Anda di halaman 1dari 32

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEENGGANAN CALON PENGANTIN

MELAKUKAN IMUNISASI TETANUS TOXOID


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya merupakan upaya yang sangat

komplek dan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu dilakukan usaha

yang berkesinambungan dan terpadu. Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang

berkualitas ini, perlu dilakukan sedini mungkin sejak usia bayi atau dalam usia

kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu dan bayi merupakan kelompok yang

mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi tersebut, pencegahan yang dapat

dilakukan diantaranya adalah pemberian Imunisasi pada bayi dan pada ibu hamil.

Imunisasi merupakan pencegahan yang efektif, mudah, dan murah untuk

menghindari terjadinya penyakit infeksi yang berbahaya. Melalui imunisasi, seorang

individu akan menjadi kebal terhadap penyakit infeksi tertentu. Imunisasi memberikan

perlindungan, pencegahan, sekalipun kekebalan tubuh dan memperkecil kemungkinan

penularan penyakit, sehingga anak anak dapat terhindar dari penyakit penyakit

tertentu yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Program imunisasi

dirasakan sangat penting bagi masyarakat khususnya untuk ibu hamil, bayi baru lahir,

anak sekolah, dan wanita usia subur termasuk calon pengantin. Bayi dan anak anak

merupakan kelompok anak yang sangat rentan terserang penyakit sebab daya tahan

tubuh mereka yang masih rendah. Oleh sebab itu, pemerintah mewajibkan pemberian

imunisasi dasar pada bayi dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil.
Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi diantaranya

adalah pemberian imunisasi TT (Teetanus Toxoid) kepada calon pengantin wanita dan ibu

hamil. Pada ibu hamil, imunisasi TT ini diberikan selama masa kehamilannya dengan

frekuensi dua kali dan interval waktu minimal empat minggu. Tujuan imunisasi ini adalah

memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorium kepada bayi yang akan

dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90 95 %. Oleh karena itu

cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan secara sunguh sungguh dan

menyeluruh.

Pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin telah diatur dalam ketetapan

Departemen Agama : No. 2 tahun 1989 no 162-I/ PD.0304. EI tanggal 6 Maret 1989

tentang imunisasi TT calon pengantin bahwa calon pengantin sudah di imunisasi TT rang

kurangnya 1 bulan sebelum pasangan tersebut mendaftarkan diri untuk menikah di KUA

dengan dibuktikan berdasarkan surat keterangan imunisasi / kartu imunisasi calon

pengantin dan merupakan prasyarat administratif pernikahan.

Imunisasi tetanus toksoid (vaksin tetanus toksoid) merupakan salah satu upaya yang

dilakukan dalam rangka pencegahan penyakit tetanus. Tetanus adalah penyakit serius

yang disebabkan oleh bakteri Bakteri Clostridium tetani yang tinggal di tanah, debu,

barang berkarat, kotoran hewan, dsb. Imunisasi tetanus toxoid menghadapkan individu

untuk sejumlah kecil bakteri yang menyebabkan tubuh untuk mengembangkan kekebalan

terhadap penyakit.

Tetanus neonatrum masih menjadi salah satu penyebab tersering kematian neonatal

di Indonesia, sekitar 40% kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi

Depkse RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatrum adalah dengan melakukan


imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil. Evaluasi tahun 1999-2000 menunjukan

cakupan TT ibu hamil masih rendah. Oleh karna itu, Depkes RI mulai mengembangkan

intensifikasi imunisasi TT pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin (Depkes RI,

2008). Namun sampai saat ini program tersebut belum terlaksana dengan baik.

Dari hasil pengamatan dan wawancara pada saat studi pendahuluan yang dilakukan

di KUA Palabuhanratu, penulis mendapatkan informasi bahwa bagi calon pengantin yang

tidak ingin melakukan imuniasai TT atau tidak melengkapi dokumen administrative

pernikahan dengan kartu imunisasi TT, tetap diberikan surat ijin menikah. Karna program

imunisasi TT dan pengumpulan kartu tanda imunisasi TT hanya dijadikan sebagai

persyaratan pendukung.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyatakan beberpa faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan program imunisasi TT. Menurut hasil penelitian Purwanto

(2010), faktor faktor yang berhubungan dengan status imunisasi TT wanita usia subur

antara lain umur, status perkawinan, pengetahuan, anjuran, sikap, kebutuhan terhadap

layanan kesehatan. Menurut hasil penelitian Sukmara (2013) , variable yang berpengaruh

secara bermakna adalah sikap, pendidikan, pemeriksaan kehamilan, persepsi terhadap

jarak, dan anjuran. Menurut penelitian Sumartini (2014), faktor yang berhubungan

dengan imunisasi TT pada calon pengantin adalah pendidikan, pengetahuan, jarak, dan

ketersediaan kartu TT. Sedangkah dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada

Kepala KUA di Kecamatan Palabuhanratu, tanggal 29 Mei 2017 didapatkan informasi

bahwa faktor faktor yang menyebabkan beberapa calon pengantin wanita tidak

melakukan imunisasi TT antara lain karna tidak mengetahui adanya program imunisasi

bagi calon pengantin, tidak terlalu diwajibkan oleh pihak KUA karna hanya sebagai
persyaratan pendukung, takut jarum atau takut disuntik, sibuk bekerja sehingga tidak ada

waktu untuk ke Puskesmas/ klinik, dan jauhnya jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan.

