Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 2

Disusun Oleh : Kelompok D

1. Kadek Putri Rinriani 13700060


2. Ni Wayan Setiari Dewi 13700064
3. Yuvian Hendrawan 13700066
4. Khusnul Abidin 13700068
5. I Putu Indra Wiadnyana 13700070
6. Agus Bayu Dianindra P 13700072
7. Cecilia F. Marentek 13700074
8. Muhammad Faruq Zulkornin 13700076
9. Muhammad Iqbal 13700104

PEMBIMBING TUTOR : DR. Sudarso., M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus pada maternal dan neonatal merupakan penyebab kematian paling sering
terjadi akibat persalinan dan penanganan tali pusat tidak bersih.Tetanus ditandai dengan kaku
otot yang nyeri yang disebabkan oleh neurotoxin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
pada luka anaerob (tertutup). Tetanus neonatorum (TN) adalah tetanus pada bayi usia hari ke
3 dan 28 setelah lahir dan Tetanus maternal (TM) adalah tetanus pada kehamilan dan dalam 6
minggu setelah melahirkan. Bila tetanus terjadi angka kematian sangatlah tinggi, terutama
ketika perawatan kesehatan yang tepat tidak tersedia. Saat ini kematian akibat tetanus pada
maternal dan neonatal dapat dengan mudah dicegah dengan persalinan dan penanganan tali
pusat yang higienis, dan / atau dengan imunisasi ibu dengan vaksin tetanus. Upaya
mengeliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (TMN) bertujuan mengurangi jumlah kasus
tetanus pada maternal dan neonatal hingga ke tingkat dimana TMN tidak lagi menjadi
masalah utama kesehatan masyarakat. Tidak seperti polio atau cacar (smallpox), tetanus tidak
dapat dieradikasi, spora tetanus berada di lingkungan seluruh dunia, namun melalui imunisasi
pada ibu hamil, wanita usia subur (WUS) dan promosi persalinan yang higienis. TMN dapat
dieliminasi yaitu ditunjukkan oleh jumlah kasus tetanus yang kurang dari satu per 1000
kelahiran hidup di setiap kabupaten.

Secara operasional, status ini dapat diukur dengan tingkat pencapaian imunisasi
serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Pada tahun 1988, WHO memperkirakan
bahwa sebanyak 787,000 bayi baru lahir meninggal akibat tetatus neonatorum (TN).
Sehingga pada akhir tahun 1980-an perkiraan angka kematian tahunan global TN adalah
sekitar 6,7 kematian per 1000 kelahiran hidup, jelas ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1988 dan UNICEF
melalui World Summit for Children pada tahun 1990 mengajak seluruh dunia untuk
mengeliminasi Tetanus Neonatorum pada tahun 2000. Target ini tidak tercapai, karena belum
ditemukan strategi operasional yang efektif, sehingga pada tahun 1999 UNICEF, WHO dan
UNFPA kembali mengajak negara berkembang di dunia untuk mencapai target Eliminasi
Tetanus Maternal dan Neonatal (ETMN) pada tahun 2005 dengan menggalang dana ETMN
dunia.1,2 WHO memperkirakan pada 2008 (angka estimasi tahun terakhir yang ada), 59.000
bayi baru lahir meninggal akibat TN, terdapat penurunan 92% dari situasi pada akhir 1980-
an. Pada 2008 terdapat 46 negara yang masih belum eliminasi TMN di seluruh kabupaten,
salah satunya adalah Indonesia.3 Sebelum pengenalan upaya eliminasi TN, Indonesia
merupakan salah satu negara dengan kasus tertinggi di Asia.
Survei berbasis komunitas untuk kematian TN dilakukan pada awal 1980 di Jakarta
dan daerah pedesaan di Bali, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sumatera dan Sulawesi mengungkapkan angka kematian berkisar 6-23 kematian TN per 1000
kelahiran hidup. Berdasarkan data survei ini dan survei lainnya, jumlah kematian tahunan TN
di Indonesia secara keseluruhan diperkirakan 71.000 selama awal tahun 1980.5 Angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia menurut SDKI tahun 2007 adalah 34 kematian per 1000
kelahiran hidup , dan kematian yang tertinggi terjadi pada periode neonatal. Angka kematian
neonatal di Indonesiaadalah 19 per 1000 kelahiran hidup , dan Tetanus Neonatorum (TN)
merupakan salah satu penyebab utamanya, sehingga tetanus merupakan penyakit yang masih
menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah penanggulangan tetanus neonatorium?

