Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA

PASIEN TETANUS

Oleh :

HALIMAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK SIKAPING


PASAMAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Subhanahu Wataa’la yang telah memberi

rahmat, hidayah dan petunjukNYA yang berlimpah sehingga mahasiswa dapat

menyelesaikan Makalah Askep yang berjudul “PENYAKIT TETANUS di RSUD

LUBUK SIKAPING TAHUN 2022”.

Makalah ini di ajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

siklus keperawatan medical bedah, kelompok banyak mendapat bimbingan arahan

dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kami

menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan kami

mengharapkan kritikan dan saran untuk kelengkapan Makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan semua pihak yang

berpartisipasi untuk kelengkapan makalah ini. Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam pernah bersabda : “Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi

orang lain”. Semoga semua yang ikut membantu mendapatkan balasan yang

berlipat ganda dari ALLAH SWT, Aamiin Allahumma Aamiin.

Lubuk Sikaping, Oktober 2022

Halimah

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3 Tujuan..............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Tetanus……………………………………………………………. 4

2.2 Penyebab Tetanus………………………………………………………….. 4

2.3 Tanda Gejala Tetanus......................................................................................5

2.5 Klasifikasi.......................................................................................................5

2.6 Patofisiologi Tetanus………………………………………………………. 7

2.7 Cara Pencegahan Tetanus…………………………………………………. 9

2.8 Asuhan Keperawatan Teoritis………………………………………………11

BAB III TINJAUAN KASUS TETANUS

3.1 Pengkajian…………………………………………………………………..21
3.2 Diagnosa……………………………………………………………………34
3.3 Intervensi…………………………………………………………………...36
3.4 Implementasi dan Evaluasi …………………………………………………39

DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena
mempengaruhi sistim syaraf dan otot. Dimana tanda gejala tetanus umumnya
diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang
mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot
leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha. Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut
dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada syaraf di sekitar area luka dan
dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi
gangguan pada aktivitas normal syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim
pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Bisa terjadi karena terpotong,
terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus
tidak dapat hidup di sana. Dimana periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu
3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal
tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan.
Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Pada tahun
1999 USA berhasil menemukan vaksin tetanus yang berasal dari toksin tetanus
inaktif atau lebih dikenal dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid). Menurut
penelitian 1 dari 100 anak akan meninggal dunia karena penyakit tetanus dapat
dilakukan dengan imunisasi. Akhir–akhir ini dengan adanya penyebar luasan
program imunisasi di seluruh dunia, dengan pemberian imunisasi sebagai bagian
2

dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30,
35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat
yang terjaga kebersihannya. maka angka kesakitan dan angka kematian telah
menurun secara drastis, dengan kisaran keberhasilan mencapai 95% (Cherry,
2010).
WHO Mengatakan pada tahun 2017 terdapat 10301 tetanus yang dilaporkan
termasuk tetanus pada noenatal sebanyak 3551 yang dilaporkan Unicef
(WHO, 2017). Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Dari data yang
didapatkan dari ruang medikal rekor angka kejadian tetanus di RSUD LUBUK
SIKAPING masih tergolong rendah dari tahun 2019 sampai dengan sekarang
angka kejadian tetanus ada 12 orang.

B. RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang dirumuskan yaitu :
1). Apa defenisi penyakit tetanus ?
2). Apa saja klasifikasi tetanus ?
3). Apa saja tanda gejala tetanus ?
4). Apa saja penyebab tetanus ?
5). Bagaimana cara pencegahan tetanus ?
6). Kenapa penyakit tetanus bisa terjadi ?

C. TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami arti/definisi dari penyakit tetanus
2. Untuk mengetahui dan memahami tipe/bentuk dari penyakit tetanus
3. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala penyakit tetanus
4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit tetanus
5. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit tetanus
3

6. Untuk mengetahu perjalan proses penyakit tetanus


7. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI TETANUS
Tetanus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan
oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang
pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang
(Wordl Health organization) 2017. Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit
akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun
tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul
jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga,
infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam
tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara
lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan otot (Wordl
Health organization) 2010. .

B. PENYEBAB TERJADINYA TETANUS


Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium
tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke
sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada
aktivitas normal syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. bisa karena terpotong, terbakar, aborsi ,
narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit)
maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat
menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
5

C. TANDA DAN GEJALA TETANUS


Menurut (Clarissa, et.al.2019) tanda gejala tetanus ada beberapa poin yaitu :

a. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris


b. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
c. Ketegangan otot dinding perut
d. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu
anterior
e. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
f. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan
(sering merupakan gejala dini
g. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas
inferior dala keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat.
Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi periode
relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa
nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi
yang kuat.
h. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan
laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur
kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat
kuat.
i. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
j. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian
tekanan cairan otak.

D. KLASIFIKASI TETANUS
Ada beberapa macam tetanus menurut (Deepak, 2018) :
1. Tetanus generalis
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
6

Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti
luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi,
ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Tetanus ini ditandai dengan
gejala spasme pada wajah, trismus diawal dan susah menelan diikuti
dengan sesak nafas dimana timbul secara tiba tiba. Kekakuan otot baik
bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Lima puluh persen
penderita tetanus generalis akan menuunjukkan trismus, dalam 24–48 jam
dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan
otot rahang terutama massete menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga
penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter, pada
muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka
meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi),
akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu
melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku
sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti
kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan
minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan
adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan
yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan
menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme
sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak
tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati
terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat
pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang
tinggi dan aritmia jantung.
7

Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:


a. Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang.
b. Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum
bila dirangsang.

c. Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang
spontan.

2. Tetanus local
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan
karena gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan
otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk
ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat
berkembang menjadi tetanus umum dimana tetanus jenis ini dapat dicegah
dengan tatalaksana menetralisir toksin menggunakan tetanus imunoglobulin
3. Tetanus cephalic
Tetanus jenis ini merupakan tetanus yang jarang terjadi, merupakan salah satu
varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata,
kulit kepala, muka, telinga, leher (nervous facialis). Tetanus jenis ini memiliki
masa inkubasi tinggi sehingga prognosisnya lebih buruk dan tingkat yang
tinggi pada mortalitasnya.
a. Tetanus Neonatal
Tetanus neonatal merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang bisa
disebabkan oleh luka akibat pemotongan tali pusar.

E. PATOFISIOLOGI TETANUS
Penyakit tetanus diawali dengan adanya Clostridia adalah genera heterogen
dari bakteri anaerob saprofitik, dimana bakteri ini merupakan bakteri gram
positif pembentuk spora yang terdiri dari 209 spesies dan 5 subspesies. Genera
ini bersifat pathogen seperti clostridium batolinum, clostridium tetani dan
8

clostridium perfringens. Spesie yang bersifat patogen ini menghasilkan


eksotoksin yang membuat inangnya sakit dan dapat menyebabkan kematian.
Clostridium tetani menghasilkan toksin tetanus yang mengakibatkan kekakuan
otot dan spasme, pada bakteri dewasa dihasilkan dua eksotoksin yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin, dimana tetanospasmin inilah yang menyebabkan
timbulnya gejala pada pasien tetanus. Infeksi oleh bakteri ini masuk lewat luka
yang terkontaminasi dimana luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob
serta terdapat jaringan nekrotis dimana spora akan berubah menjadi vegetative
dan berkembang danmenyebar luas melalui saluran limfe dan aliran darah.
Toksin yang dihasilkan akan berkaitan dengan nervous sentral, simpatik dan
mengganggu sistemnya termasuk motorik perifer, sumsum tulang belakang dan
otak (CDC, 2019).
9

F. WOC

G. CARA PENANGGULANGAN TETANUS


Menurut (WHO,2010) tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien
tetanus adalah pasien tetanus ditempatkan pada ruang perawatan yang sunyi,
yang terhindar dari stimulasi audiotorik dan stimulasi taktil,dan yang paling
penting pada pasien tetanus adalah pemberian ATS.
10

 Farmakologi
1). Pemberian ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit melalui IV dan
IMPemberian antibiotic metrodinazol dengan dosis 15 mg/kg BB
dilanjutkan dengan 30mg/kg BB /hari selama 7-10 hari secara IV
2). Golongan Benzodiazepines juga digunakan karena memiliki efek
relaksasi pada otot, antikonvulsan, sedative, dan efek anxiolitik
3). Diazepam diberikan dengan dosis 5 mg
 Pelaksanaan keperawatan
1). Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
2).Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus,
diberikan lewat sonde parenteral.
3). Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
4). Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
5). Mengatur cairan dan elektrolit.
11

