OLEH:
i
SKRIPSI
OLEH:
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa karena
atas segala anugerah dan kasih karunia-Nya, sehingga Skripsi dengan judul “Studi
pembimbing II yang telah dengan setia dan dengan senang hati memberikan
arahan serta petunjuk dan saran dalam penulisan Hasil Penelitian ini. Penulis juga
2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes selaku ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat;
dan penguji yang telah bersedia menguji, memberikan arahan dan petunjuk
iv
5. Kepala Puskesmas Kota Bajawa dan Kepala Dinas Kesehatan Kota
6. Bapak dan ibu lanjut usia di lokasi penelitian yang bersedia menjadi
7. Bapak Andreas Redo dan Mama Paula Cornelia, Kakak Justian, Kakak
Reinaldo dan kakak Sanita, adik Edo Mone, Angela serta Gamaliel, yang
seperjuangan Higea dan Dclass 13, serta PSM Vox Gaudentia FKM
kekurangan. Oleh karena itu penulis bersedia menerima kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Tuhan Yesus Yang Maha Kasih
memberkati.
Penulis
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
BAB V PENUTUP
A. Simpulan........................................................................................................... 63
B. Saran ................................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Dasar Pemikiran Variabel................................................................ 19
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
manusia. Pada umumnya setiap pribadi ingin mencapai usia panjang dan tetap
sehat serta bahagia. Menjadi tua dan memiliki segala keterbatasan adalah salah
satu fase yang mau tidak mau harus dijalani manusia dalam kehidupannya. Lansia
atau lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
usia bab I pasal I ayat 2. Menjadi tua seperti halnya fase kehidupan lainnya yakni
dari anak-anak hingga dewasa, ditandai dengan penurunan fungsi tubuh akibat
proses penuaan sehingga penyakit menular maupun tidak menular banyak muncul
pada lanjut usia. Penyakit terbanyak yang biasanya diderita oleh lansia adalah
2013).
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
menyebabkan kematian dan kesakitan yang serius, yang memiliki insiden yang
sangat berbeda-beda pada setiap daerah. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) pada tahun 2014, sekitar 600 juta penghuni bumi mengidap
30% dan prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%. Secara
2
umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari pada wanita.
mencatat bahwa hipertensi memiliki prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%.
sebesar 7,2%, ditambah dengan penderita yang sedang minum obat hipertensi
di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 7,4% dan berada di bawah prevalensi
penyakit yang diderita, termasuk lebih sering terkena penyakit degeneratif. Dari
hasil penelitian modern penyakit degeneratif memiliki korelasi yang cukup kuat
cukup berperan besar (Widyaningrum, 2012). Hal ini terjadi karena adanya
salah satu faktor yang memainkan peran yang sangat penting dalam menjelaskan
meliputi musim, lokasi geografi, suku, mobilitas, dan tingkat urbanisasi (Tyas,
2014).
bahwa 86% preferensi konsumen ditentukan oleh karakteristik fisik pangan yang
meliputi rasa, aroma, tekstur, dan warna pangan yang menyebabkan pilihan
terhadap makanan menjadi berbeda-beda. Adanya tindakan suka atau tidak suka
Perubahan pola makan dapat menyebabkan terjadinya gizi salah pada seseorang
terutama lansia yang telah mengalami penurunan fungsi tubuh (Tnaauni, 2014)
rasa, aroma dan penampilan makanan itu sendiri. Pemilihan makanan berdasarkan
rasa suka atau tidak terhadap tekstur, aroma, rasa dan penampilan makanan itu
gangguan atau dapat menyebabkan gangguan gizi lebih atau gizi kurang. Tingkat
pendapatan dan pengetahuan gizi, maka semakin beragam pula jenis makanan
1982).
Bajawa”.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
lansia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
b. Bagi Masyarakat
c. Bagi Peneliti
pangan lansia.
bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan
TINJAUAN PUSTAKA
dibagi menjadi empat bagian pertama fase infentus antara 25 dan 40 tahun,
kedua fase verilitas antara 40 dan 50 tahun ketiga, fase prasenium antara 55
dan 65 tahun dan keempat fase senium, antara 65 hingga tutup usia.
orang telah tua jika menunjukkan ciri-ciri fisik seperti rambut beruban,
kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi
melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat
dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi
bahwa kriteria lansia yang paling umum adalah gabungan antara usia
atau biologis menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle age)
antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan
74 tahun, lanjut usia (old) usia 75-90 tahun dan sangat tua (very old) di atas
berdasarkan pendapat para ahli bahwa yang disebut lansia adalah orang
3. Karakteristik lansia
(Ma’nifatul, 2011).
b. Jenis kelamin
2011).
c. Pendidikan
d. Pendapatan
keluarga yang diterima dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,
dikonsumsinya.
e. Pengetahuan gizi
(Widyaningrum, 2012).
f. Riwayat penyakit
(Susilo, 2011).
Asupan energi pada usia lanjut sangat mempengaruhi ketahanan tubuh. Pada
usia lanjut dapat terjadi perubahan tingkat berbagai hormon dan penurunan
ompong
konstipasi
suka atau tidak suka terhadap makanan. Tingkat kepuasan atau kesenangan
tidak suka, tidak suka, kurang suka, suka dan sangat suka. Skala hedonik
merupakan salah satu cara mengukur derajat suka maupun tidak suka
makanan tidak hanya berpengaruh pada sosial budaya tetapi juga dari sifat
oleh kondisi fisik dan psikis seseorang misalnya sedih dan lelah, kebiasaan
makan, dan kebosanan yang muncul karena konsumsi makanan yang kurang
yang dikonsumsi dalam jumlah banyak dan dekat dengan waktu makan
utama (Ratnasari, 2003). Faktor eksternal adalah faktor dari luar individu
yang dapat mempengaruhi makannya. Faktor tersebut antara lain cita rasa
tingkat preferensi makanan, dilakukan uji hedonik skala verbal. Uji hedonik
12
dan cara penyajian makanan. Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya
menyebarkan aroma yang lezat dan rasa yang sedap (Winarno, 1997).
penentuan rasa makanan antara lain aroma, rasa bumbu, kematangan atau
Skala yang digunakan untuk uji ini adalah skala hedonik (tingkat
numerik. Skala hedonik yang dipakai terdiri atas sangat suka (5), suka (4),
agak suka (3), netral (2) dan tidak suka (1). Skala hedonik dapat
hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu
Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Penilaian dalam
uji hedonik ini bersifat spontan yang berarti penilaian dilakukan secara
(Setyaningsih, 2010).
cita rasa di antaranya rupa yang meliputi tampilan, bentuk, ukuran, aroma
penerimaan yang salah satunya adalah uji hedonik skala verbal. Uji hedonik
1. Defenisi Hipertensi
dinding atreri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar
tekanan bervariasi pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah
2011).
sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (JNC VII,
batas normal di mana tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Tekanan
darah dipengaruhi oleh curah jantung, tekanan perifer pada pembuluh darah
dan volume atau isi darah yang bersirkulasi. Hipertensi dapat menimbulkan
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin dan umur, serta faktor yang
(Bustan, 2015).
15
2. Klasifikasi Hipertensi
hipertensi primer. Selain itu hipertensi primer memiliki penyebab lain yakni
sekunder terjadi sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Hampir semua
benigna, dan bila tekanannya naik secara progresif dan cepat disebut
16
sebagai akibat komplikasi pada organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal
(Bustan, 1995).
VII) tekanan darah dan hipertensi dikelompokkan sesuai tabel di bawah ini:
3. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
retensi air, serta pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah.
Ada dua faktor utama yang mengatur tekanan darah yaitu darah yang aliran
peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka
oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan
Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tekanan terhadap aliran darah,
makin besar dilatasinya makin tinggi kurang tahanan terhadap aliran darah.
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
dari sistem reaksi cepat refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium
lambat melalui perpindahan cairan antara kapiler dan rongga intertisial yang
oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ
(Bustan, 2015).
D. Kerangka Konsep
Hipertensi sering disebut sebagai the silent killer karena individu yang
hipertensi ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan teratur
19
Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang sama atau
lebih besar dari 140/90 mmHg adalah hipertensi (JNC VII, 2003). Faktor
risiko dan level dari hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni
faktor yang dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, suku, serta
keturunan dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti gaya hidup
bebas yang terjadi didalam individu atau keluarga. Gaya hidup sangat
rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk dan lain sebagainya. Selain
(Sanjur, 1982).
konsumsi pangan serta aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap status gizi
meningkat dengan cepat (Spillman & Lubitz, 2000). Tekanan darah sistol
Konsumsi makanan
Preferensi Makanan
Konsumsi Makanan
Karakteristik
Individu: Karakteristik
Pangan:
1. Umur
2. Jenis kelamin 1. Tekstur
4. Pendapatan 3. Aroma
5. Pengetahuan 4. Penampilan
gizi
Keterangan:
3. Hipotesis Penelitian
lanjut usia.
BAB III
METODE PENELITIAN
observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, sehingga objek
penelitian hanya diobservasi sekali saja. Jenis penelitian ini adalah survei analitik
atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana fenomena kesehatan itu terjadi
1. Populasi
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bajawa yaitu sebanyak 659 orang (Dinkes
Ngada, 2016).
24
2. Sampel
diteliti dan mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah
lansia penderita hipertensi yang masuk dalam kriteria inklusi dan kriteria
ekslusi.
(WHO, 1999)
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.
25
𝑍2 1 − 𝛼 2 𝑃 1 − 𝑃 𝑁
𝑛=
𝑑2 𝑁 − 1 + 𝑍 2 − 𝛼 2 (1 − 𝑃)
n : besar sampel
N : jumlah populasi
𝑍2 1 − 𝛼 2 𝑃 1 − 𝑃 𝑁
𝑛=
𝑑2 𝑁 − 1 + 𝑍 2 − 𝛼 2 (1 − 𝑃)
632,9036
𝑛= = 83,93 = 84 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 (Lemeshow,
7,5404
1997).
26
D. Definisi Operasional
pengukuran yang tepat terhadap suatu fenomena yang ada. Defenisi Operasional
dan kriteria objektif dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.
Variabel Bebas
Karakteristik
2. Lansia
a. Umur Lama waktu hidup 1. Middle age Kuesioner Nominal
lansia saat dilakukan (45-59 tahun)
wawancara. 2. Elderly (60-74
tahun)
(WHO, 1999)
Jenis kelamin
b. Jenis Ciri fisik dan biologis Kuesioner Nominal
kelamin dikategorikan
responden untuk
menjadi 2, yaitu
membedakan gender
1. Pria
pada penderita 2. Wanita
hipertensi.
27
1. Jenis Data
a. Data primer diperoleh dengan melakukan metode wawancara menggunakan
penelitian yaitu Puskesmas Kota Bajawa dan Dinas Kesehatan Kota Bajawa.
dikumpulkan dengan cara mengutip data yang berasal dari kantor Dinas
1. Pengolahan Data
1.Hipertensi jika tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik > 90
mmHg
mmHg
1.Pria
2.Wanita
1.Rendah (≤ SMP)
2.Tinggi (≥ SMA)
2.Tinggi (≥ Rp 1.010.000,-)
1.Tidak suka
2.Suka
d. Cleaning: apabila semua data dari setiap sumber data atau responden
2. Analisis Data
a. Univariabel
(Notoatmodjo, 2012).
b. Bivariabel
Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
hipotesis nol (𝐻0 ) dan jika α≥ 0,05 maka menerima hipotesis nol (𝐻0 ).
𝑌 = 𝛼 + 𝛽1 𝑋1
Keterangan:
Y = variabel terikat/tergantung
𝛼 = konstanta
𝛽1 = koefisien regresi
(Hastono, 2011)
window.
3. Penyajian Data
dan narasi.
BAB IV
A. Hasil
a) Keadaan Geografis
Bajawa
Bajawa
b) Keadaan Demografi
Penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kota sesuai data BPS
c. Sarana transportasi:
Sarana pelayanan kesehatan swasta yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kota
sebagai berikut:
a.) Praktek Dokter : dr. Aty, drg. Andi, drg. Sonya, dr. Martinus, dr. Ansel, dr.
2. Program Puskesmas
dilaksanakan oleh puskesmas. Program kesehatan dasar terdiri dari enam program
yakni:
lingkungannya.
35
d. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
kesehatan ibu dan anak sejak dalam kandungan. Sasaran program adalah ibu
hamil, ibu melahirkan dan bayi serta ibu menyusui dan wanita usia subur.
f. Program UKS/UKGS
yang optimal.
