Kelompok :
Clara Vica R. Tarigan (22010114120026)
Riyan (22010114120027)
i
DAFTAR ISI
1.1 Definisi......................................................................................................................... 1
1.2 Epidemiologi ................................................................................................................ 1
1.3 Etiologi......................................................................................................................... 1
1.4 Manifestasi Klinis ........................................................................................................ 1
1.5 Diagnosis ..................................................................................................................... 2
1.6 Diagnosis Banding ....................................................................................................... 2
BAB II TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK................................... 3
ii
B I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani. Bakteri tersebut terdapat di tanah dan saluran pencernaan hewan sehingga dapat
menginfeksi dengan mudah1. Pada pasien didapatkan peningkatan kekakuan otot dan
kejang-kejang otot rangka2.
1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2015, dilaporkan terjadi 10.337 kasus tetanus terjadi di seluruh dunia.
Tahun 2011diperkirakan terjadi 72.600 kematian pada anak berusia kurang dari 5 tahun
terjadi akibat tetanus3. Di Indonesia dilaporkan terjadi 114 kasus pada tahun 2011 yang
berujung kematian4.
1.3 Etiologi
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan eksotoksin, toksin
tetanus atau tetanospamin, dan tetanolisin5. Toksin ini berperan dalam menghambat
pelepasan asetilkolin sehingga menyebabkan kontraksi otot, spasme lokal yang khas dan
kekakuan. Toksin tersebut juga memblokade transmisi pada sambungan neuromuscular
sehingga menyebabkan paralisis6.
1
Gejala awal berupa kekakuan otot dengan jalur neuronal pendek seperti trismus,
kaku leher, dan nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah menimbulkan ciri khas risus
sardonicus.2,8
1.5 Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat ditegakkan murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat
penyakit dan temuan saat pemeriksaan fisik pada pasien2,7,8. Anamnesis yang dapat
ditanyakan pada pasien/keluarga pasien antara lain riwayat pemotongan tali pusat tidak
higienis, riwayat imunisasi DPT, riwayat luka, dan lama onset. Jika ditemukan 1 dari 3
karakteristik umum disertai dengan riwayat anamnesis positif maka diagnosis tetanus dapat
ditegakkan10.
2
BAB II TATALAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
BAB II
TATA LAKSANA KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
2.1 Promotif
2.1.1 Lingkungan mikro
Edukasi pentingnya pemenuhan nutrisi dan lingkungan yang sehat. Spora dari
Clostridium tetani (C. tetani) biasanya masuk ke dalam tubuh melalui perlukaan pada
jaringan kulit dan Clostridium tetani banyak ditemukan di tanah, sehingga pentingnya
edukasi untuk selalu menggunakan alas kaki saat beraktivitas di luar rumah. Pemenuhan
nutrisi yang baik untuk anak meliputi pemberian ASI eksklusif. Pemenuhan nutrisi yang
baik pada anak berhubungan dengan pemberian ASI Ekslusif, sehubungan dengan
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030,
menyusui merupakan salah satu langkah pertama bagi seorang manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat dan sejahtera. Di Indonesia hampir 9 dari 10 ibu pernah memberikan
ASI, namun penelitian IDAI (Yohmi dkk, 2015) menemukan hanya 49,8 %
yang memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan sesuai rekomendasi WHO.2 11
3
2.1.3 Lingkungan meso
Penyediaan tempat pengelolaan Tetanus anak. Penyuluhan kepada masyarakat
melalui media , pengawasan, arisan, dan sebagainya.
2.2 Preventif
2.2.1 Lingkungan Mikro
Pemberian imunisasi Tetanus pada anak. Imunisasi DPT ( Difteri Pertussis Tetanus)
juga termasuk komitmen global dalam rangka eliminasi tetanus. Imunisasi DPT diberikan 3
kali sebagai imunisasi dasar yaitu pada anak usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan , dilanjutkan
dengan imunisasi ulangan 1 kali (interval 1 tahun setelah DPT3). Pada usia 5 tahun,
diberikan ulangan lagi (sebelum masuk sekolah) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi
Td. Apabila imunisasi DPT terlambat diberikan, berapa pun interval keterlambatannya,
jangan mengulang dari awal, tetapi lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak belum
pernah diimunisasi dasar pada usia <12 bulan, lakukan imunisasi sesuai imunisasi dasar baik
jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian DPT ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, pemberian
ke-5 paling cepat diberikan 6 bulan sesudahnya. Bila pemberian ke-4 setelah umur 4 tahun,
pemberian ke-5 tidak diperlukan lagi.13
4
- pada ibu yang dapat menunjukkan bukti bahwa dirinya telah diimunisasi dengan
memiliki riwayat tertulis dari imunisasinya maka imunisasi yang direkomendasikan
sebagai berikut sesuai dengan tabel 2 14
5
2.3. Kuratif
2.3.1 Lingkungan mikro
Penatalaksanaan pasien tetanus secara garis besar terdiri atas tatalaksana umum dan
khusus. Pada penatalaksanaan umum, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:15
1. Tercukupinya kebutuhan cairan dan nutrisi.
2. Menjaga saluran napas agar tetap bebas.
3. Penanganan spasme, diazepam menjadi pilihan pertama.
4. Mencari port dentree.
Penatalaksanaan khusus tetanus terdiri dari pemberian ATS atau Human tetanus
Imunoglobulin (HTIG) dan antibiotika. Tujuan pemberian ATS dan HTIG adalah untuk
menetralisasi toksin yang beredar di dalam darah dan dapat juga diberikan sebagai
profilaksis (WHO, 2001).15
Setiap orang luka nonminor membutuhkan TIG kecuali untuk orang yang sudah
mendapat kekebalan. Pada beberapa keadaan seperti pasien yang tidak diketahui riwayat
imunisasi, adanya luka yang terkontaminasi tanah/ saliva/ feses, luka gigitan, dll diperluka
TIF 250 unit secara IM dan 500 unit TIG pada luka tetanusprone. Yang dimaksud luka
tetanusprone adalah apabila luka susah dibersihkan, kontaminasi bakteri tertentu, dan lebih
dari 24 jam setelah kejadian. Apabila TIG tidak ada, gunakan hTIG secara IV.16
6
2.3.4 Lingkungan makro
Pada penyakit Tetanus, pemerintah telah menfasilitasi BPJS untuk penatalaksanaan
gawat darurat maupun terapi bedah.
2.4 Rehabilitatif
2.4.1 Lingkungan mikro
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai adalah: laringospasme, kekauan otot-
otot pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta
kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi
rhabdomyolisis dan renal failure. Apabila ada komplikasi dilakukan perbaikan nutrisi dan
fisioterapi. Diberikan asupan sebesar 200 kalori/ hari untuk orang dewasa dan 100
kalori/kgBB/hari untuk anak-anak18,19
7
BAB III KESIMPULAN
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA