TETANUS NEONATORUM
Pembimbing :
dr. Tity Wulandari, M.ked (Ped), Sp.A
Disusun Oleh :
Robi Aziz (20360012)
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Paper ini untuk
memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian stase ilmu kesehatan anak di
Rumah Sakit Haji Medan dengan judul ‘’ Tetanus Neonatorum’’ Shalawat dan salam tetap
terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah
membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa
menjadi contoh suri tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian Ilmu kesehatan anak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
Paper masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian
materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya.Semoga paper ini
bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.
Penulis
DAPTAR ISI
2.4 Faktor resiko……………………………………………………………….............9
2.5 Patofisiologi............................................................................................................
2.8 Mikrobiologi........................................................................................................17
2.9. Klasifikasi.............................................................................................................18
2.10 Diganosis ............................................................................................................19
2.11 Diagnosis banding...............................................................................................20
2.12 Prognosa...............................................................................................................22
2.13. Pencegahan ........................................................................................................23
2.13.1 Perawatan persalinan dan pasca persalina.........................................................23
2.14 Vaksin tetanus......................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari).
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat
morbiditas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot
tetanus, di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat
pemotongan tali pusat atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan
penanganan tali pusat yang kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri
sehingga membahayakan baik bagi si bayi maupun ibu melahirkan. 1,3,4 Hal inilah
yang menyebabkan 90% kasus tetanus neonatorum terjadi di negara negara yang
kurang dan masih berkembang, di mana standar kesehatan masih sangat rendah dan
disusul kesulitan menelan, kekakuan tubuh dan spasme. Opistotonus dapat terjadi
sangat hebat atau tidak timbul sama sekali. Di negara-negara berkembang angka
kejadian tetanus neonatorum 85% dengan mortalitas akibat tetanus neonatorum akan
Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang
masih memiliki kondisi kesehatan rendah. Data organisasi kesehatan dunia WHO
menununjukkan kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih
tinggi dibanding negara maju karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi
dan kebersihan selama proseskelahiran. Menurut laporan kerja WHO pada bulan
April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi didunia, sekitar 42% kematian neonatal
dengan CFR 72,42%. Pada tahun 1995 sebanyak 806 kasus, meninggal 475kasus
dengan CFR 58,93%. Tahun 1996 terdapat 816 kasus, meninggal 499 dengan
CFR61,15%. Dan pada tahun 1997 terdapat 570 kasus, meninggal 106 dengan CFR
57 negara berkembang lain, maka UNICEF ,WHO dan UNFPA pada Desember 1999
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka. Neonatus adalah bayi
baru lahir yang berusia di bawah 28 hari. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus
yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu bakteria yang
mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. Tetanus neonatorum
merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada bayi baru lahir yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang
antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatan yang tidak aseptik.
2.2 Etiologi
dihasilkan bakteri Clostridium tetani pada masa neonatal. Umumnya infeksi terjadi akibat
proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril. Penyakit ini khususnya terjadi
pada bayi dengan ibu yang belum mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya.
ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah
satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran
hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik.
Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
2.3. Epidemiologi
Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan
langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus yang steril dan
sebagai suatu prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki insiden tetanus
neonatorum yang sangat rendah yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak tahun 1967.5
wanita (1:1), usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara
usia 20-30 tahun (berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus
tetanus neonatorum dan tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar
Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana > 50%
kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF, setiap 9
menit, seorang bayi meninggal akibat penyakit ini. WHO menyatakan bahwa tetanus
dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan secara
tidak langsung juga dieliminasi.5,6 Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu
program dengan target pada tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus
dapat dieliminasi dan pada tahun 2005 penyakit ini bukan lagi sebuah masalah
kesehatan masyarakat dunia.8 Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus
neonatorum <1 kasus / 1000 kelahiran.6,8 Program ini meliputi program vaksin toxoid
tetanus dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan sosialisasi
diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data
WHO dilaporkan 800.000 neonatus meninggal akibat tetanus, dan kemudian pada
tahun 2002 menurun menjadi 180.000 neonatus yang meninggal akibat penyakit ini. 9
Kasus tetanus neonatorum berkurang drastis setiap tahunnya dan pada tahun 2009,
Indonesia walaupun belum berhasil mengeliminasi tetanus neonatorum ini, juga telah
berhasil menekan secara drastis jumlah kasus penyakit ini. Pada tahun 1980, jumlah
kematian akibat tetanus neonatorum di Indonesia adalah 71.000 (8 % dari total
kematian akibat tetanus neonatorum di seluruh dunia pada saat itu). 10 Pada tahun
2010, WHO menyatakan bahwa daerah Jawa dan Bali (59 % dari populasi Indonesia)
telah berhasil bebas dari tetanus neonatorum.11 Survey pada daerah-daerah lainnya
masih dalam proses, dan diharapkan pada tahun 2015, Indonesia secara keseluruhan
sudah bebas dari penyakit ini.12 Selain itu, menurut survey jumlah daerah yang
terlindungi dengan vaksin tetanus toxoid, Indonesia telah berhasil semakin sedikit
pula jumlah kasus tetanus neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya.
2.4 Faktor Resiko
tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering
mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan
lingkungan adalah amat penting bukan saja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit
lain.
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko
penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara
menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi
baru lahir.
ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat
tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu
ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini
pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan penyakit
pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu
mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap
tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya
menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena
tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi
Tetanus Toksoid.