Menurut WHO (2010), angka kejadian infeksi tetanus neonatorum tahun 2009

mencapai 13% dari seluruh jumlah bayi lahir di dunia. Angka kejadian di wilayah Asia

Tenggara tahun 2009 mencapai 13% dan di Indonesia mencapai 15%. Tetanus

neonatorum di Indonesia menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan

20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100

kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit

7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18%

kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi <12 bulan. Angka kematian keseluruhan

antara 6,7-30%.4

Menurut data Departemen Kesehatan RI, 75 % kematian bayi terjadi pada masa

perinatal. Kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar

57,1 % (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare) proporsi kematian karena tetanus

neonatorum 9,5 %.

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2007 angka

kematian bayi di jawa barat sebesar 39/1000 kelahiran hidup. Kasus kematian neonatal

memiliki proporsi sebesar 68 % dari kematian bayi 56% disebabkan karena infeksi

tetanus pada masa perinatal.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi pada tahun 2013 jumlah

kematian bayi yang disebabkan oleh Tetanus Neonatorum berjumlah 2 orang dari 39.373

kelahiran hidup.
Pada tahun 2013, cakupan imunisasi TT di Kabupaten Sukabumi telah mencapai

34,30% untuk pemberian TT1, sedangkan untuk TT2 mencapai 37,73%, untuk TT3

mencapai 13,33%, TT4 mencapai 7,74% dan TT5 mencapai 8,80%. Sedangkan di wilayah

kerja puskesmas Palabuhanratu cakupan imunisasi TT pada tahun 2013 mencapai 72,12

untuk TT1, sedangkan TT2 mencapai 27,57%, TT3 mencapai 14,70%, TT4 mencapai

10,71% dan TT5 mencapai 13,75%.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Calon Pengantin

Melakukan Imunisasi Tetanus Toxoid di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi

2017

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Faktor Faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Calon Pengantin melakukan

Imunisasi Tetanus Toxoid di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi 2017?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Calon Pengantin

Melakukan Imunisasi Tetanus Toxoid Di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi

2017.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Calon Pengantin

Melakukan Imunisasi Tetanus Toxoid Di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi

2017 ditinjau dari pengetahuan

b. Untuk mengetahui Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Calon Pengantin

Melakukan Imunisasi Tetanus Toxoid Di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi

2017 ditinjau dari pekerjaan

c. Untuk mengetahui Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Calon Pengantin

Melakukan Imunisasi Tetanus Toxoid Di Wilayah Kerja Palabuhanratu Sukabumi

2017 ditinjau dari lingkungan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi lokasi penelitian

Memberikan masukan bagi Pemerintah Kecamatan palabuhanratu kabupaten

Sukabumi, dan petugas kesehatan terutama Bidan untuk melakukan sosialisasi atau

penyuluhan yang lebih meluas agar seluruh pasangan calon pengantin mengetahui

pentingnya melakukan imunisai tetanus toxoid.

2. Manfaat bagi KUA

Memberikan saran agar melakukan imunisasi tetanus toxoid dan melampirkan

kartu imunisasi sebagai bukti telah melaksanakan imunisasi tetanus toxoid bagi calon
pengantin menjadi persyaratan wajib demi terlaksananya program imunisasi lengkap

bagi seluruh wanita Indonesia.

3. Manfaat bagi calon pengantin

Calon pengantin dapat menyadari manfaat melakukan imunisasi tetanus toxoid

sehingga sadar diri untuk ikut melaksanakan

4. Manfaat bagi institusi pendidikan

Dapat dijadikan referensi tambahan yang dapat digunakan sebagai sumber

bacaan bagi mahasiswa yang dapat menambah wawasan dan ilmu terutama mengenai

metode penelitian
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Imunisasi Tetanus Toxoid

1. Pengertian

a. Tetanus Toxoid

Tetanus neonatrum biasanya disebabkan oleh infeksi C. tetanus yang masuk

melalui tali pusat selama proses persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses

persalinan yang tidak steril, baik dari peralatan yang terkontaminasi maupun obat

untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan peralatan

pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan alas an utama

terjadinya tetanus neonatrum, misalnya pertolongan tali pusat dengan bambu atau

gunting yang tidak steril, setelah tali pusat dipotong dibubuhi dengan abu, tanah

minyak, daun daunan, dan sebaginya (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,

2009).

Clostrodium tetani adalah kuman berbentuk batang lurus, langsing, berukuran

panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron , bersifat gram positif, membentuk

spora, dan hidup obligat anaerob. Kuman ini berbentuk eksotoksin yang disebut

tetanospasmin, suatu neurotoksin (menyerang sistem syaraf) yang kuat. Bakteri ini

dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia, dan juga pada

tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Masa inkubasi dari toksin

tersebut 5-14 hari, tetapi juga bisa lebih pendek (1-3 hari atau beberapa minggu). Ada
tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis: localized tetanus (tetanus local),

cephalic tetanus, dan generalized tetanus (tetanus umum). Selain itu ada juga yang

membagi berupa neonatal tetanus. Karakteristik dari tetanus antara lain kejang

bertambah berat selama tiga hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari, setelah 10

hari frekuensi kejang mulai berkurang, setelah dua minggu kejang mulai hilang,

biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahangsampai leher,

kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus), kejang otot berlanjut ke kaku

kuduk (opistotonus), dan karna kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksisa

dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur columna vertebralis (pada

anak) (Ritarwan, 2013).