37
tingkatan pencegahan.
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya.
Bajawa
Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah ciri fisik dan biologis
jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Kota Bajawa dapat dilihat pada
tabel 5.
wanita lebih banyak (63,1%) daripada lansia dengan jenis kelamin pria
(36,9%).
yang pernah dilalui atau ditempuh responden dihitung dalam lama tahun
39
selama sebulan untuk pangan dan non pangan yang dinyatakan dalam
paling tinggi dari tingkat pengeluaran untuk non pangan. Jenis non pangan
tinggi meliputi pangan beras, lauk pauk, khususnya daging, ikan dan sayur-
rendah.
41
pengetahuan gizi pada lansia di wilayah kerja puskesmas Kota Bajawa dapat
pertanyaan nomor tiga, 64.2% menjawab benar pertanyaan nomor lima dan
Kota Bajawa
zat gizi esensial (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) dan sumber zat
gizi lainnya.
pangan yang kemudian akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan. Tabel 13
yang dikonsumsi. Pangan yang cenderung lebih disukai meliputi, beras, ubi jalar,
dan ubi talas (karbohidrat), daging ayam, telur ayam, ikan segar dan susu (protein
hewani), tahu dan tempe (protein nabati), minyak goreng dan kelapa (lemak),
sayur sawi, bayam, daun singkong, pisang, dan pepaya (vitamin dan mineral) serta
pangan. Rasa pangan merupakan rasa enak maupun tidak enak dari suatu pangan
45
yang dikonsumsi yang ditentukan oleh selera konsumen sendiri. Selera tersebut
kemudian dapat membedakan seseorang dengan yang lainnya dalam menilai rasa
dapat memenuhi salah satu tujuan konsumsi pangan itu sendiri, yakni kebutuhan
dikonsumsi merupakan pangan yang dinilai memiliki rasa enak, maka kepuasan
enak akan lebih memenuhi selera makan seseorang. Pada tabel 12 menunjukkan
kurang dari 95% responden di wilayah kerja Puskesmas Kota Bajawa menyukai
rasa sebagian besar pangan yang dikonsumsi. Rasa pangan yang cenderung
disukai menurut zat gizi yang dikandungnya meliputi singkong, ubi jalar, ubi
talas, kentang dan roti sebagai sumber karbohidrat, daging ayam dan ikan segar
sebagai sumber protein hewani, tahu dan tempe sebagai protein nabati, minyak
goreng dan kelapa sebagai sumber minyak, sayur bayam, pisang dan pepaya
sebagai sumber vitamin dan mineral, dan gula pasir sebagai sumber gizi lainnya.
Nah, 2010). Pada tabel 12 juga menunjukkan sebagian responden di wilayah kerja
Puskesmas Kota Bajawa pada umumnya juga menyukai aroma sebagian besar
jenis pangan yang dikonsumsi. Lebih dari 90% responden menyukai aroma
pangan singkong, ubi jalar, roti, jagung, daging ayam, ikan segar, tahu, tempe,
sayur bayam, pisang dan kopi. Sedangkan aroma pangan yang cenderung tidak
menyukai sebagian besar tekstur pangan yang dikonsumsi (tabel 12). Tekstur
pangan juga dinilai menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas pangan,
apakah pangan tersebut akan terus dikonsumsi atau tidak. Apabila tekstur pangan
sesuai dengan selera, maka kebutuhan akan konsumsi pangan tersebut akan
pengolahan pangan. Pada tabel 12 tekstur pangan yang paling disukai, meliputi
singkong, daging ayam, tempe, bayam dan gula pasir. Sedangkan tekstur daging
sapi (sumber protein hewani) justru cenderung tidak disukai. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa tekstur yang disukai adalah pangan yang proses
dikonsumsi dalam suatu keluarga atau rumah tangga. Lebih dari 90% responden
daging ayam dan ikan segar dan telur ayam (protein hewani), tempe dan tahu
(protein nabati), kelapa (lemak), sayur sawi, sayur bayam, pisang dan pepaya
(vitamin dan mineral), serta gula pasir (zat gizi lainnya). Sebagian besar
pemilihan makanan asalkan makanan tersebut memiliki rasa yang enak dan bisa
didasarkan pada kebutuhan fisiologis, yaitu pemenuhan fisik akan zat-zat gizi
47
Preferensi merupakan derajat suka atau tidak suka terhadap jenis pangan.
