Anda di halaman 1dari 11

HALAMAN AWAL PENUGASAN

PENUGASAN MODUL 6.2


TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
TETANUS

Kelompok :
Clara Vica R. Tarigan (22010114120026)

Riyan (22010114120027)

Ulfa Trimonika (22010114120028)

Nina Kristiani Wibowo (22010114120029)

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL PENUGASAN .................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Definisi......................................................................................................................... 1
1.2 Epidemiologi ................................................................................................................ 1
1.3 Etiologi......................................................................................................................... 1
1.4 Manifestasi Klinis ........................................................................................................ 1
1.5 Diagnosis ..................................................................................................................... 2
1.6 Diagnosis Banding ....................................................................................................... 2
BAB II TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK................................... 3

2.1 Promotif ....................................................................................................................... 3


2.2 Preventif ....................................................................................................................... 4
2.3. Kuratif ......................................................................................................................... 6
2.4 Rehabilitatif ................................................................................................................. 7
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 9

ii
B I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani. Bakteri tersebut terdapat di tanah dan saluran pencernaan hewan sehingga dapat
menginfeksi dengan mudah1. Pada pasien didapatkan peningkatan kekakuan otot dan
kejang-kejang otot rangka2.

1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2015, dilaporkan terjadi 10.337 kasus tetanus terjadi di seluruh dunia.
Tahun 2011diperkirakan terjadi 72.600 kematian pada anak berusia kurang dari 5 tahun
terjadi akibat tetanus3. Di Indonesia dilaporkan terjadi 114 kasus pada tahun 2011 yang
berujung kematian4.

1.3 Etiologi
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan eksotoksin, toksin
tetanus atau tetanospamin, dan tetanolisin5. Toksin ini berperan dalam menghambat
pelepasan asetilkolin sehingga menyebabkan kontraksi otot, spasme lokal yang khas dan
kekakuan. Toksin tersebut juga memblokade transmisi pada sambungan neuromuscular
sehingga menyebabkan paralisis6.

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala muncul sekitar 1-2 minggu setelah terinfeksi Clostridium tetani. Masa
inkubasi antara 3-21 hari, umunya 7 hari. Onset adalah waktu sejak muncul gejala sampai
spasme pertama. Makin singkat (onset <48 jam dan periode onset <7 hari) menunjukan
makin berat penyakitnya2,7.
Karakteristik umum penyakit tetanus adalah :
- rigiditas otot
- spasme otot
- ketidakstabilan otonom.7,8

1
Gejala awal berupa kekakuan otot dengan jalur neuronal pendek seperti trismus,
kaku leher, dan nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah menimbulkan ciri khas risus
sardonicus.2,8

Gambar 1. Manifestasi klinis tetanus 9

1.5 Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat ditegakkan murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat
penyakit dan temuan saat pemeriksaan fisik pada pasien2,7,8. Anamnesis yang dapat
ditanyakan pada pasien/keluarga pasien antara lain riwayat pemotongan tali pusat tidak
higienis, riwayat imunisasi DPT, riwayat luka, dan lama onset. Jika ditemukan 1 dari 3
karakteristik umum disertai dengan riwayat anamnesis positif maka diagnosis tetanus dapat
ditegakkan10.

1.6 Diagnosis Banding


Trismus dapat dihubungkan dengan abses gigi, retrofiring dan peritonsilar. Spasme
juga terdapat pada penyakit rabies, intoksikasi striknin, dan hipokalsemia, Rabies dapat
menyebabkan demam, sedangkan tetanus tidak bermanifestasi klinis demam2,6.
Untuk dapat membedakan dengan diagnosis banding lain, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan gram dan biakan. Pemeriksaan gram dapat
ditemukan bakteri basil gram positif dengan terminal spora berbentuk tabuh. Sedangkan
dengan biakan dikatakan positif bila ditemukan bakteri Clostridium tetani10.

2
BAB II TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK

BAB II
TATA LAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK

2.1 Promotif
2.1.1 Lingkungan mikro
Edukasi pentingnya pemenuhan nutrisi dan lingkungan yang sehat. Spora dari
Clostridium tetani (C. tetani) biasanya masuk ke dalam tubuh melalui perlukaan pada
jaringan kulit dan Clostridium tetani banyak ditemukan di tanah, sehingga pentingnya
edukasi untuk selalu menggunakan alas kaki saat beraktivitas di luar rumah. Pemenuhan
nutrisi yang baik untuk anak meliputi pemberian ASI eksklusif. Pemenuhan nutrisi yang
baik pada anak berhubungan dengan pemberian ASI Ekslusif, sehubungan dengan
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030,
menyusui merupakan salah satu langkah pertama bagi seorang manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat dan sejahtera. Di Indonesia hampir 9 dari 10 ibu pernah memberikan
ASI, namun penelitian IDAI (Yohmi dkk, 2015) menemukan hanya 49,8 %
yang memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan sesuai rekomendasi WHO.2 11

2.1.2 Lingkungan mini


Pemberian edukasi pada orang tua mengenai perjalanan penyakit dan cara infeksi
Tetanus. Edukasi mengenai perawatan pasca kelahiran terutama pada perawatan tali pusat.
Bila bayi sudah dipulangkan sebelum tali pusat puput lakukan perawatan tali pusat dirumah
dengan cara tepat. Upayakan tali pusat dalam kondisi tidak basah dan tetap menjaga
kebersihan. Tali pusat tidak perlu dibersihkan oleh sabun ataupun cairan lainnya dan biarkan
terbuka tanpa ditutup dengan kasa kering. Saat memandikan bayi dirumah, usahakan tali
pusat tidak basah. Minyak, bedak, atau jamu-jamuan tidak perlu diberikan pada tali pusat
karena akan membuat basah dan lembab. Beberapa tanda umum infeksi pada tali pusat
antara lain tali pusat tercium bau dan dapat terlihat nanah, tampak kemerahan pada kulit
sekeliling tali pusat, nyeri tekan di sekitar pusat, dan dapat diikuti dengan demam. Apabila
ditemukan adanya infeksi pada tali pusat, langkah pertama yang dapat dilakukan di rumah
adalah orangtua jangan panik, bersihkan ujung tali pusat menggunakan alkohol swab 70%,
bayi tetap diminumkan ASI selama bayi sadar, dan segera dibawa ke dokter untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.12

3
2.1.3 Lingkungan meso
Penyediaan tempat pengelolaan Tetanus anak. Penyuluhan kepada masyarakat
melalui media , pengawasan, arisan, dan sebagainya.

2.1.4 Lingkungan makro


Edukasi mengenai program pembiayaan kesehatan dari pemerintah (JKN/BPJS)
untuk menunjang diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Program pemberantasan Tetanus
nasional.

2.2 Preventif
2.2.1 Lingkungan Mikro
Pemberian imunisasi Tetanus pada anak. Imunisasi DPT ( Difteri Pertussis Tetanus)
juga termasuk komitmen global dalam rangka eliminasi tetanus. Imunisasi DPT diberikan 3
kali sebagai imunisasi dasar yaitu pada anak usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan , dilanjutkan
dengan imunisasi ulangan 1 kali (interval 1 tahun setelah DPT3). Pada usia 5 tahun,
diberikan ulangan lagi (sebelum masuk sekolah) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi
Td. Apabila imunisasi DPT terlambat diberikan, berapa pun interval keterlambatannya,
jangan mengulang dari awal, tetapi lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak belum
pernah diimunisasi dasar pada usia <12 bulan, lakukan imunisasi sesuai imunisasi dasar baik
jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian DPT ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, pemberian
ke-5 paling cepat diberikan 6 bulan sesudahnya. Bila pemberian ke-4 setelah umur 4 tahun,
pemberian ke-5 tidak diperlukan lagi.13

2.2.2 Lingkungan mini


Pemberian vaksinasi pada anggota keluarga yang belum mendapatkan imunisasi
Tetanus. Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk melindungi dari maternal dan
nenonatal tetanus. Dimana pada Ante Natal Care , tentukan status imunisasi ibu baik secara
riwayat maupun kartu dengan pemberian vaksinasi sebagai berikut:
- pada ibu yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus atau status imunisasinya
tidak diketahui berikan 2 dosis Tetanus toxoid dengan interval waktu 1 bulan
sebelum persalinan, dengan dosis lanjutan dapat dilihat pada tabel 1
- pada ibu yang sudah mendapatkan dosis tetanus 1 4 , berikan 1 dosis TT sebelum
persalinan

