TETANUS
Dosen Pengampu:
Achlish Abdillah, S.ST., M.Kes.
Disusun Oleh :
1. Ainani Rahmatul H 202303101008
2. Vony Indah Yani 202303101011
3. Vanesya Bening O 202303101012
4. Amalia Agustin 202303101013
5. Valen Aprillina N.A 202303101016
6. Arini Fitria 202303101018
7. Dinda Putri A 202303101019
8. Shinta Dina Nuriyah 202303101035
9. Siti Nur Hidayah 202303101073
10. Aqilla Fadia Hayya 202303101075
11. Nur Aini Khasanah 202303101077
12. Vira Indriani 202303101078
13. Shelly Atikah Sari 202303101093
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Tetanus mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 2 dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
menyelesaikan tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 pada semester 4,
program studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Jember kampus
lumajang .
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.Oleh
Karena itu, tim penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Achlish Abdillah, S.ST.,M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
kelompok kami dan telah memberikan masukan yang membantu bagi pengembangan
ilmu yang telah didapatkan.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN……………………………………………………………………………….….4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi………………………………………………………………………………….....5
2.2 Etiologi……………………………………………………………………………….........5
2.4 Patofisiologi.........................................................................................................................7
2.5 Komplikasi…………………………………………………………………..………….....7
A. Pengkajian.....................................................................................................................9
B. Diagnosa keperawatan .................................................................................................14
C. Intervensi keperawatan.................................................................................................14
D. Implementasi keperawatan...........................................................................................17
E. Evaluasi keperawatan...................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui :
A. Definisi Tetanus
B. Etiologi Tetanus
C. Manifestasi Tetanus
D. Komplikasi Tetanus
E. Pemeriksaan diagnostik Tetanus
F. Asuhan keperawatan gangguan kebutuhan aktivitas pada Tetanus
4
BAB II
PEMBAHASAN
C. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran
binatang. 6 Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran
klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun.
C. tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana menurut
antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksin yang sama. Spora
yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik
maupun agen kimia. Spora C. tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit
(meski hancur dengan autoclave pada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini
menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki
tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Pada cephalic tetanus masa inkubasi umumnya lebih pendek yaitu 1-2 hari. Dengan
manifestasi klinis yang paling sering dijumpai adalah parese N VII (Ismanoe, 2009). Parese
nervus cranialis ini bisa dijumpai single nervus atau multiple. Pada umumnya N VII, VIII dan
IX terlibat sejak awal muncul keluhan penyakit. Parese nervus cranialis ini pada 42 % kasus
mendahului munculnya trismus sehingga cephalic tetanus sering disalahartikan sebagai
penyakit lain (Gautam et al., 2009).
5
Tetanus general paling sering terjadi dengan karakteristik adanya peningkatan tonus otot dan
spasme menyeluruh. Median onset setelah luka 7 hari, 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan
10% setelah 14 hari. Pada awalnya terjadi peningkatan tonus otot messeter berupa trismus
(lockjaw). Kemudian diikuti disfagia, kekakuan atau nyeri di leher, bahu dan otot-otot lengan
punggung, refleks spasme. Gejala lain perut mengeras, otot-otot lengan atas kaku (Abrutyn,
2004). Kekakuan otot meluas dari dagu dan otot-otot fasial, kemudian dalam 24 sampai 48
jam meluas ke otot-otot ekstensi lengan. Disfagia terjadi pada tetanus derajat sedang sampai
berat, disebabkan oleh spasme otot faring. Refleks spasme pada sebagian besar pasien dapat
dicetuskan oleh rangsang eksternal minimal seperti cahaya, sentuhan atau bau. Spasme dalam
beberapa detik sampai menit menjadi lebih intensif dan meningkatkan progresivitas penyakit.
Spasme laring dapat terjadi setiap saat yang dapat menyebabkan asfiksia dan apnea (Dire,
2005). Kontraksi otot wajah menyebabkan ekspresi grimace atau risus sardonikus. Kontraksi
otot-otot punggung menimbulkan opistotonus (Abrutyn, 2004).
Skore tetanus pada pasien ini adalah : masa inkubasi < 7 hari (3), onset 4-6 hari (2),
disfagia (1), kejang (0), trismus (1), gejala simpatis atau cardiovascular (0), spasme laring (0)
= total skore adalah 7. Sehingga pasien ini masuk tetanus cephalic grade I (ringan).
Kejang tetanik dapat terjadi dan prognosis cenderung jelek. Frekuensi dan beratnya
kejang berhubungan dengan beratnya penyakit. Pasien biasanya tetap sadar dengan keluhan
nyeri hebat. Kejang frekuen pada kelompok-kelompokotot menyebabkan opistotonus, fleksi
dan abduksi lengan, dada mencembung dan ekstensi ekstremitas bawah (Dire, 2005).
2.4 Patofisiologi
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke
sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen. sangat
mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh
toksin spesifik Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin
spesifik. Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dan Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi) Penyakit ini merupakan I dari
4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dan pengaruh kekuatan
eksotoksun (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme Bakten Clostridium tetani ini banyak
ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat
6
masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah,
lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari
tangan atau jan kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator.2 Sekitar kurang lebih
78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya.26 Kejang yang berlangsung terus
menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta
rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut.
Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan.
Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan
ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia
lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan
pada 50% -70% dari kasus diotopsi.
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena pelepasan
katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi
yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.2 Walaupun demikian, pemberian
magnesium sulfat saat gejala tersebut sangat bisa diandalkan.31 Magnesium sulfat dapat
mengontrol gejala spasme otot dan disfungsi otonom.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada tetanus adalah mengeliminasi sumber toksin, menetralkan toksin
yang tidak berikatan, mencegah kejang, merawat luka dan membersihkan luka sebaik-
baiknya, diet cukup kalori dan protein, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit,
memberi dukungan terutama pada saluran nafas sampai penderita membaik. Penderita
sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang, di unit perawatan intensif (ICU) agar observasi
7
dan monitor kardiopulmoner dapat dilakukan terus-menerus dengan stimulus minimal
(Ismanoe, 2009). Kunci utama penanganan tetanus adalah mengontrol kejang dan disfungsi
saraf otonom dengan mempertahankan ventilasi dan oksigenasi serta menghindari komplikasi
seperti aspirasi paru (Attygalle, 2000).
Mempertimbangkan derajat cephalic tetanus grade ringan, pasien ini dirawat di ruang
perawatan biasa kelas I, tidak bersama pasien lain dengan kondisi ruangan yang tenang
meskipun tidak begitu gelap karena tidak tertutup gorden hitam.
Monitor kondisi umum dan vital sign tidak dapat menggunakan monitor kontinue
dikarenakan keterbatasan fasilitas di ruang perawatan biasa. Untuk meminimalkan
rangsangan, dilakukan motivasi dan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi pasien
serta hal-hal yang perlu dihindari untuk mencegah perburukan kondisi pasien.
Penting sekali untuk mencegah terjadinya aspirasi pada pasien ini, sehingga pasien
dipasang NGT sekaligus untuk intake nutrisi
8
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN AKTIVITAS
AKIBAT AMPUTASI
A. Pengkajian
1) Biodata:
Nama
Umur
jenis kelamin
agama
pendidikan
pekerjaan
diagnosa medis
no register dan
tanggal MRS.
2) Keluhan Utama
Seing menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat
kesadaran (Muttaqin, 2008, p. 118).
Alasan Masuk Rumah Sakit Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma (Muttaqin, 2008, p. 221).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Biasanya pasien tetanus sering menimbulkan
kejang, dan harus diberikan tindakan untuk menurunkan keluhan kejang tersebut
(Muttaqin, 2008, p. 221).
9
debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte
d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi
berlubang dikorek dengan benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
5) Riwayat Pengobatan
Biasanya pasien tetanus menggunakan obat-obatan diazepam sebagai terapi spasme
tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua tingkatan system saraf pusat, termasuk
bentukan limbik dan reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu
neurotransmitter inhibitori utama (Sudoyo, 2009, p. 2920).
