Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ARIEVA ADENIA

NIM : 1810912220031
KELOMPOK : 16

Updated Recommendations for Use of Tetanus Toxoid, Reduced Diphtheria


Toxoid, and Acellular Pertussis Vaccine (Tdap) in Pregnant Women —
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), 2012

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya


tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh Clostridium Tetan. Tetanus lebih
sering terjadi pada bayi baru lahir atau Tetanus Neonatorum (TN) yang
disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alat yang steril. Penderita akan
mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut
tidak bisa dibuka, kesulitan menelan, susah bernapas, dan kekakuan pada leher
serta tubuh.Orangtua terutama ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan agar
kehamilan dan bayi yang dilahirkannya tetap sehat, karena ibu dan bayi
merupakan kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap
penyakit dan kematian. Penyebab kematian pada ibu dan bayi salah satunya
adalah penyakit tetanus. Pada Oktober 2011, dalam upaya untuk mengurangi
beban pertussis pada anak yang baru dilahirkan, Komite Penasehat tentang
Imunisasi Practices (ACIP) menyarankan agar ibu hamil yang tidak divaksinasi
perempuan menerima dosis toksoid tetanus untuk mengurangi difteri toxoid (1).
Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
adalah dengan peningkatan cakupan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu
hamil yang berfungsi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus. Tujuan
khusus dari program imunisasi adalah tercapainya eliminasi tetanus maternal dan
neonatal. Vaksinasi wanita dengan Tdap selama kehamilan diharapkan untuk
menyediakan beberapa perlindungan untuk bayi dari pertusis sampai mereka tua
cukup untuk divaksinasi sendiri. Tdap diberikan untuk wanita hamil wanit akan
merangsang perkembangan antipertussis ibu terhadap antibodi, yang akan
melewati plasenta, mungkinmenyediakan bayi yang baru lahir dengan
perlindungan terhadap pertusis dikehidupan awal, dan akan melindungi ibu dari
pertusis di sekitar waktu persalinan, membuatnya cenderung menjadi terinfeksi
dan mengirimkan pertusis ke bayinya. Pada 24 Oktober 2012, ACIP memilih
untuk merekomendasikan penggunaan Tdap selama setiap kehamilan,
rekomendasi terbaru tentang penggunaan Tdap pada wanita hamil bertujuan untuk
mengoptimalkan strategi untuk mencegah pertusis morbiditas dan mortalitas pada
bayi, rendahnya hasil cakupan imunisasi TT lengkap pada ibu hamil berarti akan
mengurangi keberhasilan program imunisasi dalam melindungi ibu hamil dan bayi
dari penyakit tetanus. Banyak faktor yang berhubungan dengan pencapaian
cakupan imunisasi TT ibu hamil seperti pelatihan petugas imunisasi, kerjasama
lintas program, lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah
setempat (PWS), dan penyuluhan. Berdasarkan masalah di atas, pendidikan
kesehatan sangat diperlukan dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil agar ibu
dan bayi yang dilahirkannya terhindar dari penyakit tetanus, sehingga penggunaan
imunisasi TT pada ibu hamil dapat dicapai secara maksimal. Menurut
Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Salah satu cara
meningkatkan pengetahuan ibu hamil adalah dengan memberikan pendidikan
kesehatan. Kegiatan dari pendidikan kesehatan ditujukan untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan (1, 2, 3).
Pencegahan terhadap penyakit tetanus pada bayi baru lahir, tidak cukup hanya
dengan program pemberian imunisasi TT pada Wanita Usia Subur (WUS) atau
ibu hamil oleh tenaga kesehatan dari pemerintah yang terdidik dan terlatih serta
fasilitas kesehatan yang memadai saja, tetapi sikap dan perilaku masyarakat juga
penting. Perilaku sehat oleh keluarga terutama ibu dalam hal ini memberikan
kontribusi yang besar terhadap status derajat kesehatan. Perilaku seseorang atau
masyarakat termasuk perilaku pemberian imunisasi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pemberian imunisasi, yaitu pengetahuan ibu dimana
tingkatpengetahuan akan mempengaruhi perilaku individu. Semakin baik
pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi maka akan makin tinggi tingkat
kesadaran ibu untuk berperan serta dalam kegiatan posyandu atau imunisasi.
Program imunisasi TT dapatberhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dari
orang yang memilikimanusia dapat terinfeksi oleh kuman difteria, pertusis, dan
tetanus, namun pada mereka yang mempunyai kekebalan walaupun terinfeksi
namun gejala klinis lebih ringan dengan angka kematian yang lebih rendah
dibandingkan mereka yang tidak mendapat imunisasi (4).
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaanya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. Sustainable
DevelopmentGoals (SGDs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan ini hadir
menggantikan Millenium Development Goals (MGDs) yang disepakati oleh 198
negara ditahun 2000. Target rincian telah disusun dalam 17 indikator yang akan
dicapai sampai dengan tahun 2030 (5).
Pelaksanaan program skrining banyak manfaat yang akan didapat dari
pelaksanaanprogram skrining status TT WUS, yaitu selain sebagai upaya deteksi
dini terhadap munculnya kasus tetanus (baik maternal maupun neonatal), juga
sebagai upaya untuk menjadikan setiap wanita dalam seumur hidupnya agar
cukup mendapatkan suntikan TT sebanyak 5-6 kali saja untuk memperoleh status
T5. Jadi, tidak perlu diberikan suntikan yang berlebihan. Ada dua alasan
ditetapkan demikian, yaitu 1) menurut rekomendasi WHO bahwa cukup dengan
perolehan status T5 saja maka akan cukup memberikan kekebalan seumur hidup
bagi seseorang terhadap tetanus dengan jadwal dan dosis pemberian imunisasinya
sesuai dengan yang telah direkomendasikandan 2) agar pemberian imunisasi TT
bisa dilakukan secara efektif (berhasil guna) dan efisien (berdaya guna), terutama
dalam penggunaan anggaran negara untuk pembelian vaksin TT (Tetanus Toxoid)
tersebut.. Dalam 30 menit pertama setelah imunisasi tidak didapatkan reaksi
ikutan yang dilaporkan. Reaksi lokal dan sistemik yang terjadi selama 3 hari
pertama setelah imunisasi dapat dilihat pada. Reaksi lokal berupa nyeri terdapat
pada 65% subjek setelah imunisasi ke-1 dan berkurang setelah imunisasi ke-2 dan
ke-3, penurunan ini secara statistik tidak bermakna (p =0,012). Namun, untuk
keluhan lokal lainnya, yaitu kemerahan, bengkak dan penebalan terjadi penurunan
secara bermakna setelah imunisasi yang ke-2 dan ke- 3. Reaksi sistemik demam
setelah imunisasi pertama terjadi pada 63% subjek dan berkurang setelah imunisas
ke-2 dan ke-3, namun secara statisitik tidak bermakna (p =0,021). Untuk keluhan
sistemik lainnya berupa iritabilitas terjadi penurunan dari 58% setelah imunisasi
ke-1, menjadi 28% setelah imunisasi ke-3, dan perbedaan ini secara statistik
bermakna (p <0,001). Selama penelitian tidak ditemukan reaksi ikutan berat,
sebagian besar kejadian lokal dan sistimik yang dapat dikategorikan mempunyai
derajat ringan yang dalampemantauan selanjutnya hilang tanpa meninggalkan
gejala sisa (6).
Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi Tetanus
Toxoid (TT)Diharapkan untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan
penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda dan analisa data yang
berbeda. Meningkatkan perSebagian besar petugas memiliki kapasitas yang
meliputi pengetahuan dan pelatihan dengan tingkat yang sedang (59%), motivasi
instrinsik (pekerjaan itu sendiri, prestasi, tanggung jawab, pengakuan, dan
pengembangan diri) dengan tingkat yang tinggi (71%), dan motivasi ekstrinsik
(kondisi kerja,Pelatihan merupakan suatu proses aplikasi yang diberikan untuk
membantu para tenaga kerja dalam memperoleh efektivitas kerja, baik dalam
masa sekarang maupun dalam masa yang akan datang.. Dari hasil penelitian
terhadap pengetahuan dan pelatihan yang pernah diikuti responden, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki kapasitas dengan tingkat
yang sedang (59%). Jadi, supervisi, dan keamanan dengan tingkat yang tinggi
(53%). Pelaksanaan proan petugas kesehatan dalam memberikan informasi
mengenai pentingnya imunisasi TTyang dapat mencegah kejadian tetanus
neonatorum. Mengadakan pelatihan atau kaderisasi sehingga cakupan pemberian
informasi dapat meluas (7).
DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. Morbidity and mortality weekly Report. Updated recommendations