4
- pada ibu yang dapat menunjukkan bukti bahwa dirinya telah diimunisasi dengan
memiliki riwayat tertulis dari imunisasinya maka imunisasi yang direkomendasikan
sebagai berikut sesuai dengan tabel 2 14

2.2.3 Lingkungan meso


Penyuluhan dan edukasi mengenali tanda dan gejala Tetanus kepada masyarakat
meliputi rigiditas otot, spasme, dan gangguan autonom seperti berkeringat terus menerus ,
napas cepat, dan gangguan cardiorespirasi lainnya.7

2.2.4 Lingkungan makro


Turut serta mengsukseskan program Imunisasi Dasar lengkap oleh pemerintah yang
meliputi BCG 1 dosis, DPT 3 dosis, Hepatitis B 4 dosis, campak 1 dosis, Haemophilus
Influenza tipe B 3 dosis, dan Polio 4 dosis.

5
2.3. Kuratif
2.3.1 Lingkungan mikro
Penatalaksanaan pasien tetanus secara garis besar terdiri atas tatalaksana umum dan
khusus. Pada penatalaksanaan umum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:15
1. Tercukupinya kebutuhan cairan dan nutrisi.
2. Menjaga saluran napas agar tetap bebas.
3. Penanganan spasme, diazepam menjadi pilihan pertama.
4. Mencari port dentree.

Penatalaksanaan khusus tetanus terdiri dari pemberian ATS atau Human tetanus
Imunoglobulin (HTIG) dan antibiotika. Tujuan pemberian ATS dan HTIG adalah untuk
menetralisasi toksin yang beredar di dalam darah dan dapat juga diberikan sebagai
profilaksis (WHO, 2001).15

Setiap orang luka nonminor membutuhkan TIG kecuali untuk orang yang sudah
mendapat kekebalan. Pada beberapa keadaan seperti pasien yang tidak diketahui riwayat
imunisasi, adanya luka yang terkontaminasi tanah/ saliva/ feses, luka gigitan, dll diperluka
TIF 250 unit secara IM dan 500 unit TIG pada luka tetanusprone. Yang dimaksud luka
tetanusprone adalah apabila luka susah dibersihkan, kontaminasi bakteri tertentu, dan lebih
dari 24 jam setelah kejadian. Apabila TIG tidak ada, gunakan hTIG secara IV.16

2.3.2 Lingkungan mini


Keluarga maupun orang terdekat dari pasien diperiksa apakah memiliki luka yang
serupa/ timbul luka seperti karies dentis yang dapat menjadi port d entree Tetanus.
Diagnosis Tetanus sendiri ditegakkan dengan adanya kelainan klinis. Bayi maupun ibu yang
belum menerima vaksinasi dan mengalami luka/ dilahirkan dalam jangka waktu 2 minggu
dan memiliki gejala trismus, kekauan otot, dan kelainan sensorik merupakan khas dari
tetanus.16

2.3.3 Lingkungan meso


Sesuai SKDI, Tetanus Neonatorum memiliki kompetensi 3B dimana dokter umum
berkompetensi mendiagnosis dan melakukan tatalaksana gawat darurat.17

6
2.3.4 Lingkungan makro
Pada penyakit Tetanus, pemerintah telah menfasilitasi BPJS untuk penatalaksanaan
gawat darurat maupun terapi bedah.

2.4 Rehabilitatif
2.4.1 Lingkungan mikro
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai adalah: laringospasme, kekauan otot-
otot pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta
kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi
rhabdomyolisis dan renal failure. Apabila ada komplikasi dilakukan perbaikan nutrisi dan
fisioterapi. Diberikan asupan sebesar 200 kalori/ hari untuk orang dewasa dan 100
kalori/kgBB/hari untuk anak-anak18,19

2.4.2 Lingkungan mini


Mengupayakan pertumbuhan dan perkembangan seperti semula dapat dicapai
dengan pemberian makanan sesuai kebutuhan kalori anak yaitu 100 kalori/kgBB/hari.18

2.4.3 Lingkungan meso


Memfasilitasi tempat rehabilitasi dan tenaga kesehatan pada pasien Tetanus yang
telah mengalami komplikasi pada susunan saraf pusat. Melakukan pembersihan jalan nafas
teratur dan penggunaan ET dapat mencegah terjadinya komplikasi pada Tetanus. Untuk
mengurangi kejang diperlukan tempat yang tenang, tidak terprovokasi suara dan cahaya.19

2.4.4 Lingkungan makro


Mengikutkan pasien dalam fasilitas JKN/BPJS untuk program rehabilitasi dari
Tetanus.