pangan yang kemudian akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan. Preferensi
pangan dalam penelitian ini adalah sikap responden dalam memilih jenis pangan
sebagian besar lansia baik yang menderita hipertensi maupun yang tidak
disukai meliputi pangan beras, singkong, kentang, ubi talas, ubi jalar, roti dan
jagung (sumber zat gizi karbohidrat), daging sapi, daging ayam, telur ayam, ikan
segar dan susu (sumber zat gizi protein hewani), tempe, tahu dan kacang hijau
(sumber zat gizi protein nabati), kelapa dan minyak goreng (lemak), sayur sawi,
sayur bayam, sayur daun singkong, pisang, pepaya dan mangga (vitamin dan
mineral) serta gula pasir, kopi dan teh (sumber zat gizi lainnya).
Bajawa pada Tabel 13, menyatakan bahwa dari pangan sumber zat gizi kelompok
padi-padian yang paling disukai adalah beras. Berdasarkan tabel 13, sebagian
puskesmas Kota Bajawa menyukai pangan beras sedangkan jagung lebih banyak
disukai (88.4%) oleh lansia tidak hipertensi dibandingkan dengan lansia yang
menderita hipertensi (48.8%). Pada tabel 13, kelompok pangan umbi-umbian yang
50
paling banyak disukai oleh lansia yang menderita hipertensi dan tidak hipertensi
adalah singkong (91.7%), ubi jalar 92.9%), ubi talas (70.5%) dan kentang
(84.5%). Sedangkan jenis pangan sumber zat gizi karbohidrat lainnya disukai
sebagian besar lansia yakni roti (92.9%), dan sebagian kecil lainnya menyukai
Hasil penelitian pada tabel 13 dapat dilihat bahwa lebih dari 50% lansia
(42.9%), telur ayam (46,4%), ikan segar (46.4%), dan sebagian kecil menyukai
ikan asin (14.3%) dan susu (33.3) sedangkan sebagian besar lansia tidak
hipertensi menyukai daging sapi (51.2%), daging ayam (50.0%), telur ayam
(50.05), ikan segar (51.2%), dan susu (48.8%) dan sebagian kecil menyukai ikan
asin (14.3%).
Hasil penelitian pada tabel 13 dapat dilihat bahwa lebih dari 50% lansia
menyukai kacang tanah (66.7%), kacang hijau (70.2%), tahu (97.6%) dan tempe
(97.6%). Hasil penelitian pada tabel 13 juga menunjukkan bahwa sebagian besar
(82.1%) tidak disukai lansia baik lansia hipertensi (39.3%) maupun lansia tidak
hipertensi (42.5%).
kerja puskesmas Kota Bajawa menyatakan suka terhadap sayur sawi, 91.7%
menyukai sayur bayam, 91.7% menyukai sayur daun singkong, 91.7% menyukai
51
buah pisang, 76.2% menyukai buah mangga, 91.7% menyukai pepaya, dan 63.1%
menyukai buah jeruk serta 58.3% lansia menyatakan suka terhadap sayur
kerja puskesmas Kota Bajawa menyukai gula pasir, 95.2% menyukai kopi, 95.2%
menyukai teh dan 58.% menyukai minuman kemasan sedangkan sebesar 82.1%
Tabel 13. Hasil Uji Regresi Logistik Sederhana Pengaruh Preferensi Pangan
terhadap Kejadian Hipertensi pada Penduduk Lansia
Jumlah Responden
Sumber Zat Jenis Tidak p.Sign
Preferensi Hipertensi
Gizi Pangan Hipertensi Total
(OR)
Karbohidrat Beras 1 0.00 0,00 0.00 0,229
2 100.0 100.0 100.0 (1.737)
Jagung 1 51,2 11,6 31,0 0.120
2 48,8 88,4 69,0 (0.112)
Mie 1 75.6 41.9 58.3 0.093
2 24.4 58,1 41.7 (3.788)
Roti 1 9.8 4.7 7.1 0.360
2 90.2 95.3 92.9 (2.216)
Bihun 1 68.3 32.6 50.0 0.090
2 31.7 67.4 50.0 (4.021)
Singkong 1 12.2 4.7 8.3 0.205
2 87.8 95.3 91.7 (2874)
Ubi Jalar 1 7.3 7.0 7.1 0.952
2 92.7 93.0 92.9 (1.053)
Ubi Talas 1 29.3 20.9 25.0 0.377
2 70.7 79.1 75.0 (1.563)
Kentang 1 26.8 4.7 15.5 0.099
2 73.2 95.3 84.5 ((7.521)
52
Hasil uji regresi sederhana pada tabel 13 menyatakan bahwa ada pengaruh
OR=1.985) dengan resiko sebesar 1.985 kali mengalami kejadian hipertensi, dan
daging ayam (p=0.045; OR=2.154) dengan resiko sebesar 2.154 kali mengalami
dengan resiko sebesar 2.573 kali mengalami kejadian hipertensi, serta kopi
hipertensi.