for use of tetanus toxoid, reduced diphtheria toxoid, and Acellular
Pertussis Vaccine (Tdap) in pregnant women — Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP), 2012.MMWR 2013; 62(07): 131-135.

2. Syamson MM, Fadriyanto. Faktor yang berhubungan dengan pemberian


imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil diwilayah kerja puskesms
Rappang Kabupaten Sidrap Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis 2018; 12(02): 117-181.

3. Manutu J1, Berthina HK, Ellen P. Hubungan pengetahuan ibu dengan


pemberian imunisasi tetanus toxoid di puskesmas rurukan Kecamatan
Tomohon Timur Kota Tomohon. Jurnal Ilmiah Bidan 2013; 01(01): 31-36.

4. Yuliana A, Mursudarinah. Hubungan tingkat pengetahuan dengan status


imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil trimester 3 di pkb bidan desa
Ngasinan Bulu Sukoharjo. Jurnal Kebidanan dan Ilmu Kesehatan 2017;
04(02): 1-13.

5. Aprida S, Sri UW, Yesi H. Efektifitas Pendidikan kesehetan tentang


imunisasi Tetanus Toksoid (TT) terhadap pengetahuan ibu hamil tentang
imunisasiTT. Health education, knowledge, tetanus toxoid
immunization.1-9.

6. Khoiri A, Dewi R, Ahmad F. Evaluasi program skiring status tetanus


toxoid pada wanita usia subur di Jember tahun 2010. Jurnal kebijakan
kesehatan Indonesia 2012; 01(01): 2-6.

Anda mungkin juga menyukai