36 42,9
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia mengkonsumsi kopi >2gelas/hari (57,1%).

8) Aktivitas Fisik

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik

Variable Jumlah (N) Prosentase (%)


Kurang 45 53,6
Cukup 39 46,4
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.11 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lansia kurang melakukan aktivitas fisik (53,6%).

5.2.2 Hasil Analisa Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan besarnya

nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan

antara variabel bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang

disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan

Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan taraf kepercayaan

(CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil analisis

bivariat dibawah ini:

84
1. Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.12 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Usia Hipertensi OR 95% CI P


Kasus Kontrol
N % N %
Usia Lanjut 32 47,1 36 52,9 0,533 0,174-1,632 0,405
Tua
Usia Lanjut 10 62,5 6 37,5
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Persentase lansia dengan usia lanjut tua lebih banyak pada

kelompok kasus (47,1%) daripada kelompok kontrol (39,2%).

Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square

menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,405 > α = 0,05

yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak, bahwa tidak ada hubungan

antara Usia dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun.

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.13 Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Jenis Hipertensi OR 95% CI P


Kelamin Kasus Kontrol
N % N %
Pria 24 48,0 26 52,0 0,821 0,343-1,963 0,824
Wanita 18 52,9 16 47,1
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

85
Persentase lansia berjenis kelamin pria lebih banyak pada

kelompok kontrol (52,0%) daripada kelompok kasus (48,0%).

Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square

menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,824 > α = 0,05

yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak, bahwa tidak ada hubungan

antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

3. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.14 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Riwayat Hipertensi OR 95% CI P


Keluarga Kasus Kontrol
N % N %
Ada 31 60,8 20 39,2 6,129 1,240-7,751 0,025
Tidak Ada 11 33,3 22 66,7
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Persentase lansia yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi

lebih banyak pada kelompok kasus (60,8%) daripada kelompok kontrol

(39,2%). Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square

menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,025 < α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, bahwa ada hubungan antara

Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun. Jadi, lansia yang memiliki riwayat keluarga

hipertensi memiliki resiko sebesar 6,129 kali lebih besar daripada yang

tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi (95%CI= 1,240-7,751).

86
4. Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.15 Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Status Hipertensi OR 95% CI P


Perkawinan Kasus Kontrol
N % N %
Cerai 25 62,5 15 37,5 2,647 1,096-6,395 0,049
Menikah 17 38,6 27 61,4
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018.

Persentase lansia dengan Status Cerai lebih banyak pada kelompok

kasus (62,5%) daripada kelompok kontrol (37,5%). Berdasarkan tabel

diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil uji

statistik didapatkan nilai p = 0,049 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak

dan H1 diterima, bahwa ada hubungan antara Status Perkawinan

dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota

Madiun. Jadi, lansia dengan Status Cerai memiliki resiko sebesar 2,647

kali lebih besar daripada lansia dengan status menikah (95%CI= 1,096-

6,395).

87
5. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.16 Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Obesitas Hipertensi OR 95% CI P


Kasus Kontrol
N % N %
Obesitas 26 61,9 16 38,1 2,641 1,094-6,371 0,050
Tidak 16 38,1 26 61,9
Obesitas
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitiam, 2018

Persentase lansia Obesitas pada kelompok kasus sebanyak 26

(61,9%), lebih besar daripada kelompok kontrol yaitu 16 (38,1%).

Berdasarkan tabel diatas menggunakan uji Chi Square menunjukkan

hasil statistik didapatkan nilai p = 0,050 < α = 0,05 yang berarti H0

ditolak dan H1 diterima, ada hubungan antara Obesitas dengan

Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Jadi, lansia Obesitas memiliki resiko sebesar 2,641 kali lebih besar

daripada lansia yang tidak obesitas (95%CI= 1,094-6,371).

6. Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi pada lansia

di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.17 Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Konsumsi Hipertensi OR 95% CI P


Junk Food Kasus Kontrol
N % N %
Sering 21 65,6 11 34,4 2,818 1,128-7,043 0,043
Jarang 21 40,4 31 59,6
Total 42 100,0 42 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

88
Persentase lansia yang sering mengkonsumsi Junk Food

(>=3x/minggu) lebih banyak pada kelompok kasus (65,6%) daripada

kelompok kontrol (34,4%). Berdasarkan tabel diatas dengan

menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil uji statistik didapatkan

nilai p = 0,043 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima,

bahwa ada hubungan antara Konsumsi Junk Food dengan Kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun. Jadi,

lansia yang sering mengkonsumsi junk food memiliki resiko sebesar

2,818 kali lebih besar daripada lansia yang jarang mengkonsumsi junk

food (95%CI= 1,128-7,043).

7. Hubungan Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.18 Hubungan Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Konsumsi Hipertensi OR 95% CI P


Soft Drink Kasus Kontrol
N % N %
Sering 4 44,4 5 55,6 0,779 0,194-3,129 1,000
Jarang 38 50,7 37 49,3
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Persentase lansia yang sering mengkonsumsi Soft Drink

(>=2x/minggu) lebih banyak pada kelompok kontrol (55,6%) daripada

kelompok kasus (44,4%). Berdasarkan tabel diatas dengan

menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil uji statistik didapatkan

nilai p = 1,000 > α = 0,05 yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak,

89
bahwa tidak ada hubungan antara Konsumsi Soft Drink dengan

Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

8. Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.19 Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Merokok Hipertensi OR 95% CI P


Kasus Kontrol
N % N %
Merokok 17 45,9 20 54,1 0,784 0,315-1,775 0,660
Tidak 25 53,2 22 46,8
Merokok
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

Persentase lansia yang merokok lebih banyak pada kelompok

kontrol (54,1%) daripada kelompok kasus (45,9%). Berdasarkan tabel

diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil uji

statistik didapatkan nilai p = 0,660 > α = 0,05 yang berarti H0 diterima

dan H1 ditolak, bahwa tidak ada hubungan antara Merokok dengan

Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

9. Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.20 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Konsumsi Hipertensi OR 95% CI P


Kopi Kasus Kontrol
N % N %
Lebih 34 70,8 14 29,2 8,500 3,120-23,160 0,000
Cukup 8 22,2 28 77,8
Total 42 100,0 42 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2018

90
Persentase lansia yang mengkonsumsi kopi (>2 gelas/hari) pada

lebih banyak pada kelompok kasus (70,8%) daripada kelompok kontrol

(29,2%). Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square

menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 < α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, bahwa ada hubungan antara

Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun. Jadi, lansia yang mengkonsumsi kopi >=2

gelas/hari memiliki resiko sebesar 8,500 kali lebih besar daripada lansia

yang mengkonsumsi kopi <=2 gelas/hari (95%CI= 3,120-23,160).

10. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Tabel 5.21 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Aktivitas Hipertensi OR 95% CI P


Fisik Kasus Kontrol
N % N %
Kurang 29 64,4 16 35,6 3,625 1,469-8,945 0,009
Cukup 13 33,3 26 66,7
Total 42 100,0 42 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian

Persentase lansia yang aktivitas fisiknya (<600 MET) lebih banyak

pada kelompok kasus (64,4%) daripada kelompok kontrol (35,6%).

Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square

menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,009 < α = 0,05

yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, bahwa ada hubungan antara

Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun. Jadi, lansia yang aktivitas fisiknya kurang

91
memiliki resiko sebesar 3,625 kali lebih besar daripada lansia yang

aktivitasnya cukup (95%CI= 1,469-8,945).

5.2.3 Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan

beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen secara

bersama-sama. Analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi

logistik untuk melihat variabel independen yang paling berpengaruh dalam

variabel dependen.