Menurut penelitian Harmid dalam Ritarwan, 2013, angka terjadinya tetanus

neonatrum melalui persalinan dengan cara tradisional 56 kasus (68,29%), tenaga

bidan 20 kasus (24,39 %), dan selebihnya melalui dokter 6 kasus (7,32%). Berat

ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa

inkubasinya biasanya prognosisnya pun makin jelek. Prognosis tetanus neonatrum

jelek jika : umur bayi lebih dari 7 hari, masa inkubasi 7 hari atau kurang, periode

timbulnya gejala kurang dari 18 jam, dijumpai kaku otot (Ritarwan, 2013).

Langkah pencegahan pemerintah untuk menanggulangi angka tetanus neonatrum

sudah dicanangkan sejak lama, adapun beberapa langkah pencegahan penyakit

tetanus neonatrum antara lain peningkatan cakupan imunisasi pada wanita usia subur,

pemeriksa kehamilan termasuk pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, pertolongan

persalinan bersih, serta perawatan tali pusat yang bersih, peningkatan kegiatan

surveilans dalam rangka penemuan dini kasus tetanus neonatrum dan penentuan
faktor resiko yang menjadi penyebab, serta pelayanan rujukan baik puskesmas

maupun rumah sakit dengan rawat inap dan penyuluhan melalui kader, tokoh

masyarakat, serta keluarga (Depkes RI, 2012).

2. Imunisasi Tetanus Toxoid

Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai

upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Bidan Lia, 2010). Vaksin jerap TT (Tetanus

Toksoid) adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan dan

terabsorpsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfot. Thimersol 0,1 mg/ml digunakan sebagai

pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU dipergunakan

untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi WUS atau ibu

hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi (Depkes RI, 2006).

Imunisasi merupakan tindakan preventif yang diperlukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dan mempertahankan status kesehatan seluruh rakyat.

Imunisasi tetanus toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya

pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

hamil harus mendapatkan imunisasi tetanus toksoid, sehingga ibu sudah memiliki

antitoksin tetanus dalam tubuh ibu yang akan ditransfer melalui plasenta yang akan

melindungi bayi yang akan dilahirkan dari penyakit tetanus. Sedangkan Imunisasi adalah

memberi kekebalan terhadap penyakit tertentu dan mencegah terjadinya penyakit tertentu

dan pemberiannya bisa berupa vaksin (Syafrudin, dkk, 2011).


Tetanus toksoid merupakan antigen yang aman untuk wanita hamil. Vaksin tetanus

toksoid terdiri dari toksoid atau bibit penyakit yang telah dilemahkan diberikan melalui

suntikan vaksin tetanus toksoid kepada ibu hamil. Dengan demikian, setiap ibu hamil

telah mendapat perlindungan untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya

tetanus neonatorum (IDAI, 2011).

3. Manfaat Imunisasi Tetanus Toxoid

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan sesuai

dengan standar pelayanan antenatal care, yang mencakup 7 (tujuh) standar yaitu

diantaranya adalah pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) lengkap. Menurut WHO

(1993) dalam Wahab & Julia (2002) TT (tetanus toksoid) adalah vaksin yang sangat

efektif, persentase kegagalannya sangat kecil, efektifitas dua dosis TT (tetanus toksoid)

selama hamil dalam mencegah tetanus neonatorum berkisar antara 80-100%. Tetanus

toksoid merangsang pembentukan antitoksin untuk menetralkan toksin tetanus, anti

toksin yang melewati plasenta ke janin pasca imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah

kejadian tetanus neonatorum.

Imunisasi aktif didapat dengan menyuntikan tetanus toksoid dengan tujuan

merangsang tubuh membentuk antibodi. Ibu hamil yang telah mendapatkan imunisasi

tetanus toksoid mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tetanus dan kekebalan

tersebut disalurkan melalui plasenta dan tali pusat kepada janin yang dikandungnya,

selain itu setelah melahirkan ibu tetap menyalurkan kekebalan tersebut melalui air susu

ibu (IDAI, 2011).


Vaksin tetanus diberikan pada bayi dan anak usia kurang dari 10 tahun, ibu hamil,

dan semua orang dewasa. Vaksin tetanus memiliki berbagai kemasan seperti preparat

tunggal (TT), kombinasi dengan toksoid difteri dan atau pertusis (dT,DT, DTwP, DtaP)

dan kombinasi dengan komponen lain seperti HiB dan hepatitis B.

Imunisasi pasif diindikasikan pada seseorang yang mengalami luka kotor, diperoleh

dengan memberikan serum yang sudah mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau

antitoksin homolog (imunoglobulin antitetanus) (Cahyono, 2010).

4. Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid dan Lama Perlindungannya

Pemberian imunisasi tetanus toksoid bagi ibu hamil yang telah mendapatkan

imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada kehamilan sebelumnya atau pada saat calon

pengantin, maka imunisasi cukup diberikan 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc pada lengan

atas. Bila ibu hamil belum mendapat imunisasi atau ragu, maka perlu diberikan imunisasi

tetanus toksoid sejak kunjungan pertama sebanyak 2 kali dengan jadwal interval

minimum 1 bulan (Fauziah &Sutejo, 2012).

Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,

pertusis, tetanus). DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan,

4 bulan, 6 bulan, 15 18 bulan, dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 6) tahun.

Bagi orang dewasa, sebaiknya menerima booster dalam bentuk TT (tetanus toksoid)

setiap 10 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, wanita hamil dengan persalinan berisiko

tinggi paling tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT kedua sebaiknya

diberikan 4 minggu setelah pemberian dosis pertama, dan dosis kedua sebaiknya

diberikan paling tidak dua minggu sebelum persalinan. Untuk ibu hamil yang sebelumnya

pernah menerima TT dua kali pada waktu calon pengantin atau pada kehamilan

sebelumnya, maka diberikan booster TT satu kali saja (Cahyono, 2010).

Menurut BPS (2012), Kemenkes menerapkan program imunisasi pada ibu hamil

diberikan saat kontak pertama dengan petugas medis yaitu dalam kunjungan K1 untuk

mendapatkan pelayanan antenatal yang salah satu programnya adalah imunisasi tetanus

toksoid (TT). Fauziah & Sutejo (2012) menyatakan bahwa TT1 belum memberikan

kekebalan terhadap tetanus, empat minggu kemudian dilanjutkan dengan TT2 untuk

memberikan kekebalan terhadap tetanus selama 3 tahun.

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk,

2013), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI,

2010).

a. Kemasan
1) 1 bok vaksin terdiri dari 10 vial.
2) 1 vial berisi 10 dosis.
3) Vaksin TT berbentuk cairan.
b. Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2
Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4

minggu (Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).


c. Jadwal pemberian
1) TT 1, diberikan dengan dosis 0,5 cc.
2) TT 2, jarak pemberian 4 minggu setelah TT 1, dapat memberikan perlindungan

selama 3 tahun, dosis pemberian 0,5 cc.


3) TT 3, jarak pemberian 6 bulan setelah TT 2, masa perlindungan 5 tahun, dosis

pemberian 0,5 cc.


4) TT 4, jarak pemberian 1 tahun setelah TT 3, masa perlindungan 10 tahun, dosis

pemberian 0,5 cc.


5) TT 5, jarak pemberian 1 tahun setelah TT 4, masa perlindungan 25 tahun, dosis

pemberian 0,5 cc.

5. Fasilitas Kesehatan Untuk mendapatkan Imunisasai Tetanus Toxoid

Fasilitas kesehatan untuk mendapatkan imunisasi tetanus toksoid yaitu : Puskesmas,

Puskesmas pembantu, Rumah sakit, Rumah bersalin, Polindes, Posyandu, Rumah sakit

swasta, Dokter praktek, dan, Bidan praktek. Laporan imunisasi dibuat sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan (dalam buku KIA, rekam medis, dan/atau kohort)

(Kemenkes RI, 2013).

6. Mekanisme Terbentuknya Antibody

Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang dapat

merangsang pembentukan imunitas (antibodi). Imunitas (kekebalan) seseorang terhadap

penyakit infeksi terbentuk akibat respon tubuhnya terhadap mikroorganisme penyebab

penyakit. Sistem kekebalan tubuh mengenal mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur

dan parasit yang disebut antigen (IDAI, 2011).

Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah

dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu sistem kekebalan non spesifik dan

kekebalan spesifik. Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan
tubuh kita tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh

bentuk kekebalan non-spesifik :

Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang berfungsi

untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran napas bawah.

- Pertahanan biokimiawi air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan

sebagai anti bakteri

- Interferon pada saat tubuh kita kemasukan virus, maka sel darah putih akan

memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut

- Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan non-spesifik

yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag) akan menangkap,

mencerna dan membunuh mikroorganisme tersebut.

Apabila sistem kekebalan non-spesifik tidak mampu menghentikan serangan

mikroorganisme, maka sistem kekebalan spesifik akan diaktifkan. Yang dimaksud dengan

sistem kekebalan spesifik adalah cara bekerja sistem kekebalan tubuh secara khusus

ditujukan untuk menangkal mikroorganisme tertentu. Sistem kekebalan spesifik

dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T dan sel B. Sistem kekebalan spesifik

tidak mengenali seluruh struktur utuh mikroorganisme melainkan sebagian protein saja

yang akan merangsang sistem kekebalan tubuh. Bagian dari struktur protein

mikroorganisme yang dapat merangsang sistem kekebalan spesifik disebut dengan

antigen. Adanya antigen akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan

selular. Selanjutnya sel T ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah

bentuk dan fungsi menjadi sel plasma yang selanjutnya akan memproduksi antibodi.
Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah dilengkapi dengan sel memori yang

berfungsi untuk mengenali antigen, semakin sering tubuh kontak dengan antigen dari luar

maka semakin tinggi pula peningkatan kadar anti bodi tubuh (Cahyono, 2010).

Vaksin merupakan produk biologis yang mengandung antigen penyakit, vaksin

diberikan pada saat imunisasi. Hal penting yang perlu diperhatikan pada saat imunisasi

adalah keseimbangan kondisi tubuh yang sehat sehingga pembentukan imunogenisitas

dan reaktogenisitas terbentuk sempurna dan kejadian komplikasi yang terjadi lebih

minimal (Lisnawati, 2011).

7. Efek Samping Tetanus Toxoid

Efek samping biasanya hanya gejala ringan saja seperti kemerahan, pembengkakan

dan rasa nyeri pada tempat suntikan. Tetanus toksoid adalah antigen yang sangat aman

dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil

mendapatkan imunisasi tetanus toksoid. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini

akan sembuh sendiri dan tidak diperlukan tindakan/pengobatan (Cahyono, 2010).

Penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau telah digunakan berulang kali dapat

meyebabkan penyakit. Oleh karena itu penggunaan alat harus steril khususnya jarum

suntik harus baru dan steril (Lisnawati, 2011).

B. Calon Pengantin

1. Pengertian
Calon yaitu seseorang yang akan melakukan sesuatu atau kehendak (Kamisa, Kamus

lengkap, Surabaya).

Penganten beeasal dari kata pinanganten. Pinanganten terdiri dari dua buah kata

yaitu pinang dan gaten. Pinang gaten merupakan pepatah jawa yang artinya sama dengan

asam di gunung garam di laut. Pinang atau jambe adalah pohon yang tertinggi. Ganten

terdiri atas sirih dan kapur sirih. Sirih merupakan tanaman merambat di tanah, di tempat

yang rendah. Akhirnya pinang dan gaten ini bertemu dalam satu penguyahan sebagai

ganten atau makanan sirih. Jika makan sirih kinang ramuannya memang terdiri atas sirih,

kapur sirih, dan buah pinang yang masih muda (2012:13).

Pengantin yaitu suatu hubungan, ikatan kasih dalam sebuah pernikahan atau seorang

mempelai pria maupun wanita (Kamisa, Kamus lengakap, Surabaya).

Jadi calon pengantin yaitu seorang mempelai pria dan mempelai wanita yang akan

melakukan suatu hubungan dengan perbedaan yang menyatukan sehingga terjadinya

ikatan kasih dalam sebuah pernikahan.

2. Syarat Syarat Calon pengantin

Beberapa persyaratan administrative yang harus dimiliki pasangan calon pengantin

adalah:

1) Fotocopy KTP ( 4 lembar)

2) Fotokopi kartu keluarga ( 3 lembar)

3) Pas Photo berwarna, ukuran 23 ( 5 lembar) & 34 (8 lembar)


4) Surat pengantar dari RT

5) Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah atau Surat Pernyataan masih Perjaka/

Perawan, bermaterai Rp. 6.000

6) N1, N2 dan N4 dari desa/kelurahan

7) Surat izin orangtua (N5)

8) N6 dari desa/ kelurahan (bagi janda/duda cerai mati)

9) Akta Cerai dari Pengadilan Agama (bagi janda/duda cerai hidup)

a. Untuk Calon Pengantin Pria (CPP)

1) CPP yang hendak menikah dalam kurun waktu kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja

datang ke Ketua RT setempat guna meminta surat pengantar hendak menikah

untuk ke kantor desa/kelurahan, sekaligus minta blangko formulir pernyataan

masih Perjaka/Perawan (jika tidak ada, surat pernyataan ini bisa dibuat sendiri),

dengan membawa :
a) Fotocopy Kartu Keluarga
b) Fotocopy KTP (2 lembar)
c) Materai 6.000
2) Pemeriksaan kesehatan ke Puskesmas dan imunisasi (TT1, TT2, dll)
3) Ke kantor desa/kelurahan untuk membuat surat-surat yang diperlukan - N1, N2,

N4, N6 (untuk duda cerai mati) & surat pengantar untuk KUA, dengan membawa:
a) Fotocopy Kartu Keluarga (CPP 2 lembar & CPW 1 lembar)
b) Fotocopy KTP (CPP 2 lembar & CPW 1 lembar)
c) Jangan lupa untuk mem-fotocopy dua rangkap surat-surat yang kita peroleh.
4) Berkas-berkas surat pengantar dari desa/kelurahan dibawa ke KUA setempat
5) Bila pernikahan dilakukan di luar wilayah kerja KUA dimana kita tinggal maka

membawa seluruh berkas yang sudah disahkan di Desa/ Kelurahan tersebut di atas

ke KUA setempat untuk membuat/ meminta Surat Keterangan Rekomendasi


Nikah ke keluar daerah, atau yang biasa disebut Surat Keterangan Numpang

Nikah.

b. Untuk Calon Pengantin Wanita (CPW)