2.5 Patofisiologi
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan
pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd
melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya
menyebabkan gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer. Gangguan
tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya
neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga
terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga
Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan
leher.
dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka.
toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut
selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium
tetani.
Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih
berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai
timbul kejang. Jika toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami
kejang spontan. Pada sistem saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan
sebagai berikut
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus
sistemik.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun
dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh
sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin
bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah,
saraf pusat.
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara
retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan
autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus
motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf
inhibitor.
Tetanus lokal
toksin tetanus yang masuk ke dalam darah, namun tidak cukup untuk
Tetanus sefal
tubuh. Setelah terjadi tetanus lokal, toksin disekitar luka masuk cukup
Tetanus umum
menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada
hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya
antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai 1 – 2 hari dan kadang-kadang lama melebihi
Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan
susunan saraf pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin
jauh tempat invasi, semakin panjang masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai pada
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan otot
pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga.
Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu
pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan. Selain
otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku sehingga
penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks
berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
2.7 Komplikasi
3. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot
2.8 Mikrobiologi
positif, yang berasal dari genus Clostridium. Bakteri ini sering ditemukan pada
tanah dan sebagai parasit di traktus intestinal mamalia. Bakteri ini memiliki 2 fase
hidup, yang pertama adalah dalam bentuk vegetative dan kemudian memproduksi
endospora.
C. tetani dalam bentuk vegetatif berbentuk batang, rentan terhadap oksigen dan
dapat berbentuk seperti stik drum dan dapat bertahan terhadap panas, bahkan
terhadap antiseptik. Clostridium tetani dalam bentuk spora dapat bertahan hingga
suhu 121oC selama 0-15 menit. Spora ini juga dapat bertahan terhadap berbagai
antiseptik. (cth: phenol). Bentuk spora ini lah yang umumnya bersifat infektif.
tenis.
2.9 Klasifikasi
2. Sedang Trismus sedang, spasme mulai muncul, disfagia ringan, mulai ada gangguan
napas >140x/menit, mulai muncul apneu dan sistem simpatis mulai tergang ditandai
takikardi >120x/menit
4. Sangat berat Stadium 3 ditambah dengan gangguan sistem saraf simpatis berat termasuk sistem
kardiovaskuler
2.10 Diagnosis
Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat
luka.
Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak,
sign positive)
Ensefalitis Demam (hiperpireksia), penurunan
dan afasia.
Tetani karena hipokalsemia Adanya spasme karpopedal
Trismus akibat proses lokal yang Biasanya trismus asimetris
peritonsilar.
Rabies Dijumpai gejala hidrofobia dan
(4:1) selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan obat. Jika pasien
telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan
glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1.5% dalam perbandingan 4:1 (jika fasilitas ada
lebih baik periksa analisa gas darah terlebih dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum
mungkin diberi minum peroral/sonde, mellui infus diberikan tambahan protein dan
kalium.
diberikan dosis rumat 8-10 mg/kg BB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukkan ke
dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh
membaik, diazepam diberikan peroral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien
dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral
3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus
(HTIG), untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU IM dosis tunggal. Sebagian dari dosis
tersebut diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka. HTIG hanya dapat
menghilangkan toksin tetanus yang belum berikatan dengan ujung saraf.
4. Ampicilin 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis IV selama 10 hari. Bila
pasien menjadi sepsis, pengobatan seperti pasien sepsis linnya. Bila pungsi lumbal
tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis
bakterialis.
6. Perhatikan jalan nafas dan tanda-tanda vital lainnya, bila perlu berikan oksigen
2.13 Prognosis
inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala
sebuah tim dari Senegal.30 Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk
prognosisnya
r
1 Masa Inkubasi < 7 hari >7 hari
3 Situs masuk kuman (port of entry) Umbilikus, uterus, Situs lain atau tidak
terbuka, injeksi
intramuskular
4 Spasme yang muncul mendadak, Ya Tidak
Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara
1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis
sosialisasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat
3. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus
neonatorum.
spesifik. Pemberian vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat
vaksin tidak diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT (Hinfey, 2011).
Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun)
paling mudah dan efektif. Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap
tetanus toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus)
dengan jarak antar dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan
Pada wanita yang sudah pernah diimunisasi 1 kali baik dengan TT, Td, atau
Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi yang jelas, harus diberikan
vaksin pertama secepatnya dan disusuli oleh dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum
melahirkan.
Tahun
Tabel 2.7 Rekomendasi jadwal imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tetanus dan
difteri toxoid (Td) untuk wanita pada masa subur yang belum divaksinasi
Interval minimum
Dosis Percent protected Durasi proteksi
antar dosis
TT1 - - -
TT2 4 minggu 80% 3 tahun
TT3 6 bulan 95% 5 tahun
TT4 1 tahun 99% 10 tahun
TT5 1 tahun 99% Mungkin seumur hidup
BAB III
KESIMPULAN
dieradikasi karena sifat alami spora bakteri tersebut yang hidup dalam tanah dan feses
hewan. Tetanus pada neonatus disebabkan spora Clostridium tetani yang masuk
melalui luka tali pusat yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Perjalanan
penyakitnya seperti pada tetanus anak tetapi lebih cepat dan berat.
inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala
memiliki tingkat mortalitas 60%. Tetanus dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
aktif tetanus toksoid, higiene persalinan yang baik, dan manajemen perawatan luka
yang adekuat.
DAPTAR PUSTAKA
1. Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis.
2005 ; 209-213.
2008;86 (5):321–46.
http://www.unicefusa.org/work/health/tetanus/
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi pertama, Ikatan
7. Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, Nelson