Variabel yang menjadi kandidat model multivariat adalah variabel

independen dengan nilai p<0,25 dalam analisis bivariat. Variabel-variabel

yang masuk ke dalam model multivariat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.22 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat

No. Variabel OR 95% CI P


1. Usia 0,533 0,174-1,632 0,405
2. Jenis Kelamin 0,821 0,343-1,963 0,824
3. Riwayat Keluarga 3,100 1,240-7,751 0,025*
4. Status Perkawinan 2,647 1,096-6,395 0,049**
5. Obesitas 2,641 1,094-6,371 0,050**
6. Konsumsi Junk Food 2,818 1,128-7,043 0,043*
7. Konsumsi Soft Drink 0,779 0,194-3,129 1,000
8. Merokok 0,748 0,315-1,775 0,660
9. Konsumsi Kopi 8,500 3,120-23,160 0,000**
10. Aktivitas Fisik 3,625 1,469-8,945 0,009**
Keterangan: * = variabel yang menjadi kandidat dalam uji regresi logistik
(p<0,25)
**= variabel yang berhubungan dengan variabel dependen
(p<0,05) sekaligus menjadi kandidat dalam uji regresi
logistik

Berdasarkan Tabel 5.22 bahwa dari hasil analisis bivariat maka

variabel dengan nilai p<0,25 yang masuk ke dalam model multivariat yaitu

variabel Riwayat Keluarga, Status Perkawinan, Obesitas, Konsumsi Junk

92
Food, Konsumsi Kopi dan Aktivitas Fisik. Kemudian dilakukan analisis

regresi logistik ganda dengan metode Backward LR, yaitu memasukkan

semua variabel independen ke dalam model, tetapi kemudian satu per satu

variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria

kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang dapat masuk dalam model

regresi logistik adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,05. Hasil

analisis regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.23 Variabel yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

No. Variabel Nilai B aOR 95% CI P


1. Konsumsi Kopi 2,144 8,533 2,572-28,304 0,000
2. Aktivitas Fisik 1,636 5,133 1,565-16,834 0,007
3. Status Perkawinan 1,271 3,564 1,118-11,363 0,032
4. Obesitas 1,217 3,379 1,079-10,583 0,037
Konstanta -3,980

Berdasarkan tabel 5.23 dapat diketahui bahwa setelah di analisis

menggunakan multivariat dengan metode Backward LR didapatkan hasil

bahwa faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun adalah :

1. Lansia yang mengkonsumsi kopi >= 2 kali/minggu memiliki resiko

8,533 kali lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi dibanding

dengan lansia yang mengkonsumsi kopi < 2 kali/minggu), dimana p

value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara konsumsi kopi

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota

Madiun dengan nilai (95% CI=2,572-28,304).

93
2. Lansia yang memiliki tingkat aktivitas fisik kurang dengan total MET

<600 memiliki resiko 5,133 kali lebih besar untuk mengalami kejadian

hipertensi dibanding dengan lansia yang memiliki tingkat fisik dengan

total MET >=600, dimana p value 0,007 < 0,05 yang berarti ada

hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia

di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun dengan nilai (95% CI=1,565-

16,834).

3. Lansia dengan status perkawinan cerai memiliki resiko 3,564 kali lebih

besar untuk mengalami kejadian hipertensi dibanding dengan lansia

dengan status menikah, dimana p value 0,032 < 0,05 yang berarti ada

hubungan antara status perkawinan dengan kejadian hipertensi pada

lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun dengan nilai (95% CI=

1,118-11,363).

4. Lansia dengan status obesitas (>= 25 kg/m2) memiliki resiko 3,379 kali

lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi dibanding dengan

lansia tidak obesitas (< 25 kg/m2), dimana p value 0,037 < 0,05 yang

berarti ada hubungan antara status obesitas dengan kejadian hipertensi

pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun dengan nilai (95%

CI=1,079-10,583).

94
5.3 Pembahasan

5.3.1 Faktor yang berpengaruh dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

1. Pengaruh antara Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada

Lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value

Sig. 0,000 < 0,05 berarti ada hubungan antara konsumsi kopi dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Jadi, yang mengkonsumsi kopi >2 gelas/hari memiliki resiko

mengalami hipertensi sebesar 8,500 kali dibandingan dengan lansia

yang mengkonsumsi kopi <=2 gelas/hari (95%CI= 3,120-23,160).

Sedangkan pada uji regresi logistik menunjukkan bahwa nilai p value

0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara konsumsi kopi dengan

kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai aOR= 8,533 (95%

CI=2,572-28,304), sehingga dapat diartikan lansia yang mengkonsumsi

kopi >2 gelas/hari memiliki resiko 8,533 kali lebih besar untuk

mengalami kejadian hipertensi pada lansia dibanding dengan lansia

yang mengkonsumsi kopi <=2 gelas/hari. Dalam penelitian ini proporsi

lansia yang mengkonsumsi kopi >2 gelas/hari sebanyak 34 lansia

(70,8%) yang mengalami hipertensi, sedangkan sebanyak 14 lansia

(29,2%) yang tidak mengalami hipertensi. Faktor tersebut merupakan

faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo

Kota Madiun.

95
Kopi adalah minuman yang mengandung 75 – 200 mg kafein,

dimana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan

darah 5 -10 mmHg (Rohaendi, 2008). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Elvivin (2015) menunjukkan bahwa hasil analisis besar

risiko kondisi fisik rumah terhadap kejadian malaria, diperoleh OR

sebesar 12,500. Artinya responden yang minum kopi diatas tiga gelas

perhari mempunyai risiko mengalami hipertensi 12,500 kali lebih besar

dibandingkan dengan responden yang minum kopi satu sampai tiga

gelas perhari. Karena rentang nilai pada tingkat kepercayaan(CI) = 95%

dengan lower limit (batas bawah) = 4,883 dan upper limit (batas atas) =

31,999 tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut bermakna.

Dengan demikian minum kopi merupakan faktor risiko kejadian

hipertensi pada masyarakat nelayan suku bajo di Pulau Tasipi

Kabupaten Muna Barat tahun 2015. (Elvivin, 2015)

Penelitian tersebut juga didukung oleh Martiani Ayu (2012),

yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan minum

kopi 1-2 cangkir per hari meningkatkan resiko hipertensi 4,12 kali lebih

besar dibanding dengan yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi,

dengan nilai p value 0,017 yang berarti ada hubungan antara konsumsi

kopi dengan kejadian hipertensi.

Hasil penelitian Klag dkk, 2013 menunjukkan bahwa subjek yang

minum kopi 1-2 cangkir per hari memiliki OR tertinggi yaitu 4,12 dan

secara statistik signifikan (<0,05). Hal ini membuktikan bahwa subjek

96
yang memiliki kebiasaan minum kopi 1-2 cangkir per hari meningkatkan

risiko hipertensi sebanyak 4,12 kali lebih tinggi dibanding subjek yang

tidak memiliki kebiasaan minum kopi. Itu artinya bahwa ada hubungan

yang bermakna antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi.

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

lansia mengenai konsumsi kopi. Hasil dari pertanyaan kuesioner,

banyak dari lansia yang kesehariannya mengkonsumsi kopi >2

gelas/hari. Sebagian dari lansia tidak mengetahui akibat apabila

mengkonsumsi kopi secara berlebihan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsumsi

kopi >2 gelas/hari menjadi faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia

di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun. Hal ini dikarenakan kandungan

yang terdapat pada kopi yaitu kafein bisa menyebabkan tekanan darah

meningkat.

2. Pengaruh antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada

Lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value Sig.

0.09 < 0.05 berarti ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun. Jadi, lansia

yang memiliki tingkat aktivitas kurang dengan total MET <600

memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 3,625 kali lebih besar

dibandingkan lansia yang memiliki tingkat aktivitas cukup dengan total

MET 600 (95%CI= 1,469-8,945).