7
BAB III KESIMPULAN
BAB III
KESIMPULAN

1. Tetanus merupakan penyakit yang dapat menimbulkan kematian akibat infeksi


bakteri Clostridum tetani dengan gejala khas berupa rigiditas otot, spasme otot dan
ketidakstabilan otonom.
2. Untuk itu dibutuhkan tatalaksana yang komprehensif dan holistik untuk menghindari
angka kejadian kematian akibat tetanus pada anak.
3. Tatalaksana komprehensif dapat dilakukan dengan upaya pencegahan terhadap
penyakit tetanus, memberikan penyuluhan kepada orangtua agar berperilaku hidup
bersih dan sehat, mendiagnosis awal dan mengobati secepatnya secara tepat dan
menolong atau membantu anak dengan permasalahannya agar dapat kembali ke
lingkungannya.
4. Tatalaksana holistik dapat dilakukan dengan memberikan intervensi pada
lingkungan anak yang terkena tetanus seperti tentang lingkungan yang dapat
membuat anak sehat/sakit, lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan dasar anak,
penyediaan fasilitas dalam memenuhi kebutuhan dasar anak dan menjelaskan tentang
kebijakan pemerintah dalam menangani dan memfasilitasi masalah tetanus pada
anak.
5. Dengan adanya tatalaksana komprehensif dan holistik diharapkan kasus tetanus dan
angka kejadian kematian akibat tetanus dapat berkurang di Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO | Tetanus. (2007). WHO. Retrieved from


http://www.who.int/immunization/diseases/tetanus/en/
2. Komang, N., & Laksmi, S. (2014). CONTINUING CONTINUING DEVELOPMENT
PROFESSIONAL MEDICAL DEVELOPMENT, 41(11), 823827.
3. WHO | Tetanus. (2017). WHO. Retrieved from
http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveillance_type/
passive/tetanus/en/
4. Kemenkes R.I. (2013). Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 16891699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
5. Centers for Disease Control and Prevention (U.S.). (2015). Tetanus. Epidemiology and
Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, 34152.
6. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. (2010) NELSON ESENSI PEDIATRI edisi 4. Jakarta :
EGC.
7. Hassel, B. (2013). Tetanus: Pathophysiology, treatment, and the possibility of using
botulinum toxin against tetanus-induced rigidity and spasms. Toxins, 5(1), 7383.
https://doi.org/10.3390/toxins5010073
8. Health, N. J. D. of. (2013). Tetanus ( Lockjaw ). Tetanus (Lockjaw).
9. The University of Auckland. (2016). Tetanus | Immunisation Advisory Centre. Retrieved
May 5, 2017, from http://www.immune.org.nz/diseases/tetanus
10. Surveillance, C. D. (2010). Current recommendations for treatment of tetanus during
humanitarian emergencies WHO Technical Note. Americas, The, (January), 16.
11. IDAI.2016. Dampak Dari Tidak Menyusui di Indonesia. Available at :
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/dampak-dari-tidak-menyusui-di-indonesia.
12. IDAI.2016. Perawatan tali pusat bayi baru lahir. Available at :
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-tali-pusat-bayi-baru-lahir
13. IDAI.2015. Melengkapi/Mengejar Imunisasi. Available at :
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-ii
14. WHO. Department of Making Pregnancy Safer. 2006. Available at :
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_health/immunizati
on_tetanus.pdf
15. Tetanus . Simanjutak P. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula 1:85
93.
16. Stephen S. Amon. Tetanus in Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Pennsylvania.
Saunders; P. 1432-1434
17. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 2012
18. Menkes, JH: Textbook of Child Neurology, in Tetanus Neonatorun, ed. 3th, Lea and
Frebringerm Philadelphia, 1985, 521-522
19. Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah : UNPAD, 2000

Anda mungkin juga menyukai