1.3 Tujuan

1.3.1 Menentukan langkah penyelidikan dan penanggulangan KLB tetanus neonatorum


BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Analisis
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di
wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit
terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :

NO. NAMA PENYAKIT Jan-14 Feb-14 Mar-14

1 DBD 12 15 10
2 Thyphoid fever 5 8 8
3 Diare 10 11 8
4 Tetanus neonatorum 2 4 9
5 ISPA 8 10 10

Dari data yang ada Kepala Puskesmas X melihat adanya peningkatan insiden salah satu
penyakit selama 3 bulan berturut-turut sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan
terhadap kejadian tersebut.
a. Faktor internal
1. Sistem imun Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu
mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus
dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko
infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum
biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
2. Tingkat pengetahuan masyarakat rendah
Kurang atau tidak adanya penyuluhan kepada ibu hamil dan perempuan usia subur
mengenai tetanus neonatorum di Puskesmas X .
3.Kurangnya kunjungan Ante Natal Care (ANC)
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau
komplikasi (Saifudin, 2001).
b.Faktor eksternal
1. Kondisi ekonomi
a) Sosial ekonomi masyarakat yang rendah
kecenderungan masyarakat lebih memilih berobat ke dukun bayi yang kurang ahli ,
karena kurangnya biaya untuk memeriksakan diri atau kehamilannya ke dokter atau
bidan di puskesmas X.
2. Metode
a) Persalinan dukun bayi
Kurangnya pengetahuan dukun dapat menaikan resiko terjadinya tetanus neonatorum.
b) Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan
ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali
pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril
sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali
pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus
neonatorum (Chin, 2000).

3. Vaksin dan Alat


a) Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko
penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-
negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan
masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali
pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).
b) Terbatasnya Vaksin Tetanus

4. Lingkungan
a) Tempat tinggal yang kotor
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya,spora bakteri ini terdistribusi pada
tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus,
babi, dan ayam. (Martinko JM. 2006)
b) Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting. Tempat
pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan
penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, tetapi pada ibu yang melahirkan. Tempat
pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn,
2008).

2.2 Pembahasan

Definisi dan Batasan

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan
di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004).

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu
Suatu penyakit atau keracunan(Depkes,2000).

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91,
tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan
itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

 Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
 Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Dari data diatas penyakit Tetanus neonatorum memenuhi kriteria KLB (Kejadian Luar
Biasa) karena kejadian penyakit tersebut mengalami peningkatan selama 3 kurun waktu yaitu
pada januari,februari ,maret dan jumlah penderita baru dalam kurun waktu satu bulan
menunjukan kenaikan lebih dari atau sama dengan 2 kali lipat sebelumnya.

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Gejala ini bukan
disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuromuskular (neuromuscular junction) dan saraf otonom (Depkes RI, 2008).
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal dari
alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa inkubasi antara 3-10 hari (Soedarto,
1995).
Gejala Klinis Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi
yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu
seperti mulut ikan, mudah sekali dan sering kejang-kejang terutama karena rangsangan
sentuhan, rangsangan sinar dan rangsangan suara, wajahnya mungkin kebiruan, kadang-
kadang disertai demam.

Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:

a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik


Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan Clostridium tetani
lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering
mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan
lingkungan adalah amat penting bukan saja dapat mencegah tetanus, tetapi berbagai penyakit
lain.
b.Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko penularan
penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang
dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan
seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).
c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan
untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut
akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual
untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan
meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).
d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting. Tempat pelayanan
persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko untuk menimbulkan penyakit pada bayi
yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang
ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008).
f.Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah
kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil
dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium
tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang
tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

Pencegahan KLB tetanus neonatorum

1. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya sasaran
program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum adalah ibu hamil.
Menurut rekomendasi WHO, pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan internal
minimal antara satu dosis ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan, akan
memberikan perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan kepada murid
SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil.

2. Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih
diri, bersih tempat, dan bersih alat.

3. Promosi perawatan tali pusat yang benar

4.meningkatkan pengetahuan tentang pengertian dan manfaat imunisasi TT sehingga


nantinya akan berpengaruh dalam memotivasi ibu hamil untuk mendapatkan suntikan TT

5.Memahami gejala-gejala penyakit tetanus neonatorum , agar tidak terjadi


keterlambatan dalam penanganan kasus Tetanus Neonatorum yang bisa mengakibatkan
kematian pada bayi

6. Meningkatkan pengetahuan tentang sterilisasi alat pemotongan tali pusat yang sesuai
standar operasional procedure (SOP) yaitu alat pemotongan tali pusat harus direbus selama
15 menit dalam air mendidih

7. Meningkatkan pengetahuan perawatan tali pusat yang benar sbb:

8. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan tali pusat.

9. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan atau


bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasihatkan hal ini juga kepada ibu
dan keluarganya.
10. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila terdapat
tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah atau lembab.

11. meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan persalinan yang bersih yaitu tidak
didekat kandang ternak dengan demikiab dapat mengurangi risiko terjadinya tetanus
neonatorum

Penanganan secara umum pada Tetanus Neonatorum:

a) Mengatasi kejang

1) Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/bayi ditempatkan di


kamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita sangat peka akan suara dan
cahaya.

2) Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi fenobarbital
dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian
dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan
bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5
mg setiap hari. Kombinasi yang lain ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat anus.

b) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel
bila lidah tergigit

c) Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga

Program pemerintah untuk menangani tetanus neonatorum (buletin jendela data&


informasi kesehatan,volume 1, Juni 2012).

Imunisasi Pengendalian TMN untuk mencapai eliminasi melalui program imunisasi


dilakukan dengan strategi sebagaimana telah disebut di atas. Pemberian imunisasi TT
pada ibu hamil telah dimulai dari 1974, sedangkan imunisasi DPT pada bayi mulai
diperkenalkan tahun 1976. Strategi jangka panjang ETMN melalui pemberian imunisasi
anak sekolah dasar (SD) dan sekolah setingkat SD seperti madrasah ibtidayah (MI) mulai
dilakukan tahun 1984. Berikut dapat dilihat perkembangan pencapaian upaya pelayanan
imunisasi dalam mengeliminasi TMN.

1. Jangka pendek
Jangka pendek: dosis Tetanus Toxoid (TT) untuk ibu hamil diberikan pada imunisasi
rutin saat pelayanan antenatal, dan TT dosis calon pengantin diberikan pada perempuan
yang mau atau baru menikah.