1) CPW yang hendak menikah dalam kurun waktu kurang dari 10 (sepuluh) hari

kerja datang ke Ketua RT setempat guna meminta surat pengantar hendak

menikah untuk ke kantor desa/kelurahan, sekaligus minta blangko formulir

pernyataan masih Perjaka/Perawan (jika tidak ada surat pernyataan ini bisa dibuat

sendiri), dengan membawa :


a) Fotocopy Kartu Keluarga
b) Fotocopy KTP (2 lembar)
c) Materai 6.000
2) Pemeriksaan kesehatan ke Puskesmas dan imunisasi (TT1, TT2, dll)
3) Ke kantor desa/kelurahan untuk membuat surat-surat yang diperlukan - N1, N2,

N4, N6 (untuk duda cerai mati) & surat pengantar untuk KUA + N5 (Surat

Persetujuan Orang Tua), dengan membawa :


a) Fotocopy Kartu Keluarga (CPW 2 lembar & CPP 1 lembar)
b) Fotocopy KTP (CPW 2 lembar & CPP 1 lembar)
c) Jangan lupa untuk mem-fotocopy dua rangkap surat-surat yang kita peroleh.
4) Berkas-berkas surat pengantar dari Desa/ Kelurahan dibawa ke KUA setempat
5) Calon pengantin mendaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) pada Tempat

Pendaftaran
a) Tempat Pendaftaran dijabat oleh seorang pegawai yang merangkap sebagai

Bendahara dengan tugas :


- Menerima Pendaftaran;
- Menerima Persyaratan Pernikahan untuk diverifikasi oleh Penghulu;
b) Penghulu memverifikasi seluruh administrasi persyaratan nikah
c) Penghulu mengadakan penataran Pola 5 Jam terhadap Catin memanfaatkan

waktu 10 (sepuluh) hari kerja);


d) Kepala KUA melakukan penjadwalan dan menunjuk penghulu sebagai

pelaksana;
e) Persyaratan yang telah dilengkapi model NB dimasukkan pada Buku Kendali;
f) Pelaksanaan nikah oleh penghulu;
g) Penulisan Register oleh Staf atau Penghulu;
h) Penulisan Kutipan Akta NIKAH oleh penghulu;
i) Ekspedisi Surat Nikah oleh staf;
j) Arsip oleh staf;
(a s.d. j berdasarkan SOP dari Kemenag - Undang-undang Nomor 32 tahun

1945 tentang Pencatatan Nikah & Keputusan Menteri Agama RI nomor 517

Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan)

3. Tes Kesehatan Sebelum Menikah

Sebagian besar masyarakat umumnya tidak sepenuhnya mengetahui status

kesehatannya secara detil, apalagi bagi yang tidak melaksanakan general check up rutin

tahunan. Seseorang yang terlihat sehat bisa saja sebenarnya adalah silent

carrier/pembawa dari beberapa penyakit infeksi & hereditas dan saat hamil dapat

mempengaruhi janin atau bayi yang dilahirkannya nanti. Pre-Marital Screening terdiri

atas beberapa kelompok tes untuk pasangan yang akan menikah. Tes-tes ini dirancang

untuk mengidentifikasi adakah masalah kesehatan saat ini / yang akan muncul di

kemudian hari saat pasangan mengandung/memiliki anak.

Beberapa negara sudah mulai memasukkan Pre-Marital Screening sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan izin untuk menikah (by law / secara hukum). Salah satu

contohnya adalah Kementrian Kesehatan Saudi Arabia yang sejak tahun 2004

mewajibkan Pre-Marital Screening ini untuk menurunkan angka terjadinya kelainan

genetis generasi selanjutnya. Programnya dinamakan Pre-Marital Medical Test. Pada

tahun 2008 program ini diperbaharui dengan dimasukannya Screening Hepatitis B,

Hepatitis C dan HIV sebagai syarat wajib pasangan yang akan menikah dan program ini
dinamakan Program of Healthy Marriage. Negara lain yang mengimplementasikan Pre-

Marital Screening ini adalah China, selain itu diadakan pula program konseling /

pembekalan di bidang kesehatan kepada pasangan yang akan menikah.

Selanjutnya akan dipaparkan hal-hal apa saja yang perlu dimasukkan dalam Pre-

Marital Screening beserta penjelasannya.

a. Pemeriksaan kesehatan secara umum

1) Pemeriksaan fisik atau klinis lengkap

Salah satu manfaatnya dapat diketahui status tekanan darah pasangan.

Tekanan darah yang normal adalah salah satu kunci kesehatan.Tekanan darah

tinggi/hipertensi berbahaya saat wanita hamil. Hipertensi saat kehamilan salah

satunya dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Selain itu apakah

calon pasangan obesitas atau tidak. Obesitas dapat mempengaruhi kesuburan.

Obesitas selama kehamilan menyebabkan beberapa resiko seperti diabetes, pre-

eklampsia, meningkatnya resiko infeksi saluran kemih, sulit untuk melahirkan

tepat waktu, meningkatkan resiko keguguran dan kesulitan saat melahirkan.

2) Pemeriksaan darah rutin meliputi kadar hemoglobin (hb), hematokrit, sel darah

putih (leukosit) dan faktor pembekuan darah (trombosit).

