PASIEN TETANUS
Oleh :
HALIMAH
Segala puji dan syukur bagi Allah Subhanahu Wataa’la yang telah memberi
Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan kami
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan semua pihak yang
Wasallam pernah bersabda : “Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
orang lain”. Semoga semua yang ikut membantu mendapatkan balasan yang
Halimah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................5
3.1 Pengkajian…………………………………………………………………..21
3.2 Diagnosa……………………………………………………………………34
3.3 Intervensi…………………………………………………………………...36
3.4 Implementasi dan Evaluasi …………………………………………………39
DAFTAR PUSTAKA
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena
mempengaruhi sistim syaraf dan otot. Dimana tanda gejala tetanus umumnya
diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang
mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot
leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha. Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut
dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada syaraf di sekitar area luka dan
dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi
gangguan pada aktivitas normal syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim
pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Bisa terjadi karena terpotong,
terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus
tidak dapat hidup di sana. Dimana periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu
3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal
tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan.
Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Pada tahun
1999 USA berhasil menemukan vaksin tetanus yang berasal dari toksin tetanus
inaktif atau lebih dikenal dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid). Menurut
penelitian 1 dari 100 anak akan meninggal dunia karena penyakit tetanus dapat
dilakukan dengan imunisasi. Akhir–akhir ini dengan adanya penyebar luasan
program imunisasi di seluruh dunia, dengan pemberian imunisasi sebagai bagian
2
dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30,
35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat
yang terjaga kebersihannya. maka angka kesakitan dan angka kematian telah
menurun secara drastis, dengan kisaran keberhasilan mencapai 95% (Cherry,
2010).
WHO Mengatakan pada tahun 2017 terdapat 10301 tetanus yang dilaporkan
termasuk tetanus pada noenatal sebanyak 3551 yang dilaporkan Unicef
(WHO, 2017). Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Dari data yang
didapatkan dari ruang medikal rekor angka kejadian tetanus di RSUD LUBUK
SIKAPING masih tergolong rendah dari tahun 2019 sampai dengan sekarang
angka kejadian tetanus ada 12 orang.
B. RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang dirumuskan yaitu :
1). Apa defenisi penyakit tetanus ?
2). Apa saja klasifikasi tetanus ?
3). Apa saja tanda gejala tetanus ?
4). Apa saja penyebab tetanus ?
5). Bagaimana cara pencegahan tetanus ?
6). Kenapa penyakit tetanus bisa terjadi ?
C. TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami arti/definisi dari penyakit tetanus
2. Untuk mengetahui dan memahami tipe/bentuk dari penyakit tetanus
3. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala penyakit tetanus
4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit tetanus
5. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit tetanus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI TETANUS
Tetanus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan
oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang
pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang
(Wordl Health organization) 2017. Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit
akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun
tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul
jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga,
infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam
tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara
lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan otot (Wordl
Health organization) 2010. .
D. KLASIFIKASI TETANUS
Ada beberapa macam tetanus menurut (Deepak, 2018) :
1. Tetanus generalis
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
6
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti
luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi,
ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Tetanus ini ditandai dengan
gejala spasme pada wajah, trismus diawal dan susah menelan diikuti
dengan sesak nafas dimana timbul secara tiba tiba. Kekakuan otot baik
bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Lima puluh persen
penderita tetanus generalis akan menuunjukkan trismus, dalam 24–48 jam
dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan
otot rahang terutama massete menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga
penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter, pada
muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka
meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi),
akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu
melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku
sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti
kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan
minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan
adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan
yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan
menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme
sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak
tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati
terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat
pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang
tinggi dan aritmia jantung.
7
c. Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang
spontan.
2. Tetanus local
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan
karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan
otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk
ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat
berkembang menjadi tetanus umum dimana tetanus jenis ini dapat dicegah
dengan tatalaksana menetralisir toksin menggunakan tetanus imunoglobulin
3. Tetanus cephalic
Tetanus jenis ini merupakan tetanus yang jarang terjadi, merupakan salah satu
varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata,
kulit kepala, muka, telinga, leher (nervous facialis). Tetanus jenis ini memiliki
masa inkubasi tinggi sehingga prognosisnya lebih buruk dan tingkat yang
tinggi pada mortalitasnya.
a. Tetanus Neonatal
Tetanus neonatal merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang bisa
disebabkan oleh luka akibat pemotongan tali pusar.