2. Jangka panjang
a. Imunisasi DPT3 Bayi Cakupan imunisasi DPT3 bayi secara nasional dari tahun 2007 -
2011 terus meningkat dari 90,57% pada tahun 2007 menjadi 94,9% pada tahun 2011.
Dari tahun 2007-2011 cakupan imunisasi DPT3 sudah mencapai target yaitu 90%.
Dari data ini secara nasional pemberian kekebalan dasar pada bayi dari tahun ke tahun
sudah tinggi, walupun terdapat penurunan di tahun 2011. Perbedaan nilai tertinggi dan
terendah cakupan dalam lima tahun tidak lebar, berkisar 5,9%. Bila dibandingkan
dengan data survei Riskedas tahun 2007 dan 2010, data rutin lebih tinggi 22,87% dan
20,54%. Tampak data cakupan DPT3 konsistensinya cukup baik dengan kelengkapan
laporan rutin dari tahun 2007 – 2011 sebesar 100%.
b. Imunisasi Tetanus Toxoid Anak Sekolah Imunisasi dengan vaksin yang mengandung
tetanus toxoid (TT) diberikan sebagai ulangan/penguatan kekebalan pada anak SD
sejak tahun 1984 melalui program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). Imunisasi TT
pada anak usia sekolah memegang peranan penting untuk memberi perlindungan
jangka panjang terhadap tetanus. Bila mendapat imunisasi lengkap mulai bayi (tiga
dosis DPT) dan usia sekolah (satu dosis DT, dan dua dosis TT/Td) maka kekebalan
yang timbul dapat bertahan hingga dua puluh lima tahun dari imunisasi terakhir.
Sehingga imunisasi anak sekolah merupakan salah satu cara/metoda handal untuk
mengeliminasi tetanus maternal dan neonatal.
c. Imunisasi TT Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur Strategi jangka panjang ETN
(Eliminasi Tetanus Neonatorum) telah dilakukan melalui pelayanan dasar pada bayi
serta BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Namun dengan hanya mengandalkan
strategi ini kelompok yang terlindungi hanya usia dibawah 16 tahun sehingga
pencapaian ETN akan menjadi lama. Untuk itu masih diperlukan imunisasi bagi
wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil, serta diperlukan akselerasi imunisasi TT
untuk WUS khususnya di wilayah risiko tinggi sebagai strategi jangka pendek.
1. Cakupan TT2+ Ibu Hamil Cakupan imunisasi TT2+ ibu hamil secara
nasional dari tahun 2002 – 2011 berfluktuasi.

2. Cakupan imunisasi TT2+ Wanita Usia Subur (WUS) Tanpa Ibu Hamil
Pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan minimal interval tertentu
telah menjadi target yang harus dipenuhi. Pelayaan ini dilakukan pada saat
kegiatan akselerasi imunisasi TT di daerah resiko tinggi dan sedang tetanus
maternal dan neonatal.
d. Persalinan Bersih dan Perawatan Tali Pusat Cakupan persalinan bersih dan perawatan
tali pusat dapat tergambarkan dengan indikator cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan bidan yang terlatih, serta cakupan kunjungan
neonatal dini (0-7 hari).
e. Surveilans Kasus Tetanus Neonatorum Surveilans yang efektif sangat penting untuk
mengidentifikasi daerah dan populasi yang berisiko tinggi tetanus neonatorum (TN)
dan untuk memantau dampak dari intervensi.

Method Man
Pentingnya
Penyuluhan menjaga kesehatan
Mengenai Persalinan Kurangnya
lingkungan
& Perawatan Tali kunjungan Ante
Pusat Tingkat
Natal Care (ANC)
Pengetahuan
Pemberian Vaksin Wanita
Tetanus Sistem Imun
Ibu Hamil
TETANUS

NEUNATORIUM

Tempat Tinggal
Kotor

Kondisi Sosial Alat


Ekonomi Rendah Pemotong
Kebersihan Tempat
Tali Pusat
Pelayanan Persalinan

Environment Fasilitas
BAB III

RENCANA DAN PROGRAM

Dalam menanggulangi KLB Tetanus Neonatus ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu
sebagai berikut.

3.1 Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah, dengan cara :

3.1.1 Pengumpulan data

Sebagai langkah awal mengidentifikasi adanya KLB Tetanus Neonatus dapat


mencari:

a. Data penyelidikan epidemologi tentang Tetanus Neonatus


b. Laporan rutin data kesakitan dan kematian dari Puskesmas/RS yang teratur dan
lengkap tentang Tetanus Neonatus

3.1.2 Analisis data

Setelah diperoleh kumpulan data maka selanjutnya perlu memperkirakan adanya populasi
rentan KLB Tetanus Neonatus berdasar informasi serta mempelajari gambaran klinis
(gejala,cara penularan,cara pengobatan) dan gambaran epidemologi (sumber dan cara
penularan, kelompok masyarakat yang sering terserang, jumlah kasus,kematian, faktor
lingkungan, budaya yang berpengaruh terhadap KLB Tetanus Neonatus.