54
B. Bahasan
makanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik instrinsik maupun ekstrinsik.
Adapun faktor internal terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan,
tingkat pengetahuan gizi, umur dan tingkat pendidikan dan faktor eksternal
diantaranya adalah karakteristik pangan berupa rasa, aroma, tekstur, dan tampilan
pangan yang dikonsumsi sehingga memenuhi kebutuhan gizi yang bermutu dan
protein dapat diperoleh dari hewan, ikan maupun nabati (Widyawati, 2009).
memiliki preferensi yang baik terhadap jenis pangan yang dikonsumsi, lansia
lansia yang berusia 60-74 tahun. Umur seseorang akan mempengaruhi kebiasaan
kebutuhan tubuh akan gizi dipengaruhi oleh beberapa masa dalam perjalanan
Seseorang cenderung memilih makanan yang lebih sehat bagi tubuhnya. Umur
umur seseorang, banyak pangan yang telah dikonsumsi. Penelitian Bakrie, dkk
pendapatan dan pengetahuan gizi yang baik sehingga tidak sulit bagi masyarakat
berpendidikan.
tangga. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga seseorang
mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak
Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh keluarga miskin untuk memenuhi
kebutuhannya dengan jalan memilih pangan yang harganya relatif murah dan
pendapatan dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan, padahal
pangan tersebut bergizi atau tidak. Individu yang berpendidikan tinggi akan
Preferensi pangan juga tidak terlepas dari faktor pangan itu sendiri.
pangan. Hasil penelitian yang terlihat pada tabel 12 menunjukkan bahwa pangan
dan faktor sosial ekonomi lainnya. Sanjur dalam Widyawati (2009) menjelaskan
bahwa terdapat 3 faktor utama, yakni faktor individu, faktor pangan dan faktor
lingkungan.
Karakteristik fisik pangan itu sendiri (rasa, aroma, tekstur dan tampilan
Bajawa menyukai rasa, aroma, tekstur dan tampilan pangan yang dikonsumsi
(tabel 12). Sebagian besar responden menyatakan tampilan pangan tidak menjadi
yang enak dan bisa dikonsumsi. Rasa pangan yang cenderung disukai menurut zat
gizi yang dikandungnya meliputi, singkong (94,0%), ubi jalar (92,9%), ubi talas
58
86,9%), kentang (84,5%) dan roti (94,0%) sebagai sumber zat karbohidrat, daging
ayam (96,4%) dan ikan segar (97,6%) sebagai sumber protein hewani, tahu
(90,5%) dan tempe (95,2%) sebagai sumber protein nabati, minyak goreng
(92,1%) dan kelapa (91,7%) sebagai sumber lemak, sayur bayam (91,7%), pisang
(90,5%) dan pepaya (91,7%) sebagai sumber vitamin dan mineral, dan gula pasir
(98,8%) sebagai sumber zat gizi lainnya. Menurut sebagian besar responden,
tekstur yang disukai adalah pangan yang proses pengolahannya tidak memakan
penduduk lansia di wilayah kerja Puskesmas Kota Bajawa tidak selalu sejalan
dengan pola konsumsi terutama frekuensi konsumsi makanan. Beras, ubi talas dan
ubi jalar cenderung paling disukai sebagai sumber karbohidrat. Namun dalam pola
konsumsi sehari-hari beras masih menjadi pangan sumber tenaga yang paling
esensial dibandingkan dengan pangan sumber tenaga lainnya. Hal ini berarti
sekalipun preferensi pangan yang dikonsumsi lansia baik atau sudah memenuhi
sebagian besar lansia masih dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti salah
upaya diversifikasi pangan bagi lansia yang merupakan adanya keragaman pola
Penduduk Lansia
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi
(Depkes, 2014). Almatsier (2009) menjelaskan bahwa zat gizi adalah ikatan kimia
Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:
Hasil uji regresi sederhana pada tabel 13 menyatakan bahwa ada pengaruh
OR=1.985) dengan resiko sebesar 1.985 kali mengalami kejadian hipertensi, dan
daging ayam (p=0.045; OR=2.154) dengan resiko sebesar 2.154 kali mengalami
dengan resiko sebesar 2.573 kali mengalami kejadian hipertensi, serta kopi
hipertensi.