E. PATOFISIOLOGI TETANUS
Penyakit tetanus diawali dengan adanya Clostridia adalah genera heterogen
dari bakteri anaerob saprofitik, dimana bakteri ini merupakan bakteri gram
positif pembentuk spora yang terdiri dari 209 spesies dan 5 subspesies. Genera
ini bersifat pathogen seperti clostridium batolinum, clostridium tetani dan
8
F. WOC
Farmakologi
1). Pemberian ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit melalui IV dan
IMPemberian antibiotic metrodinazol dengan dosis 15 mg/kg BB
dilanjutkan dengan 30mg/kg BB /hari selama 7-10 hari secara IV
2). Golongan Benzodiazepines juga digunakan karena memiliki efek
relaksasi pada otot, antikonvulsan, sedative, dan efek anxiolitik
3). Diazepam diberikan dengan dosis 5 mg
Pelaksanaan keperawatan
1). Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
2).Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus,
diberikan lewat sonde parenteral.
3). Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
4). Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
5). Mengatur cairan dan elektrolit.
11
1. Pengkajian
a. Keadaan umum
1) Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan (Muttaqin, 2008).
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanusbiasanya
normal (Muttaqin, 2008, p. 222). Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi
berhubungan dengan perfusi jaringan di otak (Muttaqin, 2008, p. 222),
RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat karena
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum (Batticaca,
2012, p. 127). Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal 38-40°C (Batticaca, 2012, p. 127)
3) Body System
a) Sistem pernapasan
Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot pernapasan dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai
adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi thorax
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun (Muttaqin,
2008, p. 223).
12
b) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasanya
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya
eritrosit (Muttaqin, Arif, 2012, p. 138).
c) Sistem persarafan
Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat
stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat untuk
memberikan intervensi menurunkan stimulasi cahaya tersebut.
Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut-mencucu seperti
mulut ikan (ini adalah gejala khas dari tetanus).
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak).
Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
13
e) Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosreum derajat refleks pada respons normal.
f) Gerakan involunter
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan tetanus disertai peningkatan suhu nibuh yang
tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
g) Sistem sensorik
Pcmcriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan
perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan
proprioseptif normal dan pcrasaan diskriminatif normal. (Muttaqin,
2008, p. 223).
4) Sistem perkemihan
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang
umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine
dengan menggunakan cateter (Muttaqin, 2008, p. 224).
5) Sistem pencernaan
Mual sampai munttah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun Karen
aanorexia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)
merupakan tanda khas pada tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan
kesulitan BAB (Muttaqin, 2008, p. 224)
6) Sistem Integumen
Klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam nisalnya
tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi
kotor, karena terjatuh di tempat yang kotor, dan terluka atau kecelakaan
14
dan timbul luka yang tertutup debu atau kotoran juga luka bakar dan
patah tulang terbuka. Adakah porte de entrée seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan
benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
7) Sistem musculoskeletal
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami
patah tulang terbuka yang memungkinkan port de entrée kuman
clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal.
Adanya kejang memberikan resiko pada fraktur vertebra pada bayi,
ketegangan, dan spasme otot pada abdomen (Muttaqin, 2008, p. 224)
8) Sistem Endokrin
fungsi endokrin pada klien tetanus normal (Sudoyo, 2009, p. 2213)
9) Sistem reproduksi
Pasien tetanus dari tingkah laku seksual dan reproduksi normal
(Sudoyo, 2009, p. 2215)
10) Sistem pengindraan
Sistem pengindraan pengecapan pada pasien tetanus normal dan tidak
ditemukan gangguan (Muttaqin, 2008, p. 223).
11) Sistem imun
kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam mengenali toksin
sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang
dibentuk (Batticaca, 2012, p. 128)
b. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG : interval CT memanjang karena segmen ST. bentuk takikardia
ventrikuler (torsaderse pointters)
2) Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat
15
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resikocidera b/d perubahanorientasiefektif
b. Gangguanmobilitasfisik b/d gangguanneuromuskuler
c. Resikoinfeksi b/d efekprosedurinfasif
d. Bersihanjalannafastidakefektif b/d spasmejalannafas
3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spas mejalan nafas
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharap
ekspektasi meningkat dengan criteria hasil
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi secret menurun
3) Ronchi menurun
4) Sulit bicara menurun
5) Gelisah menurun
6) Prekwensi nafas membaik
7) Pola nafas membaik
Intervensi :manajemen jalan nafas
Observasi
1) Monitor polanafas (frekwensi, kedalaman, usahanafas)
2) Monitor bunyinafastambahan (ronki, weezing)
3) Monitor secret (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1) Pertahankankepatenanjalannafas
18
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan mobilisasi sederhana
c. Resiko infeksi b/d efek prosedur invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan ekspektasi menurun dengan criteria hasil
1) Demam menurun
2) Nyeri menurun
3) Kemerahan menurun
4) Bengkak menurun
5) Leukosit membaik
Intervensi : pencegahan infeksi
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Teraupetik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan pada daerah resiko infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungannya
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan keluarga cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan keluarga untuk memeriksa KU pasien
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian imunisasi jika perlu
d. Resikocidera b/d perubahan orientasi efektif
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan ekspektasi menurun dengan criteria hasil :
20
REFERENSI