3.1.3 Menarik kesimpulan

Setelah analisis data dilakukan, jika terdapat dugaan mengenai KLB Tetanus Neonatus maka
selanjutnya dilakukan kegiatan penanggulangan untuk menurunkan angka prevalensi kejadian
KLB tersebut.

3.2 Melaksanakan penanganan keadaan wabah

3.2.1 Terhadap penderita

Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita yaitu :

a. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas dan pakaian bayi
dikendorkan atau dibuka. Pemasangan spatel lidah atau sendok yang dibungkus kain ke
dalam mulut bayi agar lidah tidak tergigit dan untuk mencegah agar lidah tidak jatuh
kebelakang menutupi saluran pernafasan.
b. Bayi ditempatkan di kamar atau ruangan yang tenang dengan sedikit sinar, mengingat
bayi sangat peka terhadap suara atau cahaya yang dapat merangsang kejang.
c. Bila tidak dalam keadaan kejang berikan ASI sedikit demi sedikit dengan menggunakan
sendok (kalau bayi tidak menyusu).
d. Perawatan yang adekuat, kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
e. Perawatan tali pusat dengan teknik aseptik dan anti septik.
f. Rujuk ke rumah sakit.

3.2.2 Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat

Indonesia mengadopsi tiga pendekatan imunisasi untuk memberikan perlindungan terhadap


tetanus bagi ibu dan bayinya yang meliputi:

3.2.2.1 Jangka pendek


Imunisasi bagi wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil, serta diperlukan
akselerasi imunisasi TT untuk WUS khususnya di wilayah risiko tinggi sebagai strategi
jangka pendek.
a. Dosis Tetanus Toxoid (TT) untuk ibu hamil diberikan pada imunisasi rutin saat pelayanan
antenatal. Cakupan imunisasi TT2+ ibu hamil secara nasional dari tahun 2002 –
2011 berfluktuasi.
b. Dosis Tetanus Toxoid (TT) calon pengantin diberikan pada perempuan yang mau atau
baru menikah. Cakupan imunisasi TT2 Wanita Usia Subur (WUS) Tanpa Ibu Hamil
Pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan minimal interval tertentu telah
menjadi target yang harus dipenuhi. Pelayaan ini dilakukan pada saat kegiatan
akselerasi imunisasi TT di daerah resiko tinggi dan sedang tetanus maternal dan
neonatal. Diyakini bahwa dengan telah makin baiknya akses pelayanan kesehatan,
rata-rata setiap WUS telah memperoleh imunisasi minimal 3 kali

3.2.2.2 Jangka panjang


Strategi jangka panjang ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum) telah dilakukan melalui
pelayanan dasar pada bayi serta BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
a. 3 dosis vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT3) diberikan pada bayi melalui imunisasi
rutin. Cakupan imunisasi DPT3 bayi secara nasional dari tahun 2007 - 2011
terus meningkat dari 90,57% pada tahun 2007 menjadi 94,9% pada tahun 2011.
Tampak data cakupan DPT3 konsistensinya cukup baik dengan kelengkapan laporan
rutin dari tahun 2007 – 2011 sebesar 100%.
b. satu dosis ulangan/penguat vaksin Tetanus dalam bentuk vaksin Difteri Tetanus
(DT) diberikan kepada siswa kelas satu sekolah dasar. Imunisasi dengan vaksin
yang mengandung tetanus toxoid (TT) diberikan sebagai ulangan/penguatan
kekebalan pada anak SD sejak tahun 1984 melalui program Upaya Kesehatan
Sekolah (UKS).
c. satu dosis ulangan/penguat vaksin Tetanus dalam bentuk vaksin Td diberikan kepada
siswa kelas 2 dan 3. Setelah itu, kekebalan yang timbul dapat bertahan hingga dua
puluh lima tahun dari imunisasi terakhir. Pemberian vaksin tetanus toxoid anak
sekolah dilaksanakan setahun sekali, umumnya dilaksanakan pada bulan
November atau tergantung situasi di daerah.
d. Sejalan dengan strategi imunisasi TT untuk mengeliminasi tetanus pada maternal dan
bayi, pelayanan kesehatan pada ibu dan anak juga diperkuat dengan program safe
motherhood yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak 1988. Pada tahun 2000
diperkenalkan the Making Pregnancy Safer, program agar kehamilan aman, yang
menekankan perlunya petugas terampil untuk persalinan, kunjungan perawatan
neonatal dan intervensi lain untuk mengurangi kematian ibu dan bayi.

3.2.3 Kegiatan-kegiatan yang ditujukan terhadap lingkungan

3.2.3.1 Menjaga kebersihan lingkungan

Lingkungan yang cenderung kurang sehat akan menjadi sarang yang bisa menjadi pemicu
berkembangnya Clostridium Tetani

3.2.3.2 Persalinan bersih dan perawatan tali pusat

Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril (WHO, 2006).
Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan
semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan,
pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu
bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping
perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan bidan.

Cakupan persalinan bersih dan perawatan tali pusat dapat tergambarkan dengan indikator
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan bidan yang terlatih,
serta cakupan kunjungan neonatal dini (0-7 hari).

3.3 Menetapkan berakhirnya keadaan wabah


3.3.1 Pengumpulan data

3.3.1.1 Review data tingkat kabupaten


3.3.1.2 Kunjungan Lapangan
3.3.1.3 Survei Validasi
3.3.2 Analisis data
3.3.2.1 Review data tingkat kabupaten

surveilans TN, imunisasi TT dan pelayanan KIA. Data yang digunakan adalah rangkaian
indikator inti (kasus TN, TT2+, hasil TT SIAs, cakupan Persalinan Bersih yang dilaporkan),
dilengkapi dengan indikator tambahan yang tergantung spesifik suatu negara (DTP3,
Kunjungan ANC, status perkotaan/pedesaan, tingkat kekosongan staf kesehatan, angka
melek huruf perempuan, dan lain-lain). Bila tersedia data survei baru yang relevan, ini juga
digunakan. Tujuan dari review data sistematis tingkat kabupaten adalah untuk menilai
apakah gambaran eliminasi telah tercapai, dan untuk mengidentifikasi kabupaten dengan
kinerja paling lemah.
3.3.2.2 Kunjungan Lapangan
Bila sulit menyimpulkan mengenai status eliminasi dengan hanya melihat data saja,
kunjungan lapangan ke kabupaten dengan kinerja lemah dapat dilakukan untuk
mengetahui status ini. Kunjungan lapangan biasanya mencakup evaluasi fasilitas
kesehatan dimana catatan diperiksa dan tenaga kesehatan dan wanita diwawancarai.
Kunjungan lapangan ini paling berguna pada negara dimana TT SIAs dilakukan dalam skala
terbatas dan di negara-negara dengan hanya beberapa kabupaten yang berkinerja buruk.
3.3.2.3 Survei Validasi
Jika tidak dapat disimpulkan keputusan tentang status eliminasi TMN suatu negara
berdasarkan review data kabupaten (dan kunjungan lapangan, bila dilakukan), sebuah
survei validasi eliminasi TMN tertentu dilakukan. Metode survei berbasis masyarakat
direkomendasikan menggunakan kombinasi Lot Quality Assurance (LQA) dan teknik cluster
sampling (CS) untuk menilai apakah angka kematian tetanus neonatal, atau Neonatal
Tetanus Mortality Rate (NTMR), mungkin lebih besar dari satu kematian TN /1000
kelahiran hidup (eliminasi tidak dicapai) atau tidak (eliminasi tercapai). Survei LQA-CS
dilakukan di kabupaten yang dianggap paling berkinerja buruk di negara tersebut. Logikanya
adalah bahwa jika eliminasi TN dapat divalidasi di kabupaten yang paling kurang kinerjanya,
maka dapat diasumsikan di kabupaten yang berkinerja lebih baik juga telah tereliminasi, dan
demikian pula di keseluruhan negara.
3.4 Menarik Kesimpulan