daging ayam, minyak goreng, kelapa dan kopi terhadap kejadian hipertensi pada
60
daging serta makanan yang diolah dengan cara digoreng dengan frekuensi makan
daging 3-4 kali perbulan dan makanan yang digoreng sebanyak 2 kali perhari,
dikarenakan daging memiliki rasa yang enak dan dapat diolah dengan mudah.
lebih banyak mengandung lemak jenuh. Kolesterol dan lemak jenuh diperlukan
tubuh terutama tubuh anak-anak tetapi perlu dibatasi asupannya pada orang
penyakit hipertensi.
Lemak ditinjau dari sumbernya, terbagi atas lemak nabati yang dikenal
dengan istilah minyak dan lemak hewani. Sumber utama lemak nabati adalah
jagung dan sebagainya. Sedangkan sumber utama lemak hewani seperti mentega,
margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang
dapat dilihat pada tabel 13 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara preferensi pangan minyak goreng dan kelapa dengan kejadian hipertensi
pada penduduk lansia di wilayah kerja puskesmas Kota Bajawa. Hal ini
menjelaskan bahwa lemak bukan hanya berpotensi tinggi kalori tetapi juga relatif
61
sehingga lemak menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama. Jika seseorang
makanan lain.
karena senyawah kafein dalam kopi bisa menyebabkan tekanan darah meningkat
tajam. Seseorang yang biasa mengkonsumsi kopi dengan dosis kecil mempunyai
baik yang menderita hipertensi maupun yang tidak menderita hipertensi tidak
selalu sejalan dengan pola konsumsi terutama frekuensi konsumsi pangan. Dalam
pola konsumsi sehari-hari beberapa pangan masih menjadi pangan yang paling
esensial dibandingkan dengan pangan sumber tenaga lainnya. Hal ini berarti
beranekaragam pangan agar terjadi preferensi pangan yang baik dan beragam
PENUTUP
A. Simpulan
1. Sebagian besar lansia pria dan wanita di wilayah kerja Puskesmas Kota
Bajawa baik usia pertengahan maupun usia tua memiliki pendidikan dan
lebih menyukai beras, ubi jalar, ubi talas, daging ayam, daging sapi, tahu,
tempe, minyak goreng, kelapa, sayur sawi, sayur bayam, sayur daun
4. Preferensi pangan daging sapi, daging ayam, minyak goreng, kelapa dan
B. Saran
konsumsi pangan pada lansia agar dapat meningkatkan taraf kesehatan dan
DAFTAR PUSTAKA
Bakrie, B., Andayani, D., dan Zainuddin, D. (2006). Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Preferensi Konsumen terhadap Produk Peternakan di
Wilayah Perkotaan Jakarta. Disajikan dalam Seminar Nasional Tekhnologi
Peternakan dan Veteriner 2008, Jakarta.
Burt V., Whelton P., Roccellla E.J., Brown C., Cutler J.A., dan Haggins M.
(1995). Prevalence of Hypertension in the US Adult Population. Result From
the 3 National Health and Nutrition Examination Survey. Hipertensi.
BKP2. (2014). Data Tingkat Konsumsi Energi dan Protein serta Pola Pangan
Harapan Provinsi NTT. Kupang: BKP2 Provinsi NTT.
BPS Kabupaten Ngada. (2015). Ngada dalam Angka tahun 2014. Bajawa: BPS
Kabupaten Ngada.