97
Sedangkan pada uji regresi logistik menunjukkan bahwa nilai p

value 0,007 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara

aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai aOR=

5,133 (95% CI=1,565-16,834), sehingga dapat diartikan lansia yang

memiliki tingkat aktivitas kurang dengan total MET <600 memiliki

risiko 5,133 kali lebih besar untuk mengalami kejadian hipertensi

dibanding dengan lansia yang memiliki tingkat aktivitas kurang dengan

total MET 600. Dalam penelitian ini proporsi aktivitas fisik pada

lansia dalam kategori kurang sebanyak 29 lansia (64,4%) yang

mengalami hipertensi, sedangkan sebanyak 16 lansia (35,6%) yang

tidak mengalami hipertensi. Faktor tersebut merupakan faktor risiko

kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Aktivitas Fisik adalah rangkaian gerakan otot yang menghasilkan

energi dari pembakaran kalori. Kurangnya aktivitas fisik menaikan

risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi

gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri. (Bianti

Nuraini, 2015)

Penelitian tersebut sejalan dengan Ilyasa Gusti, 2013 yang

meyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik

dengan hipertensi dengan nilai p value 0,002 memiliki resiko

98
hipertensi, dengan OR sebesar 4,449 kali dibandingkan dengan orang

yang aktivitas fisiknya cukup.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggara, 2013 juga menyebutkan

ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan hipertensi

dengan nilai p value 0,000 dan berolahraga tidak teratur memiliki resiko

hipertensi, dengan RP sebesar 44,1 kalo dibandingkan dengan orang

yang memiliki aktivitas fisik cukup atau olahraga secara teratur.

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara mengenai

aktivitas fisik yang dilakukan oleh lansia, meliputi aktivitas berat,

sedang dan ringan. Hasil dari pertanyaan kuesioner menunjukkan

bahwa lansia yang menjadi responden banyak yang berusia diatas 70

tahun sehingga aktivitas fisik yang dilakukan adalah aktivitas fisik

ringan dan tidak memerlukan waktu yang lama dan lebih banyak

dihabiskan di tempat tidur dan menonton tv. Sehingga dari hasil

pertanyaan tersebut dapat disimpulakn bahwa kebanyakan dari lansia

memiliki aktivitas fisik yang kurang dari 600 MET. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik kurang (<600 MET)

menjadi faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan

Manisrejo Kota Madiun.

99
3. Pengaruh Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi pada

lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value Sig.

0,049 < 0,05 berarti ada hubungan antara status perkawinan dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Jadi, lansia dengan status cerai memiliki resiko mengalami hipertensi

sebesar 2,647 kali dibandingan dengan lansia dengan status menikah

(95%CI= 1,096-6,395).

Sedangkan pada uji regresi logistik menunjukkan bahwa nilai p

value 0,032 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status perkawinan

dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai aOR= 3,564 (95%

CI= 1,118-11,363), sehingga dapat diartikan lansia dengan status cerai

memiliki resiko 3,564 kali lebih besar untuk menglami kejadian

hipertensi pada lansia dibanding dengan lansia dengan status menikah.

Status perkawinan memiliki hubungan secara tidak langsung

dengan status kesehatan termasuk hipertensi melalui faktor resiko

perilaku (pola hidup) maupun stres. Selain itu juga berhubungan secara

langsung dengan sistem kardiovaskuler, endokrin, kekebalan tubuh,

saraf sensorik dan mekanisme fisiologik lainnya. Hipertensi lebih

beresiko pada mereka yang berstatus janda atau duda karena kehilangan

pasangan atau orang yang dicintai merupakan stres kehidupan yang

paling berat dan dapat disertai dengan kemungkinan terkenanya

penyakit serta kematian (Ananda Shenia 2011). Penelitian yang

100
dilakukan oleh Dwi Suciaty (2013) yang menyebutkan bahwa, janda

atau duda sebagai kelompok yang paling beresiko untuk menderita

hipertensi dengan nilai resiko pada responden yang cerai hidup sebesar

1,67 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan responden yang

berstatus menikah, dan pada responden dengan status cerai mati

memiliki resiko untuk meningkatkan kajdian hipertensi sebesar 1,081

kali dibandingkan responden yang menikah.

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

lansia mengenai status perkawinan. Kebanyakan dari lansia yang

berstatus cerai mengalami perubahan fisik dan psikis, serta menjadi

tidak aktif lagi untuk mengikuti kegiatan seperti posyandu lansia.

Perubahan fisik dan psikis tersebut bisa berpengaruh terhadap

perubahan pola makan dan gaya hidup menjadi tidak sehat. Sebagian

dari lansia yang sudah berpisah dengan pasangannya bertempat tinggal

sendiri, sehingga lansia tidak mendapatkan dukungan dari keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa status

perkawinan menjadi faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun. Hal ini dikarenakan lansia yang

berstatus duda/janda mengalami perubahan keadaan termasuk gaya

hidup maupun tekanan sosial yang dialami oleh lansia sendiri karena

kehilangan pasangan atau orang yang dicintai yang menyebabkan stres

dan dapat disertai dengan meningkatnya tekanan darah seseorang.

(Ananda, Shenia, 2011)

101
4. Pengaruh antara Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada lansia

di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun.

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value

Sig. 0,050 < 0,05 berarti ada hubungan antara status obesitas dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Jadi, lansia obeistas (>=25 kg/m2) memiliki resiko mengalami

hipertensi sebesar 2,641 kali dibandingan dengan lansia tidak obesitas

(<25 kg/m2) (95%CI= 1,094-6,371). Sedangkan pada uji regresi logistik

menunjukkan bahwa nilai p value 0,037 < 0,05 yang berarti ada

hubungan antara status obesitas dengan kejadian hipertensi pada lansia

dengan nilai aOR= 3,379 (95% CI=1,079-10,583), sehingga dapat

diartikan lansia obesitas memiliki resiko 3,379 kali lebih besar untuk

mengalami kejadian hipertensi pada lansia dibanding dengan lansia

dengan status tidak obesitas. Dalam penelitian ini proporsi lansia

dengan status obesitas sebanyak 26 lansia (61,9%) yang mengalami

hipertensi, sedangkan sebanyak 16 lansia (38,1%) yang tidak

mengalami hipertensi. Faktor tersebut merupakan faktor resiko kejadian

hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Obesitas adalah akumulasi abnormal lemak tubuh yang dapat

menyebabkan resiko bagi kesehatan. Dikatakan obesitas adalah jika

berat badan sesorang melebihi batas normal yaitu >= 25 kg/m2, berat

badan tersebut diukur dengan satuan Indeks Massa Tubuh (WHO).

102
Selain itu, dapat dijelaskan pula bahwa obesitas akan meningkatkan

reabsorbsi natrium di ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah.

Penelitian tersebut sejalan dengan Idha Kurnaisih dan Riza

Setiawan, 2011 yang didapatkan hasil bahwa sebagian penderita

hipertensi memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang masuk kategori

obesitas (50%). Selanjutnya, dianalis dengan uji multivariat dan

didapatkan nilai signifikansi (p=0,002), yang berarti bahwa terdapat

hubungan yang bermakna secara statistik antara indeks massa tubuh

(IMT) dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di

Puskesmas Srondol Semarang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

indeks massa tubuh berkorelasi langsung dengan tekanan darah

terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seorang yang berat badannya normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyowati, 2010 juga

menyebutkan bahwa dari analisis bivariat diperoleh nilai p value =

0,001 (<0,05), yang artinya ada hubungan antara obesitas dengan

kejadian hipertensi di Kampung Botton, Kelurahan Magelang,

Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang. Nilai OR= 0,192 artinya

responden yang obesitas mempunyai resiko terkena hipertensi 0,192

kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak obesitas.

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

lansia mengenai status obesitas meliputi pola makan, aktivitas fisik

103
lansia sehari-hari yang menyebabkan lansia tersebut obesitas. Karena

kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh lansia sehingga kalori dan

energi yang dikeluarkan lansia terlalu sedikit. Jika berat badan

seseorang bertambah, volume darah akan bertambah pula, sehingga

beban jantung untuk memompah darah juga bertambah, sehingga

menyebabkan hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa obesitas menjadi faktor resiko kejadian hipertensi

pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

5.3.2 Faktor yang tidak berpengaruh dengan Kejadian Hipertensi pada

Lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

1. Pengaruh antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value Sig.

0.025 < 0.05 berarti ada hubungan riwayat keluarga dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun. Jadi, lansia

yang memiliki riwayat hipertensi memiliki resiko mengalami hipertensi

sebesar 6,129 kali lebih besar dibandingkan lansia yang tidak memiliki

riwayat hipertensi. Sedangkan pada uji regresi logistik menunjukkan

bahwa nilai p value 0,082 > 0,05 yang berarti riwayat keluarga adalah

variabel yang tidak berpengaruh dengan kejadian hipertensi pada lansia

di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun. Meskipun secara statistik

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara riwayat keluarga dengan

kejadian hipertensi pada lansia, namun dapat dilihat kecenderunagn

104
prevalensi hipertensi yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi

sebesar 60,7% lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki riwayat

keluarga hipertensi.

Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan

oleh Malonda, dkk (2012), menunjukan bahwa tidak ada pengaruh

riwayat keluarga dengan terjadinya hipertensi dengan nilai p=0,254

(0,05). Penelitian tersebut juga didukung oleh Yana Kembuan (2013),

yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga

dengan kejadian hipertensi (p=0,310 > 0,05). Hasil penelitian ini berarti

responden yang memikiki riwayat keluarga menderita hipertensi tidak

beresiko mengalami hipertensi.

Riwayat keluarga merupakan faktor bawaan yang menajdi pemicu

timbulnya hipertensi, terutama hipertensi primer. Jika dalam keluarga

seseorang ada yang hipertensi, ada 25% kemungkinan orang tersebut

terserang hipertensi. Apabila kedua orang tua mengidap hipertensi,

kemungkinan menderita hipertensi naik menjadi 60%. Hasil penelitian

membuktikan bahwa faktor keturunan kurang memiliki peran penting

dan menjadi penentu seberapa besar kecenderungan orang untuk

menderita hipertensi, namun bila dibiarkan akan menimbulkan tanda

dan gejala. Mengetahui memiliki orang tua hipertensi sebaiknya rutin

memeriksakan tekanan darah dan menghindari gaya hidup yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Menurut asumsi peneliti, walaupun

105
memiliki riwayat keluarga menderita hipertensi tetapi memiliki

aktivitas fisik yang baik maka gejala hipertensi akan dapat dikurangi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Merlisa C

Talumewo, 2014 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

riwayat keluarga dengan hipertensi (p= 0,000). Orang yang mempunyai

anggota keluarga hipertensi berisiko 17,71 kali lebih besar

dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai anggota keluarga

yang menderita hipertensi.

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

lansia mengenai riwayat hipertensi dalam keluarga. Hasil pertanyaan

kuesioner menyebutkan bahwa dari semua responden 60,7% memiliki

riwayat hipertensi dalam keluarga, tetapi dengan perubahan gaya hidup

yang sehat dapat menurunkan kejadian hipertensi dalam keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat keluarga

bukan menjadi faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia di

Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

2. Pengaruh antara Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Pada hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai P Value Sig.

0.043 < 0.05 berarti ada hubungan konsumsi junk food dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Kelurahan Mansirejo Kota Madiun. Jadi, lansia

yang sering mengkosnumsi junk food memiliki resiko mengalami

hipertensi sebesar 2,818 kali lebih besar dibandingkan lansia yang

106
jarang mengkonsumsi junk food. Sedangkan pada uji regresi logistik

menunjukkan bahwa nilai p value 0,342 > 0,05 yang berarti konsumsi

junk food adalah variabel yang tidak berpengaruh dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

Penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian

Rantiningsih Sumarni (2015), menunjukkan bahwa faktor risiko

terjadinya hipertensi pada lansia yang sering mengkonsumsi junk food

sebesar 4,083 lebih besar dibandingkan lansia yang jarang

mengkonsumsi junk food dan terdapat hubungan antara konsumsi junk

food dengan kejadian hipertensi (nilai p-value=0,05 dengan nilai

signifikasi 0,002).

Junk food adalah makanan siap saji yang mengandung sejumlah

besar natrium. Semakin banyak konsumsi makanan cepat saji, semakin

tinggi kejadian gizi lebih, karena tingginya kandungan kalori dan lemak

pada makanan cepat saji yang juga dapat meningkatkan volume darah

di dalam tubuh sehingga jantung harus memompa darah lebih kuat yang

menyebabkan tekanan darah lebih tinggi (hipertensi). (Rantiningsih

Sumarni, 2015).

Hal ini didukung ketika peneliti melakukan wawancara dengan

lansia mengenai konsumsi junk food. Hasil dari pertanyaan kuesioner

menunjukkan bahwa 61,9% lansia jarang mengkonsumsi junk food.

Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa lansia mengkonsumsi junk

food kurang dari 3x/minggu. Sebagian besar lansia sudah mengetahui

107
akibat yang ditimbulkan dari mengkonsumsi junk food terlalu banyak

dan mereka berusaha untuk menjaga kesehatan mereka dengan

mengontrol pola makan terutama konsumsi junk food. Pola makan yang

sehat bukan hanya menjaga tubuh agar tetap bugar dan sehat tapi juga

terhindar dari penyakit termasuk hipertensi. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa konsumsi junk food bukan menjadi

faktor resiko kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo

Kota Madiun.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:

1. Recall Bias

Metode penelitian yang dipakai peneliti adalah case control yang

berarti data mengenai pajanan faktor resiko diperoleh dengan

mengandalkan daya ingat responden yang memungkinkan terjadinya recall

bias. Peneliti berusaha untuk meminimalkan terjadinya recall bias dengan

memberikan batasan waktu penelitian.

2. Bias Seleksi

Catatan rekam medis yang sebagian belum menggunakan

komputerisasi bisa menyebabkan kemungkinan kesalahan pada

pengambilan data sehingga bisa timbul kesalahan saat mengkalsifikasi

subyek yang akan diteliti.

108
3. Interviewer Bias

Kesalahan pada penelitian ini dapat terjadi karena kemampuan

pewawancara yang kurang. Perbedaan penguasaan antara bahasa Indonesia

yang digunakan pewawancara dan bahasa Jawa halus yang digunakan

responden.

109
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada bab ini akan dibahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Hipertensi pada lansia di

Kelurahan Mansirejo Kota Madiun adalah sebagai berikut :

1. Usia merupakan variabel yang bukan menjadi faktor resiko kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

2. Jenis Kelamin merupakan variabel yang bukan menjadi faktor resiko

kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

3. Riwayat Keluarga merupakan variabel yang bukan menjadi faktor resiko

kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

4. Status Perkawinan merupakan variabel yang menjadi faktor resiko kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

5. Obesitas merupakan variabel yang menjadi faktor resiko dengan kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

6. Konsumsi Junk Food merupakan variabel yang bukan menjadi faktor

resiko kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota

Madiun.

7. Konsumsi Soft Drink merupakan variabel yang bukan menjadi faktor

resiko kejadian Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota

Madiun.

110
8. Merokok merupakan variabel yang bukan menjadi faktor resiko kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

9. Konsumsi Kopi merupakan variabel yang menjadi faktor resiko kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

10. Aktivitas Fisik merupakan variabel yang menjadi faktor resiko kejadian

Hipertensi pada lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun.

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini belum sempurna karena keterbatasan peneliti,

diharapkan peneliti lain mampu mengembangkan penelitian lain mengenai

kejadian hipertensi dari segi faktor dan variabel yang berbeda agar dapat

mengembangkan penelitian di masa yang akan datang. Bagi peneliti

selanjutnya perlu menggunakan ukuran ataupun metode yang dapat

menghindarkan atau meminimalkan adanya recall bias.

2. Bagi Puskesmas Banjarejo Kota Madiun

Setelah mengetahui hasil penelitian yang tekah dilakukan diharapkan

pihak puskesmas terus meningkatkan kualitas pelayanan dan pemberian

informasi mengenai hipertensi dengan melakukan penyuluhan ataupun

pemasangan pamflet tentang gaya hidup sehat untuk penderita hipertensi.