6) Riwayat Psikososial
Psikososial pasien tetanus biasanya timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap
maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit (Muttaqin, 2008, p.
222).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
1) Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan (Muttaqin, 2008, p. 223).
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanusbiasanya normal
(Muttaqin, 2008, p. 222).
Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi berhubungan dengan perfusi jaringan di
otak (Muttaqin, 2008, p. 222)
RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat karena
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum (Batticaca, 2012, p.
127).
10
Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh lebih dari normal
38-40°C (Batticaca, 2012, p. 127).
Body System
1) Sistem pernapasan
Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
pernapasan dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien
tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi thorax
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun (Muttaqin, 2008, p. 223).
2) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik yang sering
terjadi pada klien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate, adanya anemis
karena hancurnya eritrosit (Muttaqin, Arif, 2012, p. 138).
3) Sistem persarafan
Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Respons
kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat untuk
memberikan intervensi menurunkan stimulasi cahaya tersebut. Saraf V. Refleks
masester meningkat. Mulut-mencucu seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas
dari tetanus).
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
(trismus).
Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).
11
Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
4) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap
lanjut mengalami perubahan.
5) Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosreum
derajat refleks pada respons normal.
6) Gerakan involunter
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan tetanus disertai
peningkatan suhu nibuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
7) Sistem sensorik
Pcmcriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal,
perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh. Perasaan proprioseptif normal dan pcrasaan diskriminatif normal.
(Muttaqin, 2008, p. 223).
8) Sistem perkemihan
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering
kejang sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan cateter (Muttaqin, 2008, p.
224).
9) Sistem pencernaan
Mual sampai munttah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun Karen aanorexia dan adanya kejang,
kaku dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas pada tetanus. Adanya spasme
otot menyebabkan kesulitan BAB (Muttaqin, 2008, p. 224)
12
10) Sistem Integumen
klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam nisalnya tertusuk paku,
pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor, karena terjatuh di tempat
yang kotor, dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu atau
kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte de entrée seperti luka
gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan
benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
B. diagnosa keperawatan
13
2. Intoleransi aktvtas b.d imobilitas
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
14
Intoleransi aktivitas (D.0056)
Observasi :
Terapeutik :
a. Mnyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
d. Memfaasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi :
c. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi :
E. Evaluasi Keperawatan
15
Diagnosa Evaluasi
Gangguan mobilitas Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan
fisik D.0055 gangguan mobilitas fisik membaik dengan kriteria hasil :
a. Pergerakan ekstremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak (ROM) meningkat
d. Nyeri menurun
e. Kecemasan menurun
f. Kaku sendi menurun
g. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
h. Gerakan terbatas menurun
i. Kelemahan fisik menurun
Intolerasnsi aktivitas Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan
D.0056 intoleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Saturasi oksigen meningkat
c. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
meningkat
d. Kecepatan berjalan meningkat
e. Jarak berjalan meningkat
f. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
g. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
h. Toleransi dalam menaiki tangga meningkat
i. Keluhan lelah menurun
j. Dispenda saat aktivitas menurun
k. Dispnea setelah aktivitas menurun
l. Perasaan lemah menurun
m. Aritmia saat aktivitas menurun
n. Sianosis menurun
o. Warna kulit membaik
p. Tekanan darah membaik
q. Frekuensi napas membaik
r. EKG iskemia membaik
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus merupakan penyakit yang menyerang system saraf
danmusculoskeletal. Tetanus dapat menyebabkan gangguan aktivitas sepertitrismus,
spasme otot, bahkan kejang. Salah satu masalah keperawatan pada pasien dengan
tetanus adalah hambatan mobilats fisik. Salah satu intervensikeperawatan pada pasien
tetanus dengan hambatan mobilitas fisik adalah TerapiLatihan Kekuatan Otot (ROM).
17
DAFTRA PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/14/asuhan-keperawatan-klien-dengan-tetanus/
https://www.academia.edu/48871310/Makalah_Askep_Penyakit_Tetanus
18