BPS Kabupaten Ngada. (2016). Ngada dalam Angka tahun 2015.Bajawa: BPS
Kabupaten Ngada.
BPS Kabupaten Ngada. (2016). Standar UMR Kabupaten Ngada Tahun 2015.
Bajawa: BPS Kabupaten Ngada
Hardinsyah., Baliwati, Y.F., Martianto, D., Rachman, H.S., Widodo, A., dan
Subiyakto. (2001). Aspek Gizi dan Daya Terima Menu Makanan Pokok
Beragam dalam Upaya Penyelenggaraan Konsumsi Pangan. kesehatan.
Institut Pertanian Gizi, Bogor.
JNC VII. (2003). The Seventh Report Of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Plessure.
Arch Intern Med.
JNC VII. (2013). The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.
Madanijah. (2014). Pola Asuh Makan Ibu serta Preferensi dan Konsmsi Sayur
dan Buah Anak Usia Sekolah di Bogor.Jurnal Gizi Pangan, Volume
9(3):151-158.
Martianto, D., Ariani, M., Briawan, D., Yualianis, N. (2007). Laporan Kajian
Preferensi Pangan Masyarakat. Jakarta: Pusat Konsumsi dan Keamanan
Pangan-Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Spillman, B. C., & Lubitz, J. (2000). The Effect of Longevity on Spending for
Acute and Long-term Care. The New England Journal of Medicine.
68
Stanley dan Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Supariasa, IDN., Dewa, N., Bakri, B., dan Fajar, I., (2002). Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC.
Tnaauni, K. (2014). Studi Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Penduduk
Lanjut Usia pada Berbagai Tingkat Pendidikan di Kota Kefamenanu.
Kesehatan.
Wan, Nah. (2010). Senyawa Aroma dan Cita Rasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Wansink, B., Chandon, P., & Lurent, G. (2003). Exploring Comfort Food
Preferences Across Age and Gender. physiology & Behavior 79 (2003).
Keterangan:
(*Coret yang tidak perlu)
Lampiran 2
LEMBARAN KUESIONER
STUDI PREFERENSI KONSUMSI PANGAN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENDUDUK LANSIA DI
KOTA BAJAWA
I. Karakteristik Responden
1. Nama :
3. Umur : tahun
4. Tanggal Lahir :
5. No.tlp/hp :
6. Alamat :
7. Pendidikan :
c. Tamat SD f. D III/PT
8. Pekerjaan :
a. 1-2 kali
b. > 2 kali
II. Antropometri
1. Berat Badan : kg
2. Tinggi Badan : cm
3. IMT : kg/cm (diisi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian :
Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan saudara untuk menjawab seluruh
pertanyaan yang ada. Hanya dengan satu jawaban. Pilihlah jawaban yang paling
III. Hipertensi
1. Apakah selama tahun 2015/2016 bapak/ibu pernah memeriksakan diri ke
Puskesmas Kota Bajawa atau fasilitas kesehatan terdekat lainnya ?
a. Ya
b. Tidak (lain-lain)
2. Apakah bapak/ibu didiagnosis menderita hipertensi ?
a. Ya
b. Tidak
3. Berapa tekanan darah bapak/ibu ketika terakhir kali melakukan pengukuran?
a. ≥ 140/90 mmHg
b. ≤ 140/90 mmHg
4. Apakah bapak/ibu sedang minum obat hipertensi ?
a. Ya
b. Tidak
IV. Tingkat Pendapatan ( dilihat dari pengeluaran rumah tangga)
Total A+B
V. Preferensi (tingkat kesukaan) Pangan
2. Umbi- Singkong
umbian Ubi jalar
Ubi talas
Kentang
Susu
Mangga
Jeruk
9. Lain-lain Kopi
Teh
Minuman jadi
1. Suka
2. Tidak suka
IV. Pengetahuan Gizi
a. Makanan yang banyak mengandung zat energi dan zat pembangun yang
b. Makanan yang mengandung semua unsur zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
a. Karena tidak semua unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas
b. Karena semua unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun
seseorang
ekonomi seseorang
a. Agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi sesuai dengan
c. Agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi kurang dari
d. Agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi tanpa
mineral
makro.
pembangun?
tubuh
tubuh
MASTER TABEL
1. Karakteristik Responden