Meningkatkan kualitas pelayanan seperti diadakannya senam lansia rutin dan

pemeriksaan tekanan darah sebuan sekali agar tekanan darah darah lansia tetap

terkontrol. Untuk petugas posyandu lansia perlu meningkatkan peran petugas

111
dalam membimbing lansia untuk pemeriksaan rutin tentang faktor-faktor resiko

hipertensi pada lansia seperti menjaga berat badan, berolahraga atau

beraktivitas fisik cukup, sehingga lansia dapat mencegah dan mengurangi

faktor-faktor resiko tersebut.

3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan kajian dan sumbangan

pemikiran untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Diharapkan informasi hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperkaya

pengetahuan dan keperluan referensi ilmu kesehatan masyarakat tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi.

4. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat terutama penderita hipertensi untuk

memeriksakan kesehatan secara rutin di pelayanan kesehatan atau secara rutin

mengikuti posyandu lansia yang diadakan oleh puskesmas agar tekanan darah

lansia tetap terkontrol. Bagi lansia yang obesitas dan aktivitas fisik yang

kurang sebaiknya menjaga berat badan yang ideal dan melakukan aktivitas

fisik yang cukup, setidaknya mengikuti senam lansia di posyandu satu bulan

sekali. Dan lansia yang mengkonsumsi kopi secara berlebihan sebaiknya

mengurangi konsumsi kopi setiap harinya dan juga diimbangi dengan menjaga

gaya hidup sehat seperti menjaga pola makan sehingga tidak beresiko

terjadinya hipertensi.

112
5. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan

informasi/referensi dan masukan bagi perkembangan ilmu kesehatan

khususnya ilmu kesehatan masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia.

113
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Sri, Mayang Sari, Siska dan Savita, Reni. 2014. “Faktor-faktor Yang
Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Atas Umur 65 Tahun”.
Pekan Baru: Jurnal Kesehatan Komunitas Vol 2, No 4

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2010. “Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis
Data”. Jakarta: Salemba Medika

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2012. “Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah”. Jakarta: Salemba Medika

Ananda, Shenia. 2011. “Hipertensi pada kelompok Pra Lansia dan Lansia Gakin
di Kelurahan Utan Panjang Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat Tahun
2011”. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat FKM UI Depok.

Anggara, D.H.F,dkk. 2013. “Faktor-faktor yang ebrhubungan dengan tekanan


darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012”. Jurnal
Kesehatan Masyarakat: Jakarta Timur

Anggraeny, Rini, Wahiduddin, Rismayanti. 2014. “Faktor Risiko Aktivitas Fisik,


Merokok, Dan Konsumsi Alkohol Terhadap Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar”.
Makassar: Jurnal Kesehatan

Arif, Djauhar, Rusnoto dan Hartinah, Dewi. 2013. “Faktor-faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Pusling Desa
klumpit UPT Puskesmas Gribig Kabupaten Kudus”. Jawa Tengah: Jurnal
Vol 4 No 2

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. 2013. “Riset


Kesehatan Dasar”. Jakarta

Besse Rawasiah, Andi, Wahiduddin, Rismayanti. 2012. “Hubungan Faktor


Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di
Puskesmas Pattingallong”. Makassar: Jurnal Kesehatan

C.Talumewo, Merlisa, T. Ratag, Budi dan D. Prang, Janjte. 2014. “Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Di Wilayah
Kerja Puskesmas Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara”. Manado: Jurnal
Kesehatan

69
Dahlan, Sopiyudin. 2014. “Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan”. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia

Farid Lewa, Abdul, Putu Pramantara, Dewa dan Rahayujati, Baning. 2010.
“Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi Pada Lanjut Usia”.
Yogyakarta: Jurnal Vol 26, No 4

Elvivin, Lestari, Hariati, Ibramin, Karma. 2015. “Analisis Faktor Resiko


Kebiasaan Mengkonsumsi Garam, Alkohol, Kebiasaan Merokok Dan
Minum Kopi Terhadap Kejadian Hipertensi Di Suku Bajo Pulau Tasipi
Kabupaten Muna Barat”. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Hari Wibowo, Bagus. 2013. “Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di
Posyandu Senja Ceria”. Semarang: Artikel Ilmiah

Ilyasa Gusti, Fany, Abduh, Ridha dan Indah, Budiastutik. 2013. “Hubungan
Antara Obesitas, Pola Makan, Aktifitas Fisik, Merokok Dan Lama Tidur
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi Kasus Di Desa Limbung
Dusun Mulyorejo Dan Sido Mulyo Posyandu Bunda Kabupaten Kubu
Raya)”. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Klag, M.J, dkk. 2013. “Coffe Intake and Risk of Hypertension”. Arch Intern Med

Kurniasih, Idha, dan Riza Setiawan, Muhammad. 2011. “Analissi Faktor Resiko
Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Srondol Semarang Bulan September-
Oktober 2011”. Semarang: Jurnal Kedokteran Vol 1 No 2

Mahmudah, Solehatul, Maryusman, Taufik, Ayu Arini, Firlia dan Malkan, Ibnu.
2015. “Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan Sawangan Baru”. Depok: Biomedika
Vol 7, No 2

Malonda, N. S. H., L. K. Dinarti, dan R. Pangastuti. 2012. “Pola Makan dan


Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor Resiko Hipertensi Pada Lansia”. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia 8 (4)

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Jakarta:


Rineka Cipta

Nuraini, Bianti. 2015. “Risk Factors Of Hypertension”. Lampung. Volume 4


Nomor 5 Halaman 12-17

Nurrahmani, Ulfah & Kurniadi, Helmanu. 2015. “Gejala Penyakit Jantung


Koroner, Kolesterol Tinggi, Diabetes Militus, Hipertensi”. Yogyakarta:
Istana Media

70
Ode Alifariki, La. 2015. “Analisis faktor determinan proksi Kejadian hipertensi di
poliklinik interna BLUD RSU Provinsi Sulawesi Tenggara”. Jurnal
Kedokteran Vol 3 No 1

Organization WH. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) analysis


guide. Geneva. World Health Organization. 2012

Padila. 2013. “Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam”. Yogyakarta: Nuha Medika

Rahayu Utaminingsih, Wahyu. 2015. “Mengenal dan Mencegah Penyakit


Diabetes, Hipertensi, Jantung dan Stroke Untuk Hidup Lebih Berkualitas”.
Yogyakarta: Media Ilmu

Rina Situmorang, Paskah. 2015. “Faktor-faktor Ynang Berhubungan Dengan


Kejadian Hipertensi Pada Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Sari Mutiara Medan Tahun 2014”. Medan: Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol
1, No 1

Saryono dan Dwi Anggraeni, Mekar. 2013. “Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan”. Yogyakarta: Nuha Medika

Savitri, Astrid. 2016. “Waspadalah! Masuk Usia 40 Ke Atas”. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press

Setyo Wibowo, Eko. 2014. “Hubungan Pola Hidup Lansia Dengan Hipertensi
Terhadap Status Tekanan Darah Di Wilayah Kerja Puskesmas I
Baturraden Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas”. Purwokerto:
Skripsi Keperawatan

Suciaty, Dwi & Adnan, Prihartono. 2013. “Prevalensi Hipertensi dan Faktor-
Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di
Posyandu Lansia Wilayah Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat”. Jakarta
Pusat: Jurnal Kesehatan Masyarakat

Sumarni, Rumantiningsih, Sampurno, Edi dan Aprilia, Veriani. 2015. “Konsumsi


Junk Food Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Kecamatan
Kasihan Bantul”. Yogyakarta: Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Vol 3,
No 2

Suoth, Meylin, Bidjuni, Hendro dan T. Malara, Reginus. 2014. “Hubungan Gaya
Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Kolongan Kecamatan
Kalawat Kabupaten Minahasa Utara”. Manado: Jurnal Keperawatan Vol 2
No 1

71
Suprihatin, Widodo, Arif dan Ambarwati. 2011. “Analisis Faktor Resiko Kejadian
Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Sruni Musuk Boyolali”. Boyolali:
Skripsi Keperawatan

Swanida, Nancy, Kris Dinarti, Lucia dan Pangastuti, Retno. 2012.”Pola Makan
Dan Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor Resiko Hipertensi Pada Lansia”.
Tomohon: Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 8, No 4