Jika hasil dari proses yang diuraikan di atas adalah tetanus neonatal belum tereliminasi,
maka negara yang dievaluasi harus meninjau strategi dan melaksanakan kegiatan tambahan
yang sesuai (misalnya SIAs). Sementara jika eliminasi telah dicapai, strategi perlu
disesuaikan untuk mempertahankan pencapaian. Hal ini dapat dilakukan antara lain
dengan meningkatkan cakupan dosis ulangan tetanus toksoid berbasis sekolah dan /
atau imunisasi TT dengan kohort baru pada WUS, meningkatkan akses persalinan di
fasilitas kesehatan, dan lain-lain. Rencana untuk mempertahankan eliminasi TMN harus
dimasukkan dalam rencana komprehensif jangka menengah/panjang (cMYP)

Rencana dan Program yang di pilih, yaitu :

1. Melakukan penyuluhan terhadap semua lapisan masyarakat mengenai KLB.

Penyuluhan pada semua lapisan masyarakat ini bertujuan untuk memberikan


pengetahuan mengenai bahaya KLB, penularan serta penanggulangan KLB.

2. Melaksanakan penyuluhan di posyandu mengenai tetanus neonatorum setiap bulannya

Posyandu adalah salah satu program puskesmas yang biasanya setiap bulan
dilaksanakan. Dan biasanya dalam posyandu ini banyak ibu ibu hamil dan anak anak
melakukan pemeriksaan, oleh karena itu langkah yang tepat bilamana kegiatan posyandu
ditambah dengan penyuluhan mengenai tetanus neonatorum.

3. Melaksanakan keberlanjutan vaksinasi kepada ibu hamil dan imunisasi kepada anak
sesuai dengan program pemerintah.
4. Melaksanakan program penyuluhan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan.
Penyuluhan ini dapat dimulai dari tingkat anak SD sebagai upaya menjaga kesehatan
sejak dini, sampai anak SMA yang dilaksanakan di sekolah setempat. Kemudian
penyuluhan dapat dilakukan di balai desa dengan mengumpulkan masyarakat desa
setempat.
METODE PENYELESAIAN MASALAH

EFEKTIFITAS EFISIENSI HASIL


No MASALAH
MxIxV
M I V C P=
C
1 Penyuluhan 2 3 3 2 9
Mengenai
Persalinan &
Perawatan Tali
Pusat

2 Pentingnya 3 2 2 2 6
menjaga
kesehatan
lingkungan

3 Pemberian 4 4 3 4 12
Vaksin Tetanus

Rencana Program Upaya Kesehatan Penanganan Tetanus Neunatorum


No. Kegiatan Sasaran Targe Volume Rincian Lokasi Tenaga Jadwal Kebutuhan
t kegiatan pelaksanaan pelaksanaan pelaksana pelaksanaan

1. Penyuluhan Ibu Hamil 1bulan -Dibalai - Tenaga Vaksin Tetanus


KLB (Lebih dan wanita sekali, Desa kesehatan
di tekankan yang saat - Puskesmas
pada Tetanus mempunyai posyand
Neunatorum) balita u
Penyuluhan

2. Pentingnya Semua
menjaga Masyarakat
kesehatan
lingkungan

3. Imunisasi
Tetanus
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

https://notysoju.wordpress.com/2013/10/05/askep-tetanus-neonatorum/

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004

Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa.

Abrutyn, E., 2008. Tetanus. In: Fauci, A.S., et al. ed. Harrison’s Principles of lnternal
Medicine. 17th ed. America: McGrawHill, 898-899.

Chin, J., Nyoman, K.I., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 17th ed. Jakarta:
Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi.


Direktorat Janderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007.


Direktorat Janderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan.

World Health Organization (WHO), 2008. Tetanus. Available from:


http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html. [Accesed 10 April 2015].

Saifuddin, A.B., Andriaansz, G., Wiknjosastro, G.H., Waspodo, D., 2001. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI dan Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed. New Jersey :
Pearson Education.Hal. 233-245

Kementrian Kesehatan RI, 2012, Eleminasi Tetanus Maternal & Neonatal


http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-mnte.pdf.

Anda mungkin juga menyukai