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian
a. Keadaan umum
1) Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan (Muttaqin, 2008).
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanusbiasanya
normal (Muttaqin, 2008, p. 222). Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi
berhubungan dengan perfusi jaringan di otak (Muttaqin, 2008, p. 222),
RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat karena
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum (Batticaca,
2012, p. 127). Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal 38-40°C (Batticaca, 2012, p. 127)
3) Body System
a) Sistem pernapasan
Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot pernapasan dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai
adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi thorax
didapatkan taktil  premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun (Muttaqin,
2008, p. 223).
12

b) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasanya
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya
eritrosit (Muttaqin, Arif, 2012, p. 138).
c) Sistem persarafan
 Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
 Saraf III, IV, dan Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat
stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat untuk
memberikan intervensi menurunkan stimulasi cahaya tersebut.
Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut-mencucu seperti
mulut ikan (ini adalah gejala khas dari tetanus).
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
 Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
 Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak).
 Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
13

e) Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosreum derajat refleks pada respons normal.
f) Gerakan involunter
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan tetanus disertai peningkatan suhu nibuh yang
tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
g) Sistem sensorik
Pcmcriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan
perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan
proprioseptif normal dan pcrasaan diskriminatif normal. (Muttaqin,
2008, p. 223).
4) Sistem perkemihan
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang
umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine
dengan menggunakan cateter (Muttaqin, 2008, p. 224).
5) Sistem pencernaan
Mual sampai munttah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun Karen
aanorexia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)
merupakan tanda khas pada tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan
kesulitan BAB (Muttaqin, 2008, p. 224)
6) Sistem Integumen
Klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam nisalnya
tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi
kotor, karena terjatuh di tempat yang kotor, dan terluka atau kecelakaan
14

dan timbul luka yang tertutup debu atau kotoran juga luka bakar dan
patah tulang terbuka. Adakah porte de entrée seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan
benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
7) Sistem musculoskeletal
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami
patah tulang terbuka yang memungkinkan port de entrée kuman
clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal.
Adanya kejang memberikan resiko pada fraktur vertebra pada bayi,
ketegangan, dan spasme otot pada abdomen (Muttaqin, 2008, p. 224)
8) Sistem Endokrin
fungsi endokrin pada klien tetanus normal  (Sudoyo, 2009, p. 2213)
9) Sistem reproduksi
Pasien tetanus dari tingkah laku seksual dan reproduksi normal
(Sudoyo, 2009, p. 2215)
10) Sistem pengindraan
Sistem pengindraan pengecapan pada pasien tetanus normal dan tidak
ditemukan gangguan (Muttaqin, 2008, p. 223).
11) Sistem imun
kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam mengenali toksin
sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang
dibentuk (Batticaca, 2012, p. 128)
b. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG : interval CT memanjang karena segmen ST. bentuk takikardia
ventrikuler (torsaderse pointters)
2) Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat
15

3) Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada


jarringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 289)
c. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose (untuk balita)
jika   terjadi luka lagi, dilakukan booster ulang
2) Imunisasi pastif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat
bertahan 7-10 hari). Pemberian imunisasi ini sering menyebabkan
syok anafilaksis ehinngga harus dilakukan skin test terlebih dahulu.
Jika pda lokasi skin test tidak terjadi kemerahan, gatal, dan
pembengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-anak
diberikan setengah dosis (750-1250 UI). HyperTet 250 UI dan dosis
untuk anak-anak diberikan setengahnya (12,5 UI) bila tidak tahan
ATS
3) Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai
perhidrol (hydrogen peroksida –H2O2), debridemen, bilas dengan
NaCl, dan jahit
4) Injeksi penisilin (terhadap basil anaerob dan simbiosis) (Batticaca,
2012, p. 128)
d. Pengobatan Tetanus :
Berdasarkan pathogenesis, prinsip terapi ditujukan pada adanya toksin
yang beredr di srikulasi darah dan adanya basil di tempat luka. Adanya
stimulus yang diterima saraf aferen dan adanya serabut motoric yang
menimbulkan spasme dan kejang
Obat-obatan :
1) Antibiotika
Diberikan parenteral penniciline 1,2 juta unit / hari selama 10
hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan peicilin dosis
50.000 unit / KgBB / 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari.
16

Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat


lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak
melebihi  2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis).
Antibioika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetative dari C.
tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya
b) Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Imunoglobulin (TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM, tidak
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung anti
complementary aggregates of globulin, yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan
untuk menggunakan tetaus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U
dari antitoksin intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam
waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah pada sebelah luar.
c) Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM.
Pemberian TT harus dilakukan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
d) Antikonvulsan
Penyebab kematian utama pada tetanus neonatorum adalah kejang
klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta
komplikasinya. Dengan penggunaan obat-obatan sedasi/muscle
relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi (Nurarif & Kusuma,
2016, p. 290).
17

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resikocidera b/d perubahanorientasiefektif
b. Gangguanmobilitasfisik b/d gangguanneuromuskuler
c. Resikoinfeksi b/d efekprosedurinfasif
d. Bersihanjalannafastidakefektif b/d spasmejalannafas

Prioritas Diagnose Keperawatan


a. Bersihanjalannafastidakefektif b/d spasmejalannafas
b. Gangguanmobilitasfisik b/d gangguanneuromuskuler
c. Bersihanjalannafastidakefektif b/d spasmejalannafas
d. Resikocidera b/d perubahanorientasiefektif

3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spas mejalan nafas
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharap
ekspektasi meningkat dengan criteria hasil
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi secret menurun
3) Ronchi menurun
4) Sulit bicara menurun
5) Gelisah menurun
6) Prekwensi nafas membaik
7) Pola nafas membaik
Intervensi :manajemen jalan nafas
Observasi
1) Monitor polanafas (frekwensi, kedalaman, usahanafas)
2) Monitor bunyinafastambahan (ronki, weezing)
3) Monitor secret (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1) Pertahankankepatenanjalannafas
18

2) Posisikan semi powler


3) Berikanoksigen
Edukasi
Ajarkan keluarga untuk mengeluarkan secret dengan cara memiringkan
kepala
Kalaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
b. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan ekspektasi meningkat dengan criteria hasil
1) Pergerakan ekstermitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentanggerak/ROM meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kaku sendi menurun
6) Gerakan terbatas menurun
7) Kelemahan fisi kmenurun
Intervensi
Dukungan mobilitas
Observasi
1) Identifikasiadanyanyeri
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor TTV
4) Monitor KU
Teraupetik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
19

Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan mobilisasi sederhana
c. Resiko infeksi b/d efek prosedur invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan ekspektasi menurun dengan criteria hasil
1) Demam menurun
2) Nyeri menurun
3) Kemerahan menurun
4) Bengkak menurun
5) Leukosit membaik
Intervensi : pencegahan infeksi
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Teraupetik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan pada daerah resiko infeksi
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungannya
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan keluarga cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan keluarga untuk memeriksa KU pasien
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian imunisasi jika perlu
d. Resikocidera b/d perubahan orientasi efektif
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan ekspektasi menurun dengan criteria hasil :
20

1) Toleransi aktivitas meningkat


2) Nafsu makan meningkat
3) Kejadian cidera menurun
4) Ekspresi wajah kesakitan menurun
5) Gangguan mobilitas menurun
6) TD membaik
7) Prekwensi nafas membaik
8) Pola istirahat tidur membaik
Intervensi : pencegahan cidera
Observasi
Identifikasi linkungan yang berpotensi menyebabkan cidera
Terapeutik
1) Sediakan pencahayaan yang memudar
2) Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
3) Pertahankan roda dan pagar pengaman tempat tidur agar selalu
terkunci
4) Tingkatkan frekwensi observasi danpengawasan pasien sesuai
kebutuhan
Edukasi
Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
21

REFERENSI

World Health Organization, (2010).Current Recommendation for treatment of


tetanus during humanitarian emergencies.WHO Tech note.Diakses pada 7
Februari 2021.

World Health Organization, (2017).Weekly Epidemiological record : tetanus


vaccines.

Switzerland; no.6,92,53-76. WHO Tech note.Diakses pada 7 Februari 2021.

Cherry JD ,(2010) The Present and future control of pertussis.clinical infectious


diseases; an official publication of the infectiuous diseases society of
America.

Deepak S.Sharma, Mit b shah, (2018). A rare case of localized tetanus.india:Indian J


Crit Care Med 22(9):678-679

CDC, (2019) Tdap Vaccine for preteens and teens, http://www.cdc.gov/vaccines/vpd-


vac/tetanus/. Diakses pada 7 februari 2021

Anda mungkin juga menyukai