Thawornchaisit, Ferdinandus, Christopher, Sam-ang & Adrian. 2017. “Health-


Risk Transition and 8-Year Hypertension Incidence in a Nationwide Thai”.
Thailand: Global Journal of Health Science Vol 10, No 2

Wahyuningsih dan Astuti, Endri.. 2013. “Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi


Pada Usia Lanjut”. Yogyakarta: Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Vol
1, No 3

Yana, Kembuan, Kandou Grace, P.J Kannang. 2013. “Hubungan Obesitas Dengan
Penyakit Hipertensi Pada Pasien Poliklinik Puskesmas Touluaan
Kabupaten Minahasa Tenggara”. Minahasa Tenggara: Jurnal Kesehatan
Masyarakat

72
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Assalamualaikum Wr. Wb
Saya Noerinta Ridhasta Dewi, mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat
peminatan Epidemiologi bermaksud akan melakukan penelitian tentang
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN”. Penelitian ini
merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Pada penelitian
ini, peneliti akan bertanya mengenai karakteristik responden (usia, jenis kelamin,
status perkawinan) dan juga variabel riwayat hipertensi dalam keluarga, konsumsi
junk food, aktivitas fisik, merokok, konsumsi kopi, obesitas dan konsumsi soft
drink. Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diisi kurang
lebih 5 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan
sejujur-jujurnya. Setiap jawaban anda akan dijaga kerahasiannya dari siapapun
dan kuesioner selanjutnya akan disimpan oleh peneliti.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan dan kerjasama
anda menjadi responden pada penelitian ini.

Madiun, 2018

Noerinta Ridhasta Dewi

73
LEMBAR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELAS
(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Alamat :
Setelah saya membaca serta mengetahui manfaat penelitian, maka saya
menyatakan bersedia/tidak bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan
judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA
MADIUN”. Dengan catatan apabila sewaktu-waktu dirugikan dalam bentuk
apapun berhak membatalkan persetujuan. Saya percaya apa yang saya buat
dijamin kerahasiannya.

Madiun, 2018

Responden

74
Lampiran 2

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI


PADA LANSIA DI KELURAHAN MANISREJO KOTA MADIUN
Oleh : Noerinta Ridhasta D

Nomor Responden :

Kriteria Responden : Kasus / Kontrol

Tanggal Wawancara :

A. Karakteristik Responden

1. Nama Lengkap

2. Usia

3. Jenis Kelamin 1. Pria


2. Wanita
4. Riwayat hipertensi dalam 1. Ya
keluarga a. Ayah
b. Ibu
c. Kakek
d. Nenek
e. Saudara
f. Paman
g. Bibi
2. Tidak
5. Status Perkawinan 1. Menikah
2. Cerai

B. Obesitas
1. Berat Badan (BB) :...............kg
2. Tinggi Badan (TB) :...............cm
IMT = BB (kg)
TB (m) x TB (m)
=

3. Status Obesitas
a. Obesitas (IMT >= 25)
b. Tidak Obesitas (IMT < 25)

75
C. Konsumsi Junk Food
1. Apakah anda makan makanan cepat saji (junk food) sebelum menderita
hipertensi?
a. Ya b. Tidak

No Jenis Makanan Hari Minggu Bulan Tidak Rata2/


Junk Food Pernah Minggu
1. Mie Instan
2. Mie ayam
3. Bakso
4. Gorengan
5. Ayam goreng/bakar
6. Martabak
7. Makanan kaleng
8. Kentang goreng
9. Bubur ayam
10. Lainnya

TOTAL KONSUMSI

D. Konsumsi soft drink


1. Apakah anda minum minuman soft drink sebelum menderita
hipertensi?
a. Ya b. Tidak

No Jenis alkohol pada Hari Minggu Bulan Tidak Rata2/m


soft drink Pernah inggu
1. Coca Cola
2. Pepsi
3. Sprite
4. Fanta
5. Big Cola

TOTAL KONSUMSI

76
Kategori konsumsi soft drink :
1. Sering : >= 2x/minggu
2. Jarang : < 2x/minggu

E. Merokok

1. Apakah anda mengkonsumsi rokok 1. Ya


sebelum menderita hipertensi? 2. Tidak

2. Sudah berapa lama anda berhenti Bulan = ..............


merokok?
3. Mulai usia berapa anda merokok?

4. Berapa batang anda merokok dalam Batang = .............


sehari?
5. Apakah dirumah anda ada yang 1. Ya
mempunyai kebiasaan merokok? 2. Tidak

Kategori merokok :
1. Mengkonsumsi Rokok
2. Tidak pernah sama sekali merokok atau telah berhenti >= 6 bulan

F. Konsumsi Kopi

1. Apakah anda mengkonsumsi kopi sebelum 1. Ya


menderita hipertensi? 2. Tidak
2. Berapa gelas kopi yang anda minum Gelas = .............
perhari?
3. Sejak kapan anda mengkonsumsi kopi?

Kategori konsumsi kopi :


1. Lebih, jika konsumsi kopi > 2 gelas/hari
2. Cukup, jika konsumsi kopi <= 2 gelas/hari

77
G. AKTIVITAS FISIK (diteliti sebelum menderita hipertensi)
Kerja

Kerja Berat
1. Apakah pekerjaan sehari-hari anda memerlukan 1. Ya
kerja berat seperti (membawa atau mengangkat 2. Tidak (langsung
beban berat, penggalian atau pekerjaan konstruksi) No. 4)
setidaknya 10 menit/hari secara terus menerus?
2. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan Jumlah hari :
aktivitas berat?
3. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda melakukan Jam/menit :
kerja berat?

Kerja Sedang
4. Apakah pekerjaan sehari-hari anda termasuk 1. Ya
aktivitas sedang seperti ( membawa atau 2. Tidak (langsung
mengangkat beban yang ringan) setidaknya 10 No. 7)
menit/hari secara terus menerus?
5. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan Jumlah hari :
aktivitas sedang?
6. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda melakukan Jam/menit :
kerja sedang?

Perjalanan dari tempat ke tempat (ke tempat kerja, berbelanja, beribadah)

7. Apakah anda berjalan kaki atau bersepeda minimal 1. Ya


10 menit secara terus menerus untuk pergi ke suatu 2. Tidak (langsung
tempat? No. 10)
8. Dalam seminggu berapa hari anda berjalan kaki Jumlah hari :
atau bersepeda minimal 10 menit untuk pergi ke
suatu tempat?
9. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda berjalan Jam/menit :
kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu tempat?

Aktivitas Rekreasi
Aktivitas Berat
10. Apakah anda melakukan olahraga, kebugaran, atau 1. Ya
rekreasi yang merupakan aktivitas berat (seperti lari 2. Tidak (langsung
pagi) minimal 10 menit per hari secara terus No. 13
menerus?
11. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan Jumlah hari :
aktivitas berat tersebut?
12. Berapa lama anda melakukan olahraga/rekreasi Jam/menit :
yang merupakan aktivitas berat dalam 1 hari?

78
Aktivitas Sedang
13. Apakah anda melakukan olahraga, kebugaran, atau 1. Ya
rekreasi yang merupakan aktivitas sedang (seperti 2. Tidak (langsung
jalan cepat) minimal 10 menit per hari secara terus No. 16)
menerus?
14. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan Jumlah hari :
aktivitas sedang tersebut?
15. Berapa lama anda melakukan olahraga/rekreasi Jam/menit :
yang merupakan aktivitas sedang dalam 1 hari?

Aktivitas menetap (Sedentary Activity)


Aktivitas yang tidak memerlukan banyak gerak seperti duduk saat dirumah,
duduk saat di kendaraan, menonton televise, atau berbaring, KECUALI tidur

16. Berapa lama anda duduk atau berbaring dalam Jam/menit :


sehari?

Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus sebagai berikut :

Total Aktivitas Fisik MET menit/minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5 x


P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]

Kategori tingkat aktivitas fisik, yaitu :


1. Kurang : < 600 MET
2. Cukup : >= 600 MET

79
69
69
69
69
HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. UJI VALIDITAS

NO NO BUTIR
TOTAL
RESPONDEN 1 2 3 4 5 6
1 2 2 2 2 1 2 11
2 2 2 2 2 1 2 11
3 2 2 2 1 1 2 10
4 2 2 2 1 2 2 11
5 2 2 2 1 1 2 10
6 2 2 1 2 2 2 11
7 2 2 1 2 1 2 10
8 2 2 2 1 1 2 10
9 1 1 1 1 1 2 7
10 1 2 1 1 1 1 7
11 1 2 2 2 1 2 10
12 1 2 1 2 1 2 9
13 2 2 1 2 1 2 10
14 2 2 2 2 1 2 11
15 1 1 1 1 1 2 7
16 1 1 1 1 1 2 7
17 2 2 2 2 1 1 10
18 1 1 1 1 1 2 7
19 1 1 1 1 1 2 7
20 2 2 2 1 1 2 10
21 2 2 2 2 1 1 10
22 2 2 2 1 2 2 11
23 2 2 2 1 1 2 10
24 1 1 1 1 1 2 7
25 1 1 1 1 1 1 6
26 2 2 1 2 1 2 10
27 2 2 1 2 1 2 10
28 2 2 1 2 1 2 10
29 1 1 1 2 1 1 7
30 2 2 2 1 2 2 11

70
Hasil Uji Validitas Kuesioner dengan 6 butir pertanyaan yang diberikan kepada 30 responden:

No1 No2 No3 No4 No5 No6 TOTAL


** **
No1 Pearson Correlation 1 .793 .623 .296 .298 .217 .887**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .113 .109 .250 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
No2 Pearson Correlation .793** 1 .603** .413* .237 .135 .884**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .023 .208 .477 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** *
No3 Pearson Correlation .623 .603 1 .000 .392 .089 .735**
Sig. (2-tailed) .000 .000 1.000 .032 .638 .000
N 30 30 30 30 30 30 30
*
No4 Pearson Correlation .296 .413 .000 1 -1.70 -1.20 .420*
Sig. (2-tailed) .113 .023 1.000 .368 .529 .021
N 30 30 30 30 30 30 30
No5 Pearson Correlation .298 .237 .392* -1.70 1 .175 .417*
Sig. (2-tailed) .109 .208 .032 .368 .354 .022
N 30 30 30 30 30 30 30
No6 Pearson Correlation .217 .135 .089 -1.20 .175 1 .347
Sig. (2-tailed) .250 .477 .638 .529 .354 .060
N 30 30 30 30 30 30 30
Pearson Correlation .887** .884** .735** .420* .417* .347 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .021 .022 .060
N 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

71
Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian
kita bandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada signifikan 5% dengan
n=30 (df=n-2= 28), maka di dapat R tabel sebesar 0.312. Penentuan kevalidan
suatu instrumen diukur dengan membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun
penentuan disajikan sebagai berikut:
 r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid
 r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak Valid
Jika ada butir yag tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut
dikeluarkan, dan proses analisis diulang untuk butir yang valid saja

Tabel rangkuman hasil uji validitas


No Butir R hitung Keterangan Interpretasi
1 0.887 0.312 Valid
2 0.884 0.312 Valid
3 0.735 0.312 Valid
4 0.420 0.312 Valid
5 0.417 0.312 Valid
6 0.347 0.312 Valid

2. UJI RELIABILITAS

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.661 11

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

no1 7.63 1.551 .789 .460

no2 7.53 1.637 .795 .472

no3 7.80 1.890 .435 .613

no4 7.80 2.303 .125 .727

no5 8.13 2.395 .223 .675

no6 7.43 2.461 .126 .703

Dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0.661 > 0,61 maka dapat
disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliable.

69
69
69
69
69
HASIL ANALISIS UNIVARIAT

1. Usia

KAT_USIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 68 81.0 81.0 81.0
2 16 19.0 19.0 100.0
Total 84 100.0 100.0

2. Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pria 50 59.5 59.5 59.5
Wanita 34 40.5 40.5 100.0
Total 84 100.0 100.0

3. Riwayat Keluarga
RIWAYAT HIPERTENSI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Vali Ada riwayat
51 60.7 60.7 60.7
d keluarga
Tidak ada riwayat
33 39.3 39.3 100.0
keluarga
Total 84 100.0 100.0

4. Status Perkawinan
STATUS PERKAWINAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Cerai 40 47.6 47.6 47.6
Menikah 44 52.4 52.4 100.0
Total 84 100.0 100.0

5. Obesitas
OBESITAS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
V Obesitas 42 50.0 50.0 50.0
al
Tidak Obesitas 42 50.0 50.0 100.0
id
Total 84 100.0 100.0

69
6. Konsumsi Junk Food

KONSUMSI JUNKFOOD

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Sering 32 38.1 38.1 38.1
Jarang 52 61.9 61.9 100.0
Total 84 100.0 100.0

7. Konsumsi Soft Drink


KONSUMSI SOFTDRINK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sering 9 10.7 10.7 10.7
Jarang 75 89.3 89.3 100.0
Total 84 100.0 100.0

8. Merokok
MEROKOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
V Merokok 37 44.0 44.0 44.0
a
Tidak Merokok 47 56.0 56.0 100.0
li
d Total 84 100.0 100.0

9. Konsumsi Kopi
KONSUMSI KOPI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Lebih 48 57.1 57.1 57.1
Cukup 36 42.9 42.9 100.0
Total 84 100.0 100.0

10. Aktivitas Fisik


AKTIVITAS FISIK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 45 53.6 53.6 53.6
Cukup 39 46.4 46.4 100.0
Total 84 100.0 100.0

70
11. Hipertensi
HIPERTENSI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
V Hipertensi 42 50.0 50.0 50.0
a
Tidak Hipertensi 42 50.0 50.0 100.0
l
i Total
84 100.0 100.0
d

71
HASIL ANALISIS BIVARIAT

3. Hubungan antara Usia dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Kelurahan


Manisrejo Kota Madiun
Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


KAT_USIA 1 Count 32 36 68
% within KAT_USIA 47.1% 52.9% 100.0%
2 Count 10 6 16
% within KAT_USIA 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 42 42 84
% within KAT_USIA 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square a
1.235 1 .266
b
Continuity Correction .695 1 .405
Likelihood Ratio 1.246 1 .264
Fisher's Exact Test .405 .203
Linear-by-Linear
1.221 1 .269
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_USIA (1
.533 .174 1.632
/ 2)
For cohort HIPERTENSI =
.753 .477 1.188
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
1.412 .722 2.762
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

69
4. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


JENIS Pria Count 24 26 50
KELAMIN
% within JENIS
48.0% 52.0% 100.0%
KELAMIN
Wanita Count 18 16 34
% within JENIS
52.9% 47.1% 100.0%
KELAMIN
Total Count 42 42 84
% within JENIS
50.0% 50.0% 100.0%
KELAMIN

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square a
.198 1 .657
b
Continuity Correction .049 1 .824
Likelihood Ratio .198 1 .657
Fisher's Exact Test .824 .412
Linear-by-Linear Association .195 1 .659
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for JENIS
.821 .343 1.963
KELAMIN (Pria / Wanita)
For cohort HIPERTENSI =
.907 .591 1.392
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
1.105 .708 1.724
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

70
5. Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI
Tidak
Hipertensi Hipertensi Total
RIWAY Ada riwayat Count 31 20 51
AT keluarga
% within RIWAYAT
HIPER 60.8% 39.2% 100.0%
HIPERTENSI
TENSI
Tidak ada riwayat Count 11 22 33
keluarga
% within RIWAYAT
33.3% 66.7% 100.0%
HIPERTENSI
Total Count 42 42 84
% within RIWAYAT
50.0% 50.0% 100.0%
HIPERTENSI