Bagi calon Ibu, perlu diketahui kadar hb nya apakah menderita anemia /

tidak, juga agar diketahui apakah calon Ibu mengalami ganguan faktor

pembekuan darah. Dari hasil pemeriksaan darah juga dapat diketahui apakah

pasangan mengalami kondisi kadar kolesterol tinggi yang meningkatkan resiko


penyakit jantung koroner dan stroke. Hal penting lainnya adalah pemeriksaan

gula darah , yang diperiksa sewaktu puasa dan tidak puasa agar diketahui apakah

calon Ibu mengidap diabetes mellitus, atau setidaknya memiliki kelainan yang

dapat berkembang menjadi diabetes mellitus, seperti intoleransi glukosa. Ibu

hamil yang menderita diabetes tidak terkontrol dapat mengalami beberapa

masalah seperti : janin yang tidak sempurna/cacat, hipertensi, hydramnions

(meningkatnya cairan ketuban), meningkatkan resiko kelahiran prematur, serta

macrosomia (bayi menerima kadar glukosa yang tinggi dari Ibu saat kehamilan

sehingga janin tumbuh sangat besar).

3) Golongan darah dan Rhesus.

Apabila Ibu bergolongan darah O sementara bayi bukan bergolongan darah O

adalah salah satu faktor resiko Jaundice/Kuning pada bayi (ABO Incompatibility).

Sementara bila diketahui Janin Rhesus (+) pada ibu Rhesus (-) akan menimbulkan

inkompatibilitas Rhesus yang bisa mengakibatkan kematian pada janin. Dengan

mengatahui Rhesus sebelum hamil, dokter dapat segera mengatasinya.

4) Urinalisis lengkap

Agar diketahui adakah ISK/ infeksi saluran kemih dan adanya darah, protein,

dll yang menunjukkan adanya penyakit tententu. Penyakit ISK saat kehamilan

beresiko baik bagi Ibu dan bayi berupa kelahiran prematur, berat janin yang

rendah dan resiko kematian saat persalinan.


b. Pemeriksaan beberapa penyakit hereditas atau yang diturunkan orang tua

1) Thalasemia

Thalasemia adalah salah satu penyakit kelainan darah. Penderita penyakit ini

tidak mampu memproduksi hemoglobin yang normal. Penderita Thalasemia

mayor tidak dapat disembuhkan sehingga menjalani pengobatan berupa transfusi

darah seumur hidup dan beresiko penumpukan zat besi dalam tubuh. Thalasemia

telah menjadi salah satu isu kesehatan di Indonesia karena 3- 10% populasi di

Indonesia adalah carrier / pembawa gen Thalasemia beta dan 2,6-11% pembawa

Thalasemia alfa. Saat ini paling tidak tercatat 5.000 pasien Thalasemia di

Indonesia dan diperkirakan angka ini sangat jauh lebih rendah dari penderita

Thalasemia di Indonesia yang tidak terdata.

2) Hemofilia

Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan

sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita

hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Penderita hemofilia

akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

3) Sickle Cell Desease

SCD disebut juga penyakit sel sabit di Indonesia, merupakan penyakit

kelainan sel darah merah yang mudah pecah sehingga menyebabkan anemia.
Secara statistik penyakit ini lebih banyak ditemukan pada ras Afrika, kemudian

Timur Tengah dan beberapa kasus di Asia (India).

c. Pemeriksaan beberapa penyakit menular

1) HIV, Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C (HCV) .

Saat ini menurut WHO terdapat 4,1 juta jiwa di dunia terinfeksi HIV, dimana

95% diantaranya berada di negara berkembang seperti sub-Sahara Afrika dan Asia

Tenggara. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Indonesia, pada tahun

2012 ditemukan kasus HIV sebanyak 21.511 penderita dan jumlah ini jauh

meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sementara untuk penderita Hepatitis B

saat ini diperkirakan sebanyak 1,8 milyar manusia dan 350 juta jiwa sudah

mengalami infeksi kronis. Sementara diperkirakan 170 juta jiwa di dunia

terinfeksi virus Hepatitis C .

2) Penyakit HIV, Hepatitis B dan C adalah penyakit yang mengancam jiwa.

Infeksi virus ini dapat ditularkan melalui darah, hubungan seksual dan cairan

tubuh. Penularan HIV juga bisa melalui transfusi darah dan transplantasi organ

tubuh. Sementara penularan virus Hepatitis B&C rentan terjadi pada pemakai

obat-obatan terlarang melalui jarum suntik. Pemeriksaan akan 3 (tiga) penyakit

infeksi ini sangat penting karena virus-virus ini dapat diam/tidur dalam jangka

waktu yang lama tanpa menunjukkan gejala apapun. Menikah dengan pasangan
yang membawa virus-virus ini beresiko membahayakan pasangan dan juga calon

bayi.

3) TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus).

Infeksi TORCH saat kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir

prematur, atau bahkan kelainan bawaan pada bayi.

4) Venereal Disease Screen (pemeriksaan untuk penyakit syphilis) & penyakit-

penyakit lain yang ditularkan melalui hubungan seksual lainnya (STI/Sexually

Transmitted Infections)

Seperti chlamydia, gonorrhea, HPV/Human papillomavirus , herpes.