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square a
6.039 1 .014
b
Continuity Correction 4.991 1 .025
Likelihood Ratio 6.129 1 .013
Fisher's Exact Test .025 .012
Linear-by-Linear
5.967 1 .015
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for RIWAYAT
HIPERTENSI (Ada riwayat
3.100 1.240 7.751
keluarga / Tidak ada riwayat
keluarga)
For cohort HIPERTENSI =
1.824 1.073 3.100
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.588 .387 .894
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

71
6. Hubungan antara Status Perkawinan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun
Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


STATUS Cerai Count 25 15 40
PERKAWI
% within STATUS
NAN 62.5% 37.5% 100.0%
PERKAWINAN
Menikah Count 17 27 44
% within STATUS
38.6% 61.4% 100.0%
PERKAWINAN
Total Count 42 42 84
% within STATUS
50.0% 50.0% 100.0%
PERKAWINAN

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
4.773 1 .029
b
Continuity Correction 3.866 1 .049
Likelihood Ratio 4.819 1 .028
Fisher's Exact Test .049 .024
Linear-by-Linear
4.716 1 .030
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for STATUS
PERKAWINAN (Cerai / 2.647 1.096 6.395
Menikah)
For cohort HIPERTENSI =
1.618 1.039 2.519
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.611 .384 .972
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

72
7. Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI
Tidak
Hipertensi Hipertensi Total
OBESITAS Obesitas Count 26 16 42
% within OBESITAS 61.9% 38.1% 100.0%
Tidak Count 16 26 42
Obesitas
% within OBESITAS 38.1% 61.9% 100.0%
Total Count 42 42 84
% within OBESITAS 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square a
4.762 1 .029
b
Continuity Correction 3.857 1 .050
Likelihood Ratio 4.808 1 .028
Fisher's Exact Test .049 .024
Linear-by-Linear
4.705 1 .030
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for OBESITAS
2.641 1.094 6.371
(Obesitas / Tidak Obesitas)
For cohort HIPERTENSI =
1.625 1.033 2.555
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.615 .391 .968
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

73
8. Hubungan antara Konsumsi Junk Food dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun
Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


KONSUMSI Sering Count 21 11 32
JUNKFOOD
% within KONSUMSI
65.6% 34.4% 100.0%
JUNKFOOD
Jarang Count 21 31 52
% within KONSUMSI
40.4% 59.6% 100.0%
JUNKFOOD
Total Count 42 42 84
% within KONSUMSI
50.0% 50.0% 100.0%
JUNKFOOD

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square a
5.048 1 .025
b
Continuity Correction 4.089 1 .043
Likelihood Ratio 5.113 1 .024
Fisher's Exact Test .042 .021
Linear-by-Linear
4.988 1 .026
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KONSUMSI
JUNKFOOD (Sering / 2.818 1.128 7.043
Jarang)
For cohort HIPERTENSI =
1.625 1.073 2.460
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.577 .340 .978
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

74
9. Hubungan antara Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


KONSUMSI Sering Count 4 5 9
SOFTDRINK
% within KONSUMSI
44.4% 55.6% 100.0%
SOFTDRINK
Jarang Count 38 37 75
% within KONSUMSI
50.7% 49.3% 100.0%
SOFTDRINK
Total Count 42 42 84
% within KONSUMSI
50.0% 50.0% 100.0%
SOFTDRINK

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi- a
.124 1 .724
Square
Continuity
b .000 1 1.000
Correction
Likelihood Ratio .125 1 .724
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear
.123 1 .726
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
b. Computed only for a 2x2
table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KONSUMSI
SOFTDRINK (Sering / .779 .194 3.129
Jarang)
For cohort HIPERTENSI =
.877 .409 1.883
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
1.126 .601 2.110
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

75
10. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Kelurahan Manisrejo Kota Madiun
Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


MEROKOK Merokok Count 17 20 37
% within MEROKOK 45.9% 54.1% 100.0%
Tidak Merokok Count 25 22 47
% within MEROKOK 53.2% 46.8% 100.0%
Total Count 42 42 84
% within MEROKOK 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.435 1 .510
b
Continuity Correction .193 1 .660
Likelihood Ratio .435 1 .509
Fisher's Exact Test .661 .330
Linear-by-Linear
.430 1 .512
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for MEROKOK
.748 .315 1.775
(Merokok / Tidak Merokok)
For cohort HIPERTENSI =
.864 .556 1.342
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
1.155 .755 1.767
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

76
11. Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


KONSUMSI Lebih Count 34 14 48
KOPI
% within KONSUMSI KOPI 70.8% 29.2% 100.0%
Cukup Count 8 28 36
% within KONSUMSI KOPI 22.2% 77.8% 100.0%
Total Count 42 42 84
% within KONSUMSI KOPI 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
19.444 1 .000
b
Continuity Correction 17.549 1 .000
Likelihood Ratio 20.361 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
19.213 1 .000
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KONSUMSI
8.500 3.120 23.160
KOPI (Lebih / Cukup)
For cohort HIPERTENSI =
3.188 1.685 6.030
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.375 .233 .603
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

77
12. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
di Kelurahan Manisrejo Kota Madiun

Crosstab

HIPERTENSI

Hipertensi Tidak Hipertensi Total


AKTIVITAS FISIK Kurang Count 29 16 45
% within AKTIVITAS FISIK 64.4% 35.6% 100.0%
Cukup Count 13 26 39
% within AKTIVITAS FISIK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 42 42 84
% within AKTIVITAS FISIK 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
8.089 1 .004
b
Continuity Correction 6.892 1 .009
Likelihood Ratio 8.227 1 .004
Fisher's Exact Test .008 .004
Linear-by-Linear
7.993 1 .005
Association
b
N of Valid Cases 84
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for AKTIVITAS
3.625 1.469 8.945
FISIK (Kurang / Cukup)
For cohort HIPERTENSI =
1.933 1.180 3.169
Hipertensi
For cohort HIPERTENSI =
.533 .340 .838
Tidak Hipertensi
N of Valid Cases 84

78
HASIL ANALISIS MULTIVARIAT

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 84 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 84 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 84 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.

Dependent Variable
Encoding

Original
Value Internal Value
kontrol 0
Kasus 1

Variables in the Equation


95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 RIWAYAT_KELUARGA(1) 1.030 .611 2.844 1 .092 2.800 .846 9.268
STATUS_PERKAWINAN(1) 1.280 .600 4.547 1 .033 3.597 1.109 11.664
OBESITAS(1) 1.074 .600 3.204 1 .073 2.926 .903 9.481
KONSUMSI_JUNKFOOD(1) .572 .601 .905 1 .342 1.772 .545 5.756
KONSUMSI_KOPI(1) 2.157 .620 12.109 1 .001 8.648 2.566 29.151
AKTIVITAS_FISIK(1) 1.616 .616 6.887 1 .009 5.035 1.506 16.835
Constant -4.133 1.004 16.955 1 .000 .016
a
Step 2 RIWAYAT_KELUARGA(1) 1.049 .602 3.034 1 .082 2.855 .877 9.298
STATUS_PERKAWINAN(1) 1.271 .592 4.615 1 .032 3.564 1.118 11.363
OBESITAS(1) 1.217 .583 4.368 1 .037 3.379 1.079 10.583
KONSUMSI_KOPI(1) 2.144 .612 12.281 1 .000 8.533 2.572 28.304
AKTIVITAS_FISIK(1) 1.636 .606 7.287 1 .007 5.133 1.565 16.834
Constant -3.980 .953 17.429 1 .000 .019
a. Variable(s) entered on step 1: RIWAYAT_KELUARGA, STATUS_PERKAWINAN, OBESITAS,
KONSUMSI_JUNKFOOD, KONSUMSI_KOPI, AKTIVITAS_FISIK.

79
DOKUMENTASI PENELITIAN PENYEBARAN KUESIONER

Gambar 1. Wawancara dengan lansia penderita hipertensi

Gambar 2. Wawancara dengan pemegang program posyandu


sekaligus responden penderita hipertensi

80
Gambar 3. Wawancara dengan lansia penderita hipertensi

Gambar 4. Wawancara dengan lansia non hipertensi

81
82

Anda mungkin juga menyukai