Penyakit-penyakit ini dapat menimbulkan masalah kesuburan dan saat kehamilan.

d. Pemeriksaan yang berhubungan dengan organ reproduksi dan kesuburan

1) Untuk wanita

Meliputi pemeriksaan USG agar diketahui kondisi rahim, saluran telur,

indung telur. Pemeriksaan lebih lanjut seperti HSG (Hysterosalpingogram) untuk

mengetahui kondisi tuba falopii dan adakah sumbatan akibat kista, polip

endometrium, tumor fibroid, dll. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk

wanita yang siklus haidnya tidak teratur atau sebaliknya berlebihan. Hormon yang
diperiksa misalnya hormon FSH (Follicle stimulating hormone), LH (Lutenizing

hormone) dan Estradiol (hormone estrogen).

2) Untuk pria

Selain dilakukan pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan penis, skrotum,

prostat juga dilakukan pemeriksaan hormon FSH yang berperan dalam proses

pembentukan sperma serta kadar hormon testosteron. Dapat dilakukan juga

analisis semen dan sperma.

e. Tes alergi

Salah satu yang sering terlewatkan adalah alergi. Alergi adalah sistem kekebalan

tubuh yang bereaksi di luar normal terhadap beberapa substansi (alergen) yang tidak

berbahaya bagi sebagian besar manusia. Kecenderungan seseorang memiliki alergi

adalah karena faktor keturunan walaupun tidak selalu orang tua yang memiliki bakat

alergi akan menurunkannya kepada anak-anaknya. Cukup penting untuk membuat

daftar hal-hal yang memicu alergi dari kedua pasangan terutama bila pasangan ada

yang pernah mengalami reaksi anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian.


f. Vaksinasi dewasa

Vaksin yang berkaitan langsung dengan kehamilan adalah Vaksin Hepatitis B,

Tetanus, MMR (Measles, Mumps, Rubella), Varisela (cacar air), Influenza, serta

Vaksin-vaksin dewasa lainnya sesuai Jadwal Imunisasi Dewasa yang dikeluarkan oleh

Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI.

Pre-marital screening saja kurang lengkap tanpa dikombinasikan dengan

bimbingan/konseling kesehatan serta sikap pro aktif dari pasangan yang akan menikah

untuk mencari informasi mengenai kesehatan. Selain itu pasangan yang akan menikah

diharapkan menjadi konsumen kesehatan cerdas yang menjadi mitra sejajar tenaga

kesehatan. Semoga di masa mendatang Pre-marital Screening ini menjadi program

pemerintah dengan biaya yang terjangkau bahkan gratis.

4. Dasar Hukum Imunisasi TT Pada Calon Pengantin

Berdasarkan instruksi bersama Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam

Dan Departemen Agama dan Direktrul Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan, No 02 1989, 162-

I/PD.03.04.EL Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid Calon Pengantin menimbang : bahwa

sebagai tindak lanjut Keputusan Bersama Direktorat Jederal Bimbingan Masyarakat

Islam dan Urusan Haji Departemen Agama dan Direktur Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan

tentang Pelaksanaan Bimbingan Terpadu Program PPM & PLP Melalui Jalur Kegiatan
Agama Islam, perlu dikeluarkan Instruksi bersama tentang Imunisasi Tetanus Toxoid

Calon Pengantin.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan;

2. Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi

Departemen;

4. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi

Departemen yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan Keputusan

Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;

5. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang SUsunan Organisasi dan

Tata Kerja Departemen Agama yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan

Keputusan Menteri Agama Nomor 75 Tahun 1984;

6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Kesehatan Nomor 294 Tahun 1986

dan Nomor 788/MENKES/SKB/XI/1986 tentang Bimbingan Terpadu Program

Kesehatan melalui jalur Agama;

7. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji

Departemen Agama dan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departeman Kesehatan Nomor: 94 Tahun 1987

6.567.I/PD.03.04.IF; Tentang : Pelaksanaan Bimbingan Terpadu Program PPM &

PLP melalui Jalur Kegiatan Agama Islam


Memperhatikan:

1. Hasil Evaluasi Program Imunisasi Tetanus Toxoid Calon Pengantin di Provinsi Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan pada Tahun 1987.

2. Hasil Pelaksanaan Studi kasus Imunisasi Tetanus Toxoid Calon Pengantin di Jawa

Tengah tanggal 15 -19 Nopember 1988 6.567.I/PD.03.04.IF

Menginstruksikan Kepada : Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama dan

Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan di Seluruh Indonesia untuk:

1. Memerintahkan kepada seluruh jajaran di bawahnya melaksanakan bimbingan dan

pelayanan Imunisasi TT Calon Pengantin sesuai dengan pedoman pelaksanaan

terlampir.

2. Memantau pelaksanaan bimbingan dan pelayanan Imunisasi TT Calon Pengantin di

daerah masing-masing.

3. Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan instruksi Haji dan Dirjen PPM & PLP

sesuai tugas masing-masing Instruksi Bersama ini mulai berlaku sejak tanggal

ditetapkan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

C. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Calon Pengantin Melakukan Imunisasi

Tetanus Toxoid
D. BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL, DAN HIPOTESIS


BAB IV

METODE PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai